• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURANNYA DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

A. Landasan Yuridis dan Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia

1. Landasan Yuridis Pemekaran Daerah di Indonesia

Dalam Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah memang tidak ada menyebutkan adanya pemekaran daerah, hanya menyatakan bahwa sutau daerah dapat dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan terlaksana otonomi daerah. Namun, materi pasal tersebutlah yang menjadi landasan diadakannya beberapa pembentukan daerah melalui pemekaran daerah di Indonesia sebelum dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, seperti yang terjadi pada Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1998.

Landasan yuridis pertama yang secara jelas mengatur pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dimuat pada Pasal 6 ayat (2) undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut :

“Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah.”70

(2)

44

Dan untuk pengimplementasian pemekaran daerah sebagaimana dimaksud itu, dikeluarkanlah PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Meskipun UU No. 22 Tahun 1999 telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004, tetap saja ada pengakuan akan adanya pemekaran daerah yaitu dimuat dalam Pasal 4 ayat (3), dimana pemerintah sudah sedikit lebih ketat dan tegas dalam pemekaran, yang mana disebutkan bahwa daerah-daerah yang sudah dimekarkan bila ternyata tidak mencapai standar minimal hasil kinerja yang seharusnya, maka daerah-daerah tersebut akan digabungkan menjadi satu daerah (hanya saja belum pernah terealisasi). Berdasarkan Pasal 8 UU No. 32 Tahun 2004 maka dikeluarkan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daearah menggantikan PP No. 129 Tahun 2000 yang secara khusus mengatur pembentukan daerah, salah satunya melalui pemekaran.

Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang berlaku sekarang yaitu UU No. 23 Tahun 2014, legalisasi pemekaran daerah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) undang-undang tersebut, yang dijabarkan dalam pasal-pasal berikutnya dalam satu paragraf khusus dalam bagian kedua Bab Penataan Daerah, yang mana peraturan pemerintah khusus untuk itu masih dalam proses penggodokan di DPR.

2. Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia

Dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan tidak ada disebutkan secara rinci apa yang menjadi tujuan dari pemekaran daerah, demikian juga dalam Undang-Undang

(3)

Pemerintahan Daerah yang ada. Hanya saja dalam penjelasan umum PP No. 78 Tahun 2007 ini dikatakan bahwa pemekaran dimaksudkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal demi terwujudnya kesejahteraan dalam masyarakat dan untuk memperkokoh keutuhan NKRI.

Secara lebih rinci disebutkan dalam Peraturan Pemerintah yang berlaku sebelumnya yaitu UU No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, bahwa yang menjadi tujuan utama pemekaran daerah adalah kesejahteraan masyarakat dengan beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu :

a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi.

c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah. d. Percepatan pengelolaan potensi daerah.

e. Peningkatan keamanan dan ketertiban.

f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.71

Menurut Siswanto Sunarno, selain daripada itu, tujuan pemekaran daerah adalah sebagai ajang ataupun sarana pendidikan politik di tingkat lokal.72

71 Pasal 2 PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

72 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Hlm. 15.

Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa pemekaran daerah haruslah bermanfaat bagi

(4)

46

pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya.73

a. Untuk menguatkan etika profesionalisme dalam pelayanan publik Pemerintah Daerah kepada masyarakatnya, yang akan menciptakan hubungan yang bersifat kesetaraan antara birokrasi dan publik yang dilayani.

Sedangkan menurut Hari Sabarno, mantan Menteri Dalam Negeri ke- 24, pemekaran daerah sebenarnya memiliki tiga tujuan preventif, yaitu :

b. Pemekaran daerah ditujukan pada penerapan manajemen dan penguasaan teknologi yang dalam dari birokrasi pemerintahan daerah untuk melayani publik, sehingga pelayanan yang diberikan cenderung bersifat cepat, tepat, mudah, padat teknologi dan padat informasi.

c. Pemekaran daerah karena dilandasi profesionalisme dan rentang kendali yang lebih sempit, sehingga dengan pemekaran pengawasan penyelenggaraan dapat terjamin kualitasnya.74

B. Mekanisme Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut

PP No. 78 Tahun 2007

Untuk mengimplementasikan sesuatu hal secara baik, maka harus ditentukan terlebih dahulu mekanisme yang harus dilalui agar bisa mengimplementasikan hal tersebut. Dan dalam ketatanegaraan, mekanisme ini harus dimuat jelas dalam peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi kesimpang siuran cara pengimplementasiannya.

Maka menurut Pasal 16 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, untuk melakukan

73 Ibid. Hlm. 17.

74 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta,

(5)

pembentukan daerah melalui pemekaran haruslah mengikuti mekanisme sebagai berikut ini :

1. Adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/Kota yang akan dimekarkan;

2. DPRD Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain, Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;

3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat yang dimaksud dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah;

4. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota, hasil kajian daerah, peta wilayah calon Kabupaten/Kota, Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota;

5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/Kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah;

6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/Kota kepada DPRD Provinsi;

(6)

48

7. DPRD Provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan Kabupaten/Kota; dan

8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/Kota, Gubernur lalu mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Namun, sebelum Menteri Dalam Negeri mengajukan usulan pemekaran daerah kepada Presiden, terlebih dahulu Menteri Dalam Negeri harus melakukan penelitian terhadap usulan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka Menteri Dalam Negeri menyampaikan rekomendasi usulan kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD),75 yang mana DPOD melalui Tim Teknisnya juga bisa melaksanakan penelitian ulang apabila DPOD memandang perlu dilakukan penelitian ulang. Dan dari hasil penelitian itu DPOD kemudian memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan pemekaran tersebut.76 Dan berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD lah Menteri menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden.77

75 Pasal 18 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan

Penggabungan Daerah.

76 Ibid. Pasal 19. 77 Ibid. Pasal 20.

Apabila Presiden menyetujui usulan pemekaran maka berdasarkan Pasal 20 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, Menteri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah yang kemudian diajukan oleh Presiden kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.

(7)

Dari uraian di atas dapat kita tahu bahwa sebenarnya mekanisme pengajuan usulan pemekaran daerah pada PP No. 78 Tahun 2007 sama saja dengan yang diatur dalam PP No. 129 Tahun 2000.

Namun jika dibandingkan dengan yang diatur pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada sedikit pemberatan, yang mana berdasarkan Pasal 33 ayat (2) disebutkan bahwa sebelum suatu daerah dimekarkan, calon daerah otonom baru harus menjadi Daerah Persiapan. Dilanjutkan dengan Pasal 39, bahwa daerah baru bisa ditetapkan sebagai daerah otonom apabila Daerah Persiapan selama tiga tahun berkembang dan layak mandiri. Apabila selama masa penilaian belum berkembang, diberi perpanjangan waktu dua tahun lagi yang menentukan apakah daerah tersebut akan dimekarkan atau tidak.

Namun, dalam hal cara-cara pengajuan pembentukan daerah otonom baru melalui pemekaran daerah, tidak ada perbedaan yang signifikan mekanismenya antara yang diatur pada PP No. 78 Tahun 2007 dan UU No. 23 Tahun 2014.

C. Persyaratan Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut

PP No. 78 Tahun 2007

Persyaratan utama dalam membentuk daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran adalah daerah bersangkutan harus sudah 7 (tujuh) tahun telah menyelenggarakan pemerintahan.78

78 Pasal 3 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan

(8)

50

Menurut Pasal 4 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, dalam hal pembentukan daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut ini :

1. Syarat Administratif

Pasal 5 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menjabarkan bahwa yang termasuk persyaratan administratif pemekaran daerah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

a. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota;

b. Keputusan Bupati/Walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota;

c. Keputusan DPRD Provinsi tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota;

d. Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon Kabupaten/Kota; dan

e. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. 2. Syarat Teknis

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2007 yang termasuk persyaratan teknis adalah meliputi :

a. faktor kemampuan ekonomi; b. potensi daerah;

c. sosial budaya; d. sosial politik;

(9)

e. kependudukan; f. luas daerah; g. pertahanan; h. keamanan;

i. kemampuan keuangan;

j. tingkat kesejahteraan masyarakat; serta

k. rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Dan pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa faktor-faktor tersebut kemudian dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator persyaratan pemekaran daerah yaitu sebagai berikut :

a. Kependudukan, indikatornya adalah jumlah dan kepadatan penduduk. b. Kemampuan ekonomi, indikatornya adalah PDRB non migas perkapita,

pertumbuhan ekonomi dan konstribusi PDRB non migas. c. Potensi daerah, indikatornya adalah :

1) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk. 2) Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk.

