PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PANTANGAN DI DANAU LAUT TAWAR
(Studi Kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah)
SKRIPSI
Disusun Oleh: INDAH NURJANNAH
NIM. 140302013 Prodi Studi Agama-Agama
FAKULTAS USSHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH 2018 M / 1439 H
iii
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Sebagai Salah Satu Beban Studi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Studi Agama-Agama
Diajukan Oleh:
INDAH NURJANAH
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prodi Studi Agama-Agama
NIM: 140302013
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.Husna Amin,M.Hum Hardiansyah, M.Hum
NIP. 196312261994022001 NIP. 197910182009011009
iv
Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat Prodi Studi Agama-Agama
Padahari/ Tanggal :Rabu, 09 Februari 2018 M Rabu, 27 Dzul Hijjah 1439 H
di Darussalam-Banda Aceh Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua, Sekretaris,
Dr.Husna Amin, M.Hum Hardiansyah, M.Hum
NIP. 196312261994022001 NIP.197910182009011009
Penguji I, Penguji II,
Aulia Kamal, S.Th. I.Ma. Mawardi, S.Th.I,
NIDN.2017089005 NIP.197808142007101001 Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh
Drs.Fuadi, M.Hum NIP. 196502041995031002
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas limpahan sejuta nikmat dan rahmat-Nya yang tiada henti terus mengiringi setiap jejak langkah setiap makhluk-Nya yang ada dibumi ini, tidak ada satupun yang luput dari pengawasan dan rahmat-Nya. Shalawat dan salam penulis kirimkan ke pangkuan baginda Rasulullah saw yang telah membawa umatnya ke jalan yang terang benderang dengan cahaya ilmu.
Berkat rahmat Allah swt jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PANTANGAN DI
DANAU LAUT TAWAR (Studi Kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah) sebagai tugas akhir yang dibebankan untuk memenuhi syarat-syarat dalam mencapai SKS yang harus dicapai oleh mahasiswa/i sebagai sarjana Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Program Studi Agama-Agama.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripi ini. Paling utama, penulis sampaikan ribuan rasa terima kasih kepada almarhum Ayahanda dan Ibunda yang telah memberi dukungan dalam penulisan skripsi ini, menasehati, memberikan arahan dan masukan-masukan yang baik serta tiada lelah berdoa.
Pada kesempatan ini juga penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Zainuddin M.Ag selaku pembimbing I dan Ibu Zuherni, M.Ag selaku pembimbing II yang telah sabar, ikhlas meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat bermanfaat kepada penulis.
Zulihafnani, M.A selaku Sekretaris Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan Bapak Dr. Fauzi S.Ag, Lc., M.A selaku Pembimbing Akademik dari awal hingga akhir perkuliahan serta kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah mengajar dan telah membekali ilmu sejak semester pertama hingga akhir perkuliahan.
Kemudian, penulis ucapkan rasa terima kasih juga kepada karyawan ruang baca Ushuluddin dan Filsafat, perpustakaan Induk, dan Pascasarjana UIN Ar-Raniry, serta pustaka Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, yang telah banyak memberi kemudahan kepada penulis dalam menemukan bahan untuk penulisan skripsi.
Selanjutnya, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2013 yang telah memberi saran, motivasi serta dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. Khususnya kepada Hilal Refiana, Siti Latipah, Ayu Farhati, Hayatun Nufus, Ida Farida, Retno Dumilah, Nurul Fitri, Isra Wahyuni, Nina Rahmi, Mauliana, Muzzalifah, Syarifah Salsabila, kak Uliya Azmina, Dian Jumaida, Mila Nurhaliza, serta teman seangkatan 2013 lainnya, Bidadari Surga Kos dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan mereka.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kebaikan hati para pembaca untuk dapat memberi kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan kajian kedepannya.
Banda Aceh, 26 Desember 2017 Penulis,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
LEMBARAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Masalah ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 7 E. Kajian Pustaka ... 7 F. Kerangka Teori... 9 G. Metode Penelitian... 11 H. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 17
A. Letak Geografis Kecamatan Bintang Aceh Tengah ... 17
B. Pendidikan dan Perekonomian ... 22
C. Adat Istiadat dan Kondisi Sosial dan Budaya ... 25
D. Kondisi Fasilita Kesehatan di Kecamatan Bintang ... 27
viii
BAB III HASIL PENELITIAN ... 29
A. Arti dan Makna ... 29
1. Mitos ... 29
2. Pantangan ... 32
B. Perbedaan Pantangan, Larangan, dan Dogma ... 36
C. Dasar dan Tujujan Pantangan... 40
D. Macam-Macam Pantangan ... 46
E. Persepsi Masyarakat Bintang ... 53
1. Macam-macam Pantangan di Danau Laut Tawar ... 53
2. Manfaat/Kegunaan Pantangan Bagi Masyarakat Bintang 58 F. Budaya pantangan di Bintang ... 60
G. Upaya-upaya pelestarian Pantangan ... 61
1. Pantangan sebagai pendidikan Masyarakat ... 61
2. Hukuman bagi pelanggaran pantangan ... 62
H. Analisis Penulis ... 63 BAB IV PENUTUP ... 68 A. Kesimpulan ... 68 B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 75
SURAT PERNYATAAN PENELITIAN ... 76
v
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PANTANGAN DI DANAU LAUT TAWAR
(Studi Kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah)
Nama : Indah NurJanah
NIM : 140302013
Tebal Skripsi : 70 halaman
Pembimbing I : Dr.Husna Amin, M.Hum
Pembimbing II : Hardiansyah, M.Hum
ABSTRAK
Pantangan adalah salah satu perbuatan terlarang yang ada di Danau Laut Tawar, pantangan ini telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bintang Kabupaten Aceh Tengah hingga saat ini. Selanjutnya pantangan ini telah ada sejak zaman nenek moyang dahulu. Meskipun zaman telah berubah disebabkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, namun Masyarakat Bintang masih meyakini adanya pantangan tersebut. Selanjutnya, penulis mencoba meneliti dan memberikan jawaban tentang persepsi masyarakat mengenai pantangan yang ada di Kecamatan Bintang dan di Danau Laut Tawar berdasarkan rumusan masalah yaitu : Bagaimana pengaruh pantangan terhadap masyarakat. Bagaimana Persepsi Masyarakat terhadap Pantangan di Danau Laut Tawar. Kemudian, penelitian menggunakan metode heurestika yaitu suatu metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah dan penelitian
tentang pantangan ini penulis menggunakan penelitian lapangan atau field
reseach, dengan pendekatan kualitatif dimana dalam pendekatan ini peneliti untuk menggunakan data menggunakan tiga teknik yaitu : observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian bahwa praktek pantangan yang dilaksanakan Masyarakat Bintang yang ada di Danau Laut Tawar terdapat tiga pendapat yang berbeda, di antaranya: Pertama, masyarakat yang tidak mempercayai adanya unsur animisme dalam pantangan di Danau Laut Tawar. Kedua, masyarakat yang mempercayai adanya hubungan pantangan dengan hal-hal yang gaib yang ada di Danau Laut Tawar. Ketiga, masyarakat yang mempercayai bahwa pantangan tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Keberadaan pantangan di Danau Laut Tawar ada masyarakat yang mengakui namun ada juga masyarakat yang menganggap bahwa pantangan tersebut tidakmasuk logika dan mengenai hukuman bagi pelanggar pantangan hanya Allah lah yang dapat memberikan hukumannya bukan alam. begitu juga sebaliknya, masyarakat yang mengakui adanya pantangan yang ada di Danau Laut Tawar itu bukanlah menjadi suatu masalah bila tidak bertentangan dengan Islam. Namun bagi masyarakat yang mempercayai bahwa pantangan ini ada hubungannya dengan kekuatan yang berasah dari makhluk gaib
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Danau Laut Tawar terletak dekat Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh, dengan ketinggian 1205 m di atas permukaan laut dengan luas
46,5 . Danau ini tampaknya bukan Danau kawah, walaupun letaknya
berdekatan dengan ‘Burni Telong’, gunung api yang masih aktif terletak di
sebelah Utara, dan gunung Geuredong yang disebut ‘Bur kul’ oleh orang gayo.1
Danau Laut Tawar bukan hanya berfungsi sebagai tempat pariwisata namun juga sebagai lalu lintas antar kampung yang ada disekelilingnya. Selain menggunakan jalur darat masyarakat juga menggunakan lintas air dengan sarana perau (perahu),2 kemudian Danau Laut Tawar ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk prasarana menangkap ikan atau disebut dengan nelayan. Sepanjang tahun jika telah tiba musimnya Masyarakat Gayo menangkap ikan
besar, misalnya “gule mu”t (ikan lele), “gule bado” (ikan gabus), kepras dan ikan
lainnya. Selanjutnya, Danau Laut Tawar juga terkenal dengan ikan “depik” yaitu
ikan yang istimewa di danau ini, ukurannya sedikit lebih besar dari ikan teri. 3
Danau Laut Tawar yang dikenal dengan sebutan Lot Tawar oleh
Masyarakat Gayo ini mempunyai keindahan dan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat, namun dibalik keindahannya danau ini menyimpan
1
Snouck Hurgronje, Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20, diterjemahkan oleh hatta Hasan Aman Asnah, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 3.
