• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian diawali dengan observasi (pengamatan lapangan) di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Sumbawa, Bima, dan Dompu), dilanjutkan dengan penelitian laboratorium.

Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor, Laboratorium Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Bogor, Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fakultas MIPA UI Depok dan Laboratorium Bioproses, Biotek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kuda Sumbawa tanpa pemanasan yang berumur 0-30 hari, yang diperoleh dari Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel susu kuda yang diuji terdiri dari susu kuda Sumbawa yang diambil langsung dari peternak kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu yaitu dari desa Palama, Mpili, Taloko dan Tolonggaru kabupaten Bima masing-masing 20 sampel, dari desa Penjaring dan Pelat kabupaten Sumbawa masing-masing 20 sampel dan dari desa Saneo, kabupaten Dompu 20 sampel, serta dari pedagang/pengumpul di Bima sebanyak 10 sampel.

Di samping itu juga diperoleh sampel dari pedagang susu kuda Sumbawa di JABOTABEK, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 sampel, dan sebagai pembanding diuji juga sampel susu kuda bukan Sumbawa yaitu 5 sampel dari Bogor,

(2)

5 sampel dari Lembang dan 10 sampel dari Salatiga, susu sapi dari Depok sebanyak 15 sampel dan susu kuda pacu sebanyak 5 sampel dari Pamulang, Tangerang.

Selain sampel susu kuda, bahan penelitian lainnya adalah 32 jenis sampel tumbuhan yang sehari-hari menjadi makanan kuda Sumbawa.

b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay

Bahan-bahan untuk analisis bioassay terdiri dari : Muller Hinton Agar (Difco); Bacto Agar (Difco); D(+) Glucose (Difco): Potasium dihydrogen phosphat (Merck): Ortho phosphoric acid (Merck): Sodium Clorida (Merck): Nutrient Agar (Difco); Heart Infusion Agar (Difco); Oksitetrasiklin HCl (Sigma); Tilosin (Sigma); Kanamycin (Sigma); Penicilin (Sigma); Kloramphenikol (Sigma); Yeast Extract (Difco).

c. Bahan-Bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi, Isolasi

Bahan-bahan untuk uji ekstraksi, fraksinasi dan isolasi teridiri dari : Laktoferin (Sigma); Ethanol (Merck); Methanol (Merck); Ethyl acetat (Merck); n-Hexan (Merck); Aceton (Merck); Sodium acetat anhidrate (Merck); Asam clorida (Merck); Sodium hidroksida (Merck); Acetonitrile (Merck); Methanol for HPLC (Merck); Acetonitrile for HPLC (Merck)

d. Bahan-Bahan untuk Uji Identifikasi

Bahan-bahan untuk uji identifikasi terdiri dari : Akrilamid; Coomassie Brilliant Blue; N, N, N’, N’-tetrametilen etildiamin (TEMED); APS (Amunium Persulfat); Low Molecul Weight Calibration Kit yang terdiri dari phosphorylase b (67.000 kDa); albumin (66.000 kDa); carbonic anhydrase (30 kDa); trypsin inhibition (20.100 kDa) dan lactalbumin (14.400 kDa), gula standar (Amersham Pharmacia Protech), gula standar (maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa), Asam asetat glasial (Merck); Laktoferin (Sigma), Hbr, Diethyl ether, Ethanol, Phosporic acid, Bovin Serum

(3)

Albumin, chymotrypsinogen A, cytochrom C, Nacl , garam KBr, 2-Mercaptoethanol, Hemosol, Sodium dodecyl,

2. Alat

a. Peralatan untuk Bioassay

Peralatan untuk Bioassay terdiri dari : Laminar flow (FB1); Autoclave (Alfa); Evaporator (Eyela); Incubator (Memert); pH meter (Orion); Penangas air (Sanyo); Water bath (Digisystem Lab); Bunsen; Kaliper (Mitutoyo); Lemari pendingin 40C

(Toshiba); Lemari pendingin –200C (Sanyo); Magnetik stirrer.

b. Peralatan untuk Fraksinasi

Peralatan untuk fraksinasi adalah : satu unit HPLC Shimadzu LC 10A system yang terdiri dari : Pump LC-6A; Detektor Diode Aray SPD-M10-AVP; Injector type sil 10-A; Colomb: C18 4.6 x 250 mm.

c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi

Peralatan untuk isolasi dan identifikasi terdiri dari: seperangkat alat elektroporesis; spektrophotometer (Hitachi) dan Infra merah ( Hitachi).