3) Rasio pasar per 10.000 penduduk.

4) Rasio sekolah SD per penduduk usia SD. 5) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP. 6) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA. 7) Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk. 8) Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk.

(10)

52

9) Rasio rumah tangga yang mempunyai kenderaan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor.

10) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga. 11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor.

12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas.

13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia minimal 25 tahun ke atas.

14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.

d. Kemampuan keuangan, indikatornya adalah jumlah PDS, rasio PDS terhadap jumlah penduduk, serta rasio PDS terhadap PDRB non migas. e. Sosial budaya, indikatornya adalah rasio sarana peribadatan dan fasilitas

lapangan olahraga per 10.000 penduduk, serta jumlah balai pertemuan. f. Sosial politik, indikatornya adalah rasio penduduk yang ikut Pemilu

legislatif, penduduk yang mempunyai hak pilih dan jumlah organisasi kemasyarakatan.

g. Luas daerah, indikatornya adalah luas wilayah keseluruhan dan luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.

h. Pertahanan, indikatornya adalah rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah dan karakteristik wilayah dilihat dari sudut pandang pertahanan.

i. Keamanan, indikatornya adalah rasio personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.

(11)

j. Tingkat kesejahteraan masyarakat, indikatornya adalah indeks pembangunan manusia.

k. Rentang kendali, indikatornya adalah rata-rata jarak Kabupaten/Kota atau Kecamatan ke pusat pemerintahan (Provinsi atau Kabupaten/Kota).79 Dan berdasarkan ayat (3) pasal yang sama dapat kita ketahui bahwa suatu calon daerah otonom hanya dapat direkomendasikan oleh Menteri Dalam Negeri apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu dan mampu.80

3. Syarat Fisik Kewilayahan

Menurut Pasal 7 syarat fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran daerah meliputi cakupan wilayah calon Kabupaten/Kota yang dimuat dalam peta wilayah yaitu minimal terdiri atas 5 Kecamatan untuk Kabupaten dan minimal 4 Kecamatan untuk Kota. Selain itu, harus pula ditentukan lokasi ibu kota Kabupaten serta sarana dan prasarana pemerintahannya yang lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon Kabupaten/ Kota.

Usul pembentukan daerah melalui pemekaran tidak dapat diproses apabila hanya memenuhi sebagian persyaratan saja. Atas dasar ketiga rumusan persyaratan tersebut diharapkan daerah otonom baru yang terbentuk akan

79 Bagian Lampiran PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan

Penggabungan Daerah.

80 Pasal 6 ayat (3) PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan

(12)

54

berfungsi dengan baik demi peningkatan peranan pemerintahan daerah secara aktif dalam melayani kegiatan publik dan lebih mendekatkan fungsi kepemerintahan kepada masyarakat.

D. Problematika Pemekaran Daerah di Indonesia

Desentralisasi dan pemberlakuan konsep otonomi daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah memberikan kebebasan bagi elit politik di daerah untuk mengeksploitasi etnisitas maupun lokalitas demi mencapai kekuasaan. Kata PAD yang merupakan Pendapatan Asli Daerah diplesetkan menjadi Putra Asli Daerah. PAD plesetan ini secara terang-terangan telah menjadi kriteria penting bagi pencalonan seseorang untuk menjadi Kepala Daerah. Tak cukup dengan itu, setiap daerah dengan komunitas etnik tertentu juga tergoda memiliki pemerintahan sendiri yang dapat diwujudkan dengan cara pembentukan daerah otonom baru salah satunya melalui pemekaran daerah.81

Kastorius Sinaga

Hasrat untuk memekarkan daerah memang sangat baik dan patut didukung semua kalangan, namun juga harus benar-benar diperhatikan apakah memang pemekaran adalah sebuah kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk membangun sebuah kampung baru.

82

1. Urgensi dan relevansi

, mengemukakan bahwa ide pemekaran daerah setidaknya harus menjawab 3 isu pokok, yaitu sebagai berikut :

81 M. Arief dkk, Op.Cit. Hlm. 47. 82 Wahyudi, dkk. Op.Cit. Hlm. 18-19.

(13)

Apakah urgensi pemekaran daerah mempunyai kaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marjinalisasi etnis. Jika tidak, maka pemekaran daerah akan berdampak negatif. Urgensi SDA yang yang siap dieksploitasi merupakan pertimbangan utama dari pemekaran, namun jika SDM dan finansial tidak memadai maka solusinya adalah mengundang investor. Dan jika ini terjadi, biasanya akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan alam. Cara seperti ini sangat rentan berpotensi mengundang proses kemiskinan.

2. Prosedur

Apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempatkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan, jika tidak maka proses pemekaran daerah akan berbelit dengan mata rantai yang cukup panjang.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam memenuhi prosedur pemekaran daerah yang ditetapkan dalam perundang-undangan, penggagas pemekaran daerah sering memanipulasi data, terutama dalam hal pemenuhan persyaratan teknis pemekaran. Jadi, meskipun sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetap saja akan berbelit dengan mata rantai yang cukup panjang.

3. Implikasi

Sejauh mana pemekaran daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan dan implikasi politik terhadap terpeliharanya identitas etnik dan agama.

Menurut Nunik Retno, ada empat faktor utama pendorong terjadinya pemekaran daerah, yaitu :

(14)

56

1. Motif untuk aktivitas administrasi pemerintahan mengingat daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar dan adanya ketertinggalan dalam pembangunan.

2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnik, bahasa, agama, urban rural, tingkat pendapatan).

3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang dengan disediakannya DAU, DAK, dan bagi hasil dari pengelolaan SDA serta disediakannya sumber-sumber pendapatan daerah.

4. Motif pemburu rente dari elit politik, karena ingin menjabat di birokrasi lokal dan DPRD.83

Mayoritas daerah yang ingin melakukan pemekaran selalu mengklaim alasan daerah tersebut memekarkan diri adalah dikarenakan daerah terlalu luas sehingga menyulitkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, untuk memajukan daerah tertinggal, alasan homogenitas seperti etnis, bahasa ataupun latar belakang sejarah yang berbeda. Namun kenyataan, dibalik semua itu pada dasarnya alasan yang paling utama digunakan penggagas pemekaran daerah adalah untuk berburu kekuasaan dan kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang. Untuk itulah kenapa ide pemekaran selalu datang dari elit politik ataupun tokoh yang haus kekuasaan, bukan dari masyarakat sejatinya, otomatis tidak menjamin perubahan pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat.

Pengaturan mengenai tata cara pemekaran daerah pada Pasal 16 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah memang mengamanatkan bahwa untuk memekarkan sebuah daerah harus didasarkan pada aspirasi sebagian besar masyarakat di daerah bersangkutan dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan di kelurahan atau nama lain yang bersamaan dengan itu. Begitu juga yang dimuat

83 Nunik Retno, Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Politik, 2011. Vol.2. No. 1. By:

(15)

pada UU No. 23 Tahun 2014. Benar, memang sebelum pemekaran memasuki tahapan administratif selalu ada sosialisasi dari tokoh yang ingin menjadi pemimpin di daerah baru itu (layaknya disebut sebagai tawar menawar). Namun sebenarnya, aspirasi atau kesepakatan itu hadir hanya dari BPD atau FKK, bukan dari masyarakat seluruhnya. Masyarakat hanya pendengar dalam sosialisasi, setuju atau tidak setuju, keputusan ditentukan oleh kedua lembaga tersebut bersama dengan si penggagas.

Dan persyaratan berupa adanya aspirasi sebagian masyarakat setempat di calon daerah Kabupaten/Kota sebenarnya tidak adil bagi masyarakat di Kabupaten/Kota induk.

