• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAJU DOSIS DAN DOSIS IRADIASI TERHADAP RADIORESISTENSI Salmonella SPP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAJU DOSIS DAN DOSIS IRADIASI TERHADAP RADIORESISTENSI Salmonella SPP."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAJU DOSIS DAN DOSIS IRADIASI TERHADAP

RADIORESISTENSI Salmonella SPP.

(Radioresistency Salmonella spp. By Influence of Dose Rates and

Irradiation Dose)

ANDINI, L.S1, HARSOJO1dan L.D. DARJANTO2

1Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta. 2FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung.

ABSTRACT

An experiment have been done by attempt concerning influence irradiation dose and dose rates to bacterium Salmonella spp were grown at media nutrient agar (NA) and Brain Heart Infusion Agar (BHIA). Salmonella used were S. hadar, S. java, S. Kentucky, and S. typhimurium. Analyse statistic was used factorial by 2 treatments the first factor is dose rate with 2 level that are 0.5 and 1.0 kGy /h, second treatment is irradiation dose with 6 level that are 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; and 0.5 kGy. The parameter measured are D10 values

and radioresistency each of serotipe at every media. The result showed influence of irradiation dose rate 0.5 kGy/h have value of D10 lower than Salmonella spp. from dose rates 1.0 kGy/h. While the amount of cells

decrease progressively at the height of irradiation dose. Value of D10 S. Kentucky and S. hadar at the dose rate

0.5 and 1.0 kGy were not significant difference. Value of D10 S. java at the dose rate 1.0 kGy/h are 0.088 kGy

while at dose rate 0.5 kGy/h are 0.057 kGy S. typhimurium with dose rate 1 kGy have value of D10 equal to

0.060 kGy, while at dose rate 0.5 kGy equal to 0.035 kGy/h. Usage of media nutrient of BHIA showed not significant difference.

Key Words: Radioresistency, Salmonella spp.

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan mengenai pengaruh laju dosis dan dosis iradiasi terhadap ketahanan bakteri

Salmonella spp yang ditumbuhkan pada media agar nutrien (NA) dan ”Brain Heart Infusion Agar” (BHIA).

Salmonella yang digunakan adalah S. hadar, S. java, S. kentucky dan S. typhimurium. Analisis statistik yang digunakan adalah pola faktorial dengan 2 perlakuan yaitu faktor pertama laju dosis 2 taraf yaitu 0,5 dan 1,0 kGy/jam, faktor kedua dosis iradiasi 6 taraf yaitu 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 kGy. Parameter yang diukur adalah nilai D10 dan daya tahan masing-masing serotipe pada tiap media. Hasil yang didapat menunjukkan

pengaruh iradiasi dengan laju dosis 0,5 kGy/jam mempunyai nilai D10 lebih kecil pada Salmonella spp. dari

pada laju dosis 1,0 kGy/jam.. Namun jumlah sel semakin menurun dengan meningkatnya dosis iradiasi. Nilai D10 S. Kentucky dan S. hadar pada laju dosis 0,5 dan 1,0 kGy tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0.05). Nilai D10 pada S. java dengan laju dosis 1,0 kGy/jam adalah 0,088 kGy, sedangkan dengan laju

dosis 0,5 kGy/jam adalah 0,057 kGy. S. typhimurium dengan laju dosis 1 kGy mempunyai nilai D10 sebesar

0,060 kGy, sedangkan pada laju dosis 0,5 sebesar 0,035 kGy/jam. Penggunaan media agar nutrien maupun BHIA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kata kunci: Radioresistensi, Salmonella spp.

PENDAHULUAN

Para Peneliti telah banyak menggunakan iradiasi sebagai alat untuk mendekontaminasi bahan pangan dan pakan dari mikroba patogen yang sering mencemarinya. Salmonella adalah salah satu mikroba patogen yang sering mencemari pangan dan dapat menyebabkan

salmonellosis. Penyakit ini berbahaya terutama pada unggas muda, yaitu pada anak ayam berumur dibawah 10 hari (ANDINI, 1994; SOEPARNO, 1998; POERNOMO, 1995). Selain itu Salmonella merupakan bakteri yang bersifat zoonosis yaitu penyebab penyakit pada hewan maupun manusia. Penularan dapat terjadi

(2)

melalui air, pakan maupun pangan yang telah tercemar oleh bakteri tersebut.