3. Kultur Bakteri

Kultur bakteri yang digunakan untuk uji antimikroba adalah : Staphylococcus aureus ATCC 6538P; Bacillus cereus ATCC 11778; Bacillus subtilis ATCC 6633; Bacillus calidolactis C 953 Nizo; Micrococcus luteus ATCC 9341; Escherichia coli NIHJ; Salmonella thypimurium 14028; Shigella boydii BCC, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27863 dan Vibrio cholera BCC.

C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Berdasarkan Kerangka Pemikiran Penelitian yang disajikan pada Gambar 1, maka penelitian dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut :

(4)

1. Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa)

Tahap pertama dilakukan observasi (pengamatan lapangan) ke pulau Sumbawa untuk mendapatkan informasi mengenai cara pemeliharaan kuda, cara-cara pemerahan, penanganan, pengemasan dan penjualan susu kuda, cara-cara penanganan penyakit dan pengobatan kuda yang sakit, pemanfaatan susu kuda oleh masyarakat setempat dan informasi lain mengenai populasi kuda dan produksi susu kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Observasi (pengamatan lapangan) dilakukan dengan cara mengamati cara pemerahan, penampungan, pembotolan, penyimpanan, pengiriman dan penjualan susu kuda. Di samping itu dilakukan wawancara dengan petugas Dinas peternakan, kesehatan hewan, peternak, pengumpul dan pedagang mengenai pemeliharaan kuda, jenis pakan yang diberikan dan jenis-jenis kudanya. Dari informasi ini kemudian disusun hipotesis penelitian dan preposisi berikutnya tentang susu kuda Sumbawa.

Dalam observasi sekaligus dilakukan pengambilan contoh (sampel) susu kuda di tingkat peternak, pengumpul dan pedagang untuk bahan yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium.

2. Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama)

Tahap kedua adalah melakukan pengujian laboratorium sampel susu kuda Sumbawa terhadap ada dan tidak adanya senyawa antimikroba di dalamnya, dengan melakukan uji verifikasi (uji 3) guna mengetahui lebih lanjut apakah senyawa antimikroba tersebut berasal dari tumbuhan (uji 2) yang biasa dimakan kuda Sumbawa, atau dari pengobatan dengan antibiotik (dari 1) atau asli dari sekresi susu kuda Sumbawa. Tahap kedua ini penting untuk membuktikan hipotesis pertama yaitu bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat.

(5)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Observasi (pengamatan lapangan) di Pulau Sumbawa untuk menyusun hipotesis dan preposisi penelitian berikutnya. Produksi konsentrat senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk mengukur rendemen

Uji daya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa melalui uji keluasan spektrum untuk membuktikan hipotesis kedua. Fraksinasi, isolasi, identifikasi dan karakterisasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk membuktikan hipotesis ketiga.

Uji verifikasi susu kuda Sumbawa untuk membuktikan kebenaran hipotesis pertama. TAHAP I TAHAP V TAHAP III TAHAP IV TAHAP II Hipotesis Penelitian Selesai dan saran penelitian lanjutan Hipotesis Ketiga terbukti Hipotesis Kedua terbukti Hipotesis Pertama terbukti

3. Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua)

Tahap ketiga merupakan kelanjutan pengujian tahap kedua apabila telah dibuktikan adanya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang diuji tidak berasal dari tumbuhan bahan makanan kuda atau dari obat antibiotik.

Dalam tahap ketiga ini dilakukan uji spektrum antimikroba (uji 5), uji sifat polaritas (uji 6), dan uji stabilitas antimikroba (uji 4) susu kuda Sumbawa. Uji spektrum untuk mengetahui spektrum senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba patogen atau perusak pangan. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum luas. Uji sifat polaritas

(6)

dilakukan untuk menentukan bahan pelarut senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang efektif berdasarkan sifat polaritasnya. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui perubahan daya antimikroba akibat pemanasan dan penyimpanan.

4. Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga)

Tahap keempat dilakukan untuk membuktikan hipotesis ketiga yang mengatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein.

Dalam tahap keempat ini dilakukan uji fraksinasi (uji 7), identifikasi dan isolasi (uji 8) dan karakterisasi gugus senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa (uji 9). Fraksinasi dengan KCKT dilakukan untuk memperoleh fraksi-fraksi dari susu kuda Sumbawa yang memiliki aktivitas antimikroba. Selanjutnya dilakukan isolasi dengan elektroforesis dan identifikasi dengan Badford untuk membuktikan senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Penelitian ini dilanjutkan untuk mengetahui sifat gugus protein dan karbohidrat dengan spektrophotometer infra merah. Setelah diketahui adanya sifat gugus karbohidrat, penelitian dilanjutkan untuk mengetahui jenis gula dalam senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa.

5. Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba)

Tahap kelima ini dimaksudkan untuk mengembangkan teknologi proses produksi konsentrat antimikroba susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk (uji 10). D. METODE PENELITIAN

Penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa dilakukan melalui 5 (lima) tahap penelitian, yaitu : (a) Tahap I, pengamatan lapangan (observasi); (b) Tahap II, verifikasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 3) dan uji antimikroba tumbuhan makanan kuda Sumbawa (uji 2); (c) Tahap III, uji sifat polaritas (uji 6), spektrum (uji 5) dan stabilitas (uji 4); (d) Tahap IV, fraksinasi (uji 7), isolasi dan identifikasi (uji 8); karakterisasi gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 9); (e) Tahap V, pengembangan teknologi produk baru bubuk konsentrat

(7)

(uji 10). Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa secara ringkas disajikan pada Gambar 2.

(10) Konsentrat antimikroba (bubuk) Pemisahan lemak dengan Hexan

Uji Antimikroba Uji Antimikroba

Uji Antimikroba Fraksinasi dengan

Kromatografi Uji sifat Polaritas

Kualitatif dan Kuantitatif, BM Elektroporesis, pewarnaan protein

dengan metode Bradford Isolasi dan Identifikasi

Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa

Non Polar Polar Hexan, Ethyl acetat, Acetone, Ethanol, Methanol

Karakterisasi, Spectrofotometer Infra Merah, Uji Komponen Gula

+ -(5) Uji Spektrum Antimikroba (6) (7) (8) (3) Verifikasi Antimikroba (2) Antimikroba pada

tumbuhan (4) Uji Stabilitas Antimikroba

SUSU KUDA SUMBAWA

Fase Pelarut Fase Air

(9)

Komposisi Kimia Fraksi 7 (Galaktoequin) (10) Pengembangan Teknologi Produksi Konsentrat Antimikroba (1) PENGAMATAN LAPANGAN Negatif Positif

(8)

Metode penelitian masing-masing diuraikan lebih lanjut dalam uraian berikut. 1. Pengamatan Lapangan

Tahap pertama dilakukan pengamatan lapangan dan pengambilan sampel susu di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di provinsi NTB.

Tujuan pengamatan lapangan adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang lengkap mengenai susu kuda Sumbawa yang konon diproduksi di pulau Sumbawa dan diberi label “susu kuda liar”, yang tidak rusak dan tidak menggumpal waktu disimpan dalam suhu kamar beberapa bulan tanpa dimasak atau didinginkan atau ditambah zat pengawet.

Tujuan lainnya adalah mengambil sampel susu kuda, langsung dari peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer di provinsi Nusa Tenggara Barat.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilakukan observasi (pengamatan lapangan) dan studi kasus yang bersifat eksplanatoris guna mengetahui bagaimana susu kuda Sumbawa itu dihasilkan dan mengapa tidak rusak atau menggumpal walau disimpan dalam suhu kamar tanpa dimasak atau ditambah bahan pengawet.

Pelaksanaan observasi dan studi kasus tersebut dilakukan melalui pengamatan dan wawancara tentang cara memelihara kuda, pemerahan susu, cara penanganan susu, konsumsi susu, pemanfaatan oleh masyarakat lokal.