Pasal 26 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dana yang diperlukan dalam rangka pembentukan Kabupaten/Kota dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota induk dan APBD Provinsi. Dilanjutkan dengan Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa bagi Kabupaten/Kota yang undang-undang pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pemilihan Kepala Daerah untuk pertama kali bersumber dari hibah Kabupaten/Kota induk dan bantuan Provinsi yang dicantumkan dalam APBD Kabupaten/Kota induk.

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga ada memuat beberapa kewajiban daerah induk terhadap calon daerah Kabupaten/Kota baru dalam rangka melakukan pemekaran daerah, yaitu sebagai berikut :

1. Membantu penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan.

(16)

58

3. Membuat pernyataan kesediaan untuk menyerahkan personil, pembiayaan, peralatan dan dokumentasi apabila daerah persiapan ditetapkan menjadi daerah.

4. Menyiapkan dukungan dana.84

Dari penjelasan pasal-pasal tersebut di atas dapat kita pahami alasan kenapa syarat “adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat di calon Kabupaten/Kota baru” dikatakan tidak adil. Karena ternyata peran daerah induk juga sangat dibutuhkan dalam hal pembentukan daerah otonom baru. Terutama masalah pembiayaan ataupun pendanaan, dan hal tersebut bukanlah persoalan yang sederhana. Jadi, harusnya yang memberikan aspirasi adalah seluruh masyarakat yang akan mengadakan pemekaran bukan hanya masyarakat calon daerah otonom baru.

Selain mengempeskan pundi-pundi keuangan daerah induk dan daerah Provinsi terkait, pemekaran daerah sesungguhnya juga mengempeskan pundi-pundi keuangan negara. Seperti dikatakan oleh Sri Indra Mulyani, Mantan Menteri Keuangan RI, bahwa lahirnya Provinsi, Kabupaten/Kota yang baru telah mengakibatkan ratusan miliar rupiah habis. Gubernur ataupun Bupati/Walikota dominannya meminta dana kepada Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan Kantor Gubernur atau Kantor Bupati/Walikota yang baru, Kantor Jaksa yang baru, Kantor Polisi yang baru, lebih jelasnya pembangunan sarana dan prasarana yang

(17)

baru. Padahal seharusnya dana tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memperbaiki pelayanan publik.85

1. Terjadinya konflik destructive pasca pemekaran daerah. Seperti yang terjadi pada saat pemekaran daerah Kabupaten Polewali-Mamasa, Sulawesi Barat. Kabupaten tersebut dipecah menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa. Yang mana ada tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Arelle, Kecamatan Terbilahan, dan Kecamatan Mambi menolak bergabung dengan Kabupaten Mamasa padahal daerahnya berada di area Kabupaten Mamasa.

Selain itu, perluasan struktur pemerintahan dan pertambahan jumlah birokrasi daerah dan DPRD secara simultan juga meningkatkan belanja dalam APBN dan menambah beban berat pembiayaan pusat. Karena kita tahu sendiri, gaji birokrat daerah maupun DPRD bukanlah bilangan yang kecil, bahkan bisa dikatakan besar, ditambah pula dengan dana untuk gaji pegawai-pegawai lainnya.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah menunjukkan bahwa sebenarnya pemekaran daerah cenderung berdampak negatif daripada positif, diantaranya :

2. Perebutan asset. Seperti bersitegangnya Kabupaten Lhokseumawe dengan Kabupaten Lhoksukon (daerah induknya).

3. Perebutan wilayah dan masalah letak ibukota Kabupaten. Seperti yang terjadi di Kabupaten Banggal.

(18)

60

4. Menyempitnya luas wilayah dan beban daerah induk pasca pemekaran. Seperti daerah administratif Kabupaten Halmahera menjadi lebih kecil setelah pemekaran sehingga mengganggu PAD. Hal ini bertambah rumit dan menjadi konflik ketika Kabupaten Halmahera secara terus menerus harus membiayai daerah-daerah hasil pemekaran barunya, yaitu Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Sula selama tiga tahun padahal pendapatan daerah telah jauh menyusut.86

Pusat Litbang Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri pada tahun 2010 juga telah melakukan penelitian terhadap efektifitas pemekaran daerah di era otonomi daerah yang menyimpulkan bahwa secara umum tidak ada satu pun daerah otonom baru yang dikelompokkan dalam kategori mampu.87

Anehnya, penelitian Bappenas terhadap kajian percepatan pembangunan daerah otonom baru menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah di daerah-daerah baru sebenarnya mengalami peningkatan, tetapi ketergantungan terhadap Dana Alokasi Umum masih tetap tinggi.88

Bappenas juga menemukan pada daerah-daerah terjadi pula peningkatan belanja pembangunan dengan proporsi terhadap belanja rutin masih kecil sehingga

Inilah akibat pemekaran didasari alasan karena kemanjaan fiskal, yang pada akhirnya memunculkan tindakan korupsi.

86 Leo Agustino dan Muhammad Agus Yusoff, Poliferasi dan Etno-Nasionalisme Daripada

Pemberdayaan dalam Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi,

2008. Vol. 15. No. 3. By: http:// ejorunal.ui.ac.id.

87 Nunik Retno. Op.Cit. 88 Ibid.

(19)

tidaklah mengherankan jika kualitas pelayanan kepada masyarakat belum meningkat atau bahkan menurun.89

Dikarenakan pemekaran, daerah Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak. Dan sekarang Indonesia memiliki 34 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota, 201 daerah yang masih dalam tahap proses pemekaran (usulan). Dari jumlah yang sudah diresmikan sebagai daerah otonom, Sumarsono, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI menyatakan bahwa 65% dari daerah otonom tersebut masih menyandang status gagal berkembang.

Sangat disayangkan, terbentuknya daerah otonom baru tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Yang terjadi malah penurunan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum cenderung stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka.

90

89 Ibid.

(20)

BAB IV

PENGIMPLEMENTASIAN PEMEKARAN DAERAH

KABUPATEN TAPANULI SELATAN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP MASYARAKAT

A. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Tapanuli Selatan

1. Masa Pra Penjajahan

Jauh sebelum masuknya pengaruh asing ke Indonesia, di Tanak Batak, khususnya Tapanuli Bagian Selatan sudah terdapat banyak komunitas kecil yang disebut sebagai Huta. Setiap Huta (desa) dipimpin oleh seorang Raja dengan gelar Raja Pamusuk. Setiap Huta ini mempunyai sistem pemerintahan sendiri yang secara tradisional berdiri secara otonom. Sejumlah Huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah membentuk sebuah kawasan adat yang disebut Luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung.91

Dalam menjalankan pemerintahan Huta dan Luhat, Raja Pamusuk dan Raja Panusunan Bulung mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berdasarkan prinsip ‘Dalihan Na Tolu’. Raja Panusunan Bulung dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam Luhat, khususnya dari pihak keturunan si Pungka Huta (yang membuka desa) di dalam Luhat yang bersangkutan. Raja Panusunan Bulung selain sebagai kepala pemerintahan juga sekaligus sebagai pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai

(21)

kegiatan, seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan Luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya.92

a. Luhat Sipirok

Adapun Luhat tradisional yang pernah ada di Tapanuli Bagian Selatan adalah sebagai berikut :

b. Luhat Angkola c. Luhat Marancar d. Luhat Padang Bolak e. Luhat Barumun f. Luhat Sipiongot g. Luhat Mandailing h. Luhat Batang Natal i. Luhat Natal

j. Luhat Pakantan

2. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Di awal pemerintahan kolonial, Hindia Belanda memberi nama Afdeeling Padang Sidimpuan untuk daerah Tapanuli Bagian Selatan. Sementara yang lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen yaitu terhadap kawasan sekitar Danau Toba, yang beribukota di Tarutung, dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli Tengah. Kemudian, ketiga Afdeeling ini digabung menjadi satu Keresidenan yang diberi nama Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Sumatera yang berkedudukan di Padang Sidimpuan

(22)

64

1906). Tapi pada tahun 1867, Tanah Batak masih menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Padang, Sumatera Barat.93

Sejak tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tanah Batak lantas dipisahkan dari Sumatera Barat dan sepenuhnya dibentuk Keresidenan Tapanuli yang berdiri sendiri dengan Residen yang berkedudukan di Sibolga. Dalam Keresidenan Tapanuli kemudian dibentuk beberapa Afdeeling, salah satunya adalah Afdeeling Padang Sidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padang Sidimpuan.94

a. Onder Afdeeling Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan.

