• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA. Karya: WS. RENDRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA. Karya: WS. RENDRA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA – Karya: WS. RENDRA

Sitti,

kini aku makin ngerti keadaanmu Tak ‘kan lagi aku membujukmu untuk nikah padaku

dan lari dari lelaki yang miaramu Nasibmu sudah lumayan

Dari babu dari selir kepala jawatan Apalagi?

Nikah padaku merusak keberuntungan Masa depanku terang repot

Sebagai copet nasibku untung-untungan Ini bukan ngesah

Tapi aku memang bukan bapak yang baik untuk bayi yang lagi kau kandung

Cintamu padaku tak pernah kusangsikan Tapi cinta cuma nomor dua

Nomor satu carilah keslametan Hati kita mesti ikhlas

berjuang untuk masa depan anakmu

Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu Kuraslah hartanya

Supaya hidupmu nanti sentosa

Sebagai kepala jawatan lelakimu normal suka disogok dan suka korupsi

Bila ia ganti kau tipu itu sudah jamaknya

Maling menipu maling itu biasa Lagi pula

(2)

Yang utama kelicinan Nomor dua keberanian Nomor tiga keuletan

Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta Inilah ilmu hidup masyarakat maling

Jadi janganlah ragu-ragu

Rakyat kecil tak bisa ngalah melulu Usahakan selalu menanjak kedudukanmu Usahakan kenal satu menteri

dan usahakan jadi selirnya Sambil jadi selir menteri

tetaplah jadi selir lelaki yang lama Kalau ia menolak kau rangkap

sebagaimana ia telah merangkapmu dengan isterinya itu berarti ia tak tahu diri

Lalu depak saja dia

Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya Ini selalu menarik seorang menteri

Ngomongmu ngawur tak jadi apa

asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan Kerna begitulah cermin seorang menteri Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti Siang malam jagalah ia

Kemungkinan besar dia lelaki Ajarlah berkelahi

dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang Jangan boleh menilai orang dari wataknya

Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan Kawan bisa baik sementara

Sedang lawan selamanya jahat nilainya Ia harus diganyang sampai sirna

(3)

Inilah hakikat ilmu selamat

Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi Jangan boleh ia nanti jadi propesor atau guru itu celaka, uangnya tak ada

Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara supaya tak usah beli beras

kerna dapat dari negara Dan dengan pakaian seragam dinas atau tak dinas

haknya selalu utama

Bila ia nanti fasih merayu seperti kamu dan wataknya licik seperti saya–nah! Ini kombinasi sempurna

Artinya ia berbakat masuk politik

Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen Atau bahkan jadi menteri

Paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta

(4)

Dari Ibu Seorang Demonstran Karya: Taufiq Ismail

“Ibu telah merelakan kalian Untuk berangkat demonstrasi

Karena kalian pergi menyempurnakan Kemerdekaan negeri ini”

Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada Atau gas airmata

Tapi langsung peluru tajam Tapi itulah yang dihadapi Ayah kalian almarhum

Delapan belas tahun yang lalu Pergilah pergi, setiap pagi Setelah dahi dan pipi kalian Ibu ciumi

Mungkin ini pelukan penghabisan (Ibu itu menyeka sudut matanya) Tapi ingatlah, sekali lagi

Jika logam itu memang memuat nama kalian (Ibu itu tersedu sedan)

Ibu relakan

Tapi jangan di saat terakhir Kau teriakkan kebencian Atau dendam kesumat Pada seseorang

Walapun betapa zalimnya Orang itu

(5)

Niatkanlah menegakkan kalimah Allah Di atas bumi kita ini

Sebelum kalian melangkah setiap pagi Sunyi dari dendam dan kebencian

Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan Serta rasul kita yang tercinta

pergilah pergi Iwan, Ida dan Hadi Pergilah pergi Pagi ini

(Mereka telah berpamitan dengan ibu dicinta Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka Dan berangkatlah mereka bertiga

Tanpa menoleh lagi, tanpa kata-kata) 1966

(6)

Sajak Anak Muda Karya: W.S Rendra Kita adalah angkatan gagap

yang diperanakkan oleh angkatan takabur. Kita kurang pendidikan resmi

di dalam hal keadilan,

karena tidak diajarkan berpolitik, dan tidak diajar dasar ilmu hukum. Kita melihat kabur pribadi orang,

karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa. Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

karena tidak diajar filsafat atau logika. Apakah kita tidak dimaksud

untuk mengerti itu semua? Apakah kita hanya dipersiapkan untuk menjadi alat saja?