Pengamatan lapangan dilaksanakan di tiga kabupaten (Sumbawa, Bima, Dompu) di pulau Sumbawa – Nusa Tenggara Barat dengan responden peternak kuda yang memerah susunya, pedagang pengumpul, penjual eceran, petugas kesehatan hewan, penyuluh, Dinas-Dinas Peternakan Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pengambilan sampel susu kuda Sumbawa dilakukan di dua (2) desa di Kabupaten Sumbawa, empat (4) desa di Kabupaten Bima dan satu (1) desa di Kabupaten Dompu dengan jumlah sampel 20 sampel per desa, sedangkan untuk pedagang pengumpul satu (1) pedagang di Kabupaten Bima dengan sampel 10

(9)

(sepuluh), pedagang dan pengecer di Jabotabek, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 (sepuluh) sampel. Sedangkan dari peternak kuda bukan Sumbawa di Bogor (5 sampel), Lembang (5 sampel), dan Salatiga (10 sampel). Dengan demikian jumlah sampel susu kuda Sumbawa terdiri dari 140 sampel langsung dari peternak dan 20 sampel dari pedagang, dan sampel dari kuda bukan Sumbawa 25 sampel. Jumlah sampel susu kuda Sumbawa dan peternak responden ditetapkan berdasarkan daftar kecamatan, desa dan populasi kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu, Daftar Pertanyaan, Daftar Nama-Nama Responden dan Hasil Tabulasi Data disajikan pada Lampiran 1.

2. Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa

Tahap kedua penelitian adalah verifikasi antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan tujuan untuk mengetahui: (1) apakah susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba dan (2) apakah senyawa antimikroba berasal dari tumbuhan atau obat antibiotika. Hasil penelitian ini penting untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama yang menyatakan bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dua jenis percobaan, yaitu uji aktivitas antimikroba dalam susu kuda dan uji aktivitas antimikroba pada tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda Sumbawa.

Bahan susu yang digunakan dalam percobaan-1 ini adalah susu kuda Sumbawa, sebagai kontrol digunakan susu sapi, susu kuda bukan kuda Sumbawa yaitu dari Bogor, Bandung, Ungaran dan Salatiga, dan susu kuda pacu dari Pamulang. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan bakteri uji M. luteus ATCC 9341. Analisis aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991).

Analisis penghambatan susu kuda Sumbawa terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan dengan metode difusi yaitu sebanyak 8 ml agar yang telah mengandung

(10)

bakteri uji dengan jumlah satu persen per 100 ml media dituangkan ke dalam cawan petri yang berdiameter 9 cm. Setelah agar membeku, di atasnya diletakkan kertas cakram, ke dalam kertas dituang 100 ì l contoh susu kuda Sumbawa. Media di dalam cawan petri dibiarkan pada suhu 6oC selama 2 jam untuk memberi kesempatan susu

terserap pada kertas cakram sebelum diinkubasi. Setelah diinkubasi pada suhu 370C

selama 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan adanya area bening sekeliling kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji. Hasil pengujian dinyatakan dalam diameter hambatan (mm) atau luas area hambatan mm2. Pengukuran dilakukan tiga kali

pengamatan (lihat Gambar 3).

S S S K Inokulasi sample ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 • l Cawan petri berisi campuran media dan bakteri uji 8 ml

Inkubasi 24 jam

Daerah hambatan

Uji aktivitas mikroba dengan Bioassay Medium = NV 8

Bakteri uji = M. luteus ATCC 9341

- K = Kontrol positif = Penisilin 0,1 • g/ml = 100 • l - S = Sampel Susu 100ul

Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991) Medium NV8

Inokulasi standard antibiotika ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 • l

(11)

3. Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada aktivitas antimikroba yang berasal dari tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda.

Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini terdiri dari 32 jenis tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa (Tabel 10).

Untuk melakukan pengujian antimikroba dalam tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa, tiap jenis tumbuhan dikeringkan 60oC, digiling dengan mortar,

dihaluskan dan disaring, kemudian diekstraksi dengan pelarut dietil eter, kloroform dan buffer phospat, selanjutnya diuji dengan metode difusi (Harbone, 1987; Yoshimura et al, 1991).

4. Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa

Penelitian tahap ketiga untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas. Penelitian ini meliputi percobaan stabilitas daya antimikroba, spektrum aktivitas antimikroba dan sifat polaritas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa.