2
Agung Suryo Setyantoro, Nelayan Depik Dataran Tinggi Gayo, cet-1, (Banda Aceh:BPSNT Banda Aceh, 2012), 30.
3
berpuluh legenda, mitos, pantangan dan cerita lainnya yang dipercayai oleh masyarakat.
Alkisah dulu di Takengon pernah ada sebuah kerajaan, tidak diketahui secara jelas apa nama kerajaannya tapi yg pasti dikerajaan itu ada seorang putri yg bernama Putri Pukes. Putri Pukes mencintai seorang pria dari kerajaan lain tapi hubungan mereka tidak disetujui oleh orang tua Putri Pukes. Tapi sang putri tetap teguh dengan keinginannya sehingga akhirnya terjadilah pernikahan. Saat Putri Pukes akan pergi menuju kerajaan suaminya, orang tua yang dari awal hubungan mereka tidak setuju berpesa "Jika kau sudah pergi meninggalkan kerajaan ini janganlah sekalipun engkau palingkan wajahmu ke belakang ".
Sang putri yang saat itu bimbang antara sayang dengan orang tuanya serta cinta pada suaminya ternyata tidak dapat menahan kesedihan akibat kehilangan itu . Serta merta saat perjalanan yang dikawal oleh beberapa prajurit itu sang putri tidak sadar memalingkan wajahnya ke belakang, tiba-tiba bersamaan dengan itu datanglah petir yang diiringi dengan hujan lebat. Parapengawal menganjurkan kepada putri untuk berteduh di sebuah gua yang tidak jauh dari tempat mereka.
Setelah berteduh dan mereka akan melanjutkan perjalanan, para pengawalpun memanggil putri yang berdiri disudut sendirian. Tapi dipanggil berkali-kali sang putri tidak menyahut, ternyata setelah didatangi badan sang putri sudah mengeras seperti batu. Sampai sekarang patung membatu sang putri sudah membesar dibagian bawahnya, tapi masih jelas bentuk sanggul dan perawakan yang mungil dari sang putri. Bagian bawah badannya yang besar katanya diakibatkan air matanya yang sampai skrg kadang-kadang masih jatuh. Kata sang
3
penjaga jika orang yang mengunjungi dan mengetahui kisah putri trus merasa sedih patung sang putri bisa saja tiba-tiba ikut mengeluarkan air matanya. Disana juga ada lubang tempat suami sang putri lari, yang katanya sampai sekarang arwahnya masih sering menjaga sang putri, begitulah kata sang penjaga. Akibat hujan deras tadi terjadilah Danau Laut Tawar yang sampai sekarang banyak
dikunjungi oleh orang.4
Legenda Puteri Pukes, Pemandangan di seputar danau sangat eksotik dan menarik. Banyak cerita legenda yang mengelilingi keindahan danau ini, seperti legenda beberapa goa. Yang cukup terkenal adalah Legenda Goa Puteri Pukes. Cerita kehadiran goa yang berada di pinggir danau ini cukup menggelitik. Konon, saat tuah orang tua masih menjadi kenyataan, hiduplah seorang puteri bernama Pukes. Puteri Pukes kemudian dipinang oleh seorang pangeran dari seberang Danau Laut Tawar. Sesuai adat, jika seorang perempuan sudah dipinang dan diperistri, maka ia harus ikut dan tinggal dalam lingkungan keluarga besar suaminya.
Setelah dipinang, Puteri Pukes pun harus meninggalkan kedua orangtua, saudara dan kampung halamannya menuju kampung halaman sang suami. Sebelum sang puteri berangkat, terlebih dahulu ia diberi petuah oleh orangtuanya. Satu pesan yang harus ia ingat dan patuhi adalah, agar sang anak tidak menoleh ke belakang melihat orangtua, saudara ataupun kampung halamannya. Ia harus meneguhkan keyakinan untuk ikut bersama keluarga sang suami.
4
Hendy Hy, “Sejarah Danau Laut Tawar”, Blogger (31/10/2012) : http://hendy-bandaaceh.blogspot.co.id.html. (diakses (17/09/2017).
Meski sedih dengan pesan tersebut, namun sang puteri tetap harus mematuhinya. Saat perjalanan melintas danau menuju negeri sang suami, tiba-tiba sang puteri merasakan rindu yang tak terperi kepada orangtua dan kampung halamannya. Tanpa disengaja, ia pun menoleh ke belakang untuk sekadar melihat. Tuah orang tua pun terjadi. Dalam sekejap, cuaca yang cerah berubah menjadi gelap, dan petir di angkasa sambung menyambung. Badai pun datang. Tiba-tiba, sang puteri berubah wujud menjadi batu. Kini, di dalam Goa Puteri Pukes yang berada di pinggir jalan, tepat di depan danau, terdapat patung seorang puteri. Konon, sesekali patung tersebut mengeluarkan air mata penyesalan akibat tak mendengar petuah orangtuanya. Objek wisata ini cukup ramai dikunjungi
masyarakat sekitar maupun pendatang, terutama di hari libur.5
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani “muthos”, yang secara harfiah
diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu
drama. Kata “mythology” dalam bahasa Inggris menunjukkan pengertian, baik
studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos.
Legenda dan dongeng bisa diceritakan di mana pun dan kapan pun. Mitos dan legenda mengisahkan sejarah, yakni sejumlah peristiwa yang terjadi di masa lalu yang jauh dan luar biasa. Namun pelaku-pelaku di dalam mitos ialah para dewa atau makhluk adikodrati, sedangkan pelaku di dalam legenda dan dongeng ialah para pahlawan atau binatang-binatang ajaib. Kendati isi dari kedua jenis
5Hendy Hy, “Sejarah Danau Laut Tawar”, Blogger (
31/10/2012) :
5
cerita, mitos dan legenda, adalah dunia kehidupan sehari-hari, mitos digunakan untuk mempengaruhi masyarakat secara langsung dan telah mengubah kondisi manusia hingga keadaannya seperti sekarang ini. Sementara itu, legenda dan dongeng tidak mengubah kondisi manusia sedemikian, meskipun dua yang terakhir itu menyebabkan perubahan-perubahan di dunia dengan cara-cara terbatas, seperti misalnya, kekhususan anatomis dan fisik dari beberapa jenis
binatang. 6
Budaya pantangan adalah hasih dari buah pikiran manusia. Adapun arti dari budaya itu sendiri adalah hasil kegiatan dan pencipta batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian serta adat istiadat. Kebudayaan adalah
sesuatu yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk.7Salah satu budaya yang
saat ini masih dipercayai oleh Masyarakat Gayo Aceh Tengah dalam kehidupan sosial mereka adalah adat istiadat tentang pantangan yang ada di Danau Laut Tawar.
Bahkan sudah pernah ada kejadian yang menimpa orang yang baru datang untuk berwisata di Danau Laut Tawar tersebut, karena telah melanggar pantangan yang telah dibuat oleh masyarakat setempat.
Upacara yang mengandung pantangan sering menjadi bahan pertanyaan yang berkepanjangan terutama bagi anak-anak sekarang ini yang wawasan pemikirannya telah dipengaruhi oleh bahan bacaan seperti cerita, media massa (televisi) dan permainan yang modern, sehingga masyarakat sekarang ini sudah
6
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:Kanisius(Anggota IKAPI), 1995), 147-149.
7
Sykriyah, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (BPNB Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014), 1.
mengalami banyak perubahan akibat adanya kemajemukan masyarakat yang disertai dengan upaya infiltrasi budaya luar baik secara langsung maupun tidak
langsung. 8
Keyakinan budaya terhadap budaya pantangan di Danau Laut Tawar tetap dijalankan oleh Masyarakat Bintang, karena bagi masyarakat setempat perubahan zaman tidak akan berpengaruh terhadap budaya pantangan yang telah dijalankan selama ini.
Budaya pantangan yang ada di Danau Laut Tawar mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan pantangan yang ada di daerah lain. Adapun bentuk-bentuk pantangan yang diyakini oleh masyarakat setempat yaitu :
pantangan mandi siang hari antara jam 12:00 atau atas lo timang (di atas teriknya
matahari), bagi yang baru menginjakkan kaki di Danau Laut Tawar pantang masuk dan mandi langsung ketengah, pantang bertingkah sombong, pantang menghina penunggu Danau Laut Tawar, pantang berkata negatif mengenai Danau
Laut Tawar, pantang bersikap rie, pantang bersikap takabur, pantang berhura-hura
(bersuka ria diluar batas), pantang berbuat zalim, pantang bersikap ujub, pantang membuang sampah, pantang berbuat maksiat, pantang bercerita tentang Putri Ijo (Putri Hijau), pantang melakukan kegiatan yang berlebihan di waktu hari raya idul adha dan idul fitri di Danau Laut Tawar.
8Hanny Kamalia, “Rancangan Penelitian Etnografi menurut Creswell”, Blogger
7
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Bintang terhadap pantangan
di Danau Laut Tawar ?
2. Bagaimana pengaruh pantangan terhadap masyarakat ?
C.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap pantangan di danau laut
tawar.
2. Mendeskripsikan pengaruh pantangan terhadap masyarakat.
D.Manfaat Penelitian
1. Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
bagi yang membacanya, terutama untuk Masyarakat Gayo pada umumnya dan pemerintah setempat khususnya, bahwa Danau Laut Tawar ini harus dijaga kelestariannya dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab.
2. Tulisan ini diharapkan dapat dipahami oleh Masyarakat Gayo, bahwa di
Danau Laut Tawar itu, ada pantangan yang tidak mesti dipertahankan. E.Kajian Pustaka
Berdasarkan penelusuran yang telah penulis lakukan, belum menemukan kajian yang membahas secara mendetail tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pantangan di Danau Laut Tawar, (Studi kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten
Aceh Tengah, akan tetapi, ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan persoalan tentang pantangan itu sendiri.
Mariasusai Dhavamony, dalam buku Fenomenologi Agama menjelaskan
tentang mitos yang dapat diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang, dalam arti yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. Mitos menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain, bagaimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni,
bagaimana situasi yang kacau menjadi teratur. 9
Syamsuddin Daud, dalam buku Adat Meulaot (Adat Menangkap Ikan di
Laut), menjelaskan tentang Kemalun edet atau pantangan yang ada dalam
kehidupan Masyarakat Gayo.10Kemalun edet adalah pantangan-pantangan yang
terdapat dalam adat Istiadat Gayo, pantangan ini berbentuk sumang
(larangan-larangan) yang harus dikerjakan agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang
tidak mulia. Adapun bagian dari sumang yaitu: sumang penengonen
(penglihatan), sumang penengenen (pendengaran), sumang penceraken
(perkataan), sumang pelangkahen (melangkah).
M. Yunus Toa Melala dalam buku Bunga Rampai Temu Budaya
Nusantara, menjelaskan tentang sumang. Sumang adalah norma atau segala yang
menyangkut dengan tingkah laku seseorang di dalam kehidupan masyarakat, nilai-nilai ini bersumber dari nilai-nilai-nilai-nilai adat dan ajaran Islam. Sumang ini tidak boleh
9
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:Kanisius (Anggota IKAPI), 1995), 147.
10
Syamsuddin Daud, Adat Meulaot (adat menangkap ikan di laut), (Banda Aceh:Majelis Adat Aceh,2014), 58.
9
dilanggar oleh masyarakat setempat agar terhindar dari hal-hal yang tidak
Islami.11
M. Jakfar Puteh, dalam buku , Budaya dan Adat, menjelaskan tentang tabu
yang ada di Masyarakat Aceh pada umumnya, di antaranya yaitu: pantangan duduk, pantangan makan, pantangan bermain disenja hari, pantangan dalam
berpakaian, pantangan dalam pergaulan.12
Buku C. Snouck Hurgronje, diterjemahkan oleh Hatta Hasan Asnah,
menjelaskan tentang pantangan makanan bagi Masyarakat Gayo yaitu pada
belah-belah (klen) yang memberikan pantangan untuk memakan hewan atau
rempah-rempah tertentu. Hal ini berasal dari persumpahan leluhur. Di Desa Peparik
misalnya, pantang memakan tuis (rebung), masyarakat di Desa Durintidak boleh
menggunakan daun dongra (sejenis kayu yang lebar) untuk pengganti piring
makan atau untuk digunakan sebagai pembungkus nasi.13
Dari beberapa tulisan di atas belum terdapat tulisan yang membahas secara spesifik mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pantangan di Danau Laut Tawar. Maka oleh karena itu, penulis mencoba mengkaji lebih dalam lagi tentang pantangan dan persepsi Masyarakat Bintang Aceh Tengah.
F.Kerangka Teori
Menurut B. Malinowski membedakan pengertian mitos dari legenda dan dongeng. Menurut dia, legenda lebih sebagai cerita yang diyakini seolah-olah merupakan kenyataan sejarah, meskipun sang pencipta menggunakannya untuk
11
M. Yunus Melalatoa, Bunga Rampai Temu Budaya Nusantara PKA 3, (Banda Aceh:Sie Seminar, 1989), 44.
12
M. Jakfar Puteh, Sistem Sosial, Budaya dan Adat, cet-1,(yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2012), 146-154.
13
mendukung kepercayaan-kepercayaan dari komunitasnya. Sebaliknya dongeng mengisahkan peristiwa-peristiwa ajaib tanpa dikaitkan dengan ritus. Dongeng juga tidak diyakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi. Dongeng lebih menjadi bagian dari dunia hiburan.
Sedangkan mitos merupakan “pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asali, yang masih dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif. Di dalam masyarakat, di mana mitos masih hidup dan memiliki makna, orang dengan hati-hati membedakan mitos, cerita sejati, dari fabel, cerita palsu. Lingkungan khusus di mana mitos diceritakan atau diajarkan memunculkan kembali secara mendasar perbedaan antara mitos-mitos dengan fabel atau cerita rekaan. Pengetahuan tentang mitos hanya untuk orang-orang yang sudah diinisiasikan, sementara legenda dan kisah-kisah lainnya juga diceritakan kepada mereka yang belum diinisiasikan. Pada umumnya, para sesepuh menceritakan mitos kepada mereka yang menjalani inisiasi selama pengasingan dalam semak-semak, yang termasuk bagian ritus inisiasi sendiri. Mitos
menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain. 14
Menurut Hasan Shadly, Persepsi adalah proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada suatu ingatan tertentu, baik secara indera penglihatan, indera
perabaan, pendengar, perasa dan pencium sehingga bayangan itu di sadari.15
14Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:Kanisius (Anggota IKAPI),
1995), 147.
15
Hasan Sadly, Ensiklopedia Indonesia, cet-V, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1998), 2684.
11
Selanjutnya menurut Fromkin dan Rodman dalam paul Ohoiwutun
menjelaskan bahwa kata “tabu” (taboo) diambil dari bahasa Tongan, yaitu suatu
bahasa dari Polynesia yang diperkenalkan oleh Captain Jamaes Cook kemudian tersebar dalam bahasa lainnya seperti Inggris dan Eropa, kata ini berarti sebuah tindakan yang dilarang atau dihindari. Ketika suatu perbuatan dikatakan tabu. Seseorang pada mulanya dilarang untuk mengatakannya kemudian melakukannya. Tabu atau pantangan terdapat di setiap masyarakat, bahasa, tradisi, kebiasaan, tradisi lisan, sastra, ritual, dan adat istiadat. Mattews menjelaskan bahwa kata tabu adalah kata yang dihindari penggunaannya dalam beberapa bentuk konteks karena alasan agama, adat yang pantas di dalam pergaulan, kesantunan dan lain sebagainya.
Persepsi yang penulis maksudkan disini adalah mengenai pendapat masyarakat Bintang tentang pantangan yang telah membudidaya dalam kehidupan bermasyarakat. Persepsi adalah suatu cara untuk mengungkapkan, memberikan bukti tentang fakta-fakta yang terdapat di dalam Masyarakat Bintang mengenai pantangan tersebut.
G.Metode Penelitian
Pada hakikatnya dalam setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode dan cara tertentu sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas. Adapun langkah-langkah yang hendak ditempuh yaitu:
Penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field research, yaitu penulis
dan dan informasi yang sesuai dengan keperluan penelitian. Adapun lokasi penelitian yaitu dilaksanakan di Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah. Alasan penulis meneliti di sini, karena lokasi ini lebih dekat dengan Danau Laut Tawar, dan lokasi ini juga terkenal dengan adat istiadat Gayo yang masih kental, desa-desa yang menjadi objek dari penelitian adalah Desa Kala Bintang, Desa Genuren, Desa Merodot.
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang pantangan di Kecamatan Bintang, dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian lapangan atau dengan pendekatan jenis kualitatif. Kualitatif adalah suatu upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunianya, dari konsep, prilaku, persepsi dan persoalan
tentang manusia yang diteliti.16penulis juga mengkaji dari segi sosial, agama, dan
budaya.17
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu sumber primer dan skunder.
1) Sumber Primer
Sumber primer yaitu sumber data yang memberikan data langsung tanpa
prantara.18Adapun yang menjadi sumber data utama primer yaitu melalui
wawancara atau pengamatan serta buku yang berhubungan dengan penelitian, dan
16
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosda, 2006),
17Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, cet-1,
(yogyakarta: Kanisius, 1990), 52.
18
Lexy. J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosda, 2006), 157.
13
yang menjadi objek penelitian adalah tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, pamuda pemudi dan masyarakat yang mengetahui tentang pantangan yang ada di Danau Laut Tawat. Di antara buku primer yang terdapat dalam tulisan ini yaitu:
a. Buku yang ditulis oleh C. Snouck Hurgronje, yang diterjemahkan oleh
Hatta Hasan Aman Asnah, yang berjudul Gayo Masyarakat dan
Kebudayaan Awal Abad lke-20.
b. Buku yang ditulis oleh Agung Suryo Setyantoro, dengan judul Nelayan
Depik Dataran Tinggi Gayo.
c. Buku Tanah Gayo dan penduduknya, yang dikarang oleh C. Snouck
Hurgronje, dan diterjemahkan oleh Budiman S.
2) Sumber skunder
Sumber skunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain, dalam melakukan penelitian ini penulis juga memperoleh data dari buku-buku, jurnal,
hasil penelitian dan rujukan yang relevan.19 Di antara buku-buku atau tulisan yang
menjadi rujukan dalam sumber skunder ini yaitu:
a. Buku yang berjudul panduan Adat dalam masyarakat Aceh, yang ditulis
oleh Badruzzaman Ismail.
b. Buku Sistem Sosial, Budaya dan Adat Masyarakat Aceh, yang ditulis oleh
M. Jakfar Puteh.
c. Majalah yang ditulis oleh Syamsuddin Daud, yang berjudul Pantangan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat dan agar dapat memahami lebih jelas mengenai “Persepsi Masyarakat Tentang Pantangan di Danau Laut Tawar” pada Masyarakat Bintang, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1) Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dengan orang yang di wawancarai.20 Dari masing-masing desa penulis
mengambil informan, yaitu: tokoh adat 4 orang, tokoh masyarakat 3 orang, tokoh agama 4 orang, masyarakat 4 serta pemuda 1 orang, di Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah.
2) Observasi
Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra,21 yaitu penulis melakukan pengamatan
langsung terhadap Masyarakat Kecamatan Bintang yang memahami tentang pantangan yang ada di Danau Laut Tawar.
3) Dokumentasi
Untuk memperoleh data yang lebih jelas, penulis akan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pantangan di Danau Laut Tawar, yaitu dengan cara mengambil gambar dengan kamera dan alat rekam sebagai alat
20Burhan Bungin, (ed), Metode Penelitian Kualitatif: Akualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 143.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur, suatu pendekatan praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 132.
15
untuk wawancara. Selanjutnya, untuk melengkapi penelitian ini, maka penulis memerlukan jurnal, artikel, kemudian dengan beberapa gambar dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Pantangan di Danau Laut Tawar.
4. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan deskriptif analisis, yaitu suatu metode dalam meneliti kasus
kelompok manusia atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang akan diselidiki serata menganalisa data-data tersebut.
Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi setelah data dicatat dan dikumpulkan, kemudian peneliti mulai menganalisis data tersebut atau melakukan penyederhanaan terhadap data yang diseleksi dengan cara mengolah data menarik kesimpulan yang terkait dengan “Persepsi Masyarakat Terhadap Pantangan di Danau Laut Tawar” yang ada di Desa Bintang.
Data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian diuraikan pada bab hasil penelitian, hasil pengolahan data dan analisis data tersebut yang selanjutnya di interpretasikan.
5. Teknik penulisan
Dalam penyusunan hasil kajian dalam bentuk skripsi, penulis tentu harus memiliki acuan penulisan, dan acuan penulisan yang dipakai dalam tulisan ini yaitu berpedoman kepada buku panduan penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry tahun terbitan 2012, yang menurut penulis lebih tepat dipakai
berdasarkan kepada penulis sendiri sebagai mahasiswa Studi Agama-Agama,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry.22
H.Sistematika Pembahasan
Pambahasan pada skripsi ini terdiri dari empat bab. Adapun pembagian-pembagian per-bab dalam penulisan skripsi ini adalah sebagaimana yang teruraikan berikut ini:
Bab satu, berisikan mengenai rangkuman dari pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab dua, adalah bab yang menjelaskan tentang gambaran umum terhadap wilayah yang menjadi lapangan penulis yang meliputi: letak geografis, pendidikan dan perekonomian, kondisi Sosial dan Budaya.
Bab tiga, berisi pantangan sebagai tatanan nilai. Bab ini menjelaskan tentang pengertian dan makna pantangan, perbedaan : larangan dan dogma, dasar dan tujuan pantangan, macam-macam pantangan, kedudukan pantangan sebagai tatanan nilai masyarakat gayo dan sejarah timbulnya pantangan dalam Masyarakat Bintang. Dan berisikan tentang uraian dari hasil temuan penelitian yang penulis dapatkan di lapangan yang mencakup permasalahan serta jawaban dari penelitian yang penulis dapatkan.
Bab empat, adalah bab penutup dari seluruh pembahasan skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
17
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A.Letak Geografis Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah
Kecamatan Bintang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah yang terdiri dari 24 desa definitif dan satu desa persiapan, dan beribukota
di Desa Kuala II. Kecamatan Bintang memiliki luas dari luas total
Kabupaten Aceh Tengah.23 Adapun orang yang pertama sekali masuk ke daerah
Bintang adalah “muyang” (datok) yang bersal dari Desa Serule, namun tidak
diketahui pasti siapa nama orangnya. Asal mula nama Bintang sendiri diambil dari sebuah Bor Bintang (atas bintang) yang berada di Desa Serule, pada masa “pudaha” (pada masa dahulu) masyarakat yang berpenghuni di Desa Serule mencari kehidupan di sekitar Tekengon dengan membawa segumpal tanah dari atas gunung tersebut.setelah berhenti di suatu tempat di letakkanlah segumpal tanah yang telah dibawa, sehingga tempat berhenti tersebut diberi nama Bintang
hinggga sekarang ini.24
Selain itu, kebakaran yang pernah terjadi di Desa Bintang juga menjadi sejarah penting yaitu pada tanggal 06 oktober 1901, sesudah keberangkatan Pasukan Van Daalen dari Desa Bintang, desa yang besar ini terbakar dan karena itu Desa Bintang sempat tidak berpenghuni dan masyarakat mempermasalahkan kepada Desa Batu Lintang. Bintang adalah desa terbesar nampak seolah-olah hampir mendekati danau dengan bentuk persegi panjang, selain itu di Desa
23
Kecamatan Bintang dalam angka, (BPS, 2017), 1. 24
Bintang terdapat makam terhormat tengku mpos kolak (tengku kebun luas) yang berlaku sebagai salah seorang nenek moyang suku Boket.
Batas Kecamatan Bintang adalah sebagai berikut :
1. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah
2. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur
3. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kebayakan dan
Kecamatan Lut Tawar
4. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lut Tawar
Secara geografis, Kecamatan Bintang berada pada ketinggian 834-1311 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Bintang merupakan salah satu Kecamatan di Aceh Tengah yang terdiri dari 24 desa definitif dan satu desa persiapan, dan beribukota di Desa Kuala II. Kecamatan Bintang memiliki luas
dan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah disebelah Utara, sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur, sebelah Barat dengan Kecamatan Kebayakan dan Kecamatan Lut Tawar, dan sebelah Selatan dengan Kecamatan
Linge.25
Adapun tempat-tempat wisata yang ada di Kecamatan Bintang adalah :
1. Ujung Paking 2. Ujung Nunang 3. Pante Perak 4. Pante Menye 5. Atu Telak
19 6. Weh Terjun 7. Pante Gegarang 8. Pante Ketibung 9. Pante Gemasih 10.Ujung Peninyon
Meskipun memiliki banyak tempat wisata, hanya ada satu Hotel atau Penginapan yaitu Ujung Paking. Akomodasi lain berupa warung makan terdapat 3
buah yang tersebar di beberapa alokasi wisata.26
Tabel 2.1
Kondisi Geografis Kecamatan Bintang 2017 Kondisi Geografis
Luas wilayah
Ketinggian 834-1311 m
Batas-batas wilayah
Utara Kabupaten Bener Meriah
Timur Kabupaten Aceh Timur
Barat Kecamatan Kebayakan
Kecamatan Lut Tawar
Selatan Kecamatan Linge
Sumber : Bintang Dalam Angka 2017
Serule adalah salah satu desa terluas di Kecamatan Bintang yaitu
dan memiliki jarak terjauh dari Ibukota Kecamatan Bintang yaitu 30 km dan 51 km dari Ibukota Kabupaten Aceh Tengah. Sedangkan desa yang memiliki luas terkecil di bandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Bintang adalah Desa
Gelepulo yaitu dengan jarak 0,5 km dari Ibukota Kecamatan dan 21 km dari Ibukota Kabupaten Aceh Tengah.
Jika dilihat dari Ibukota Kecamatan yaitu Kuala II, jarak Kecamatan Bintang ke Ibukota Kabupaten Aceh Tengah adalah sekitar 21 km dan dapat ditempuh kurang lebih 1 jam melalui perjalanan darat.
Kecamatan Bintang merupakan kecamatan yang sudah ada sejak Kabupaten Aceh Tengah berdiri. Semua desa yang berada di Kecamatan Bintang merupakan desa Swakarya. Desa Swakarya adalah desa dalam keadaan peralihan dan sudah mendapatkan pengaruh dari luar untuk mengolah potensinya sehingga
desa ini sudah sedikit lebih berkembang. 27
Tabel 2.2
Kondisi Pemerintahan Kecamatan Bintang 2017
Jumlah Mukim 1
Jumlah Desa 24
Desa definitif 24
Desa persiapan 1
Swakarsa 24
Sumber : Kecamatan Bintang dalam Angka 2017
Dari 24 desa tersebut masing-masing desa sudah menerima Alokasi Dana Desa (ADD) dengan jumlah yang berbeda-beda desa definitif adalah desa yang sudah memiliki adalah desa yang dimekarkan dari Desa Paying Hukum. Sedangkan data persiapan induknya, sudah memiliki perangkat desanya sendiri, namun belum memiliki Paying Hukum. Salah satu desa yang merupakan desa
21
persiapan di Kecamatan Bintang adalah Desa Hakim yang dimekarkan dari desa
definitif yaitu Desa Dedamar.28
Berdasarkan jenis kelaminnya, seluruh kepala desa di Kecamatan Bintang adalah laki-laki dengan tingkat pendidikanya, rata-rata adalah SLTP dan SMA. Sedangkan untuk sekretaris desa masing-masing desa ada 1 sekretaris desa, jumlah BPM masing-masing desa bebeda-beda antara 5-7 orang di setiap desa.
Berdasarkan data penduduk tahun 2014 jumlah penduduk Kecamatan Bintang adalah 9500. Dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 4735 dan jumlah penduduk perempuan adalah 4765. Dilihat dari angka proyeksi penduduk tersebut Kecamatan Bintang memiliki peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2016 ke tahun 2017 yaitu sebesar 188 jiwa. Sex ratio Kecamatan Bintang adalah 99,37. Nilai sex ratio itu menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Yang berarti untuk setiap 99 penduduk laki-laki terdapat 90 penduduk perempuan.
Dari jumlah desa yang ada dalam Kecamatan Bintang, yang menjadi objek penelitian ini adalah Desa Merodot, Desa Genuren, dan Desa Kala Bintang. Alasan terpilihnya tiga desa ini karena pada umumnya tiga desa ini berdekatan dengan Danau Laut Tawar, selain itu masyarakat yang berada di tiga desa ini masih kental dengan budaya adat istiadat dan meyakini adanya budaya pantangan
di Danau Laut Tawar. Luas Desa Merodot , jumlah jiwa 292, luas Desa
Genuren ,jumlah jiwa 462, luas Desa Kalabintang , jumlah jiwa 281.
28
Tabel 2.3
Kondisi Kependudukan Kecamatan Bintang 2017
Jumlah Penduduk 9500 jiwa
Laki-laki 4735
Perempuan 4765
Persebaran 4,52 %
Kepadatan Penduduk 22 jiwa/
Sex Ratio 99,37
Berdasarkan Kelompok Umur
0-14 3103
15-64 6298
75+ 99
Berdasarkan Rumah Tangga
Jumlah Rumah Tangga 2382
Rata-Rata Anggota RT 4
Sumber : Bintang dalam Angka 2017
B.Kondisi Pendidikan di Kecamatan Bintang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan bagi masyarakat di Indonesia terutama wajib belajar 9 tahun. Capaian dibidang pendidikan terkaiterat dengan ketersediaan fasilitas pendidikan. Di Kecamatan Bintang, fasilitas pendidikan terbilang masih kurang. Tidak setiap desa memiliki fasilitas pendidikan mulai dari TK hingga SMA. Bahkan Kecamatan Bintang tidak memiliki perguruan tinggi, untuk diploma maupun sarjana.
Untuk pendidikan prasekolah setingkat TK, Kecamatan Bintang hanya memiliki 13 TK. Namun belum termasuk PAUD. Sedangkan untuk mendukung
23
pelaksanaan wajib belajar 9 tahun (wajar 9 tahun ), Kecamatan Bintang baru memiliki 13 SD untuk 24 desa. Madrasah Ibtidaiyah hanya 1 untuk 24 desa. Untuk pendidikan SMP, hanya terdapat 3 SMP untuk 24 desa. Dan untuk Madrasah Tsanawiyah hanya terdapat 3 MTs untuk 24 desa.
Untuk pendidikan setingkat SMA, hanya terdapat 1 SMA di Kecamatan Bintang dan untuk Mdarasah Aliyah (MA) terdapat 1 sekolah sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak terdapat di Kecamatan Bintang.
Kurangnya fasilitas pendidikan di Kecamatan Bintang menjadi salah satu faktor banyak anak-anak usia sekolah di Kecamatan Bintang yang bersekolah ke
Ibukota Kabupaten Aceh Tengah. 29
Tabel 2.4
Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Bintang 2017
Sekolah Negeri Swasta Jumlah
TK/BA/RA - 13 13 SD 13 - 13 MI 1 - 1 SMP 3 - 3 MTs - 3 3 SMA 1 - 1 MA 1 - 1 SMK - - - PT - - -
Sumber : Bintang dalam Angka 2017
1. Kondisi Perekonomian
Daerah Kecamatan Bintang memiliki potensi untuk pengembangan pertumbuhan ekonomi baik dibidang pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan, dan lain-lain. Secara umum masyarakat Bintang berpropesi sebagai petani dan sebagai nelayan. Selebihnya berpropesi sebagai PNS, Tentara, polisi, dan pedagang. Selain itu ada juga msyarakat yang berpropesi lebih dari satu misalnya petani sealain berkebun juga sebagai nelayan.
Kecamatan Bintang memiliki lahan sawah seluas 600 Ha yang menghasilkan produksi padi. Penggunaan lahan yang lain kebanyakan adalah untuk perkebunan kopi, karena ketinggian dan suhunya lebih cocok untuk
perkebunan kopi.30 Sektor perikanan adalah sektor yang tidak kalah pentingnya
dibanding sektor lain, hal ini disebabkan kecamatan Bintang letak geografisnya di pinggiran danau.
Profesi masyarakat selain bercocok tanam, penduduk di desa Kalabintang ada juga yang mengusahakan perikanan darat, seperti di lahan sawah kecamatan bintang mempunyai perikanan darat dengan luas lahan budidayanya 1 Ha. Untuk memenuhi kebutuhan akan hasil laut, penduduk kebanyakan membelinya di ibukota aceh tengah yaitu takengon, sedangkan untuk perkebunan, kopi adalah komunitas utama yang dihasilkan di Kecamatan Bintang. Luas tanaman kopi di Kecamatan Bintang adalah yang terbesar di Aceh Tengah 6.462 Ha dengan produksi sebanyak 5000 ton.
25
Pada tahap peternakan atau hewan ternak yang paling banyak diternakan di Kecamatan Bintang adalah kerbau, kambing, sapi potong, kuda dan dompa. Yaitu berturut-turut sebanyak 550 ekor, 789 ekor, 623 ekor, 60 ekor, dan 35
ekor.31 Denagn demikian dapat dikatakan bahwa budaya bekerja masyarakat
Bintang saat ini sudah lebih baik
C.Adat Istiadat Dan Budaya dan Kondisi Budaya Sosial
1. Adat Istiadat
Adat berasal dari bahasa arab a’dudun artinya berbilang, mengulang,
terutama dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan. Semua kebiasaan yang terus menerus dilakukan dalam tatanan prilaku Masyarakat Aceh dan berlaku
tetap sepanjang waktu, disebut dengan adat.32
Adat selain bermakna dengan adat istiadat, juga merupakan norma, kaidah yang mengandung nilai-nilai hukum. Bagi masyarakat adat, sulit memisahkan pengertian adat yang bersifat hukum (hukum adat ) dengan pengertian yang bersifat perbuatan perilaku yang tetap perilaku yang tetap/tradisional, namun kejelasan itu akan terlihat dalam penyelesaian permasalahan bila ada kasus-kasus
adat yang terjadi dalam masyarakat.33 Di Kecamatan Bintang, masyarakat terdiri
dari bermacam-macam suku, antara lain: suku Gayo, suku Jawa, suku Aceh, dan suku Batak. Dari suku-suku tersebut yang paling menonjol adalah suku Gayo, yang merupakan penduduk asli Kecamatan Bintang. Meskipun penduduk di Kecamatan Bintang ini terdiri dari bermacam suku, namun mereka dapat
31Kecamatan Bintang dalam angka, (BPS, 2017), 6. 32
Baddruzzaman Ismail, Panduan Adat dalam Masyarakat Aceh,cet 2, (Banda Aceh:Boebon Jaya,2013).2.
bersosialisasi dengan baik. Adat dalam Masyarakat Gayo Kecamatan Bintang merupakan hubungan erat dengan agama dan syariat, adat mengatur tiga hukum yaitu wajib, warus (harus) dan mustahil.
2. Kondisi Sosial dan Budaya
Berdasarkan data tahun 2014, penduduk Kecamatan Bintang 16,374 jiwa yang terdiri atas 7,769 jiwa penduduk laki-laki dan 7,617 jiwa penduduk perempuan. Persebaran penduduk di kecamatan bintang hanya meliputi 8,0 persen dari keseluruhan penduduk di Aceh Tengah. Kepadatan penduduk di Kecamatan
Bintang adalah 188 jiwa/ . Artinya, setiap kilometer persegi di Kecamatan
Bintang dihuni oleh 188 jiwa. Sex ratio Kecamatan Bintang adalah 101,89. Nilai
sek ratio di atas 100 menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Artinya, untuk setiap101 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan.
Kebudayaan dalam Masyarakat Gayo telah ada sejak orang Gayo bermukim diwilayah dataran tinggi gayo dan mulai berkembang pada masa Kerajaan Linge pertama abad X M (abad IV H). Meliputi aspek kekerabatan,
komunikasi sosial, pemerintahan, pertanian keseniaan dan lain-lain.34
Kehidupan masyarakat di desa biasanya mempunyai hubungan yang lebih erat antara sesama masyarakat dan hal ini dapat ditandai dengan kehidupan yang tenang dan penduduknya yang ramah dan saling mengenal antara satu warga dengan warga yang lainnya., begitu halnya dengan Masyarakat Gayo Kecamatan
34
M. Shaleh Suhaidi, Rona, Perkawinan di Tanah Gayo, (Banda Aceh:Badan Perpustakaan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam,2006), 7.
27
Bintang, masyarakat yang mempunyai sifat ramah tamah antar warga yang satu dengan yang lainnya.
D.Kondisi Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Bintang
Fasilitas kesehatan merupakan sarana paling penting bagi setiap manusia, fasilitas kesehatan yang baik juga harus ditingkatkan pelayanan serta tenaga medis yang tersedia di fasilitas kesehatan tersebut.
Tabel 2.5
Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Bintang 2017
Fasilitas Kesehatan Jumlah
Rumah Sakit - Rumah Bersalin - Puskesmas 1 Pustu 4 Posyandu 24 Klinik 1 Polindes 9
Sumber : Bintang dalam Angka 2017
E.Kondisi Pendidikan Desa Merodot di Kecamatan Bintang
Pendidikan adalah faktor yang sangat penting dalam masyarakat Indonesia seutuhnya. Bukan hanya pembangunan yang menjadi perhatian namun, untuk terciptanya keselarasan maka pendidikan juga harus mendapatkan perhatian utama, dalam pembangunan pendidikan di Kecamatan Bintang, terutama sekali mendukung pendidikan wajib belajar 12 tahun yang mencakup pendidikan SD dan SMP serta SMA. Sedangkan di Desa tempat penelitian penulis terdapat 1 TK di desa merodot, 1 SD di Desa Merodot.
Tabel 2.6
Kondisi Pendidikan di Desa Merodot NO Saran
Pendidikan
Luas (Kapasitas)
Jumlah Lokasi Ket
1 PPAUD 6x4 1 Dusun Ujung Pasir
2 TK - - -
3 SD/MIN 6x90 1 Dusun Tengah
4 SMA/MAN - - -
5 SMA/MAN - - -
6 PENGAJIAN 6x8 1 Dusun Tengah
7 PASANTREN - - -
8 SANGGAR - - -
Gambar 2.6 (Sumber data dari Sekertaris Desa Merodot Tempat Penelitian)
Di Merodot, masih ada remaja yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi, dikarenakan minimnya hasil ekonomi. Mayoritas fasilitas pendidikan dibangun oleh pemerintah dan swasta. Dari pihak pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kementrian agama.
29
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.Arti dan Makna
1. Mitos
Dalam bahasa Yunani, kata “mitos” berasal dari “mathos”, yang secara harfiah diartikan sebagai “cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang”. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos mengandung arti “suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama”. Dalam bahasa Inggris, kata “mythology” menunjuk pada pengertian baik sebagai studi atas mitos, yang berbeda dengan legenda dan dongeng.
Malinowski menunjukkan perbedaan itu, bahwa legenda lebih sebagai cerita yang diyakini seolah-olah merupakan kenyataan sejarah, meskipun sang pencerita menggunakannya untuk mendukung kepercayaan-kepercayaan dari komunitasnya. Sebaliknya, dongeng mengisahkan peristiwa-peristiwa ajaib tanpa dikaitkan dengan ritus. Dongeng diyakini sebagai sesuatu yang tidak terjadi. Dongeng lebih menjadi bagian dari dunia hiburan. Sedangkan mitos merupakan “pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang “realitas
asli”, yang masih dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif”.35
B.Malinowski membedakan pengertian mitos dari legenda dan dongeng. Menurut dia legenda lebih sebagai cerita yang diyakini seolah-olah merupakan kenyataan sejarah, meskipun sang pencipta menggunakannya untuk mendukung
35
Adeng Muchtar Ghazali, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan,Keyakinan, dan Agama:Antropologi Agama, cet-1, (Bandung: Alfabeta, 2011), 114.
kepercayaan-kepercayaan dari komunitasnya. Sebaliknya, dongeng mengisahkan peristiwa-peristiwa ajaib tanpa dikaitkan dengan ritus. Dongeng juga tidak diyakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi. Dongeng lebih menjadi bagian dari dunia hiburan. Sedangkan mitos merupakan “pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asali, yang masih
dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif.36
Namun, legenda dan dongeng bisa diceritakan di mana pun dan kapan pun. Mitos dan legenda mengisahkan sejarah, yakni sejumlah peristiwa yang terjadi di masa lalu yang jauh dan luar biasa. Namun, pelaku-pelaku di dalam mitos ialah para dewa atau makhluk adikodrati, sedangkan pelaku di dalam legenda dan dongeng ialah para pahlawan ataupun binatang-binatang ajaib. Kendati isi dari kedua jenis cerita, mitos dan legenda, adalah dunia kehidupan sehari-hari, mitos digunakan untuk mempengaruhi masyarakat secara langsung dan telah mengubah kondisi manusia hingga keadaannya seperti sekarang ini. Sementara itu, legenda dan dongeng tidak mengubah kondisi manusia sedemikian, meskipun dua yang terakhir itu menyebabkan perubahan-perubahan di dunia dengan cara-cara terbatas, seperti misalnya, kekhususan anatomis dan fisik dari beberapa jenis
binatang.37
Dalam pandangan masyarakat primitif, mitos dianggap sebagai suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, dan menjadi contoh model
36
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:Kanisius(Anggota IKAPI), 1995), 147.
37
31
tindakan manusia serta memberikan makna dan nilai pada kehidupan ini. Mitos menceritakan bagaimana suatu realitas mulai bereksistensi melalui tindakan makhluk supranatural. Mitos selalu menyangkut suatu penciptaan.
Pada prinsipnya mitos diterima oleh bangsa primitif, atau menurut istilah Eliade, “manusia arkais”, karena berhubungan dengan alam. gejala alam merupakan manifestasi dari yang suci, dan merupakan bahan bagi pembangunan mitos. Ucapan suci (mitos) tersebut selalu merupakan rahasia ajaib dan di luar pemikiran manusia.
Mitos dipandang sebagai usaha manusia arkais untuk melukiskan lintasan yang supranatural ke dalam dunia. Kehidupan manusia arkais berorientasi pada masa lampau awal, karena ia mempunyai nostalgia religius pada waktu awal mula ini. Sedangkan mitos merupakan suatu sejarah tentang sesuatu yang terjadi. Sejarah di sini bukan dalam arti historis, tetapi sejarah yang sakral (kudus), mengisahkan peristiwa primordial yang terjadi tentang segala sesuatu yang dikerjakan oleh para dewa. Dengan demikian, mitos menjadi kebenaran mutlak yang tak bisa diganggu gugat. Mitos mewahyukan peristiwa primordial yang selalu diceritakan dan diulang kembali pada waktu sekarang. Mitos bercerita
tentang apa yang dilakukan oleh para dewa.38
Mitos menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain, bagaimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni, bagaimana situasi yang
38
Adeng Muchtar Ghazali, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan,Keyakinan, dan Agama:Antropologi Agama, cet-1, (Bandung: Alfabeta, 2011), 115.
kacau menjadi teratur, bagaimana yang tak dapat mati menjadi mati, bagaimana musim mengganti iklim yang tidak lagi bermusim, bagaimana manusia yang semula hanya sepasang menjadi beraneka ragam suku dan bangsa,bagaimana makhluk-makhluk tak berkelamin menjadi lelaki dan perempuan, dan lain sebaginya. Singkatnya, mitos tidak hanya menceritakan asal mula dunia, binatang, tumbuhan, dan manusia, tetapi juga kejadian-kejadian awal yang menyebabkan manusia menemukan dirinya ada seperti ia temukan sekarang ini, bisa mati, berjenis kelamin, tersusun dalam suatu masyarakat, harus bekerja keras agar bisa
hidup, dan harus hidup menurut seperangkat norma.39
2. Pantangan / Tabu
Pantangan adalah sesuatu yang dilarang atau dianggap suci (tidak boleh di sentuh di dekati, di makan dan di ucapkan). Menurut Soekanto, secara umum pantangan adalah larangan yang apabila dilanggar, secara serta merta
menimbulkan sanksi negatif yang bersifat supranatural.40 Wibisono menjelaskan
pantangan ini menerapkan hukum tertua dalam kehidupan, terutama pada zaman dahulu karena dengan diterapkannya pantangan ini maka masyarakat dahulu dapat mempertahankan kehidupannya.
Pantangan sering diartikan sebagai orientasi kepada sikap manusia terhadap hal yang gaib. Menurut Otto, semua sistem religi, kepercayaan di dunia
39
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta:Kanisius(Anggota IKAPI), 1995), 149.
40
33
berpusat kepada yang gaib seperti halnya keyakinan akan pantangan yang
dianggap keramat (saceri) oleh manusia.41
J Long, seorang pedagang keliling yang sering mendatangi tempat-tempat pemukiman suku-suku bangsa Indian Algonquin dan Chippeway di daerah sekitar danau-danau besar di Kanada Selatan, dalam buku kisah perjalanannya berjudul Travels of Indian Interpreter and Trader (1701) menceritakan kepada para ahli antropologi mengenai pranata “totenisme”, J Long mendiskripsikan untuk pertama kalinya tentang suatu keyakinan, diantara para warga suku-bangsa Ojibwa khususnya, adanya suatu Roh pelindung totem yang bermukim dalam tubuh sejenis binatang tertentu, sehingga karena itu dianggap keremat dan pantang
diburu atau dibunuh.42
Levi Strauss menjelaskan bahwa totem yang dimaksudkan oleh J. Long tidak benar, itu semua adalah ilusi masyarakat. Arti kata totem sebenarnya
berbunyi ototemendalam bahasa Ojibwa berarti tidak lain daripada :”dia adalah
kerabat pria saya”. Memang hampir secara universal manusia dalam akal pikirannya merasakan dirinya ada berhubungan dengan hal-hal tertentu dalam alam semesta sekelilingnya, atau dengan manusia-manusia tertentu dalam alam
semesta sosial-budayanya, yaitu ia merasa ber-ototemandengan hal-hal itu,
menurut Levi-Strauss.43
41
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, cet-2, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987), 65.
42
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, cet-2...225 43
Kebudayaan suku-suku penduduk pribumi Benua Australia ada keyakinan yang seringkali bersifat keagamaan, bahwa kelompok-kelompok sosial tertentu mempunyai hubungan rohaniah dengan jenis-jenis binatang, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala alam atau segala golongan benda-benda tertentu yang dianggap suci sehingga benda-benda tersebut dilindungi keberadaannya oleh masyarakat
setempat.44
Auguste Comte memperkenalkan model perkembangan pemikiran manusia dalam tiga tahap yaitu:
1. Teologi, yaitu bahwa sebab dari semua gejala itu bersumber kepada
kehendak roh-roh, dewa-dewa, atau Tuhan.
2. Metafisik, tingkatan kedua ini, masih banyak hal yang dirasakan oleh
manusia, sebagai sesuatu yang kontradiktif. Terutama mengenai siapa yang paling terkuat di alam ini sehingga muncullah kekuatan gaib atau abstrak seperti satu dewa terkuat.
3. Positifisme, tingkatan ini mulai menunjukkan akal budi yang mulai
meninggalkan pencarian yang sia-sia terhadap pengertia-pengertian absolut, asal dan tujuan alam semesta dan manusia mengkhususkan pemikiran kepada analisa untuk mencapai pengertian tentang hubungan dari gejala-gejala tertentu terhadap gejala-gejala lain dalam
alam dan kehidupan masyarakat manusia.45
44
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, cet-2...227. 45
Rahmad K.Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, Ed-1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
35
Perkembangan pola pikir manusia merupakan sebuah bentuk
perkembangan yang mendasari terbentuknya suatu pemahaman yang merujuk pada terbentuknya sebuah makna. Bila ditinjau dari pemaknaan (simantik), maka kata-kata yang dianggap pantangan dan sangat pantang dilanggar ini mengandung makna yang tersirat. Dari segi pemaknaannya mengandung kiasan yang
tersendiri.46
Pantangan ini sifatnya memberikan pelajaran kepada masyarakat karena bila melanggar pantangan maka akan berdampak buruk meskipun resiko dari melanggar tersebut tidaklah terjadi. Kehidupan masyarakat Bintang sebelumnya, agar masyarakat tidak berbuat salah dan tidak melenceng dari Al-Qur’an, Sunnah dan adat istiadat, maka dipergunakan suatu tindakan yang melarang
(menakut-nakuti).47
Budaya zaman dahulu merupakan hasil kerja keras dari pengalaman berulang-ulang yang dialami untuk kemudian diterapkan dalam bentuk aturan, pranata dan diungkapkan dalam bentuk nasihat kepada anggota masyarakat agar pola kehidupannya terjaga dan teratur tanpa harus mengetahui latar belakang dari hal yang di lakukannya. Masyarakat dulu yaitu masyarakat yang patuh terhadap
pelanggaran tersebut.48
46Tarmizi Ramadhan’s Blog,
http://tarmizi.wordpress.com/aplikasi-konseling-terhadap-larangan-dan-pantangan-melakukan-aktivitas-pada-malam-hari-masyarakat kota-palembang. html. (diakses / 26/Juni/2018).
47
Abdul Azis Al-Quusy, pokok-pokok Kesehatan, terjemahan cet-1, (Jakarta: Bulan Bintang:tt), 226.
48Nurfaizah, “Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda di Desa Cibingbin
Kecamatan Cibingbin”, (Tesis, Program Studi Linguistik Pascasarjana universitas Pendidikan Indonesia 2015), 2.
B.Perbedaan Pantangan, Larangan, dan Dogma
1. Pantangan
Pantangan ini berasal dari dinamisme dan diyakini keberadaanya disetiap budaya khususnya Indonesia. Keberadaan pantangan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, seiring perubahan zaman telah dianggap aneh, kulot, dan irasional, sehingga banyak masyarakat yang salah dalam memahaminya.
Menurut Wardough pantangan adalah hal-hal tertentu yang tidak dikatakan, bukan karena mereka (masyarakat) tidak bisa, tetapi karena mereka tidak mau membicarakan hal-hal tersebut atau jika hal-hal tersebut harus
dibicarakan, mereka berbicara hal tersebut dengan cara-cara tertentu.49
Berhubungan dengan sakral, maka ada yang dianggap tidak suci, mencakup apa saja yang dianggap dapat mencemarkan yang sakral tersebut, dan untuk menghindari kemungkinan timbulnya pencemaran inilah, maka hal-hal yang sakral itu dipagari dengan pantangan-pantangan. Benda sakral tidak boleh disentuh, dimakan atau didekati. Pada kehidupan yang serba sakral, sulit membedakan antara lapangan hidup keagamaan dengan lapangan hidup
duniawi.50
Pantangan juga terdapat pada individu-individu, terutama ketua suku dan khususnya bagian kepala suku, karena itu bagian kepala ketua suku adalah pantangan yang tinggi. Sangat berbahaya menyentuh bagian dari tubuh ketua
49
http://repository.upi.edu/17004/6/T_LIN/1202129/Chapter1.pdf,(diakses,26/Juni/2018). 50
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama : Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama, cet-1, (Bandung: Alfabeta,2011), 26-27.
37
suku, apalagi kepalanya. Bahkan karpet bekas dia berjalan juga dianggap pantang. Melanggar pantangan ini akan mengalami bencana langsung kecuali kalau dia
meminta maaf.51
Fetish atau pantangan adalah simbol sebab ada sesuatu yang diinginkan dibalik itu, seperti kemenangan dibalik keris berbuah dan keamanan dibalik bajuketua suku. Sebagaimana masyarakat agama sekarang, masyarakat primitif yang mempercayai adanya kekuatan gaib pada benda-benda berpandangan bahwa benda itu bukan tujuan, tetapi apa yang dibalik benda itulah menjadi tujuan, dan benda-benda adalah simbol meskipun hanya benda-benda tertentu yang memiliki
simbol untuk mengantarkan mereka pada tujuan yang diinginkan.52
2. Larangan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ada beberapa definisi yaitu pertama, perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan, kedua, sesuatu yang terlarang karena dipandang keramat atau suci dan ketiga, sesuatu yang terlarang
karena kekecualian.53
Larangan adalah suatu perintah dari seseorang untuk mencegah melakukan suatu perbuatan. Kata larangan sering didengar bahkan sering juga dilakukan. Kata larangan ini sangat identik dengan Agama Islam dimana ajaran Agama Islam melarang manusia untuk tidak melakukan perbuatan tercela yang telah tercantum
51
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama..., 61.
52
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama..., 61.
di dalam kitab suci Al-Qur’an, salah satunya adalah larangan tentang merusak alam semesta. Firman Allah Swt.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (QS.Ar Rum 41-42).
3. Dogma
Pengertian dogma dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti poko ajaran tentang kepercayaan yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik, tidak
boleh dipersoalkan dan harus diterima sebagai kebenaran.54 Dogma adalah
keyakinan tertentu dan merupakan pokok ajaran yang harus diterima sebagai hal
yang benar dan baik, tidak boleh dibantah ataupun diragukan.55
Menurut Herman Bavinck sebagaimana yang dikutip Yewangoe menguraikan bahwa dogma berasal dari kata Yunani dokein, yang mengacu pada apa yang ditetapkan, yang diputuskan, dan karena itu pasti. Pemakaian istilah dogma mengajarkan bahwa terdapat berbagai perintah, keputusan, kebenaran,
54
Departemen Pendidikan Nasional..., 337. 55
http://singularination.blogspot.co.id.antara-dogma-kebudayaan-danperadaban.
39
dalil, aturan kehidupan yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam hidup.56 Dogma
banyak berkaitan dengan kepercayaan, agama atau keyakinan.
Keberadaan dogma dalam Agama Islam mengacu kepada Al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan dalam budaya dogma ini dijadikan sebagai sebuah keyakinan yang harus ditaati dan tidak bisa dilanggar. Misalnya, nasehat orang tua kepada anaknya, meskipun terkadang seorang anak tidak mengetahui apa kebenaran dari larangan tersebut.
Memang benar kebanyakan nilai-nilai yang diajarkan orang tua dilakukan dengan cara dokrin. Seorang anak kadang tidak diberi tahu sebab akibat atau argumen tertentu untuk membenarkan atau menyalahkan sesuatu. Ia cukup menerima apa saja yang disodorkan orang tua, karena orang tua tidak mungkin menginginkan keburukan bagi anak-anaknya. Kalau orang tua mengatakan ini
benar, sudah pasti benar. Jika dikatakan salah, sudah pasti salah.57
Menurut penulis, pantangan dengan larangan memiliki perbedaan yang sangat jelas. Pantangan berawal dari cara berpikir nenek moyang terdahulu dan mengalir sampai sekarang ini. Pelaksanaan pantangan tidak berpaduan kepada kitab-kitab yang bersumber dari Allah, dan hukuman bagi pelanggar pantangan itu sendiri tidak jelas karena tidak ada dalill Al-Qur’an yang menerangkan mengenai pantangan tersebut. 56 https://tounusa.wordpress.com/dogmatika-fungsi-metode-danperkembangannya/(diakses26/Juni/2018). 57 Wahyudihusain,mengkritisidogma.http://www.kompasiana.com/wahyudihusain/mengkr itisidogma551021b9a33311c639ba7ff8/26/06/2018.