Inilah gambaran rata-rata pemuda tamatan SLA, pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan. Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan, dan bukan ilmu latihan menguraikan. Dasar keadilan di dalam pergaulan.

(7)

sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang. Gejala-gejala yang muncul lalu lalang, tidak bisa kita hubung-hubungkan. Kita marah pada diri sendiri. Kita sebal terhadap masa depan. Lalu akhirnya,

menikmati masa bodoh dan santai. Di dalam kegagapan,

kita hanya bisa membeli dan memakai, tanpa bisa mencipta.

Kita tidak bisa memimpin, tetapi hanya bisa berkuasa, persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat. Di sana anak-anak memang disiapkan untuk menjadi alat dari industri.

Dan industri mereka berjalan tanpa henti. Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa? Kita hanya menjadi alat birokrasi!

Dan birokrasi menjadi berlebihan tanpa kegunaan –

menjadi benalu di dahan. Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberikan pencerahan. Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan. Gelap. Keluh kesahku gelap.

(8)

Apakah yang terjadi di sekitarku ini? Karena tidak bisa kita tafsirkan,

lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja. Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini? Apakah ini? Apakah ini?

Ah, di dalam kemabukan, wajah berdarah

akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini? Seseorang berhak diberi ijasah dokter, dianggap sebagai orang terpelajar,

tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan. Dan bila ada tirani merajalela,

ia diam tidak bicara,

kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja? Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

dianggap sebagai bendera-bendera upacara, sementar hukum dikhianati berulang kali. Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi dianggap bunga plastik,

sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi. Kita berada di dalam pusaran tata warna

yang ajaib dan tak terbaca.

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan. Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan. Dan bila luput,

kita memukul dan mencakar ke arah udara.

(9)

Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar. Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

Pencerahan telah diganti oleh pembatasan. Kita adalah angkatan yang berbahaya

(10)

Sajak Putih

Karya: Chairil Anwar, 1944 buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi kau depanku bertudung sutra senja

di hitam matamu kembang mawar dan melati harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba meriak muka air kolam jiwa

dan dalam dadaku memerdu lagu menarik menari seluruh aku hidup dari hidupku, pintu terbuka selama matamu bagiku menengadah selama kau darah mengalir dari luka antara kita Mati datang tidak membelah… Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,

dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini! Kucuplah aku terus, kucuplah

dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku… (1944)

(11)

SURAT CINTA Karya: W.S Rendra

Kutulis surat ini kala hujan gerimis bagai bunyi tambur mainan anak-anak peri dunia yang gaib.

Dan angin mendesah mengeluh dan mendesah

Wahai, Dik Narti, aku cinta kepadamu!

Kutulis surat ini kala langit menangis

dan dua ekor belibis bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal jenaka dan manis mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya. Wahai, Dik Narti,

(12)

Sebelum Hujan Jadi Kalender Basah Karya: Sulaiman Djaya

Sebelum hujan jadi kalender-kalender basah di matamu kubayangkan pohon-pohon dan cuaca saling berbagi rahasia

senja yang tak lagi belia Aku pandangi dinding malam dari jendela kaca

bersama seneon lampu kamar ketika dingin mencuri

bintang-bintang di galaksi dan di meja lembab maut pun menulis puisi. Barangkali kau akan berpikir waktu sebenarnya

adalah apa yang membuat kita menjadi lebih akrab

pada segala yang tak terduga.