Uji stabilitas daya antimikroba dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas antimikroba pada pemanasan 700C selama 10 menit dan pada penyimpanan pada

suhu kamar dalam jangka 5 bulan.

Uji stabilitas antimikroba terhadap pemanasan susu kuda Sumbawa pada suhu 700C selama 10 menit dilakukan dengan 10 sampel. Uji stabilitas antimikroba terhadap

lama penyimpanan pada suhu kamar dilakukan dengan pengujian aktivitas antimikroba mulai bulan ke 0 dan selanjutnya diulang setiap bulan sampai umur simpan 5 bulan. Pengujian aktivitas antimikroba kedua percobaan tersebut dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991).

(12)

5. Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba

Percobaan untuk mengetahui spektrum aktivitas antimikroba dilakukan melalui pengujian kepekaan jenis-jenis bakteri terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Jenis-jenis bakteri yang digunakan dalam pengujian ini terdiri dari 9 jenis bakteri yang mewakili bakteri patogen dan perusak pangan. Bakteri patogen diwakili oleh V. cholerae, S. typhymurium, S. boydii, B. cereus, St. aureus dan E. coli. sedangkan bakteri perusak pangan diwakili oleh Ps. aeruginosa, B. cereus, B. subtilis, dan M. luteus.

Metode yang digunakan dalam uji kepekaan untuk mengetahui spektrum aktivitas mikroba dalam susu kuda Sumbawa adalah metode difusi (Yoshimura et al, 1991).

6. Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba

Untuk mengetahui polaritas senyawa antimikroba digunakan beberapa pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda, mulai dari yang non polar ke yang paling polar yaitu: hexan, etil asetat, aseton, etanol dan metanol dengan nilai polaritasnya berturut-turut : 0, 38, 47, 68, 73 dan 90.

Uji sifat polaritas senyawa antimikroba dilakukan pertama-tama mencampur susu kuda Sumbawa dengan pelarut hexan (1 : 1) dalam labu kocok 250 ml sehingga dihasilkan 2 lapisan yaitu fase hexan dan fase air (Gambar 4). Masing-masing fase diuji aktivitas antimikrobanya. Apabila fase hexan atau fase air tidak memiliki aktivitas antimikroba, penelitiannya tidak dilanjutkan, sedangkan apabila fase hexan atau fase air memiliki aktifitas antimikroba, penelitiannya dilanjutkan. Fase salah satu pelarut yang memiliki aktivitas anti mikroba dibagi menjadi 5 bagian, empat bagian masing-masing dicampur dengan etil asetat, aseton, etanol atau metanol dan satu bagian tidak dicampur pelarut organik. Selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya dengan metode

(13)

difusi agar, dengan menggunakan medium NV 8 dan bakteri Micrococcus luteus ATCC 9341.(Yoshimura et.al. 1991).

Fase Hexan

Fase air

Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air. 7. Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT

Penelitian tahap keempat dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein.

Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) memperoleh fraksi-fraksi komponen senyawa antimikroba, (2) isolasi dan identifikasi fraksi yang paling kuat aktivitas mikrobanya, (3) karakterisasi senyawa aktif antimikroba.

Untuk mencapai tujuan ini dilakukan tiga (3) percobaan yaitu (a) fraksinasi senyawa antimikroba, (b) isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba, dan (c) karakterisasi gugus fungsi.

Percobaan fraksinasi senyawa antimikroba ditujukan untuk mendapatkan fraksi-fraksi komponen antimikroba dari susu kuda Sumbawa. Fraksinasi di lakukan dengan teknik Kromotografi Cair Kinerja Tinggi /KCKT (Grister et al, 1991).

Fraksinasi senyawa antimikroba dengan teknik KCKT dilakukan melalui 6 (enam) tahap, yaitu : (1) Pemisahan fase lemak dengan pelarut hexan untuk

(14)

mendapatkan fase pelarut dan fase air; (2) Evaporasi untuk membuang sisa hexane yang mungkin masih terdapat di dalam larutan fase air; (3) Clean up/pembersihan menggunakan cartridge seppak C-18; (4) Setelah disaring dan dibilas dengan air dielusi dengan methanol; (5) Pengeringan dengan menggunakan evaporator untuk menghilangkan metanol dan residu yang diperoleh ditambah aquades (2 ml), kemudian disaring dengan s aringan 0,5 ì m dan 0,22 ì m; (6) Injek ke KCKT sebanyak 10 ì l untuk mendapatkan fraksi-fraksi; dan (7) Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa; seperti digambarkan pada Gambar 5.