Afdeeling Padang Sidimpuan kemudian dibagi lagi ke dalam tiga Onder Afdeeling yang dikepalai oleh seorang Contreleur yang dibantu oleh seorang Demang, yaitu

b. Onder Afdeeling Padang Lawas beribukota di Sibuhuan. c. Onder Afdeeling Mandailing Natal beribukota di Kota Nopan.

Setiap Onder Afdeeling dibagi lagi atas District yang dikepalai oleh Asisten Demang. Nama-nama Disrict menurut Onder Afdeeling adalah sebagai berikut :

a. Onder Afdeeling Angkola-Sipirok, terdiri dari tiga District, yaitu : 1) District Angkola beribukota di Padang Sidimpuan.

2) District Batang Toru beribukota di Batang Toru. 3) District Sipirok beribuko ta di Sipirok.

93 Ibid.

(23)

b. Onder Afdeeling Padang Lawas terdiri dari tiga District, yaitu : 1) District Padang Lawas beribukota di Gunung Tua.

2) District Barumun dan Sosa beribukota di Sibuhuan. 3) District Dolok beribuko ta di Sipiongot.

c. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal terdiri dari lima District, yaitu : 1) District Panyabungan beribukota di Panyabungan.

2) District Kota Nopan beribukota di Kota Nopan. 3) District Muara Sipongi beribukota di Muara Sipongi. 4) District Natal beribuko ta di Natal.

5) District Batang Natal beribukota di Muara Soma.95

Setiap District dibagi lagi atas beberapa Hakuriaan yang dulunya disebut Luhat dikepalai oleh seorang Kepala Kuria, yaitu sebagai berikut :

a. District Padang Sidimpuan terdiri dari 4 Kuria, yaitu Hutaimbaru, Muaratais, Pijor Koling, dan Batunadua/Pargarutan.

b. District Batang Toru terdiri dari 2 Kuria, yaitu Marancar dan Batang Toru. c. District Sipirok terdiri dari 3 Kuria, yaitu Sipirok Godang, Baringin dan

Parau Sorat.

d. District Padang Bolak hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Gunung Tua.

e. District Barumun dan Sosa terdiri dari 2 Kuria, yaitu Simangambat dan Ujung Batu.

f. District Dolok terdiri dari 1 Kuria, yaitu Sipiongot.

(24)

66

g. District Panyabungan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Pidoli Bukit, Kota Siantar, Panyabungan Julu, Panyabungan Tonga, dan Gunung Baringin.

h. District Kota Nopan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Tamiang, Manambin, Maga, Kota Nopan, dan Panombangan.

i. District Muara Sipongi terdiri dari 3 Kuria, yaitu Pakantan Lombang, Ulu, dan Pakantan Duali.

j. District Natal hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Natal.

k. District Batang Natal juga terdiri dari 1 Kuria, yaitu Kuria Muara Sipongi.96

Setiap Luhat atau Kuria dibagi lagi atas beberapa Kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung (Kampoeng Hoofd). Jika sebuah kampung mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak maka Kepala Kampung dibantu oleh seorang Kepala Ripe.97

Dalam perkembangan berikutnya, sesudah agresi Belanda, di Tapanuli Bagian Selatan dibentuk tiga Kabupaten untuk menggantikan istilah Onder Afdeeling yang dipimpin oleh Asisten Residen yang digunakan sebelumnya. Istilah Kabupaten mengikuti sebutan yang sudah lama digunakan di Jawa yang setingkat dengan Onder Afdeeling di Keresidenan Tapanuli.

Pada masa penjajahan Jepang, struktur pembagian daerahnya sama saja, hanya penggantian penyebutan istilah daerahnya saja.

3. Masa Pasca Kemerdekaan

98

96 Ibid.

97 Sopopanision.blogspot.co.id/2012/06/asal-usul-nama-tapanuli-selatan.html. 98 Ibid.

(25)

Tiga Kabupaten yang dibentuk adalah sebagai berikut : a. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan; b. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan; dan c. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Gunung Tua.

4 Masa Unifikasi Kabupaten Tapanuli Bagian Selatan

Setelah Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949, maka pembagian administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Pada tahun 1950, Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi Kabupaten dengan nama Kabupaten Tapanuli Selatan. Selanjutnya Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai daerah otonom dipertegas kembali oleh pemerintah dengan UU Darurat No. 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang mana dalam Pasal 1 ayat (10) dikatakan bahwa yang menjadi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan batas-batasnya adalah meliputi Afdeeling Padang Sidimpuan sesuai Staatsblad 1937 No. 563, yang diundangkan pada 24 Nopember 1956.

Dengan memperhatikan sejarah tersebut di atas maka disepakatilah hari jadi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1950 dan jatuh pada tanggal 24 Nopember, mengacu pada tanggal diundangkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1956 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No. 8 Tahun 2008.99

99

(26)

68

Kabupaten Tapanuli Selatan kemudian dibagi ke dalam 18 Kecamatan, yaitu sebagai berikut :

a. Dolok b. Barumun c. Barumun Tengah d. Batang Angkola e. Batang Natal f. Batang Toru g. Kota Nopan h. Muara Sipongi i. Natal j. Padang Bolak k. Padang Sidimpuan l. Panyabungan m. Saipar Dolok Hole n. Simangambat o. Siabu

p. Sipirok q. Sosa r. Sosopan

Pada tanggal 30 Nopember 1982 terjadi pemekaran di Kecamatan Padang Sidimpuan, yaitu menjadi 4 Kecamatan yang terdiri dari :

(27)

b. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara; c. Kecamatan Padang Sidimpuan Barat; dan d. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan.

Selanjutnya Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan Padang Sidimpuan Selatan menjadi bagian dari Kota Administratif Padang Sidimpuan yang dibentuk dengan PP No. 32 Tahun 1982. Kota administrasi bukanlah daerah otonom seperti Kabupaten dan Kota, hanya dipimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota tanpa DPRD.100

Setelah 10 tahun tidak terjadi pemekaran Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, maka pada tahun 1992 dilakukan lagi pemekaran, maka berdasarkan PP No. 35 Tahun 1992, Kecamatan Natal dimekarkan menjadi tiga Kecamatan dan pembentukan Kecamatan Siais yang berasal dari sebagian Kecamatan Padang Sidimpuan Barat yang beribukota di Desa Simarpinggan. Kemudian pada tahun 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.101

B. Pengimplementasian Pemekaran Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan

Resmi Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan sebelum pemekaran terdiri dari 25 Kecamatan, dan satu Kota Administratif yaitu Kota Administratif Padang Sidimpuan.

Proses penggalangan dukungan dan pengajuan usulan pemekaran, isu-isu utama atau wacana yang sering ditonjolkan oleh elit-elit yang menggerakkan

100 http:// tapanulinadeges.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-tapanuli-selatan.html. 101 Ibid.

(28)

70

pemekaran salah satunya adalah alasan ketertinggalan daerah yang akan dimekarkan dari sentuhan program pembangunan kurang mendapat perhatian dari pemerintah di Provinsi Induk atau Kabupaten Induk. Ataupun karena alasan jarak dan letak geografi yang cukup jauh dari ibukota. Masyarakat sekitar pun akhirnya tergoda untuk membentuk daerah otonom baru dengan memekarkan diri dari Provinsi Induk atau Kabupaten Induk, dengan bayang-bayang hidup mereka akan makmur seperti kehidupan orang yang rata-rata tinggal di daerah perkotaan.

Sebelum terjadi pemekaran daerah, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kabupaten terluas di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sekitar 18.006 km2 atau 26 % dari daerah Provinsi Sumatera Utara.102

Penggagas utama pengimplementasian pemekaran daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah H. Raja Inal Siregar (Gubernur Provinsi Sumatera Utara 1988-1998). Raja Inal Siregar mengundang beberapa tokoh dari Kabupaten Tapanuli Selatan agar hadir di Medan untuk membahas masalah pemekaran, yang mana hasil pertemuan itu dimuat dalam Surat Keputusan No. 15/KPTS/1992

Dari segi sosial budaya dan demografi. Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dihuni oleh dua kelompok etnik mayoritas dan dominan yaitu etnik Mandailing dan etnik Angkola. Karena itu latar pemekaran pertama yang dirancang sejak tahun 1992 adalah alasan etnik tersebut, selain karena hamparan wilayah yang cukup luas serta potensi daerah lainnya (faktor-faktor objektif sesuai syarat pemekaran daerah).

102

http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4461:bapomi=su mut-buru-rangking-4sumbar-absen&catid=40:olahraga

(29)

tertanggal 21 Maret 1992 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.103

a. Kota Padang Sidimpuan.

Hasil dari pertemuan dimaksud di atas adalah rencana pemecahan Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi 1 Kota dan 3 Kabupaten, yaitu :

b. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Sipirok.

c. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan. d. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Sibuhuan.104

Adanya pemikiran ke arah pembagian tersebut adalah dikarenakan latar belakang sejarah yang dahulunya memang Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum masa unifikasi terdiri atas tiga Kabupaten.

Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan pertama kali diimplementasikan pada tanggal 9 Maret 1999 dengan diterbitkannya UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal tertangga 23 November 1998. Maka Kabupaten Tapanuli Selatan dipecah menjadi dua, yaitu

a. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan yang mana daerah administratornya terdiri atas 8 Kecamatan, yaitu Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Siabu, Kecamatan Kota Nopan, Kecamatan

103 http:// beritasore.com/2009/08/11

pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-tim-pemekaran/

(30)

72

Muara Sipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan dan Kecamatan Muara Batang Gadis,105

b. Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan yang daerah administratornya terdiri dari 16 Kecamatan (dikurangi daerah yang menjadi cakupan daerah Kabupaten Mandailing Natal).

dan

Berdasarkan apa yang dimuat di bagian Konsideran UU No. 12 Tahun 1998, dasar hukum pengimplementasian pemekaran daerah ini adalah Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional dengan syarat-syarat lain yang memungkinkan daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

Kabupaten Mandailing Natal memiliki luas 6.620, 70 km2

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

atau 9,23 % dari wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.

Faktor utama penyebab pemekaran Kabupaten Mandiling Natal dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah latar belakang sejarah. Dalam hal ini sejarah

105 Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II

(31)

di Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat ada perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa Luhat pada Kabupaten ini, yaitu Luhat Sipirok, Luhat Mandailing, Luhat Natal, dan Luhat Padang Lawas tentang terminologi suku Batak. Dengan demikian sudah berbeda pula dari segi etnis dan tata bahasa.106

Tujuan utama dari pengimplementasian pemekaran daerah tersebut adalah mensejahterahkan masyarakat ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Kabupaten Mandailing Natal, setelah pemekaran daerah, pertumbuhan ekonominya memang bergerak naik dengan sangat cepat dan pemerataan pendapatan di Kabupaten ini menunjukkan hasil yang semakin membaik. Namun berbeda dengan keadaan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten Induk dari pemekaran ini. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten

Serta faktor luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi seperempat daerah Provinsi Sumatera Utara sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Sebanyak 45% hasil pendapatan daerah Kabupaten Mandailing Natal adalah berasal dari pertanian, lainnya berasal dari pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa lainnya. Kabupaten Mandailing Natal juga memperoleh pendapatan lain yang berasal dari pariwisata yang ada di sana, yang terkenal diantaranya Pemandian Air Panas Si Banggor, Danau Marambe, Sungai Aek Godang, Air Panas Sampuraga dan Pegunungan Sorik Marapi yang banyak dikunjungi wisatawan baik lokal ataupun mancanegara.

106 Agus Supriadi Hrp, Pengaruh Pemekaran Kabupaten Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan

(32)

74

Tapanuli Selatan setelah pemekaran tidak menunjukkan hasil yang bagus dimana pertumbuhannya sangat lambat, diperparah lagi dengan keadaan pemerataan pendapatan semakin buruk dan semakin senjang.107

a. Surat Bupati Tapanuli Selatan No. 135/1078/2000 tanggal 30 Nopember 2000, Dari tahun 1999 hingga kini, Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Tapanuli Selatan juga masih diselimuti dengan sengketa tapal batas yang berada di antara Kecamatan Tano Tombangan, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kecamatan Bonandolok, Kabupaten Mandailing Natal. Menurut info dari salah satu warga yang berada di wilayah Bonandolok, warga dari Kecamatan Tano Tombangan sudah berani memasuki daerah tapal batas yang disengketakan, bahkan sudah mendatangkan alat berat dalam rangka pengelolaannya. Warga Kecamatan Bonandolok jelas tidak menerima perlakuan ini, mereka terus melakukan aksi bentrok dengan warga Kecamatan Tano Tombangan, dan mengancam akan melakukan pengusiran warga Kecamatan Tano Tombangan dari wilayah sengketa itu secara paksa apabila tidak juga diselesaikan sengketa tapal batas ini.

Hal di atas menunjukkan hampir 18 tahun masalah pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Kabupaten Mandailing Natal belum tuntas hingga kini.

Setelah dibentuknya Kabupaten Mandailing Natal, melalui :

b. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan No. 01/PIMP/2001 tanggal 21 Januari 2001, serta

c. Surat Gubernur Sumatera Utara No. 135/1595/2001 tanggal 5 Pebruari 2001.

(33)

Maka diusulkan pemekaran daerah yang kedua, yaitu melalui pembentukan Kota Padang Sidimpuan, yang akhirnya diimplementasikan dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang Sidimpuan tertanggal 17 Oktober 2001.

Pembentukan Kota Padang Sidempun didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Kota Padang Sidimpuan mempunyai luas wilayah sebesar 11.465,66 Ha dengan yang terdiri dari 5 Kecamatan, 58 Desa dan 20 Kelurahan. Kelima Kecamatan dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara 2. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan 3. Kecamatan Batu Nadua

4. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara 5. Kecamatan Padang Sidimpuan Hutaimbaru

Secara geografis, Kota Padang Sidimpuan secara keseluruhan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten induknya.

Dalam rangka peningkatan perekonomian, masyarakat Kota Padang Sidimpuan lebih memprioritaskan usaha di bidang pertokoan, restoran dan perhotelan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sebagian kecilnya dari kegiatan pertanian dan perkebunan salak, padi dan kelapa.

(34)

76

Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang Sidimpuan menyatakan bahwa dengan dibentuknya Kota Padang Sidimpuan maka wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dikurangi wilayah Kota Padang Sidimpuan. Dipertegas lagi dengan Pasal 5 yang menyatakan bahwa dengan dibetuknya Kota Padang Sidimpuan, maka Kota Administratif Padang Sidimpuan dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dihapuskan. Dan dalam pasal-pasal berikutnya dalam undang-undang tersebut sama sekali tidak ada disebutkan dimana letak ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan, artinya setelah pembentukan Kota tersebut sudah tidak jelas dimana sebenarnya ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Pusat kegiatan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan masih berada di Kota Padang Sidimpuan, tapi Kota Padang Sidimpuan bukan bagian dari daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Enam Tahun setelah Kota Padang Sidimpuan terbentuk, Kabupaten Tapanuli Selatan kembali mengimplementasikan pemekaran daerah. Kali ini usulan datang dari daerah Padang Lawas Utara dan Padang Lawas secara bersamaan. Padahal pada saat perencanaan bersama dengan mantan Gubernur H. Raja Inal Siregar kedua wilayah ini harusnya dibentuk satu Kabupaten saja, yaitu Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah daerah Sibuhuan. Namun kenyataannya adalah berbeda.

Salah satu tokoh dan pejuang pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara melalui pemekaran daerah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah H. Mara

(35)

Hadi Hasibuan, bersama dengan Masrin Harahap, H. Baginda Siregar, Mulia Lubis, dan Mangajara Tagor Hasibuan.108

1. Kecamatan Batang Onang

Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan yang ketiga kali ini kemudian diimplementasikan dengan dikeluarkannya UU No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara tertanggal 10 Agustus 2007, dengan ibukotanya adalah Gunung Tua dan UU No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah Sibuhuan yang dikeluarkan pada hari yang sama. Dasar yuridis yang digunakan mengimplementasikan pemekaran daerah ini adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang disesuaikan dengan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daearh.

