• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK ANDALIMAN TERHADAP KERUSAKAN MORFOLOGI SEL BAKTERI PATOGEN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK ANDALIMAN TERHADAP KERUSAKAN MORFOLOGI SEL BAKTERI PATOGEN PANGAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAKTERI PATOGEN PANGAN

ABSTRAK

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Salmonella Typhimurium. Tujuan penelitia n ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak andaliman terhadap kerusakan bentuk fisik sel B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium.

Ekstrak etilasetat menyebabkan kerusakan sel lebih parah dibandingkan dengan ekstrak metanol baik pada S. aureus, B. cereus maupun S. Typhimurium. Perubahan morfologi sel yang terjadi pada ketiga bakteri uji adalah ditemukannya permukaan sel yang berlubang besar, tonjolan, terdapat ujung runcing dan lekukan-lekukan, perubahan bentuk menjadi tidak beraturan (mengecil, membengkak dan memanjang) dengan permukaan sel yang kasar. Sel S. aureus merupakan bakteri yang paling banyak mengalami kerusakan oleh ekstrak etilasetat, sedangkan S. Typhimurium merupakan bakteri yang paling tahan .

PENDAHULUAN

Pengaruh komponen antibakteri terhad ap sel bakteri dapat menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan oleh komponen antibakteri dapat bersifat mikrosidal (kerusakan bersifat tetap) atau mikrostatik (kerusakan yang dapat pulih kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur yang digunakan (Bloomfield 1991).

Kerusakan bakteri merupakan hasil interaksi senyawa antibakteri dengan bagian tertentu pada sel bakteri (Gilbert 1984). Interaksi senyawa antibakteri tersebut dapat menyebabkan sejumlah perubahan atau kerusakan pada sel bakteri yang berpengaruh pada pola inaktivasi bakteri. Pada dosis yang tidak mematikan , bakteri akan mengalami luka (injury), terjadi sejumlah perubahan dan kerusakan struktur sel bakteri yang akhirnya dapat mempengaruhi fungsi metabolisme sel, pada kerusakan yang parah dapat menyebabkan kematian. Bentuk dan besarnya perubahan atau kerusakan struktur sel dipengaruhi oleh jenis senyawa antibakteri, jenis bakteri dan besarnya konsentrasi yang digunakan. Perubahan dan kerusakan struktur sel oleh senyawa antibakteri dapat berupa perubahan morfologi sel,

(2)

perubahan ultrastruktur sel, ukuran sel, kebocoran dinding sel, ketebalan dinding, penampakan sitoplasma dan lain -lain (Gemmel dan Lorian 1996).

Penghambatan komponen antibakteri adalah kemampuan suatu senyawa antibakteri untuk mempengaruhi dinding sel mikroba. Mekanisme ini dapat disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding sel atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel (Ultee et al. 1998). Perubahan bentuk morfologi sel S. aureus dan P. fluorescens setelah dikontakkan dengan ekstrak etilasetat biji atung menunjukkan pada permukaan sel menjadi kasar, terdapat tonjolan, perubahan bentuk dan terdapat lendir (Lavlinesia 2004).

Pada penelitian ini dipelajari perubahan atau kerusakan morfologi sel B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium yang dikontakkan dengan ekstrak

andaliman dengan menggunak an SEM (scanning electron microscope).

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan adalah buah andaliman varietas simanuk, yang berasal dari Medan dan diperoleh dari Pusat Pasar Senen Jakarta. Kultur Bacillus cereus FNCC 134, Staphylococcus aureus FNCC 057 dan Salmonella Typhimurium FNCC 034 diperoleh dari koleksi kultur Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Persiapan Ekstrak Andaliman

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman diperoleh dengan metode ekstraksi bertingkat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Analisis Kerusakan Morfologi Sel (Glauert 1991; JEOL 1995; Noor 2001) Suspensi sel bakteri (B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium) ditambahkan ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol masing-masing sebanyak 2 kali MIC pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 370C selama 4 jam. Setelah itu sel dipisahkan dengan cara disentrifus 12000 rpm

(3)

selama 10 menit. Pelet yang diperoleh dicuci dengan buffer fosfat 0.1 M sebanyak 3 kali untuk membuang sisa ekstrak.