Seluruh fraksi yang keluar dari KCKT ditampung kemudian diuji terhadap aktivitas antimikrobanya. Fraksi yang mempunyai aktivitas antimikroba paling kuat dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba.

8. Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba

Isolasi dilakukan terhadap fraksi yang paling kuat aktifitas antimikrobanya. Fraksi dengan aktivitas antimikroba terkuat selanjutnya diidentifikasi, untuk mengetahui adanya komponen senyawa antimikroba. Identifikasi diawali dengan uji kualitatif dengan metode Bradford (Bradford, 1976). Bahan yang berupa sampel susu sebanyak 100 ì l dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambah dengan 2 ml pereaks i protein, campuran dihomogenesasi satu menit dan didiamkan lima sampai sepuluh menit, selanjutnya diamati adanya warna biru. Apabila hasilnya positif terus dilanjutkan dengan uji elektroforesis untuk mengetahui berat molekulnya. Berat molekul dapat diketahui dengan cara membandingkan sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dengan phosphorylase b, albumin, ovalbumin, carbonic anhydrase, trypsin inhibition dan lactalbumin yang telah diketahui berat molekulnya serta laktoferin sebagai pembanding.

(15)

Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa

PERSIAPAN FRAKSINASI

KO NDISI KCKT : CO LUM N CAPCELL PACK C – 18 UKURAN : DIAM ETE R 4,6 m m x 150 m m

KO NDISI FASE G ERAK : M eO H : DW =5 : 95 (1m l/m in) FLO W RATE : 1 m l /m in

DETECTO R : DIO DE ARRAY,W AVE LENG TH = U V 200 nm INJECTIO N : 10 ul

Elusi Seppak C- 18

Evaporasi (membuang sisa methanol)

TAMBAH AQUADES (2 – 5 ml )

FILTRASI 0,5 • m dan 0,22 • m

KCKT

FRAKSI-FRAKSI

UJI ANTIMIKROBA SUSU KUDA SUMBAWA

Fase air (Skim)

TERKUAT

FRAKSI 7

Evaporasi (membuang sisa Hexan)

Pembersihan dengan cartridge seppak C- 18

Sampel yang diuji dengan elektroforesis adalah sampel denaturasi, yaitu sampel yang telah didenaturasi sebelumnya dengan cara dipanaskan terlebih dahulu dalam penangas air selama 2 menit. S etelah itu sampel sebanyak 8 ì l dicampur

(16)

dengan buffer sebanyak 5 kali sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur separating gel, selanjutnya steker elektroda dipasang pada power supply yang distabilkan dengan stabilizer yang dihubungkan pada listrik tegangan 125 Volt, selama lebih kurang 1,5 jam atau sampai migrasi sampel mencapai 1 cm dari bawah gel. Setelah itu gel diambil dari kedua plat elektroforesis dengan menggunakan spatula, kemudian dilanjutkan pewarnaan dengan menggunakan Coomassie Brilliant Blue; dengan cara sebagai berikut: gel ditempatkan dalam wadah yang telah diisi larutan staining Coomassie Brilliant Blue lebih kurang 20 ml, kemudian diagitasi konstan dengan gerakan pelan lebih kurang 30 menit. Setelah 30 menit larutan Coomassie Brilliant Blue dihilangkan atau destaining dengan menggunakan campuran methanol; asam asetat glasial; aquades = 2 : 1 : 7 kurang lebih 20 ml. Gel yang telah dihilangkan warnanya diagitasi konstan sampai pita-pita protein yang terbentuk terlihat nyata dan warna latar gel menjadi terang setelah lebih kurang 24 jam.

9. Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer UV

Untuk mengetahui komponen senyawa antimikroba dari fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya secara kualitatif untuk menunjukkan senyawa protein dan secara kuantitatif akan diperoleh pita protein dan berat molekulnya, kemudian dilanjutkan karakterisasi protein dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, dan kemudian dilanjutkan identifikasi karbohidrat (gula) dengan spektrofotometer ultra violet.

Pengujian adanya gugus fungsi protein dilakukan dengan alat spektroskopi infra merah (Nur, 1989). Sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dan laktoferin (sebagai pembanding) masing-masing dicampur garam KBr dengan perbandingan 1:100. Bahan-bahan di gerus sampai halus hingga merata, kemudian ditekan pada alat cetak sampai diperoleh lapisan tipis (AOAC 16 . 058, 1995). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian

(17)

dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm-1) atau

bilangan gelombang (cm-1) atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat

transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994).

Identifikasi jenis gula dilakukan dengan melakukan pemindaian (scanning) larutan gula menggunakan spektrofotometer ultra violet (Nollet, 1996). Untuk mengetahui jenis gula dalam fraksi senyawa antimikroba dari susu kuda digunakan gula standar yaitu maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa dengan cara membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan sinar UV yang terbentuk. Sinar ultra violet menyerap struktur molekul bentuk cincin ikatan rangkap pada satu atau lebih panjang gelombang dari 190 - 300 nm. Prinsip yang digunakan untuk identifikasi jenis gula adalah pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula.

10. Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa

Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, penelitian tahap kelima merupakan penelitian lanjutan yaitu pengembangan teknologi produksi konsentrat antimikroba dengan tujuan untuk memperoleh dan mengetahui rendemen produk konsentrat berupa bubuk kering dari susu kuda Sumbawa. Bubuk kering ini akan memudahkan dalam penyimpanan dan penggunaannya. Prosedur pengembangan produksi konsentrat disajikan pada Gambar 6.

Susu kuda Sumbawa sebanyak 100 %v dicampur dengan 100 %v hexan sehingga terbentuk dua lapisan yaitu fase pelarut hexan dan fase air (skim). Fase air yang terbentuk dari pemisahan tersebut digumpalkan dengan 1N HCl, selanjutnya

(18)

dilakukan pemisahan untuk mendapatkan whey dan curd. Masing-masing whey dan curd dikeringkan dengan mesin kering beku vakum untuk mendapatkan produk kering. Hasil produk kering whey dan curd masing-masing diukur rendemennya dengan menimbang bobotnya, selanjutnya diuji aktifitas antimikrobanya dengan metode difusi.

Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba Curd basah

Whey Fase Air (Skim)

Susu kuda Pemisahan Penggumpalan 1 N HCl Penyaringan Freeze drying Whey Kering Ukur Rendemen Uji Antimikroba

Uji Aktivitas Antimikroba

Freeze drying Curd Kering Ukur Rendemen Uji Antimikroba Ukur Ukur Ukur

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran penelitianObservasi (pengamatan lapangan) di Pulau Sumbawa untuk menyusun hipotesis dan preposisi penelitian berikutnya.Produksi konsentrat senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk mengukur rendemen
Gambar 3.  Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan                    Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991)Medium NV8
Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air.
Gambar 5.  Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda SumbawaPERSIAPAN FRAKSINASI
+2

Referensi

Dokumen terkait

Prastowo (2012: 17) mengungkapkan bahwa bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan

Kelimpahan mikroplastik dari setiap zona di tiga stasiun, tiga transek, dan dua kedalaman yang diamati menunjukkan bahwa zona 1 memiliki kelimpahan mikroplastik tertinggi

Agar mendapatkan nilai yang baik saat ujian, saya berencana akan membuat strategi belajar tertentu.. Saya yakin bahwa saya cukup mampu untuk mempelajari setiap

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pemakaian tabir surya dengan derajat keparahan melasma (Skor MASI) pada wanita di

10 tahun 1959, terhadap mana tidak dikeluarkan surat keputusan oleh Menteri Perindustrian seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan hingga

Sistem modulasi wavelet Coiflet-1 dan Biorthogonal-1.3 untuk masing-masing skala pada kanal AWGN juga memiliki kinerja yang hampir sama dengan kinerja sistem

Hasil analisis data menjelaskan bahwa responden pasien yang menyatakan kualitas keperawatan onkologi: kenyamanan baik sebesar 68% terhadap perawat dengan tingkat