Kecamatan yang menjadi cakupan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebagai berikut :

2. Kecamatan Dolok

3. Kecamatan Dolok Sigompulan 4. Kecamatan Halongonan 5. Kecamatan Padang Bolak 6. Kecamatan Padang Bolak Julu 7. Kecamatan Portibi

8. Kecamatan Simangambat109

108 http:// beritasore.com/2009/08/11

pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-tim-pemekaran/

(36)

78

Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2007, maka daerah-daerah tersebut ditambah pula dengan beberapa daerah yang sebelumnya menjadi cakupan Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu Desa Pintu Bosi, Desa Sidong-dong, Desa Simaninggir, Desa Pangirkiran, Desa Sitabar, Desa Suka Dame, Desa Parmeraan, Desa Simarloting, Desa Aek Godang, Dan Desa Aek Nauli.

Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki luas sebesar 3.918,05 km2

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dengan batas-batas sebagai berikut :

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Padang Lawas.

Dalam meningkatkan perekonomian daerah, masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara lebih banyak berkecimpung di dunia pertanian dan perkebunan. Perkebunan yang paling banyak adalah karet, ubi kayu, sawit dan tanaman palawija. Dikarenakan padang yang cukup luas, sesuai namanya, maka tidak heran juga banyak juga yang memiliki sumber pendapatan dari peternakan, seperti kerbau, sapi dan kambing yang banyak dan terkenal dari daerah ini. Biasanya juga para penduduk memelihara berpuluh-puluh ekor ternak. Selebihnya adalah dari jasa-jasa, perdagangan, pariwisata dan restoran.

Sedangkan Kabupaten Padang Lawas dibentuk dengan 9 daerah administrator yaitu sebagai berikut :

(37)

2. Kecamatan Barumun Tengah 3. Kecamatan Batang Lubu Sutam 4. Kecamatan Huristak

5. Kecamatan Huta Raja Tinggi 6. Kecamatan Lubuk Barumun 7. Kecamatan Sosa

8. Kecamatan Sosopan

9. Kecamatan Ulu Barumun.110

Kabupaten Padang Lawas memiliki luas yang tidak jauh berbeda dengan luas Kabupaten Padang Lawas Utara, yaitu sebesar 3.893 km2

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau

dengan batas-batas sebagai berikut :

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal.

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, dan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.

Keadaan perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara juga banyak bertumpu pada kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan. Selebihnya adalah jasa-jasa, perdagangan, pariwisata dan restoran.

Setelah terjadi pemekaran yang ketiga ini, Kabupaten Tapanuli Selatan yang disingkat Tapsel mendapat istilah baru, “Tapsel” diplesetkan menjadi Tak

(38)

80

Pernah Selesai, karena tak juga mengalami perkembangan, malah semakin merosot dibandingkan dengan sebelum pemekaran daerah, dan juga menjadi tertinggal dari Kabupaten hasil pemekarannya.

Pada UU No. 37 Tahun 2007 dan UU No. 38 Tahun 2007, dalam bagian keempat, tentang ibukota, tepatnya Pasal 7 disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Padang Lawas Utara berkedudukan di Gunung Tua. Sedangkan pada Pasal 21 dikatakan bahwa dengan disahkannya undang-undang tersebut maka ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan Kabupaten induk berpindah ke Sipirok. Dijelaskan lagi bahwa paling lama 18 bulan sejak undang-undang tersebut diundangkan, secara defenitif pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan harus telah berada di Sipirok. Namun kenyataan baru tahun 2015 pasal tersebut diimplementasikan dalam kehidupan nyata, itupun belum sepenuhnya dan masih menuai konflik.

Sekarang Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki luas sebesar 4.367,05 km2

1. Kecamatan Aek Bilah

, 14 daerah administrator, yaitu sebagai berikut :

2. Kecamatan Angkola Barat 3. Kecamatan Angkola Sangkunur 4. Kecamatan Angkola Selatan 5. Kecamatan Angkola Timur 6. Kecamatan Arse

7. Kecamatan Batang Angkola 8. Kecamatan Batang Toru

(39)

9. Kecamatan Marancar

10. Kecamatan Muara Batang Toru 11. Kecamatan Saipar Dolok Hole 12. Kecamatan Sayur Matinggi 13. Kecamatan Sipirok

14. Kecamatan Tano Tombangan

Sekarang ini, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Padang Sidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten induk tengah mengusung wacana pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara, melalui pemekaran dari Provinsi Sumatera Utara, yang saat ini tengah dalam proses penggodokan di DPR RI.

C. Dampak Pemekaran Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Bagi

Masyarakat

Salah satu ukuran utama sukses atau tidaknya pengimplementasian pemekaran daerah adalah kesejahteraan masyarakat, sebagaimana juga yang menjadi tujuan pemberlakuan konsep pemekaran daerah ini dalam rangka meningkatkan pencapaian tujuan otonomi daerah.

Dalam mengkaji dampak pemekaran daerah terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan kajian terhadap beberapa indikator yang menjadi ukurannya, yaitu :

1. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran capaian pembangunan manusia yang berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Dimensi tersebut

(40)

82

mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut mempunyai pengertian yang amat luas karena terkait banyak faktor.111

Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.112

2. Kemiskinan

Dalam hal mengukur tingkat kemiskinan digunakan ukuran kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar.113 3. Pendidikan

Indikator ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk menggambarkan standar hidup penduduk dalam suatu daerah. Kemampuan menulis dan membaca yang dimiliki masyarakat akan dapat mendorong penduduk untuk berperan lebih aktif dalam proses pembangunan.

Indikator ini dapat diukur dengan persentase melek huruf, persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang tidak atau belum pernah sekolah, serta

111 http:// www.tapanuliselatan.bps.go.id 112 Ibid.

(41)

persentase penduduk umur 10 tahun ke atas dengan pendidikan tertinggi ditamatkan di SMA ataupun S-1.114

4. Ketenagakerjaan

Masalah ketenagakerjaan banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan taraf pendidikan masyarakat. Dan baik tidaknya keadaan ketenagakerjaan suatu daerah dapat diukur melalui persentase tingkat pengangguran terbuka penduduk umur 15 tahun ke atas.115

5. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat sehubungan dengan kualitas kehidupannya. Salah satu kriteria untuk mengukur keadaan kesehatan masyarakat dalam suatu daerah adalah angka harapan hidup penduduknya, serta sarana dan prasarana kesehatan yang ada dalam suatu daerah.116

Akan tetapi dibalik faktor-faktor tersebut di atas masih banyak faktor lain yang menjadi ukuran dampak yang diakibatkan pengimplementasian konsep pemekaran daerah dalam suatu daerah, seperti keadaan jalan, konflik internal maupun eksternal, keadaan pembangunan dan sebagainya.

Berikut dijelaskan dampak yang diakibatkan pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan terhadap masyarakat di Kabupaten Induk dan Kabupaten/Kota hasil pemekarannya.

114 Ibid. 115 Ibid. 116 Ibid.

(42)

84

1. Kabupaten Tapanuli Selatan

Sebagai Kabupaten Induk, Kabupaten Tapanuli Selatan sangat banyak mengalami perubahan setelah diadakan pemekaran beberapa kali. Seperti dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM), berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara beberapa tahun terakhir ini (2010-2014) Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Tapanuli Selatan terus mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. Terakhir kali BPS melakukan sensus pada tahun 2014, IPM Kabupaten Tapanuli Selatan mencapai 75,13 %, yang mana pada tahun 2010 hanya sekitar 64,20 %. Hasil tersebut menjadikan Kabupaten Tapanuli Selatan berada di peringkat 15 yang memiliki IPM tertinggi dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Dan jika dibandingkan dengan daerah-daerah hasil pemekarannya, Kabupaten Tapanuli Selatan hanya kalah dari Kota Padang Sidimpuan yang menduduki peringkat 8.

Masalah kemiskinan merupakan masalah utama yang tidak bisa dimusnahkan dari bumi Kabupaten Tapanuli Selatan hingga saat ini. Pada tahun 2007, sebelum Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas memisahkan diri dari Kabupaten Tapanuli Selatan persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah 20, 41 %. Jumlah ini ternyata mengalami peningkatan setelah diimplementasikannya pemekaran daerah, yaitu menjadi 24,17 %. Wajar saja karena dengan pemekaran tersebut PAD Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami penurunan, ditambah lagi dengan pelaksanaan Pasal 16 Undang-Undang Pembentukan kedua daerah tersebut yang mewajibkan kepada Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memberikan hibah berupa uang untuk

(43)

menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan kedua Kabupaten tersebut secara terpisah sebesar Rp 5.000.0000.000,- (lima miliar rupiah) setiap tahun selama dua tahun berturut-turut.

Pada tahun-tahun berikutnya, persentase kemiskinan di Kabupaten Tapanuli Selatan mulai mengalami penurunan hingga mencapai titik terendahnya pada tahun 2012 yaitu 11, 10 %. Tapi pada tahun 2013 ternyata persentase itu mengalami peningkatan lagi menjadi 11,33 % dan itu adalah jumlah yang tertinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah hasil pemekarannya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, keadaan pendidikan di Kabupaten Tapanuli Selatan semakin membaik jika dibandingkan dengan keadaan sebelum terjadi pemekaran terakhir pada tahun 2007. Persentase melek huruf di Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami peningkatan dari 99,5 % menjadi 99,7 %, begitu juga yang menamatkan pendidikan di S-1 semakin mengalami peningkatan. Akan tetapi persentase penduduk umur 10 tahun ke atas dengan pendidikan tertinggi ditamatkan di SMA mengalami penurunan, yaitu dari 18,09 % menjadi 16,50 %.

Setelah pengimplementasian pemekaran daerah beberapa kali, di Kabupaten Tapanuli Selatan dibangun beberapa sekolah yang berstatus negeri maupun swasta, seperti SMK Kesehatan, SMK LMC, dan MAN 2 Sipirok yang berpotensi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun hingga saat ini di Kabupaten Tapanuli Selatan belum ada berdiri perguruan tinggi.

(44)

86

Meskipun katanya pendidikan adalah salah satu pertimbangan yang amat diperhatikan dalam hal mendapatkan pekerjaan, akan tetapi keadaan pendidikan Kabupaten Tapanuli Selatan yang membaik tidak berbanding lurus dengan keadaan ketenagakerjaan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Persentase tingkat pengangguran terbuka penduduk umur 15 tahun ke atas jika dibandingkan dengan sebelum pemekaran pada tahun 2007 adalah mengalami peningkatan, yaitu dari 8,49 % menjadi 9, 13 %. Pada tahun-tahun berikutnya, keadaan tersebut memang mengalami penurunan namun tidak bersifat konstan, dimana pada tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah pengangguran sebanyak 2, 4 % yaitu dari 2,42 % menjadi 4,46 %.

Dalam hal keadaan kesehatan, dari data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Tapanuli Selatan diketahui bahwa setelah diimplementasikan pemekaran yang terakhir pada tahun 2007, angka harapan hidup masyarakat semakin tinggi, dan bahkan lebih tinggi dari daerah-daeah hasil pemekarannya, hanya kalah dari Kota Padang Sidimpuan.

Jika kita melihat dari keadaan sarana dan prasarana kesehatan, seperti rumah sakit umum, belumlah cukup memadai. Dengan jumlah penduduk yang terdiri dari 268.824 jiwa hanya ada satu rumah sakit umum di Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu terletak di Kecamatan Sipirok, yang lainnya hanya puskesmas kecil dan sejenisnya. Rumah sakit yang tersedia pun mempunyai fasilitas yang kurang memadai, dimana kapasitas tempat tidurnya adalah 150, namun yang tersedia hanya 120 saja.

(45)

Jika dilihat dari uraian tersebut di atas, keadaan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten Induk pemekaran daerah tidaklah begitu buruk. Tapi selain indikator-indikator penilaian di atas masih ada beberapa indikator yang sangat berdampak pada keadaan masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan yang perlu disikapi dengan serius, seperti kondisi jalan dan masalah konflik wilayah. Dan indikator inilah yang membuat Tak Pernah Selesai sangat cocok disandang Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten Induk.

Masalah jalan, salah satu desa yang paling tertinggal saat ini adalah Desa Batu Satail yang lokasinya berada di perbatasan antara Kecamatan Marancar dan Kecamatan Sipirok. Untuk berbelanja atau menjual hasil petaniannya ke pasar, biasanya mereka ke Pasar Marancar, warga Desa Batu Satail masih menggunakan tradisi orang zaman dahulu yaitu dengan berjalan kaki sepanjang 2 km dengan melewati hutan dan tebing di sekitar Hutan Aek Sirabun. Jika barang-barang jumlahnya banyak maka mereka menggunakan kuda untuk mengangkutnya.

Luat Harangan yang terdiri dari Desa Pargarutan, Desa Sihaborgoan, Desa Panaungan, Desa Gadu, Desa Pangaribuan, Desa Sialang, Desa Liang, Desa Saba Tombak dan Desa Hasahatan di Sipirok juga masih berkutat dengan masalah jalan. Jalan menuju desa-desa tersebut pertama kali dibuka ketika H. Raja Inal Siregar masih menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, yaitu sekitar tahun 1990-an. Sejak saat itu sampai sekarang belum ada perbaikan. Dikarenakan kondisi jalan yang masih berbatu dan jalan tanah, sebagian besar model transportasi masihlah menggunakan kuda ataupun dengan berjalan kaki beberapa kilometer.

(46)

88

Daerah lain yang masih punya jalan berbatu adalah Desa Lembah Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat. Timbunan batu sudah banyak yang berserakan, jadi apabila hujan datang, masyarakat yang melewati lintas jalan seperti antara hidup dan mati. Begitu juga jalan menuju Desa Tapus dan Desa Panggulangan di Kecamatan Sipirok masih berstatus jalan berbatu.

Padahal salah satu tujuan pemekaran daerah adalah memajukan pembangunan hingga ke satuan daerah yang paling terpencil. Buktinya telah lama pemekaran masih saja banyak Desa ataupun Kelurahan yang masih menggunakan jalan berbatu atau belum aspal.

Pada bulan Mei 2009, dalam rangka meningkatkan pembangunan di Kabupaten Tapanuli Selatan, dimulailah pembukaan jalan lingkar (ring road) di Sipirok yang terpilih menjadi ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Panjangnya adalah 8 km dengan lebar 20 m, yang ruasnya dimulai dari Simpang Bulu Mario, Desa Purbatua, Desa Marsada, hingga Simpang Salasa, Kelurahan Baringin.

Nasib jalan ring road sama dengan jalan menuju Desa Pargarutan, Kecamatan Sipirok yang dibuka pada tahun 1990-an, hanya sampai pada pembukaan jalan saja. Sekarang jalan itu sudah ditumbuhi semak belukar padahal sepanjang jalan itu merupakan tanah masyarakat yang dihibahkan untuk pembangunan jalan ring road. Tidak sedikit tanaman poduktif masyarakat ketika itu yang harus direlakan ludes demi pembangunan. Dan tidak sedikit masyarakat yang merasa dilanggar hak asasinya, namun hingga kini tidak jelas bentuk dan wujudnya. Terkesan ditelantarkan, padahal anggaran untuk itu telah ada yang jumlahnya miliaran rupiah.

(47)

Selain daripada masalah jalan, masalah konflik ibukota Kabupaten juga berlangsung hingga beberapa tahun lamanya setelah pemekaran. Pada tahun 2012, puluhan warga Kecamatan Sipirok di Jakarta yang bergabung dalam Forum Warga Sipirok-Jakarta Peduli Hukum (For Wash) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI. Mereka menuntut agar ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan segera dipindahkan ke Sipirok sebagaimana amanat Pasal 7 Jo. Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara serta Pasal 7 Jo. Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas.

Dikarenakan tidak diperdulikan oleh DPR RI, akhirnya Forum Warga Sipirok-Jakarta Peduli Hukum menghasut semua warga yang tinggal di kampung untuk bergabung dengan mereka untuk memindah paksa Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan ke Sipirok dengan cara mendemo Bupati Syahrul Pasaribu SH, yang saat itu kebetulan menjabat agar segera mewujudkannya.

Pada tanggal 25 Juni 2013, masyarakat Desa Janji Mauli, Kecamatan Sipirok tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan rombongan aparat pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang langsung melakukan perusakan lahan kebun dan tanaman masyarakat setempat tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat sebelumnya dengan dalil untuk kepentingan pertapakan Kantor Bupati berdasarkan hibah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan No. 99 B/KPTS/2012 tertanggal 1 Maret 2012. Padahal keputusan tersebut menunjukkan lokasi Kantor Bupati adalah di Desa Tolang, Kecamatan Sipirok. Konflik tersebut juga ada keterlibatan TNI dari kesatuan KODIM 02 TS dan aparat kepolisian setempat.

(48)

90

Di lokasi itu tidak hanya kebun milik masyarakat, tapi juga banyak rumah warga dan pemakaman umum. Jadi bukan hanya tanaman yang dirusak, tapi juga rumah warga dibongkar paksa dan kuburan digusur tanpa izin ahli warisnya, dan termasuk kuburan leluhur mereka.

Masyarakat adat Desa Janji Mauli mengumumkan penolakan beberapa kali untuk tidak melanjutkan perusakan. Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak juga sudah melakukan protes, sampai saat ini tidak juga diabaikan. Sampai sekarang lokasi tersebut masih terus mengalami pengrusakan karena perkantoran pun belum semua ada, beberapa masih menumpang di Kota Padang Sidimpuan. Dan sampai hari ini pun lokasi masih dalam status sengketa dan rawan bentrok antara warga dan aparat pemerintah.

Dampak positif yang menonjol dari pemekaran daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan dalam hal pembangunan adalah pembangunan pasar-pasar tradisional yang terbuka menjadi pasar dalam gedung yang berbentuk toko-toko.

2. Kabupaten Mandailing Natal

Bagi Kabupaten Mandailing Natal, pembentukan kabupaten dengan memekarkan diri dari Kabupaten Tapanuli Selatan melalui UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal merupakan langkah positif dari Pemerintah Pusat. Pemekaran tersebut telah banyak mengubah berbagai tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Terbukti dengan banyaknya pembangunan fisik dan sumber daya manusia yang dilakukan pemerintah dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

(49)

Dampak positif lainnya yaitu semakin banyaknya putra daerah yang menjadi PNS, terciptanya pengusaha-pengusaha baru, serta makin banyaknya wakil-wakil rakyat Mandailing Natal yang duduk di DPRD Provinsi dan DPR RI, bahkan pejabat disejumlah instansi pemerintahan ataupun swasta.117

Penunjukan H. Amru Daulay, SH, sebagai Bupati Kabupaten Mandailing Natal memang suatu pilihan yang tepat. Dengan menerapkan pemerintahan yang dekat kepada rakyat, kondisi sektor pendidikan, kesehatan, pertanian dan infrastruktur juga meningkat meskipun masih ada sejumlah kekurangan, akan tetapi lebih baik dibanding sebelum pemekaran daerah diimplementasikan.118

Dalam hal keadaan kesehatan, pada permulaan diimplementasikannya pemekaran daerah Rumah Sakit Umum Daerah di tempat ini bertambah menjadi dua unit dan Rumah Sakit Swasta dua unit. Pada kurun waktu 2011 sampai 2014, jumlah tersebut masih sama dengan yang ada sekarang. Puskesmas yang dahulunya berjumlah 59 berkurang menjadi 58, namun ada penambahan pada jumlah Posyandu, yaitu dari 474 menjadi 482.

Jika dilihat perkembangan Kabupaten Mandailing Natal beberapa tahun terakhir ini, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mandailing Natal terus mengalami peningkatan yaitu dari 60,76 % hingga mencapai yang tertinggi 71,72 %. Namun hasil yang terus mengalami peningkatan itu tidaklah begitu baik, karena 63,42% adalah IPM yang paling rendah dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di daerah Tapanuli Bagian Selatan, dan berada di peringkat 5 yang memiliki IPM terendah di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

117

www.medanbisnisdaily.com/m/news/arsip/read/2011/12/06/61343/mandailing-Natal-Setelah-12-Tahun-Berdiri./

(50)

92

Pada kurun waktu 2011-2014, di Kabupaten Mandailing Natal terjadi pengurangan tenaga medis dalam beberapa kategori, seperti dokter umum (dari 47 orang menjadi 35 orang), dokter gigi (dari 4 orang menjadi 7 orang), bidan (dari 567 orang menjadi 535 orang), dan perawat dikurangi satu orang. Akan tetapi dokter spesialis yang dahulunya tidak ada di Kabupaten ini menjadi ada sebanyak 18 orang.

Keadaan pengurangan fasilitas dan tenaga medis di Kabupaten Mandailing Natal berbanding terbalik dengan keadaan fasilitas dan tenaga pendidikannya. Dimana dalam kurun waktu 2012 sampai tahun 2014 terjadi penambahan fasilitas pendidikan/sekolah satu per tahunnya, serta penambahan jumlah guru hingga mencapai 5.270 orang pada tahun 2014.

Sama halnya dengan Kabupaten Induknya, bagusnya pendidikan di daerah Kabupaten Mandailing Natal tidaklah menjamin baiknya keadaan ketenagakerjaan di Kabupaten ini, yang mana Kabupaten Mandailing Natal adalah daerah yang paling tinggi angka penganggurannya dibandingkan daerah-daerah lain di Tapanuli Bagian Selatan yaitu sekitar 8,02 % pada tahun 2014. Sedangkan pada tahun sebelumnya masih mencapai 6,42 %.

Kemiskinan adalah suatu masalah yang hampir tidak dapat dielakkan oleh seluruh daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Kabupaten Mandailing Natal. Namun karena upaya serius yang dilakukan pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam menangani kemiskinan, pada tahun 2013 penduduk miskin di Kabupaten Mandailing Natal mengalami penurunan yang cukup drastis dari tahun sebelumnya yaitu dari 11,58 % menjadi 9,62 %.

(51)

Mengenai kondisi jalan di Kabupaten Mandailing Natal tidak ada bedanya dengan Kabupaten Induknya, masih memprihatinkan dan sebagian masih terisolir. Seperti jalan di Desa Kumpulan Setia, Kecamatan Hutabargot belum mendapat sentuhan pembangunan infrastruktur jalan sejak Kabupaten Mandailing Natal berdiri, padahal desa tersebut tidak jauh dari lokasi ibukota Kabupaten. Di Kecamatan Panyabungan Timur juga banyak desa-desa yang belum menikmati pembangunan infrastruktur jalan sehingga menyulitkan masyarakat di sana. Daerah lainnya yaitu desa-desa di sekitar kawasan Mandailing Julu, Batahan, Batang Natal dan Muara Batang Gadis.119

119 http ://

www.mandailingonline.com/kondisi-jalan-di-kecamatan-yang-memprihatinkan-dan-janji-janji-bupati-madina/.

Padahal salah satu tujuan pemekaran daerah agar tempat-tempat terpencil yang kurang mendapat sentuhan dari pemerintah menjadi tersentuh, beberapa daerah yang dekat sekali dengan ibukota di Kabupaten Mandailing Natal tidak pernah tersentuh.

Salah satu capaian terbesar Kabupaten Mandailing Natal setelah berdiri selama 14 tahun, meskipun belum terselesaikan, adalah pembangunan bandara yang sedang berlangsung di Kecamatan Bukit Malintang, sekitar 12 km dari Panyabungan, ibukota Kabupaten. Luas bandara yang akan dibangun sekitar 48 hektar dengan panjang landas pacu dibangun bertahap dari 1.200 m menjadi 1.400 m, kemudian 1.800 m.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN RENDAH DENGAN TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN UJI KAUSALITAS GRANGER-HSIAO.. Universitas Pendidikan Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan hubungan pekerjaan, peran PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi terhadap ketidakteraturan

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul

with respect to body weight and body mass index in overweight or obese pre-diabetic

[r]

SUBDIT PENCEGAHAN SUBDIT SUBDIT PERINGATAN DINI SUBDIT SUBDIT PERAN LEMBAGA USAHA SUBDIT PERAN ORGANISASI PENGKAJIAN RISIKO SEKSI PENGELOLAAN RISIKO SEKSI MITIGASI STRUKTUR

bahwa dalam rangka memastikan proses dan hasil-hasil akreditasi yang bermutu diperlukan adanya Prosedur Operasional Standar (POS) sebagai panduan bagi pihak-pihak