Pelet bakteri dicuci dengan buffer fosfat 0.1 M kemudian dilewatkan melalui membran 0.3 µm dengan wadah khusus untuk tempat meletakkan sel. Selanjutnya difiksasi dengan glutaraldehida 2.5% (dalam 0.1 M buffer fosfat pH 7.2) selama 1.5 jam, dicuci dua kali dengan buffer fosfat 0.05 M pH 7.2 selama 20 menit. Selanjutnya difiksasi dengan osmium tetraoksida 1% (v/v) (dalam 0.05 M buffer fosfat) selama 2 jam dan dicuci dengan air destilasi yang disuling dua kali (dd H2O) selama 1-2 menit, kemudian d ikeringkan dengan etanol pada

konsentrasi bertingkat (25, 50, 75, dan 100%) masing-masing sebanyak 3 kali selama 10 menit. Spesimen yang telah kering diletakkan pada stub aluminium dan dilapisi argon dengan ketebalan 20-30 mm selama 5 detik. Sampel siap untuk diamati dengan SEM tipe JEOL JSM-5310 LV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Andaliman terhadap Morfologi Sel S. aureus

Sel S. aureus normal berbentuk bulat dengan permukaan licin dan homogen dengan bentuk utuh (Gambar 9.1a) dan menurut Klainer (1974) sel ini mempunyai jembatan yang unik sebagai penghubung antar sel. Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan SEM (pembesaran 15.000 kali). Pengaruh penambahan ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman terhadap S. aureus dapat dilihat pada Gambar 9.b dan Gambar 9.1c). Pada penambahan ekstrak etilasetat (Gambar 9.1b) dan ekstrak metanol andaliman (Gambar 9.1c), ditemukan permukaan sel yang berlubang besar dan tonjolan kecil (klebs). Tonjolan lebih banyak terdapat pada sel yang diberi ekstrak etilasetat dengan permukaan sel yang kasar. Ekstrak etilasetat pada konsentrasi 2 kali MIC menyebabkan sel berlubang besar dan permukaan sel dengan banyak tonjolan . Ekstrak metanol menyebabkan sel S. aureus juga berlubang tatapi dengan ukuran lebih kecil dibandingkan pada ekstrak etilasetat (Gambar 9.1c). Penelitian Nychas (1995) menunjukkan sel S. aureus dengan permukaan yang kasar juga ditemukan setelah kontak dengan senyawa fenolik selama 24 jam. Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol juga meny ebabkan sebagian sel berubah bentuk dengan ukuran besar-besar dan tidak beraturan.

(4)

Keterangan: (1) sel normal, utuh (2) sel berlubang besar (3) terdapat lekukan, tonjolan (4) terdapat lubang, bocor (5) tonjolan

Gambar 9.1 Pengaruh Ekstrak Etilasetat (b) dan Metanol (c) Dibandingkan Kontrol (a) Terhadap Struktur Morfologis Sel S. aureus (15.000 kali)

a b c 1 2 a 3 a 4 a 5 a

(5)

Ekstrak etilasetat menyebabkan kerusakan morfologi lebih besar dibandingkan dengan ekstrak metanol. Hasil ini didukung juga dengan lebih tingginya data diameter penghambatan (Gambar 4.3, Gambar 5.2 dan Gambar 6.2), kebocoran sel (Gambar 7.2 dan Gambar 7.4) dan hidrofobisitas (Gambar 8.1 dan Gambar 8.3) dan inaktivasi enzim protease S. aureus (Gambar 8.7) oleh ekstrak etilasetat lebih lebih besar dibandingkan dengan ekstrak metanol.

Menurut Gilbert (1984) terbentuknya tonjolan-tonjolan kecil pada S. aureus disebabkan ketidakmampuan peptidoglikan yang rusak oleh senyawa

antibakteri menahan tekanan intraseluler yang tinggi, sehingga sitoplasma dan membran sitoplasma keluar dan tonjolan ini biasanya muncul pada daerah -daerah yang dilemahkan oleh senyawa antibakteri. Terbentuknya tonjolan merupakan tanda terganggunya proses biosintesis dinding sel yang umumnya terjadi pada konsentrasi lebih rendah dari dosis penyebab lisis. Pada keadaan ini enzim-enzim biosintesis dinding sel d iduga mulai terganggu o leh senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak etilasetat dan metanol andaliman.