Penggunaan berbagai dosis sinar gamma telah banyak dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain sterilisasi alat kedokteran, sterilisasi makanan untuk orang sakit, pengawetan makanan, dan memperpanjang masa pertunasan, akan tetapi tidak memperhatikan pengaruh laju dosisnya. Penggunaan laju dosis secara efektif masih dipertanyakan terutama pada dosis minimal untuk membunuh Salmonella (HERMANA, 1991; MAHA, 1993; MURANO, 1997)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemakaian laju dosis yang berbeda memberikan harga D10 (D10: dosis

iradiasi dimana bakteri masih bertahan hidup sebanyak 10%) yang sama pada berbagai serotipe Salmonella yang diinokulasikan pada media agar nutrien dan BHIA. Pemakaian laju dosis yang sesuai akan memberikan hasil yang diharapkan dan secara ekonomis dapat lebih efektif.

MAATERI DAN METODE

Bakteri patogen Salmonella yang digunakan adalah serotipe Salmonella hadar,

S. java, S. kentucky dan S. typhimurium yang

diperoleh dari koleksi kultur biakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta.

Media yang digunakan antara lain agar nutrien (NA), agar Brain Heart Infusion (BHIA), media cair nutrien, peptone dan lain-lain.

Percobaan dilakukan dengan 2 tahap yaitu: 1. Pengaruh laju dosis dan dosis iradiasi

terhadap pertumbuhan Salmonella spp. pada media NA dan BHIA.

2. Pengaruh laju dosis dan dosis iradiasi terhadap nilai D10 pada Salmonella spp.

pada media NA dan BHIA.

Setiap kultur biakan dibuat subkultur dan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu 37oC.

Satu ose tiap kultur kemudian dipindahkan ke dalam 10 ml media cair nutrien steril lalu diinkubasi semalam pada suhu 37oC. Satu ml

kultur biakan murni dipindahkan ke dalam 100 ml media cair baru steril lalu diinkubasi dalam

penangas air goyang semalam (16–18 jam) pada suhu 37oC.

Kemudian biakan disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Supernatan dibuang lalu endapan

dicuci 2 kali dengan 20 ml akuades steril dengan cara disentrifus dengan kecepatan dan waktu yang sama. Setelah itu endapan diencerkan dengan 0,1% air pepton steril sesuai standar kekeruhan 3. 108 Sel/ml (ITO, et

al., 1993; ANDINI, 1995). Suspensi ini dimasukkan ke dalam tabung steril sebanyak 4 ml tiap perlakuan, kemudian diiradiasi. Setelah diiradiasi dilakukan pengenceran bertingkat, kemudian diinokulasikan ke dalam tiap media dalam cawan petri sebanyak 0,1 ml diratakan, lalu diinkubasi selama 2 x 24 jam. Pada suhu 37oC.

Parameter yang diamati pertumbuhan mikroba, nilai D10 dan jumlah total koloni, dan

daya tahan masing-masing serotipe Salmonella pada tiap media dan tiap laju dosis.

Analisis statistik yang digunakan adalah percobaan faktorial dengan rancangan acak kelompok dengan 2 faktor, yaitu faktor 1 laju dosis 2 taraf terdiri dari 0,5 dan 1,0 kGy/jam (kGy = kiloGray adalah satuan dosis iradiasi), dan faktor kedua dosis iradiasi terdiri dari 6 taraf yaitu 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 kGy di iradiator panorama serba guna (IRPASENA) (STEEL dan TORRIE, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan sidik ragam menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,05) pada perlakuan dosis iradiasi. Sementara itu, untuk perlakuan media, laju dosis, dan interaksi tidak berbeda nyata.