Aku pernah bertanya ‘di manakah Tuhan berada’ ketika firman-firman suci diubah jadi senjata? Namun segera aku jadi bosan

kepada mereka yang tertipu majelis-majelis di abad ini. Sayang, kutulis puisi ini, ketika kita mencintai kebenaran dari segala kebetulan

yang justru acapkali membuat kita heran. Kemarin, ketika gerimis

(13)

bagaimana kau membacakanku sekomposisi larik tentang hidup yang jadi indah

karena selalu mempermainkan kita dengan hasrat dan teka-teki

yang membuat kita marah atau bergairah entah karena apa?

Dan di Desember yang kesekian kali ini, barangkali, di esok nanti

kita akan lagi-lagi menulis puisi

dari keluguan atau gairah yang tak kita mengerti. 2015

(14)

P L E D O I

Karya: Rois Renaldi Tenang.

Aku tidak di sini. Kepentingan di mataku mati.

Duduklah

di singgasanamu. Duduk manis. Kekuasaan

tidak menghinakanku. Tidak memuliakanku. Aku tidak dalam belenggumu.

Tubuh yang kau rajam ini

rangka. Aku terlepas dari kehendak dan ketakutan.

Akulah

yang mengungkungmu. Kematianku yang begitu kau damba

tidak akan membuatmu bebas. Tidak ada jalan bagimu

untuk berjarak dariku. Kemana pun

kau berlari, aku arah yang mengantarmu kepada kenyataan yang bergerak

di antara masa lalu dan masa depan. Hari ini bagimu

hanya ada aku.

(15)

semua yang tumbuh di kepalamu gugur seketika. Tinggal aku

yang hidup di sana. Aku yang mengakar dan menjalar!

Kau telanjangi aku, tapi hidup ini lebih telanjang. Dalam telanjang begini jubah agungmu

tampak sungguh lucu. Aku tidak kedinginan. Kau yang menggigil.

Tidak. Di tanganmu aku tidak tersiksa. Kaulah

yang tersiksa. Kesakitan-kesakitanku mengganggu waktu tidurmu.

Menghilangkan napsu makan.

Aku yang ingin kau kuasai, telah menguasaimu.

Ketika

kau mengakhiri hari ini dengan darahku kau budak

dalam kemerdekaanku!

(16)

DIAN MUSIM KELANA Karya: Chavcay Saifullah

o, dua renjana membumbung

sepasang kekasih memeluk hujan di balik cinta berdentang langit masih mendung

namun tidak begitu gelap

kerinduan hangat yang lama dijaga

lidah waktu menjulur ke batas-batas tangis yang perempuan terbang seperti merpati yang lelaki berkelahi seperti ayam jantan dian malam itu hampir padam

namun masih juga terjaga

sepasang kekasih jadi unggas malam yang bingung yang betina terkulai di atas kasur

yang jantan mencari ramuan orang desa keduanya menatap kelam

suara-suara resah tak bertuan terbentur dinding

terkoyak tetesan peluh yang netes dari bibir tak lagi merah sepasang kekasih bertaruh nama di pojok kamar

keduanya tak lagi menyebut dosa

dian musim kelana

di akhir rindu dan tangis sepi

sepasang merpati terbang pulang ke sarang masing-masing keduanya lama ditunggu waktu

yang betina berjalan gontai kehabisan darah yang jantan berjalan cepat menghapus dosa namun angin sore yang ribut

tetap mencatat kisah sepasang merpati pada tugu kelana yang resah

(17)

Jakarta, aku pulang! Karya: Chavcay Saifullah

Jakarta, aku pulang!

sore ini aku kembali dalam pelukmu

mari kita minum kopi hitam sambil mencicipi singkong rebus tenang saja, aku tak kaget dengar kabar banjir kiriman

aku ini kelahiran jakarta

sudah lama kudengar soal-soal seperti itubanjir kiriman adalah soal sepele ciliwung marah, jati luhur ngambek, cisadane pundung

itu semua soal sepele

persis seperti kabar jebolnya bendungan katulampa di bogor atau mampatnya jutaan sampah di manggarai

jakarta, aku pulang!

sejak menjelma sarang tawon memerankan pasar yang gemerlap kau terus dihujani nafsu dan amarah

hujan korupsi, peluru, darah, dan tangis menyatu menghantam sekujur tubuhmu

doa-doa tak kuat lagi jadi tiang

kau dijadikan daratan penimbun barang

jakarta, aku pulang!

sore ini aku kembali dalam tangismu sudah sekian tahun kulihat airmatamu orang-orang terlalu karut marut

jerit bayi-bayi tak lagi menembus sunyi

jakarta, aku pulang!

aku ingin menggambar belati di antara kopi hitam dan singkong rebus

(18)

namun apa daya

(19)

Dalam Do’aku

Karya : Sapardi Djoko Damono

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya

mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan

terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

(20)

Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan Keselamatanmu

(21)

Hujan Bulan Juni

Karya: Sapardi Djoko Damono Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

(22)

Sajak Cinta

Karya: Mustofa Bisri

Sajak Cinta

cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya cinta romeo kepada juliet si majnun qais kepada laila belum apa-apa

temu pisah kita lebih bermakna

dibanding temu-pisah Yusuf dan Zulaikha rindu-dendam kita melebihi rindu-dendam Adam dan Hawa

aku adalah ombak samuderamu yang lari-datang bagimu

hujan yang berkilat dan berguruh mendungmu aku adalah wangi bungamu

luka berdarah-darah durimu semilir sampai badai anginmu aku adalah kicau burungmu kabut puncak gunungmu tuah tenungmu

aku adalah titik-titik hurufmu huruf-huruf katamu

kata-kata maknamu

aku adalah sinar silau panasmu

dan bayang-bayang hangat mentarimu bumi pasrah langitmu

(23)

fayakun kunmu aku adalah a-k-u k-a-u

(24)

Taman Bunga di Mata Gadis Kecilku Karya: Ibnu PS Megananda

Katanya pagi awannya ungu Ia berangkat mandi nikmati embun Tubuhnya menggigil kecil kaki menapak Tempat tinggal yang becek salah musim Rimba dan kali yang hilang diwajah sucinya

Gadis kecilku bicara vakansi

Dan bercerita hukum pasti tentang alam -gunung dan telaga pasti rindang

-kali dan laut meriah ikannya

Teman-temannya mengangguk di kota sesak asap Jendela gedung-gedung kaca menyilau mata

Ia tak pernah bertanya pada tv Berita yang menyesakkan

Ia percaya pada bapaknya, emaknya Dianggap melindungi dan menjaga embun Karena melihat bunga-bunga yang ditanam Ia terkejut saat bunga-bunga itu menghilang

(25)

-bapak dimana taman bunga kita?

-itu bukan taman bunga, tapi pasar bunga! -lalu?

-gantinya rupiah

-apa rupiah lebih indah taman bunga? Aku membisu dungu

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal ini, maka kami mengambil beberapa puisi WS.Rendra yang dapat di jadikan sebagai bahan ajar untuk menulis puisi pada siswa SMA khususnya

Dan selanjutnya peneliti menggunakan Teori Holsti (1969) untuk mencari koefisien reliabilitas, kategori antar juri dan untuk mengukur rata-rata serta perbandingan

Masalah yang terdapat pada penelitian ini, yakni (1) deskripsi tema alineasi pada Puisi-puisi Karya W.S. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan

Kata konotasi dalam puisi “Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu” banyak digunakan penyair untuk menghidupkan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan gagasan yang

Waluyo 1996 (dalam Muntazir: 2016:32) menjelaskan ruang lingkup puisi sebagai berikut, bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan

Mengalami perlakuan seperti itu, maka dalam perjalanan hidup tokoh Maria Zaitun mencari kelompok budaya lain yang dianggap dapat

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa puisi “Pesan Pencopet Kepada Pacarnya” karya WS Rendra memiliki nilai-nilai keluhuran yang mencakup: daya pemikiran yang luhur, emosi atau

Istri yang dinikahi Seseorang yang akan dinikahi penulis dan nantinya mereka mempunyai anak Pembahasan Pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh