• Tidak ada hasil yang ditemukan

REORIENTASI SISTEM PENGAMANAN PRODUK TERNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REORIENTASI SISTEM PENGAMANAN PRODUK TERNAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

REORIENTASI SISTEM PENGAMANAN PRODUK TERNAK

Untuk mempertahankan agar sistem pengamanan dan pembinaan mutu terutama produk pangan asal ternak tetap berperan secara efektif dan efisien dalam upaya pengamanan dan perlindungan konsnmen, maka perlu dilakukan reorientasi dari sistem yang selama ini berjalan.

1. Reorientasi yang diarahkan pada upaya-upaya deteksi secara dini terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul sejak dari pra produksi, selama proses produksi berlangsung sampai kepada pasca produksi (pre harvest food safety program)

Sistem pengamana dan pembinaan mutu produk ternak terutama pangan yang menekankan kepada upaya-upaya pengawasan mutu produk akhir (end product inspection) dianggap tidak lagi mampu memenuhi tuntutan dan tantangan baru pada era global millennium ketiga.

Reorientasi ini berarti perhatian terhadap penanganan produk ternak bukan ditekankan pada produk akhir akan tetapi perlu dilakukan mulai dari tempat produksi di peternakan sampai dengan tempat penjualan bahkan pengolahan. Pengawasan semua mata rantai produksi ini dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan serta meupakan bagian dari tanggung jawab pihak produsen/pengolah.

Prinsip-prinsip dasar sistem pengawasan tersebut adalah : 1. Pencegahan dini (preventive measures).

2. Pengawasan proses produksi mulai dari awal sampai distribusi produk ahir (in-process inspection).

3. Dokumentasi prosedur dan hasil pengawasan dengan baik dan benar (record keeping).

4. Pengujian laboratorium sesuai dengan tempat dan waktu (laboratory testing)

2. Reorientasi yang diarahkan kepada pemantapan sistem standarisasi nasional serta akreditasi di bidang kesehatan hewan yang akan mendukung pengakuan intenasional yang syah terhadap keamanan dan mutu produk ternak dalam negeri.

(2)

Ada 3 (tiga) kesepakatan dalam perjanjian GATT yang mendorong kepentingan dilakukannya reorientasi sistem menuju kepada pembentukan dan penerapan standar mutu yang baku dan seragam bagi ternak dan produknya dalan negeri. Bahwa setiap Negara anggota WTO (Word Trade Organization) :

1. Tidak diperkenankan memberlakukan peraturan teknis ataupun standar yang berbeda dengan ketentuan dalam negeri.

2. Tidak diperkenankan membuat peraturan teknis yang dapat menghambat masuknya produk dari Negara lain kecuali untuk tujuan melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan-tumbuhan di dalam negeri.

3. Harus memotifikasi setiap undang-undang, peraturan, standar ataupun ketentuan administrative lainnya kepada WTO minimum 60 hari sebelum diberlakukan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas sudah saatnya dilakukan reorientasi yang mengarah pada persiapan kelengkapan perangkat lunak maupun keras yang mendukung Indonesia dalam memasuki era globalisasi perdagangan. Disamping itu ternak dan produk ternak merupakan salah satu komoditi non migas yang akan menjadi andalan ekspor di masa mendatang, sehingga penetapan standar yang dapat dijadikan acuan nasional sudah sangat mendesak. Reorientasi ini berarti menciptkan iklim standarisasi di bidang industri pangan hewani sejak dari hulu sampai ke hilir untuk memberikan jaminan mutu (quality assurance) bagi produk yang dihasilkan.

Standarisasi dicapai melalui perumusan standar yang sesuai dengan prosedur yang telh ditetapkan, diikuti dengan penerapan standar, akreditasi dan sertifikasi. Perumusan standar dilaksanakan melalui consensus nasional antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

(3)

World wide food poisoning outbreaks

Many countries including Canada, United states, England and Wales, France and Japan regularly issue reports of food poisoning cases and incidences. In England and Wales, Scotland and Poland the numbers of cases has increased in recent years (averages 67 cases per 100,000 inhabitants). Many countries has also shown an increase in Salmonella and Campylobacter cases. Undercooked egg seem to be the main reason of for the rise of salmonellosis. Most campylobacter enteritis cases are sporadic with unknown origins. A few outbreaks have been identified; cabbage soup in Germany, poultry in England and the Netherlands and hi bird-pecked milk in Scotland. V. parahaemolyticus was the major cause of food poisoning in Japan until 1992 when Salmonella became more dominant. This is probably due to an increase in the consumption of contaminated eggs and secondly due to improved hygienic seafood production. In the united states and Canada salmonellosis cases are 40.000 and 9000 each year respectively.

As table 1. shows there is considerable variation in food poisoning between countries. Accepting differences in the reporting of food poisoning, It appears that B. cereus, C. perfrigens and S. aureus are more frequent in Smaller countries: Finland, Denmark, Scotland, Hungary and Cuba. Additionally, B. cereus appears to be more prevalent hi Northern countries compared to France, Spain, Portugal and Yugoslavia.

SISTEM PENGAMANAN DAN PEMBINANAAN MUTU PRODUK TERNAK

A. Sistem Pengamanan Bahan Pangan Asal Hewan (Food Savety)

1. Akreditasi dan pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) bagi Runah Pemotongan Hewan/Unggas (RPH/RPU), TPD (Tempat Pemrosesan Daging) dan Importir/Distributor Daging.

Dengan telah adanya landasan hokum yang kuat dan mantap, maka dalam rangka pembinaan teknis secara terpadu dan berkesinambungan ditetapkan salah satu langkah yaitu penerapan program pemberian NKV terhadap RPH/RPU, TPD dan Importir/Distributor Daging oleh Direktorat Jenderal Peternakan. Pemberian NKV ini merupakan salah satu upaya penataan kembali fiingsi RPH/RPU, TPD dan Importir/Distributor Daging, sebab dengan pemberian NKV adalah berarti

(4)

registrasi bagi RPH/RPU, TPD atau usaha-usaha lainnya yang bergerak dalam bidang pengimpor, pengumpulan, penampungan, penyimpann dan pengawetan bahan asal hewan.

Tujuan pemberian NKV adalah :

(1) Memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat, bahwa daging yang berasal dari hasil pemotongan hewan/unggas dan penanganan daging di RPH/RPU dan TPD telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu.

(2) Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pendirian/pengelolaan RPH/RPU dan TPD

(3) Mempermudah dan memperlancar pelaksanaan sistem pengawasan pemotongan hewan/unggas dan peredaran daging.

(4) Meningkatkan daya guna, hasil guna dan produktifitas dalam mencapai mutu produk khususnya daging dan hasil olahannya serta jasa pemotongan hewan/unggas yang memenuhi syarat/standard.

2. Pengawasan dan pembinaan usaha persusuan

Salah satu upaya yang mendesak dalam rangka mengawasi dan membina usaha persusuan dalam negeri adalah melakukan deregulasi peraturan perundangan yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan saat ini dan yang akan datang. Oleh karena pengawasan dan pembinaan usaha persusuan terganrung kepada mekanisme koordinasi yang tercipta antara departemen terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

3. Pengawasan Residu dan cemaran mikroba pada produk pangan asal hewan Kesadaran akan pentingnya pengawasan cemaran mikroba dan residu dalam produk pangan asal hewan semakin meningkat beberapa tahun ini terutama kaitannya dengan kepentingan perlindungan kesehatan dan keamanan konsumen. Perdagangan internasional yang tertuju ke arah pasar bebas akan menyebabkan meningkatnya tuntutan pembeli bahan pangan yang bebas residu (residu free). Produsen mau tidak mau harus mengikuti kecenderangan tersebut untuk meningkatkan daya saing pasar dan keunggulan produknya.

(5)

Untuk mendukung hal tersebut, maka telah ditetapkan beberapa kegiatan yang dijalankan bekerja sama dengan instansi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) terkait seperti Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) dan Balai penelitian Peternakan (Balitnak) sebagai berikut:

(1) Pengajuan Standar Nasional Indonesia mengenai Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Residu (BMCM dan BMR) dalam bahan pangan asal hewan.

(2) Pemantauan pelaksanaan Program Monitoring dan Surveillance Residu (PMSR) oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) Wilayah I sampai dengan VII.

(3) Pelaksanaan pertemuan evaluasi PMSR bekerjasama dengan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH)

(4) Pelaksanaan pelatihan pengujian residu untuk petugas BPPH bekerjasama dengan BPMSOH, Balitvet dan bantuan luar negeri. (5) Pembangunan Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan (LPMPP),

sesuai dengan kebutuhan, Direktorat Jenderal Peternakan diharapkan mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap produk ternak teratama cemaran mikroba dan residu. Wilayah kerja LPMPP adalah seluruh Indonesia dan mempunyai jaringan ke bawah yaitu laboratorium-laboratorium kesehatan masyarakat veteriner (kesmafet) di seluruh Indonesia.

(6) Peningkatan peran Keanggotaan Indonesia Dalam Codex Committee on

Residues of Veterinary Drugs Foods (CRDVDF). Mengingat

pentingnya keikut sertaan Indonesia dalam pembahasan dan penetapan nilai ambang batas residu sesuai dengan prosedur Codex sehingga peran aktif Indonesia sangat diharapkan pada siding-sidang CRDVDF.

4. Pengawasan dan Pembinaan aspek higenik dari pelaksanaan ekspor dan impor produkternak

Pengawasan, pemantauan dan pembinaan aspek higenik dari pelaksanaan ekspor dan impor produk ternak dilakukan dengan cara :

(6)

(1) Penyebarluasan prinsip-prinsip yang termuat dalam perjanjian "Sanitary

and Phytosanitary" (SPS) sebagai bagian dari perjanjian GATT untuk mengevaluasi hambatan-hambatan teknis yang timbul dalam perdagangan.

(2) Penetapan pengiriman sample/contoh produk ternak yang akan diekspor/impor ke BPMSOH/BPPH/LPMPP untuk mendapatkan sertifikat pengujian bebas residu (residue free)

(3) Pemberian rekomendasi bagi usaha ekspor setelah melakukan akreditasi dan penilaian terhadap sarana dan prasarana RPH/RPU dan setelah mendapat hasil p pengujian laboratorium.

(4) Pemberian rekomendasi bagi usaha ekspor setelah melakukan verifikasi pelaksa pelaksanaan HACCP.

B. Sistem Pembinaan Mutu Terpadu (Food Quality Control)

Dalam menghadapi era globalisasi perdagangan maka peranan mutu dan kualitas suatu produk sangat menentukan. Pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai standar yang berlaku bagi semua jenis produk. SNI ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang merupakan wadah non structural yang mengkoordinasikan, mensinkronisasikan dan membina kegiatan standarisasi di Indonesia.

1. Pengembangan dan pembinaan kegiatan standarisasi

Sistem standarisasi yang sekarang ini sedang dikembangkan di Indonesia mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku secara internasional. Pada sub sector peternakan sudah dimulai dengan perumusan SPI-NAK sejak beberapa tahun lalu. Untuk kesesuaian dan keseragaman standar, maka sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1991, maka SPI-NAK kemudian diangkat menjadi SNI untuk diberlakukan secara nasional.

(1) Standar dalam bidang keamanan dan mutu produk pangan yang sudah dihasilkan.

Beberapa standar komoditi peternakan khususnya yang menyangkut standar keamanan dan mutu produk pangan asal hewan yang sudah dihasilkan antara lain :

(7)

a. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1998)

b. Standar Susu Segar, Cara Uji (SNI 01-2782-1992) c. Standar Daging Sapi/Kerbau (SNI 01-3947-1995) d. Standar Daging Kambing/Domba (SNI 01-3948-1995)

e. Standar Daging Ayam Beku, Proses Pengolahannya (SNI 01-3145-1995) f. Standar Susu UHT (SNI 01-3950-1995)

g. Standar Susu Pasteurisasi (SNI 01-3951-1995)

h. Standar Telur Ayam Segar untuk konsumsi (SNI 01-3926-1995)

Rumusan standar-standar tersebut masih akan ditinjau dan dikaji terus untuk mendapatkan rumusan standar yang paling tepat dalam menetapkan persyaratan keamanan dan suatu produk yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Standar dalam bidang keamanan dan mutu produk pangan yang masih dalam proses dan perlu dikaji kembali

Disamping mengkaji kembali standar-standar tersebut di atas akan. diterbitkan standar-standar baru. Standar-standar tersebut akan dibagi dalam 4 (empat) aspek yaitu : Sarana, peralatan dan metode; Produk akhir; Sistem mutu; serta Jasa dan personil.

a. Standarisasi sarana, peralatan dan metode

- Standar Rumah Pemotongan Hewan/Unggas (RPH/RPU) Standar Laboratorium Kesmavet Standar Laboratorium Penguji Mutu Produk Peternakan

- Standar Alat Angkut Daging b. Standarisasi mutu produk akhir

- Standar Susu Pasteurisasi (dikaji kembali) - Standar Daging Sapi/Kerbau (dikaji kembali) - Standar Daging Kambing/Domba (dikaji kembali) - Standar Daging Ayam/Itik

- Standar Daging Ayam Beku, Proses Pengolahannya (dikaji kembali) - Standar Telur Ayam Segar untuk konsumsi (dikaji kembali)

c. Standarisasi metode pengujian mutu - Standar Batas Maksimum Residu

(8)

- Standar Cara Uji Susu Segar

- Standar Cara Pengambilan Sampel Susu - Standar Cara Pengambilan Sampel Daging - Standar Cara Uji Daging

- Standar Cara Pengambilan Sampel dan Cara Uji Residu d. Standarisasi Jasa dan Personil

- Standar Pengawas/Pemeriksa Kesmavet - Standar Juru Uji Daging dan Susu

2. Ketentuan Wajib Standar Nasional Indonesia

Standar Nasional Indonesia sendiri dalam pelaksanaannya akan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu SNI wajib dan SNI sukarela.

(1) SNI Wajib adalah standar yang diterapkan secara wajib bersifat spesifikasi dan klasifikasi, ditetapkan oleh instansi teknis setelah mendapat persetujuan BSN dan berlaku secara internasional. Standar yang berkaitan langsung dengan kepentingan keselamatan dan kesehatan konsumen, pemakai produk atau masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup diterapkan secara wajib.

(2) SNI Sukarela adalah standar sukarela yang ditetapkan oleh instansi teknis setelah mendapat persetujuan BSN dan berlaku secara nasional untuk maksud pembinaan yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan keselamatan dan kesehatan konsumen, pemakai produk atau masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

3. Pembinaan pelaksanaan kegiatan akreditasi dan sertifikasi

Akreditasi adalah kegiatan penilaian terhadap kesesuaian suatu lembaga atau perusahaan sehubungan dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan, sistem mutu maupun standar yang berlaku. Sedangkan sertifikasi adalah kegiatan pengakuan atau pengesahan atas kemampuan suatu lembaga atau perusahaan.

Kemampuan lembaga sertifikasi juga diakreditasi oleh institusi yang berwenang dalam hal ini adalah Badan Akreditasi Nasional.

Pengembangan akreditasi dan sertifikasi untuk prasaranan produksi bahan asal hewan seperti RPH/RPU dalam bentuk pemberian NKV yang saat ini dilakukan dimulai dengan kegiatan penilaian kelayakan dasar (pre-requisite) yang

(9)

mengarah pada terbentuknya suatu prosedur akreditasi dan sertifikasi baku yang mengacu pada Sistem Sertifikasi Nasional (SSN). Penilaian kelayakan dasar ini telah dikembangkan juga untuk sarana produksi lain seperti TPD, Importir, distributor dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Liyana Apriyanti, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan

Menurut pandangan Masyarakat Desa Bintang terhadap Pantangan, ada beberapa pantangan-pantangan yang berlaku di Danau Laut Tawar dan terdapat perbedaan dalam

Investasi pada modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak memiliki lebih dari

Sumber Agung sudah efektif sebagai dasar perencaan keuangan disebabkan presentase efektifitas penjualan yang berada rata-rata di atas 90%, yang terlihat dari

Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan peserta diklat kompeten dalam merawat peralatan elektronik audio-video dan game komersial berkaitan dengan komponen aktif, pasif, sist im

The received signal is hence described by a Gaussian pdf with its mean equal to the transmit- ted signal level and variance N 0 /2, where N 0 = kT S is determined by the system

Incident Monitoring Report - 2017 | ID-CERT Gambar 1 Jumlah pengaduan semua kategori November-Desember 2017.. Jumlah pengaduan masing-masing per bulan dan total dua bulan

Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Olahan Ayam Di Rumah Makan Resto Gama Malang..