Tabel 1. Nilai rata-rata jumlah koloni S. hadar pada

berbagai dosis iradiasi

Dosis (kGy) Rata-rata jumlah koloni/ml (log)

0 7,6710a 0,1 5,7781b 0,2 3,0426c 0,3 1,8651cd 0,4 0,8297de 0,5 0,1968e

Huruf yang sama kearah kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

(3)

Tabel 2. Nilai rata-rata jumlah koloni S. java pada berbagai laju dosis, dosis iradiasi dan media

Laju dosis kGy/jam) Dosis (kGy)

0,5 1,0 Rata-rata Jumlah sel (log)

0 7,8057a 7,7816a 7,7936 0,1 6,9769b 6,7149b 6,8459 0,2 6,0192c 5,4264c 5,7228 0,3 4,8687d 3,6113d 4,2400 0,4 4,1377e 1,8908e 3,0143 0,5 3,6061e 0,0000f 1,8031 NA BHI 0 7,7357a 7,8516a 7,7936 0,1 6,9592b 6,7326b 6,8459 0,2 5,7263c 5,7193c 5,7228 0,3 4,3537d 4,1263d 4,2400 0,4 3,5770e 2,4516e 3,0143 0,5 1,8308f 1,7753f 1,8031

Superskrip yang sama kearah kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada dosis 0,3 kGy dan 0,4 kGy ke atas jumlah koloni tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, begitu pula pada dosis 0,4 dan 0,5 kGy tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri. Pada dosis 0–0,2 kGy mempunyai jumlah koloni yang sangat berbeda.

Hasil perhitungan sidik ragam jumlah koloni S. java menunjukkan perbedaan sangat nyata pada perlakuan dosis iradiasi. Sementara itu, perlakuan media, laju dosis, dan interaksi tidak berbeda nyata

Hasil perhitungan sidik ragam jumlah koloni S. kentucky menunjukkan perbedaan sangat nyata pada perlakuan dosis iradiasi. Sedangkan untuk perlakuan media, laju dosis, dan interaksi tidak berbeda nyata.

Pada dosis 0,3 kGy ke atas jumlah koloni tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, pada dosis 0–0,2 kGy mempunyai jumlah koloni yang sangat berbeda

Hasil perhitungan sidik ragam jumlah koloni S. typhimurium menunjukkan perbedaan sangat nyata pada perlakuan dosis iradiasi.

Pada laju dosis 1,0 kGy mulai dosis iradiasi 0,3 kGy sudah tidak ada pertumbuhan pada media NA, sedangkan pada media BHIA mulai dosis 0,4 kGy tidak ada pertumbuhan.

Perbedaan media pertumbuhan pada BHIA lebih cocok untuk Serotipe tersebut, hal ini mungkin terdapatnya nutrisi khusus yang diperlukan oleh serotipe tersebut, sedangkan media NA mengandung zat yang umum untuk bakteri.

Tabel 3. Nilai rata-rata jumlah koloni S. kentucky

pada berbagai dosis iradiasi

Dosis (kGy) Rata-rata jumlah koloni/ml (log)

0 7,9075a 0,1 5,9893b 0,2 4,0295c 0,3 2,2430d 0,4 1,1518de 0,5 0,5348e

Superskrip yang sama kea rah kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada Tabel 5 terlihat bahwa umumnya antar laju dosis terhadap jumlah koloni serotipe Salmonella menunjukkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi untuk S. kentucky antar laju dosis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

(4)

Tabel 4. Nilai rata-rata jumlah koloni S. typhimurium pada berbagai laju dosis, dosis iradiasi dan media

Laju Dosis kGy/jam Dosis (kGy)

0,5 1,0 Rata-rata Jumlah sel (log) NA 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 7,8566a 6,7536b 5,1963c 3,1717d 1,5558e 0,0000f 7,8183 a 6,5321b 2,8938c 0,0000d 0,0000d 0,0000d 7,8375 6,6429 4,0450 1,5859 0,7779 0,0000 BHIA 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 8,1696a 7,1176b 5,7694c 4,1090d 3,1945d 1,5441e 7,7262a 6,7149a 5,2133b 2,6045c 0,0000d 0,0000d 7,9479 6,9162 5,4914 3,3568 1,5973 0,7721 Huruf yang sama kearah kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 5. Nilai rata-rata jumlah koloni Salmonella

spp. pada berbagai laju dosis iradiasi (log)