Bentuk sel dengan tonjolan ini juga ditemukan pada S. aureu s yang diperlakukan dengan antibiotik metisilin, sulfametoksazol, kanamisin pada dosis 1.0 MIC selama 3 jam kontak (Klainer 1974) dan antibiotik lisostapin pada konsentrasi 3 MIC selama 4 jam kontak (Fass dan Prior 1974). Sel-sel besar dan terdapat tonjolan dengan bentuk tidak beraturan dinamakan oleh Fass dan Prior (1974) sebagai sel ghost, sel ini kosong tidak mengandung bahan-bahan intraseluler.

Seperti terlihat pada Gambar 9.1b dan Gambar 9.1c ekstrak andaliman menyebabkan sel S. aureus rusak /tidak beraturan dibandingkan sel normal, dan ditemukan tonjolan -tonjolan pada permukaan sel. Menurut Fass dan Prior (1974) semua bentuk perubahan sel S. aureus akibat kerusakan dinding sel digolongkan pada sel bentuk L (L-form ). Sel S. aureus berbentuk L adalah sel yang mempunyai dinding sel yang rusak tetapi masih mampu memperbanyak diri. Sel ini dapat tumbuh kembali dalam recovery medium, sel ini tahan terhadap stres lingkungan dan dapat kehilangan kemampuan untuk kembali ke bentuk semula. Sel ini secara biologis mampu hidup dan memperbanyak diri tanpa dinding sel dengan tidak kehilangan kemampuan untuk mensintesis dinding sel, dan tumbuh membentuk

(6)

koloni. Sel berbentuk L ditemukan pada penggunaan antibiotik, antiseptik dan fenol (Gilbert 1984).

Menurut Syamsir (2001), semakin pekatnya sitoplasma diduga disebabkan karena terjadinya denaturasi protein oleh komponen antibakteri dari ekstrak biji atung yaitu fenol. Senyawa fenol pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan pengendapan protein, dan pada konsentrasi tinggi membentuk ikatan silang (Prindle 1983). Andaliman mengandung komponen aktif yang terdapat pada ekstrak etilasetat dan metanol seperti fenol hidrokuinon, alkaloid, flavonoid, triterpenoid, saponin, dan steroid yang dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel S. aureus. Hal ini didukung laporan hasil penelitian sebelumnya, dimana diameter penghambatan ekstrak etilasetat terhadap S. aureus sebesar 13.12-24.15 mm. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa ekstrak etilasetat menyebabkan terjadiny a kebocoran protein sel dan asam nukleat baik pada fase eksponensial (sel muda) maupun fase stasioner (sel tua). Kebocoran protein sel lebih tinggi dibandingkan dengan kebocoran asam nukleat. Kebocoran sel dapat menyebabkan lisis, karena sel tidak dapat menahan tekanan intraseluler. Dinding sel yang lisis menyebabkan membran sitoplasma

bocor mengeluarkan cairan yang juga dapat diamati di bawah SEM pada S. aureus yang diberi ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman (Gambar

9.1b dan 9.1c). Seperti telah dilaporkan pada hasil penelitian sebelumnya, ekstrak etilasetat dan metanol andaliman pada dosis 0.5 – 2.5 kali MIC dapat mengganggu permeabilitas sel S. aureus baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner (Gambar 8.3 dan Gambar 8.4).

Pengaruh Ekstrak Andaliman terhadap Morfologi Sel B. cereus

Pengamatan morfologi sel B. cereus normal Gambar 9.2a) berbentuk batang panjang, utuh dan terlihat bentuk sel dengan ukuran yang sama pada setiap sisi ujungnya. Sebaliknya sel B. cereus yang diberi perlakuan penambahan ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman terdapat perubahan bentuk sel seperti sel memanjang, terdapat tonjolan dan lekukan seperti yang disajikan pada Gambar 9.2b dan Gambar 9.2c.

(7)

Keterangan: (1) sel normal, utuh (2) terdapat lekukan, tonjolan (3) sel memanjang, terdapat tonjolan (4) sel memanjang (5) sel membengkak

Gambar 9.2 Pengaruh Ekstrak Etilasetat (b) dan Metanol (c) Dibandingkan Kontrol (a) Terhadap Struktur Morfologis Sel B. cereus (10.000 kali)

c b a 1 2 3 4 5

(8)

Pengaruh ekstrak etilasetat terhadap morfologi sel B. cereus terutama adalah dengan terbentuknya tonjolan pada salah satu ujung sel dan bentuk sel yang memanjang. Pada bagian lain terdapat lekukan dan sel ada yang membesar pada bagian tengah sel. Sel yang membengkak dan terdapat tonjolan dengan bentuk tidak beraturan tersebut serupa dengan sel ghost yaitu sel kosong yang tidak mengandung bahan-bahan intraseluler (Fass dan Prior 1974). Terbentuknya sel ghost ini diduga karena terjadi kebocoran komponen pengisi sel. Hal ini didukung dengan hasil analisis kebocoran sel yang telah dilaporkan sebelumnya (Gambar 9.2b). Senyawa fenol yang terdapat pada ekstrak andaliman diduga bertanggungjawab terhadap kebocoran sel B. cereus.

Ekstrak metanol menyebabkan morfologi sel B. cereus berubah, terutama sel menjadi memanjang dan terdapat beberapa tonjolan. Pada salah satu bagian ujung sel juga terdapat tonjolan dan sel yang membengkak. Perubahan morfologi sel B. cereus belum jelas terlihat secara detail dengan pembesaran 10.000 kali. Pengaruh ekstrak metanol pada sel B. cereus adalah sebagian sel mengalami perubahan bentuk menjadi lebih panjang dengan bentuk dasar masih terlihat utuh bentuknya. Pengaruh ekstrak metanol relatif tidak mempengaruhi perubahan bentuk sel, hal ini didukung pada data-data pengamatan diameter penghambatan , kebocoran sel, hidrofobisitas dan protoplast yang menunjukkan sel bakteri B. cereus lebih tahan terhadap ekstrak metanol dibandingkan ekstrak etilasetat.

Pengaruh Ekstrak Andaliman terhadap Morfologi Sel S. Typhimurium Sel S. Typhimurium normal berbentuk batang dan pada beberapa sel utuh terdapat tonjolan kecil pada satu sisi atau dua sisi pada pembesaran 10.000 kali (Gambar 9.3 a). Pengaruh ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol menyebabkan sel S. Typhimurium berubah dengan ditemukannya beberapa tonjolan -tonjolan, lekukan dan perubahan bentuk sel seperti ukuran sel membesar atau ukuran sel mengecil seperti disajikan pada Gambar 9.3b dan Gambar 9.3c . Adanya tonjolan dan lekukan pada permukaan sel S. Typhimurium d iperkirakan akibat pembelahan sel yang terhambat. Bentuk kerusakan sel oleh senyawa antibakteri seperti ini banyak ditemukan pada perlakuan senyawa antimikroba pada dosis dibawah MIC yaitu 1.50 kali MIC (Gilbert 1984; Gemmel dan Lorian 1996). Menurut Gemmel

(9)

dan Lorian (1996) pada konsentrasi antibiotik mendekati MIC, menyebabkan lisis terjadi pada bagian sel yang terdapat tonjolan dimana cairan sitoplasma akan keluar dan pada konsentrasi diatas MIC filamen, berhenti tumbuh dan terjadi lisis.

Kontak S. Typhimurium dengan ekstrak andaliman pada konsentrasi 4% selama 4 jam menyebabkan dinding sel menjadi bergelombang, terdapat lekukan, membengkok dan terdapat tonjolan. Terdapatnya tonjolan ini pada dinding sel dapat disebabkan karena porusitas membran sel meningkat akibat melemahnya dinding sel oleh ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol. Peningkatan porusitas menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kebocoran sel.

Perubahan permeabilitas dinding sel mengakibatkan cairan sitoplasma merembes keluar sehingga terbentuk ruang antar membran sitoplasma. Ruang ini akan semakin besar dengan semakin lemahnya dinding sel. Pada keadaan membran tidak dapat menahan tekanan dari sitoplasma maka membran bocor, terjadi aliran sitoplasma keluar sel dimana bila jumlah cairan sitoplasma yang keluar dalam jumlah besar menyebabkan sel menjadi mengkerut dan mati. Hal ini didukung pada hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kebocoran protein sel lebih tinggi dibandingkan dengan kebocoran asam nukleat. Ekstrak etilasetat menyebabkan terjadinya kebocoran oleh ekstrak etilasetat menyebabkan keluarnya protein sel dan asam nukleat baik pada fase eksponensial (sel muda) maupun fase stasioner (sel tua) S. Typhimurium (Gambar 8.5 dan Gambar 8.6). Ekstrak metanol mengganggu permeabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak etilasetat pada dosis MIC yang sama baik pada fase eksponensial maupun fase stasioner.

(10)

Keterangan: (1) sel normal, utuh (2) terdapat lekukan, ujung mengecil (3) terdapat tonjolan (4) ukuran sel mengecil (5) ukuran sel mengecil

Gambar 9.3 Pengaruh ekstrak etilasetat (b) dan metanol (c) dibandingkan kontrol (a) terhadap struktur morfologis sel S. Typhimurium (10.000 kali)

a c b 1 2 3 4 5

(11)

Senyawa fenolik dapat bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran luar sel S. Typhimurium sehingga menyebabkan dinding sel menjadi lisis (Davidson dan Branen 1993). Lisis sel dapat disebabkan karena terganggunya enzim-enzim yang mensintesis dinding sel, akibatnya dinding sel melemah dan porusitas meningkat (Gilbert 1984). Lisis dapat menyebabkan dinding sel terlepas sebagian atau semuanya (Lavlinesia 2004), pada bakteri Gram positif kondisi sel seperti ini disebut protoplas t. Pada bakteri Gram negatif dengan perlakuan ekstrak etilasetat biji atung yang sama menyebabkan sebagian dari membran luar yaitu protein-lipopolisakarida masih tersisa sedangkan peptidoglikan habis terlepas, sel seperti ini disebut sferoplas. Lavlinesia (2004) melaporkan sferoplas juga ditemukan pada P. fluorescens dengan perlakuan dosis ekstrak etilasetat biji atung sebesar 0.7 MIC, dengan nilai MIC sebesar 0.3% (v/v). Bentuk sferoplas seperti ini juga ditemukan pada sel E. coli yang diperlakukan dengan penisilin selama 90 menit (Conte dan Barriere 1992).

SIMPULAN

Ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol dari buah andaliman menyebabkan kerusakan morfologi sel B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium dengan tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Sel mengalami perubahan bentuk seperti munculnya tonjolan-tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan sel serta mengecilnya ukuran sel. Pada S. aureus ditemukan permukaan sel yang berlubang besar, tonjolan kecil dan tonjolan lebih banyak terdapat pada ekstrak etilasetat dengan permukaan sel yang kasar.

Ekstrak etilasetat andaliman menyebabkan sel B. cereus memanjang, bagian tengah mengecil, pada salah satu ujung sel terdapat ujung runcing dan terdapat lekukan -lekukan. Sebagian besar sel mengalami kerusakan, lisis dan berubah bentuk menjadi tidak beraturan serta banyak terdapat tonjolan -tonjolan kecil.

Pada sel S. Typhimurium, ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol andaliman mempengaruhi morfologi sel d imana ukuran sel sebagian mengecil, terdapat lekukan, tonjolan dan memanjang. Berdasarkan tingkat kerusakan sel secara

(12)

morfologi S. aureus merupakan bakteri yang paling parah kerusakannya terhadap ekstrak etilasetat sedangkan bakteri S. Typhimurium merupakan bakteri yang paling sedikit kerusakannya terhadap ekstrak andaliman. Pengaruh ekstrak etilasetat terhadap morfologi sel B. cereus, S. aureus dan S. Typhimurium lebih besar dibandingkan dengan ekstrak metanol. Ekstrak metanol relatif tidak

mempengaruhi perubahan morfologi sel terutama pada B. cereus dan S. Typhimurium.

DAFTAR PUSTAKA

Bloomfield SF. 1991. Assessing antimicrobial activity. Di dalam: Denyer SP dan Hugo WB. (ed). Mechanism of Action of Chemical Biocides. Blackwell Scientific Publicat. Oxford.

Conte JE, Barriere SL. 1992. Manual of antibiotics and infectious diseases. Lea & Febiger. London

Davidson PM dan Brannen AL. 1993. Antimicrobials in Food. Marcel Dekker Inc., New York.

Fass RJ dan Prior RB. 1974. Light, scanning and tranmission electron microcope of stable Staphylococcal L-forms. Di dalam: Yotis WW, editor. Recent Advances in Staphylococcal Research. Published by the New York Academy of Sciences.

Gemmel CG dan Lorian V. 1996. Effects of low concentration of antibiotics on bancterial ultrastructure, virulence and suscebtability to immunodefence: clinical signif icance. Di dalam Andrew MJE dan Russel AD, editor. The Revival of Injured Microbes. Academic Press.

Gilbert P. 1984. The revival of micro -organisms sublethally injured by chemical inhibitors.. Di dalam: Andrew MJE dan Russel AD, editor. The Revival of Injured Microbes. Academic Press.

Glauert AM. 1991. Fixation, Dehydration and Embedding of Biological Specimens. Practical Methods in Electron Microscopy. Publishing Company North Holland. Amsterdam.

JEOL 1995. Specimen Preparation Methods for Scanning Electron Microscope. JEOL Application Note. Tokyo. 23p

Klainer AS. 1974. The normal and abnormal surface morphology of Staphylococci. Di dalam: Yotis WW, editor. Recent Advances in

(13)

Staphylococcal Research. Published by the New York Academy of Sciences.

Lavlinesia. 2004. Kajian pola dan mekanisme inaktivasi bakteri oleh ekstrak etilasetat biji atung (Parinarium glaberimum Hassk). [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Noor RR. 2001. Scanning Electron Microscope. Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Nychas GJE.1995. Natural antimicrobials from plants. Di Dalam: Gould GW. (Eds). New Methods of Food Preservation. Blackie Academic and Profesional. London.

Prindle RF. 1983. Phenolic Compounds. Di dalam: Block SS. Ed. Disinfection Sterilization and Preservation. Lea and Febiger. Philadelphia.

Syamsir E. 2001. Mempelajari stabilitas aktivitas antimikroba ekstrak biji atung (Parinarium glaberimum Hassk) selama penyimpanan terhadap Staphylococcus aureu s. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ultee A, Gorris LGM dan Smid EJ. 1998. Antib acterial activity of carvacrol towards the food-borne pathogen Bacillus cereus. J App Microbiol 85: 213-218.

Referensi

Dokumen terkait

Jika Indonesia unggul dengan demografi, geografi, SDA, maka Singapura unggul dengan ekonomi, politik, serta pertahanan dan keamanan. Membandingkan pertahanan dan keamanan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan kajian tentang motivasi kerja dan pelatihan kerja pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Di samping itu berbagai faktor yang terkait dengan kondisi faktual yang ada di Kota Padang dibandingkan dengan ancaman bencana gempa dan tsunami di Kota Padang,

Teori komparabilitas merupakan prediksi karakteristik informasi keuangan yang memungkinkan perbandingan waktu dan ruang, berbeda hanya dengan karakteristik kualitatif

Sumber genetik ketahanan tanaman terhadap penyakit terutama bercak daun, karat dan layu pada kacang tanah dicari pada populasi yang berkerabat paling dekat dengan varietas

Zuhri (1998) menentukan beberapa indikator untuk menelusuri masing-masing proses berpikir sebagai berikut (Milda Retna, Lailatul Mubarokah, Suhartatik, 2013):.. 112

[r]

Rasio hutang berpengaruh signifikan dan searah dengan struktur modal serta pengaruh langsung rasio hutang terhadap struktur modal sebesar 58,7% yang berarti semakin tinggi