Serotipe Laju dosis

(kGy/jam) Rata-rata S. hadar 1 0,5 0,1183a 0,0350b S. java 1 0,5 0,0883a 0,0567a S. kentucky 1 0,5 4,1686c 3,1167c S. typhimurium 0,5 1 0,0600 a 0,0350b

Huruf yang sama kearah kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Pada serotipe S. kentucky dengan laju dosis 1 kGy/jam memiliki nilai rata-rata jumlah koloni yang lebih besar (4,1686) daripada laju dosis 0,5 kGy/jam (3,1167), begitu pula dengan ketiga serotipe yang lain. Hal ini berarti jumlah kematian sel bakteri S. Kentucky pada laju dosis 1 kGy/jam lebih sedikit daripada laju dosis 0,5 kGy/jam.

Menurut SUHADI (1976) dan HILMY (1980), kecepatan radiasi mempengaruhi

kepekaan jenis dan daya tahan mikroba. Kondisi yang ditunjukkan kedua laju dosis pada percobaan ini memperlihatkan bahwa kesinambungan penyinaran lebih memberi pengaruh yang besar pada kematian sel. Laju dosis 0,5 kGy/jam mempunyai kesinambungan penyinaran lebih lama daripada laju dosis 1 kGy/jam.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh ITO dan SHAMSUL (1994) pengaruh sinar gamma lebih efektif daripada pancaran elektron untuk melemahkan mikroba dalam rempah-rempah tergantung pada laju dosisnya.

Menurut DARUSSALAM (1989), jika proses pembelahan dihambat atau dihalangi terus menerus dapat menimbulkan kematian sel dan jaringan.

Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata D10

(kGy) beberapa serotipe Salmonella. Nilai D10

S. java menunjukkan paling tinggi

dibandingkan dengan serotipe yang lain, hal ini berarti S. java merupakan serotipe yang paling tahan terhadap iradiasi dibanding S. hadar, S.

kentucky, maupun S. typhimurium. Sementara

itu, S. hadar merupakan serotipe Salmonella yang paling peka terhadap iradiasi karena mempunyai nilai D10 paling kecil dibanding

(5)

Tabel 6. Nilai rata-rata D10 (kGy) Salmonella spp. pada berbagai laju dosis dan media

Laju dosis (kGy/jam) Serotipe Media 1 0,5 Rata-rata S. hadar NA BHIA 0,043 0,035 0,042 0,030 0,039 0,036 S. java NA BHIA 0,091 0,053 0,085 0,060 0,072 0,072 S. kentucky NA BHIA 0,055 0,032 0,053 0,040 0,043 0,046 S. typhimurium NA BHIA 0,053 0,028 0,067 0,042 0,040 0,054 KESIMPULAN

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pengaruh iradiasi dengan laju dosis 0,5 kGy/jam mempunyai nilai D10 lebih kecil pada

Salmonella spp. dari pada laju dosis 1,0

kGy/jam.. Namun jumlah sel semakin menurun dengan meningkatnya dosis iradiasi. Nilai D10

S. Kentucky dan S. hadar pada laju dosis 0,5

dan 1,0 kGy tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai D10 S. java dengan laju dosis

1,0 kGy/jam adalah 0,088 kGy dengan laju dosis 0,5 kGy/jam adalah 0,057 kGy. S.

typhimurium dengan laju dosis 1 kGy

mempunyai nilai D10 sebesar 0,060 kGy,

sedang pada laju dosis 0,5 sebesar 0,035 kGy/jam. S. java merupakan serotipe yang paling tahan terhadap iradiasi dibanding S.

hadar, S. kentucky, maupun S. typhimurium.

Penggunaan media agar nutrien maupun BHIA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA

ANDINI, L.S. 1995. Pertumbuhan optimal bakteri patogen Salmonella dan dekontaminasinya pada daging ayam dengan iradiasi gamma. Persentasi Ilmiah Jabatan Fungsional Peneliti, PAIR, BATAN, Jakarta.

ANDINI, L.S., HARSOJO, S.D. ANASTASIA dan M.

MAHA. 1994. Efek iradiasi gamma pada

Salmonella yang diisolasi dari daging ayam segar. Risalah APISORA, BATAN, Jakarta Desember 1994. hlm. 165.

DARUSSALAM, M. 1989. Radiasi dan Radioisotop. Penerbit Tarsito Bandung.

HERMANA. 1991. Iradiasi Pangan. Penerbit Institut

Teknologi Bandung, Bandung. hlm. 87. HILMY, N. 1980 Penentuan dosis radiosterilisasi dan

Radiopasteurisasi. Kumpulan Laporan Penelitian PAIR–BATAN, Jakarta. hlm. 1–5. ITO, H., and M.D. SHAMSUL ISLAM. 1994. Effect of

dose rate on inactivation of microorganisms in spices by electron-beams and gamma-rays irradiation. Radiat. Phys. Chem. 43(6): 545.

ITO, H., HARUN AL-RASHID, NARVEMON

SANGTHONG, A.Y. PITAYA, R. PONGPEN and I. ISHIGAKI. 1993. Effects of gamma irradiation on frozen shrimps and decontamination of pathogenic bacteria. Radiat. Phys. Chem. 42(1–3): 279.

MAHA, M. 1993. Iradiasi bahan pangan., Bahan

penataran di Pusat Penelitian Export Indonesia, Departemen Perdagangan, Jakarta. 15 Februari 1993.

MURANO, L.E., E.A. MURANO, K. SHENOY and D.G.

OLSON. 1997. D values of, Salmonella

enteritidis Isolates and Quality attributs of shell eggs. Treated with Irradiation. The poultry Sc. Ass. http://www psa.uiuc.edu/toc/ abs/97/Jan 97 ab 202.html.

SOEPARNO. 1998. Ilmu dan teknologi Daging.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. SRI POERNOMO. 1995. Standar higiene dan

keamanan pangan, Bahan penataran manajemen usaha jasa boga di Institut Pertanian Bogor, 11 September–9 Desember 1995.

STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1991. Principles Procedures of Statistic a Biometrical Approach. 2nd. Mc Graw Hill.

(6)

Gambar

Tabel 1.  Nilai rata-rata jumlah koloni S. hadar pada  berbagai dosis iradiasi
Tabel 2. Nilai rata-rata jumlah koloni S. java pada berbagai laju dosis, dosis iradiasi dan media  Laju dosis kGy/jam)
Tabel 4. Nilai rata-rata jumlah koloni S. typhimurium  pada berbagai laju dosis, dosis iradiasi dan media  Laju Dosis kGy/jam
Tabel 6. Nilai rata-rata D 10  (kGy) Salmonella spp. pada berbagai laju dosis dan media  Laju dosis (kGy/jam)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan bubuk kaca sebagai pengganti sebagian semen dalam adukan beton

Dengan unsur-unsur pengendalian internal dalam sistem kas yang mengharuskan penyetoran dengan segera ke bank seluruh penerimaan kas, pengeluaran kas dengan cek, dan

Hasil isolasi bakteri selulolitik pada media CMC ditandai dengan adanya zona bening disekitar koloni bakteri yang menandakan bahwa bakteri tersebut mampu

Dikarenakan letak proyek Hotel Amaris tersebut berada di tengah kota yang pelaksanaanya dapat mengganggu lingkungan sekitar, maka dalam Tugas Akhir ini akan membahas

Rektor IAIN Tulungagung Wakil Ketua Panitia CPNS

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Dari wawancara yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil bahwa guru sudah mengadakan variasi pembelajaran IPS dengan menggunakan variasi cara guru mengajar, penggunaan alat

LSP hortikultura harus memiliki prasarana, sarana, dan asesor Kompetensi di bidang hortikultura. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia