• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PMRI MENGGUNAKAN POWERPOINT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PMRI MENGGUNAKAN POWERPOINT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PMRI MENGGUNAKAN POWERPOINT

TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 6 PADANG

PROPOSAL

JONI WARMAN 08050153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dalam dasawarsa ini, teknologi telah menjadi kebutuhan pokok manusia dan perkembangannya mempengaruhi hampir setiap sudut kehidupan manusia. Untuk dapat mengikutinya diperlukan keterampilan intelektual yang memadai. Keterampilan ini melibatkan kemampuan bernalar, berpikir sistematis, cermat, kritis dan kreatif. Khusus bagi siswa, keterampilan ini sangat menentukan tingkat keberhasilan menyerap, memahami, menggunakan, menganalisis dan mengevaluasi konsep dari suatu ilmu pengetahuan.

Keterampilan intelektual yang dimaksud dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berfikir rasional. Ironisnya, sudah menjadi paradigma umum bahwa matematika kurang diminati dalam pembelajaran, siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit, membingungkan dan sederet kata lain yang menunjukkan ketidaksenangan pada pelajaran matematika. Kontradiksi inilah yang menjadi dilema di sekolah-sekolah negeri maupun swasta di Indonesia. Masalah ini juga yang terjadi di SMP Muhammadiyah 6 Padang.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 6 Padang pada tanggal 12 dan 14 November 2012 terlihat bahwa pembelajaran yang dilakukan masih cenderung berpusat pada guru dan siswa kurang fokus

(3)

mengikuti pembelajaran, diawal pembelajaran guru langsung menyampaikan defenisi dari sub materi yang diajarkan. Setelah guru menjelaskan defenisi, memberikan rumus dan beberapa contoh soal kemudian disertai dengan latihan soal. Terlihat masih kurangnya keterkaitan siswa dalam proses pembelajaran dan siswa kurang diberi kesempatan untuk mengkontruksi sendiri ide-ide matematika.

Hasil wawancara pada tanggal 14 November 2012 dengan guru matematika kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang diperoleh informasi bahwa siswa dalam pembelajaran hanya mendengar, melihat dan mencatat penjelasan materi yang disampaikan guru. Siswa tidak mampu menyelesaikan soal yang bervariasi. Hal ini menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Disamping itu, guru belum menggunakan media pembelajaran yang relevan dan menarik dalam proses pembelajaran.

Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang, dari wawancara diketahui bahwa siswa beranggapan matematika adalah rumus dan mereka harus menghafal rumus untuk menyelesaikan permasalahan yang abstrak. Siswa belum tahu manfaat materi yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran dirasa kurang bermakna.

Guru juga telah melakukan beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan seperti yang disampaikan di atas. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan membentuk kelompok belajar. Kelompok belajar yang dibentuk menurut keterangan guru masih belum maksimal, beberapa

(4)

siswa justru memancing keributan dalam kelompok dan cenderung bekerja sendiri dalam kelompok belajarnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa pembelajaran secara individu harus dimaksimalkan terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar guru mampu memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa, sehingga diharapkan pada situasi belajar berikutnya siswa sudah memiliki potensi yang baik untuk melaksanakan pembelajaran kelompok.

Situasi yang ditemukan dalam observasi tersebut sangat berdampak pada nilai dan ketuntasan siswa dalam belajar matematika, siswa kesulitan dalam menjawab soal yang diberikan oleh guru. Akibatnya banyak siswa yang tidak tuntas seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Persentase Ketuntasan Ujian Semester 1 Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang Tahun Pelajaran 2012/2013

Kelas Jumlah Siswa

Tuntas Tidak Tuntas

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) VIII.1 36 7 19.44 29 80.56 VIII.2 39 8 20.51 31 79.49 VIII.3 37 8 21.62 29 78.38 Total 112 23 20.54 89 79.46

Sumber: Guru Matematika Kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang

Secara keseluruhan persentase nilai ujian semester 1 matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang masih rendah, nilai yang diperoleh siswa banyak yang berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan yaitu 73. Sebanyak 112 siswa yang mengikuti ujian tengah semester hanya 20.54% yang nilainya mencapai KKM yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan masih banyak siswa yang belum mencapai kompetensi yang

(5)

diinginkan, terlihat dari banyaknya nilai siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan.

Permasalahan lain yang ditemukan saat observasi adalah siswa tidak mampu menjawab soal yang berbeda dengan contoh soal yang diberikan guru. Hal ini terlihat dari jawaban siswa setelah diberikan soal oleh guru untuk menentukan gradien dari beberapa persamaan garis lurus sebagai berikut:

a. y = –5x b. y = –4x + 3 c. 12x + 6y – 4 = 0 d. 5y = 10x + 12

Hampir semua siswa mengerjakan soal dengan cara yang sama, yaitu seperti berikut:

Gambar 1. Lembar Jawaban Siswa

Lembar jawaban siswa di atas menunjukkan rendahnya pemahaman konsep matematis siswa terutama dalam menyatakan ulang sebuah konsep. Soal di atas dapat diselesaikan dengan mudah jika siswa paham konsep gradien persamaan garis yang melalui titik pusat O(0,0) dan titik (x,y), persamaan garis yang terbentuk adalah y = mx + c gradiennya adalah m. Berpatokan pada konsep ini, maka soal poin a dan b bisa dijawab dengan mudah, sedangkan untuk soal poin c dan d siswa dapat menentukan gradiennya dengan terlebih

(6)

dahulu mengubah persamaan ke bentuk y = mx + c. Berdasarkan jawaban siswa di atas terlihat bahwa siswa kurang memahami konsep gradien persamaan garis lurus.

Pembelajaran gradien seperti permasalahan di atas akan lebih bermakna jika pembelajaran dimulai dari konteksnya, misalnya seperti Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Contoh konteks yang dapat digunakan dalam pembelajaran gradien

Guru terlebih dahulu memahamkan pada siswa bahwa gradien berarti kemiringan, kemudian meminta pendapat siswa tentang tingkat kemiringan (gradien) ketiga jalan yang digambarkan sebagai garis pada gambar di atas, selanjutnya bagaimana cara menentukan tingkat kemiringan (gradien) suatu garis. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengkontruksi sendiri pengalaman atau pengetahuan belajarnya. Berdasarkan masalah yang dimunculkan pada Gambar 2, diharapkan siswa akan berpendapat bahwa tingkat kemiringan jalan AB adalah 0, karena mobil berada pada jalan mendatar. Tingkat kemiringan CD adalah lebih dari kemiringan AB, sedangkan

FG merupakan tingkat kemiringan tertinggi dari ketiga jalan atau garis di atas.

Berdasarkan Gambar 2 di atas, guru dapat mengkontruksi pengetahuan siswa bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiringan suatu garis adalah panjang DE dan GH. Alternatif jawaban lain adalah faktor yang dapat

(7)

mempengaruhi tingkat kemiringan suatu garis adalah besar sudut jalan atau garis dengan jalan mendatarnya (sumbu x). Pengetahuan yang telah diperoleh siswa kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih formal, bahwa untuk menentukan gradien suatu garis adalah dengan menentukan perbandingan antara komponen y dengan komponen x.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu adanya proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan membantu mengaitkan materi dengan konteksnya, bukan sekedar menyajikan rumus yang sudah jadi. Sehingga diharapkan pembelajaran menjadi bermakna. Salah satu cara pemecahan masalah di atas adalah dengan menerapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan ini memusatkan pembelajaran pada siswa dan lingkungan. Bahan ajar disusun sedemikian rupa sehingga siswa lebih aktif mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. PMRI adalah sebuah pendekatan belajar mengajar matematika, pembelajaran dimulai dari konteks atau dunia nyata. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita (Blum & Niss dalam Hadi, 2005: 19).

Suherman (2003: 152) menegaskan bahwa “Masalah kontekstual yang diungkapkan tidak selamanya berasal dari aktivitas sehari-hari, melainkan bisa juga dari konteks yang dapat dibayangkan oleh siswa”. Hal ini berarti dalam pendekatan PMRI, siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa dan

(8)

dapat dibayangkan oleh siswa. Untuk memudahkan guru mengarahkan siswa ke dunia nyata, menjadikan pembelajaran menarik, interaktif dan komunikatif maka dipilih PowerPoint sebagai media dalam pembelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Menggunakan PowerPoint Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika masih terpusat pada guru 2. Pembelajaran matematika kurang bermakna

3. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa masih rendah

4. Guru dalam pembelajaran di kelas kurang memberi kesempatan siswa mengkontruksi sendiri ide-ide matematika

5. Guru belum menggunakan media pembelajaran yang menarik dalam proses pembelajaran

6. Nilai siswa masih banyak yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

(9)

1. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa masih rendah

2. Guru dalam pembelajaran di kelas kurang memberi kesempatan siswa mengkontruksi sendiri ide-ide matematika

3. Guru belum mengunakan media pembelajaran yang menarik dalam proses pembelajaran

Mengatasi masalah tersebut, maka dalam proses pembelajaran akan diterapkan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) menggunakan

PowerPoint.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu: “apakah pemahaman konsep matematis siswa dengan PMRI menggunakan PowerPoint lebih baik dari pada pemahaman konsep matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang ?”.

E. Asumsi

Penelitian ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:

1. setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran matematika di kelas

2. hasil belajar yang diperoleh siswa merupakan kemampuan akademis siswa

(10)

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemahaman konsep matematis siswa dengan PMRI menggunakan PowerPoint lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa menggunakan pembelajaran Konvensional siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. bagi penulis, sebagai bekal pengetahuan dan tambahan pengalaman sebagai calon guru matematika

2. bagi guru, sebagai bahan masukan khususnya guru SMP Muhammadiyah 6 Padang dalam upaya meningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

3. bagi siswa, sebagai pengalaman baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis.

(11)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1973 ketika pemerintah mengganti pengajaran berhitung di sekolah dasar dengan matematika. Sejak saat itu matematika menjadi mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Menengah Atas (SMA). Hadi (2005: 1-2) mengatakan bahwa “Pemerintah menegaskan bahwa penguasaan sains dan teknologi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus didukung oleh penguasaan matematika dan IPA di dalam seluruh Sistem Pendidikan Nasional”.

Pembelajaran matematika menurut Nikson dalam Muliyardi (2002: 3) mengemukakan bahwa “Pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkontruksi konsep atau prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali”.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan upaya untuk membelajarkan siswa agar siswa aktif dalam belajar dan membantu siswa mengkontruksi konsep atau prinsip matematika berdasarkan kemampuan, pengalaman dan pengetahuan siswa melalui proses internalisasi agar konsep atau prinsip itu terbangun kembali. Jika siswa aktif dalam belajar, diharapkan kegiatan pembelajaran matematika

(12)

akan lebih menyenangkan karena akan terjadi komunikasi multi arah, yaitu siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.

2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) a. Landasan Filosofi PMRI

Supinah (2008: 14) mengatakan “Landasan filosofi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah Realistic Mathematics

Education (RME)”. Hadi (2005: 7) menjelaskan bahwa “RME

merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari

Freudenthal Institute, Utrech University di negeri Belanda”. Teori ini

berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer dalam Supinah, 2008: 14). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka sendiri (Hadi, 2005: 7).

RME dalam pelaksanaannya menggunakan dunia nyata sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss dalam Hadi (2005: 19):

(13)

Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang kongkret, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika.

Treffers membedakan dua macam matematisasi, yaitu vertikal dan horizontal (Hadi, 2005: 20). Gravemeijer dalam Hadi (2005: 20) menggambarkan kedua proses matematisasi sebagai berikut:

Gambar 3. Matematisasi Horisontal dan Vertikal (Gravmeijer dalam Hadi, 2005: 20)

Berdasarkan gambar di atas, dalam matematisasi horisontal siswa mulai dari soal-soal kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang

Sistem Matematika Formal

Bahasa

Matematika Algoritma

Diselesaikan

Soal-soal Kontekstual Diuraikan

(14)

dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks.

b. Defenisi PMRI

PMRI sejalan dengan teori RME yang menitik beratkan pembelajaran pada konteksnya atau masalah kontekstual. Menurut Supinah (2008: 15-16):

Secara garis besar PMRI atau RME adalah suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

Shadiq (2010: 7) mendefenisikan “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika.

Kedua pendapat di atas lebih dipertegas lagi oleh Wijaya (2012: 20) yang mengatakan bahwa:

Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari..., penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan situasi yang bisa dibayangkan (imaginable) oleh siswa.

(15)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah sebuah teori pendekatan belajar mengajar matematika di mana pembelajaran dimulai dari konteksnya, konteks yang dimaksud yaitu segala sesuatu di luar mata pelajaran matematika, bukan berarti siswa harus berhubungan langsung dengan dunia nyata, tetapi lebih ditekankan pada penggunaan suatu situasi yang dapat dibayangkan siswa.

c. Ciri-ciri PMRI

Menurut Supinah (2008: 16) PMRI memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting

2) Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (alat matematis hasil matematisasi horizontal)

3) Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah bimbingan guru

4) Pembelajaran terfokus pada siswa

5) Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik, mongorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut (Suryanto dan Sugiman, 2003: 6).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dikatakan menggunakan PMRI jika dalam pelaksanaannya diawali dengan masalah kontekstual, penggunaan model sendiri untuk menyelesaikan masalah kontekstual yang dikontruksi oleh siswa dan melibatkan interaksi siswa dengan siswa

(16)

dan siswa dengan guru, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa.

d. Prinsip PMRI

Supinah (2008: 16-18) menjelaskan ada tiga prinsip dasar dalam PMRI, yaitu 1). penemuan kembali secara terbimbing, 2). fenomena didaktik dan 3). pembuatan model sendiri. Penemuan kembali secara terbimbing berarti siswa menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa membentuk konsep, menyusun model, menerapkan konsep yang telah diketahui dan menyelesaikannya berdasarkan kaidah matematika yang berlaku. Fenomena didaktik atau fenomena pembelajaran adalah adanya penekanan bahwa pentingnya soal-soal kontekstual untuk memperkenalkan topik matematika pada siswa. Pembuatan model sendiri berfungsi menjembatani antara pengetahuan tidak formal dan formal dari siswa. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual dari situasi nyata, siswa menemukan “model dari” (model of) situasi tersebut, kemudian diikuti dengan penemuan “model untuk” (model for) bentuk tersebut (bentuk formal matematika), hingga mendapatkan penyelesaian masalah tersebut dalam bentuk pengetahuan matematika.

Dikemukakan oleh Van den Heuvel-Panhuizen dalam Shadiq (2010: 10) prinsip Pendidikan Matematika Realistik sebagai berikut:

(17)

1) Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.

2) Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

3) Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. 4) Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam

matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.

5) Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya.

6) Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invent) pengetahuan matematika secara terbimbing.

Berdasarkan prinsip PMRI di atas, maka pelaksanaan PMRI akan melibatkan aktivitas siswa dalam menemukan kembali konsep matematika berdasarkan masalah yang realistik. Proses penemuan kembali konsep matematika yang dimaksud harus melalui berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi informal suatu masalah kontekstual hingga solusi suatu masalah matematis secara formal. Aktivitas menemukan kembali konsep matematika tersebut akan melibatkan interaksi multi arah dan dilaksanakan berdasarkan bimbingan dari guru.

(18)

e. Karakteristik PMRI

Shadiq (2010: 11) menegaskan “Karakteristik RME merupakan karakteristik PMRI. Dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan lingkungan dan budaya setempat”. Menurut De Lange dalam Shadiq (2010: 11-12), karakteristik PMRI adalah sebagai berikut:

1) Penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomenologis Titik awal pembelajaran sebaiknya nyata, sesuai dengan pengalaman siswa.

2) Penggunaan model untuk mengkontruksi konsep

Dikarenakan dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika.

3) Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa

Pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang diharapkan memberikan kesempatan, atau membantu siswa untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis informalnya

4) Sifat aktif dan interaktif dalam pembelajaran

Dalam pelaksanaan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara interaktif, menjelaskan dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan masalah kontekstual, memahami pekerjaan temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu.

5) Kesalingterkaitan (intertwinement) antara aspek-aspek atau unit matematika

Struktur dan konsep-konsep yang muncul dari pemecahan masalah realistik itu mengarah ke pengaitan antara bagian-bagian materi.

Selain lima karakteristik dasar di atas, untuk memberikan ciri khas Indonesia, maka ditambahkan karakteristik keenam yaitu mencirikan khas alam dan budaya Indonesia (Marpaung dalam Shadiq, 2010: 12). Sementara itu, Suherman (2003: 150) mengatakan “meskipun kelima prinsip utama dari kerangka realistik menjadi acuan

(19)

pengembangan pembelajaran matematika, namun dalam desain pembelajaran kadang-kadang kelima karakteristik itu tidak semuanya muncul”.

Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMRI yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disusun sebuah prosedur pembelajaran matematika menggunakan PMRI sebagai berikut:

1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran

2. Memberikan kesempatan siswa menyampaikan pendapat terhadap masalah yang diajukan, bertujuan untuk membantu siswa mengkontruksi pengetahuan belajarnya

3. Guru membimbing siswa menemukan kembali konsep/ materi yang dipelajari (aktivitas menemukan kembali)

4. Siswa mengkomunikasikan hasil pekerjaannya di depan kelas, siswa lain memberi tanggapan

5. Mengaitkan materi dengan pengaplikasian pada konteks lain dan menyimpulkan materi pembelajaran.

f. Konsepsi PMRI

Dikemukakan oleh Hadi (2005: 36) bahwa teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI suatu teori pembelajaran yang

(20)

dikembangkan khusus untuk matematika. Hadi mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran sebagai berikut:

1) Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:

a) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya

b) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri

c) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan

d) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman

e) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika

2) Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut: a) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran

b) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif c) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara

aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real

(21)

d) Guru tidak terfokus pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial

3) Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek berikut:

a) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’real’ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna

b) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut. c) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model

simbolik secara informal terhadap persoalan atau permasalahan yang diajukan

d) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

(22)

3. Pembelajaran Menggunakan Ms. Office PowerPoint

Menurut Widada (2010: 9) “PowerPoint merupakan bagian aplikasi Microsoft Office yang digunakan untuk membuat desain presentasi, yang banyak dimanfaatkan pada kegiatan-kegiatan seperti seminar, lokakarya, rapat kerja, serta pembelajaran dalam lembaga-lembaga pendidikan”. Microsoft office PowerPoint merupakan aplikasi yang disiapkan oleh Microsoft Coorporation untuk melakukan presentasi di depan publik yang terbatas. Aplikasi ini memiliki fitur-fitur dan menu yang lengkap untuk kebutuhan presentasi sehingga presentasi dapat dibuat semenarik dan seatraktif mungkin.

Dapat disimpulkan bahwa Ms. Office PowerPoint adalah salah satu media interaktif audio visual yang tepat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas, khususnya pembelajaran matematika. Dalam prakteknya di kelas, pemanfaatan PowerPoint membutuhkan dukungan perangkat keras (hardware) yaitu satu unit komputer atau laptop dan

in-focus yang berfungsi sebagai wide-screen (layar lebar). Kegiatan akan

sangat menyenangkan di mata siswa, karena guru dalam presentasinya dapat menyisipkan suara tertentu atau lagu, gambar lucu ataupun animasi yang menarik sehingga siswa merasa senang dan tidak bosan di kelas.

4. Pemahaman Konsep

Pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan (W.J.S. Poerwadarminta, 2006: 821), sedangkan konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek

(23)

ke dalam contoh dan non contoh (Suherman, 2003: 33). Berdasarkan kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kesanggupan seseorang dalam penyerapan arti suatu materi yang dipelajari yang merupakan suatu ide abstrak agar dapat mengelompokkan suatu objek ke dalam contoh dan non contoh.

Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 (Shadiq, 2009: 13) tentang penilaian perkembangan peserta didik SMP dicantumkan indikator pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika sebagai berikut:

a) menyatakan ulang sebuah konsep

b) mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

c) memberi contoh dan non contoh dari konsep

d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

e) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.

f) mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah. Berdasarkan indikator di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dikatakan telah memahami konsep apabila mampu menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasi sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, memberi contoh dan non contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, serta mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

(24)

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan dengan metode ceramah dan pemberian tugas secara individu. Menurut W.J.S Poerwadarminta (2006: 614) “Konvensional artinya menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut S. Nasution (2000: 209) sebagai berikut:

a. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam kelakuan yang dapat diukur

b. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual c. Bahan pelajaran kebanyakan berbentuk ceramah, kuliah, tugas

tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru

d. Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar

e. Murid-murid kebanyakan bersikap ”pasif” karena terutama harus mendengarkan uraian guru

f. Murid semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru mengajar

g. Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau ujian

h. Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai guru secara subjektif i. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai

bahan pelajaran sepenuhnya, sebagian lagi akan menguasainya untuk sebagian saja dan ada lagi yang akan gagal

j. Pengajar umumya sebagai penyebar dan penyalur informasi utama

k. Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor diberikan.

Pembelajaran konvensional di atas pada umumnya digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran konvensional yang dilakukan di kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang adalah rangkaian kegiatan belajar yang dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, dilanjutkan

(25)

dengan pemberian contoh soal oleh guru. Setelah itu diadakan tanya jawab sampai akhirnya guru merasa bahwa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Pada akhir pembelajaran guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam pembelajaran konvensional yang aktif adalah guru sehingga komunikasi yang terjadi hanya satu arah.

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan belajar yang yang berawal dari penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari dan dilanjutkan dengan pemberian contoh soal oleh guru, setelah itu diberi latihan kepada siswa, kemudian diskusi dan tanya jawab sampai akhirnya guru merasa bahwa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Setelah itu diberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah. Jadi pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dan lazim dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 6 Padang yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru.

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Yenni Erti (2012) dengan judul : “Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Dua Koto Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini mengungkapkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan pengaruh positif terhadap proses pembelajaran.

(26)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Erti melakukan penelitian untuk melihat hasil belajar matematika siswa, dalam pelaksanaannya Erti menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk membantu membimbing siswa dalam aktivitas menemukan kembali konsep matematika yang dipelajari, sedangkan penelitian ini dilakukan untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan penerapan PMRI dan dalam pembelajaran menggunakan media PowerPoint yang digunakan untuk membantu membimbing siswa melakukan aktivitas menemukan kembali konsep matematika yang sedang dipelajari, menampilkan konteks yang digunakan dalam pembelajaran, serta sebagai media yang dirancang sedemikian rupa agar situasi pembelajaran lebih menarik.

C. Kerangka Konseptual

Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang berfungsi mengembangkan kemampuan berfikir, memahami, mengkomunikasikan ide-ide serta memecahkan masalah baik secara lisan maupun tulisan, untuk mencapai tujuan tersebut guru matematika dituntut untuk memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar bisa mengaktifkan siswa dalam belajar, sehingga siswa tidak lagi beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan menjenuhkan. Sulit karena sifat keabstrakan matematika dan menjenuhkan karena guru dalam membelajarkan mereka hanya dengan satu arah sehingga belajar siswa belum bermakna.

Pendekatan PMRI dengan menerapkan kelima prinsipnya dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Dengan didominasi oleh masalah

(27)

dalam konteks yaitu perhatian pembelajaran diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema dan simbol-simbol, dapat mengurangi keabstrakan matematika. Prinsip interaktif sebagai karakteristik pembelajaran matematika mengajak siswa untuk saling berinteraksi antar teman sehingga pembelajaran tidak sepenuhnya dipegang oleh guru. Pembelajaran diharapkan lebih menarik dan komunikatif karena dalam pembelajaran menggunakan media PowerPoint.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konseptual penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka konseptual

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori di atas, hipotesis penelitian ini adalah “pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) menggunakan

PowerPoint lebih baik dari pada pemahaman konsep matematis siswa dengan

pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013”.

Penerapan PMRI Menggunakan Media Ms. Office PowerPoint Pemahaman Konsep Proses Pembelajaran

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang sengaja diberi perlakuan yaitu penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia menggunakan PowerPoint dan kelas kontrol merupakan kelas siswa dengan pembelajaran secara konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah random terhadap subjek seperti yang digambarkan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3: Rancangan Penelitian

Kelas Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen X O

Kontrol - O

Sumber: Arikunto (2010: 126)

Keterangan :

X = Pembelajaran dengan PMRI menggunakan PowerPoint O = Tes akhir yang diberikan pada kedua kelas.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Arikunto (2010: 173) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang yang terdiri dari 3 kelas yang terdaftar pada tahun pelajaran 2012/2013 seperti pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4: Jumlah Siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013

(29)

No Kelas Jumlah

1 VIII1 36

2 VIII2 39

3 VIII3 37

Jumlah 112

Sumber : Tata Usaha SMP Muhammadiyah 6 Padang

2. Sampel

Arikunto (2010: 174) mengatakan bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Dalam penelitian ini diperlukan dua kelas sampel yaitu untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

a. mengumpulkan nilai ujian Mid semester I matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013

b. melakukan uji normalitas populasi menggunakan uji Liliefors dengan langkah sebagai berikut (Sudjana, 2005: 466):

1) menyusun skor siswa dari yang terendah ke skor yang tertinggi, kemudian skor mentah dikonversikan menjadi bilangan baku dengan

formula ̅ dengan √∑ (∑ ) keterangan:

zi = bilangan baku

xi = skor siswa ke-i

̅

= rata-rata

s = simpangan baku

2) Untuk setiap bilangan ini menggunakan daftar peluang dengan menggunakan rumus F(zi) = P(z ≤ zi).

(30)

sama dengan zi dengan rumus: ( ) z z z ≤z

4) Hitung [F(zi) – S(zi)] kemudian tentukan harga mutlaknya.

5) Ambil harga mutlak yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Misalkan L0. Kemudian bandingkan dengan Ltabel pada taraf nyata α. Kriteria penerimaan H0 jika L0 < Ltabel, maka populasi berdistribusi normal dan sebaliknya tolak H0.

Pengujian normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji

Anderson-Darling dengan bantuan Minitab. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi

berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis uji yaitu: H0 : Populasi berdistribusi normal

H1 : Populasi tidak berdistribusi normal

Penerimaan atau penolakkan H0 dapat dilihat melalui interpretasi P-Value. Menurut Syafriandi (2001: 4) “jika P-Value yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata yang ditetapkan sebesar α maka tolak H0 dan sebaliknya terima H0”.

c. Melakukan uji homogenitas variansi menggunakan uji Bartlett. Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai populasi yang homogen atau tidak. Hipotesis yang akan diuji adalah:

:

: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku

(31)

1) Menghitung variansi gabungan dari semua populasi dengan rumus: ∑( ∑( ) )

2) Menentukan harga satuan Bartlett (B) dengan rumus: ( ),∑( )-

3) Untuk uji Bertlett digunakan uji Chi-Kuadrat dengan rumus:

( )* ∑( ) + Keterangan:

B = Bartlett

ni = jumlah siswa kelas ke i

= variansi kelas ke i

S2 = variansi gabungan semua sampel

X2 = Chi-kuadrat

Gunakan tabel atau daftar H untuk α = 0,05 dengan taraf nyata 95%, maka diperoleh dengan rumus: ( )( ) , jika diterima maka populasi tersebut homogen.

Uji homogenitas variansi juga dapat dilakukan dengan bantuan Minitab. Untuk interpretasi uji ini, kita dapat melihat chart yang dihasilkan. Syafriandi (2001: 5) mengemukakan bahwa “jika irisan selang kepercayaan itu kosong, maka dikatakan kelompok perlakuan tersebut tidak homogen dan sebaliknya dikatakan homogen”.

d. Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan teknik anava satu arah. Hipotesis yang akan diuji adalah:

:

: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku

(32)

1) Menentukan jumlah kuadrat rata–rata dengan rumus:

∑ dengan

2) Menghitung jumlah kuadrat antar kelompok dengan rumus: ∑

3) Menghitung jumlah kuadrat total dengan rumus: ∑ = jumlah kuadrat (JK) dari semua nilai pengamatan

4) Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus: ∑

5) Menghitung kuadrat tengah dari rata–rata dengan rumus:

6) Menghitung kuadrat tengah antar kelompok dengan rumus:

7) Menghitung rata-rata dalam kelompok dengan rumus: ∑( )

8) Menguji signifikansi dari kelompok dengan rumus:

9) Mendistribusikan hasil perhitungan langkah 1-8 dalam tabel analisis variansi untuk uji kesamaan rata-rata.

Tabel 5: Format Analisis Variansi untuk Uji Kesamaan Rata–rata

Sumber Variansi Dk JK KT F

Rata–rata k-1

Antar kelompok k-1

(33)

Dalam kelompok ∑( )

∑( )

Total ∑ ∑

Sumber: Sudjana (2005: 305)

Dimana:

Ry = Jumlah kuadrat rata-rata

ni =Jumlah seluruh siswa

J = Jumlah skor seluruh siswa

J1 = Jumlah skor seluruh siswa ke- 1

J2 = Jumlah skor seluruh siswa ke- 2

Jk = Jumlah skor seluruh siswa ke- k

Ay = Jumlah kuadrat antar kelompok

∑ = Jumlah kuadrat total

= Jumlah kuadrat dalam kelompok

R = Kuadrat tengah

A = Rata-rata antar Kelompok

K = Jumlah seluruh kelas

D = Rata-rata dalam kelompok

F = Signifikasi dari kelompok

JK = Jumlah kuadrat

Kriteria pengujian adalah: tolak jika ( )( ) dimana ( )( ) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang ( ) dan derajat kebebasan ( ) ( ) dengan ( ) , = taraf nyata untuk pengujian.

Pengujian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji analisis variansi satu arah dengan menggunakan Minitab. Untuk interpretasi uji ini dapat memperhatikan value, Syafriandi (2001: 4) mengemukakan bahwa “Jika

p-value yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata yang ditetapkan ( ), maka tolak

dan jika sebaliknya terima .

e. Apabila populasi homogen maka sampel diambil secara acak. Jika populasi tidak homogen maka sampel diambil secara tidak acak (Arikunto, 2010: 181).

(34)

C. Variabel dan Data 1. Variabel

Arikunto, (2010: 161) mengatakan bahwa: “Variabel adalah objek penelitan atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia menggunakan

PowerPoint di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol.

b. Variabel terikat

Variabel terikat adalah gejala yang timbul akibat pertukaran perlakuan yang diberikan oleh variabel bebas. Maka yang menjadi variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan adalah pemahaman konsep matematis siswa.

2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Menurut Arikunto (2010: 161), “data adalah hasil pencatatan penelitian baik berupa fakta maupun angka”. Jenis data yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan terdiri atas:

1) Data primer adalah data yang langsung diambil dari sampel yang diteliti. Dalam penelitian yang akan dilakukan data primer yaitu

(35)

data hasil belajar matematika siswa kelas sampel setelah penelitian berlangsung.

2) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain. Dalam hal ini data sekunder adalah nilai ujian Mid matematika semester 1 siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013.

b. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yang akan dilakukan adalah:

a) Data primer bersumber dari siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi sampel penelitian.

b) Data sekunder dari guru matematika kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang tahun pelajaran 2012/2013.

D. Prosedur Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka perlu disusun suatu prosedur penelitian yang sistematis. Secara umum prosedur penelitian dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yaitu:

(36)

b. Menyusun jadwal penelitian

c. Menentukan kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol d. Mempersiapkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) e. Mempersiapkan sumber-sumber, alat-alat dan bahan yang dibutuhkan

untuk mendukung PMRI

f. Mempersiapkan soal-soal tes akhir

g. Mempersiapkan lembar analisis indikator pemahaman konsep yang sesuai dengan rubrik analitik.

h. Membuat media pembelajaran menggunakan PowerPoint i. Validasi bahan ajar dan instrumen

2. Tahap pelaksanaan a. Kelas eksperimen

1) Pendahuluan (± 5 menit)

a) Guru mengkondisikan siswa untuk siap belajar b) Guru memberi apersepsi dan memotivasi

c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta mengungkapkan kaitan materi terhadap kehidupan sehari-hari

2) Kegiatan Inti ( 65 menit)

a) Guru memunculkan masalah yang berhubungan dengan dunia nyata atau soal kontekstual dan menampilkannya melalui Slide

PowerPoint

b) Siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya terhadap masalah yang diberikan melalui beberapa pertanyaan

(37)

guru. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa mengkontruksi sendiri pengalaman belajarnya

c) Guru memberi kesempatan pada siswa yang lain untuk menanggapi atau menambahkan pendapat dari temannya

d) Guru membimbing siswa menemukan konsep materi yang dipelajari melalui beberapa aktivitas menemukan kembali oleh siswa dan menjelaskannya dengan PowerPoint

e) Beberapa siswa diminta mengkomunikasikan hasil pekerjaanya di depan kelas yang selanjutnya digunakan untuk mengkontruksi pengetahuan formal, siswa lain menanggapi, menyatakan setuju-tidaknya terhadap pekerjaan temannya

f) Guru memberikan contoh soal dan dikerjakan secara bersama-sama oleh guru dan siswa

g) Guru membimbing siswa dalam menyelesaiakan soal tersebut sambil berkeliling di kelas memantau kegiatan siswa

h) Beberapa siswa diminta mempresentasikan jawabannya di depan kelas

i) Siswa lain memperhatikan yang selanjutnya diberi kesempatan untuk bertanya dan menyanggah hasil pekerjaan temannya, dalam hal ini guru menjadi fasilitator dan moderator

3) Penutup ( ± 10 menit)

a) Guru memberikan beberapa pertanyaan pada siswa yang menuntun siswa untuk merangkum materi.

(38)

b) Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) pada siswa.

b. Kelas kontrol

1) Pendahuluan (± 5 menit)

a) Guru mengkondisikan siswa untuk siap belajar b) Guru memberi apersepsi dan memotivasi

c) Guru menyampaikan indikator yang harus dicapai siswa. 2) Kegiatan Inti (± 65 menit)

a) Guru menyampaikan materi yang dipelajari dan memberikan contoh–contoh soal.

b) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal–hal yang masih kurang dimengerti

c) Guru memberikan soal latihan dan meminta siswa menyelesaikan soal tersebut.

d) Guru bersama siswa membahas soal yang dianggap sulit

3) Penutup (± 10 menit)

a) Menyimpulkan pelajaran melalui bimbingan guru b) Memberi tugas membaca materi selanjutnya dan PR.

3. Tahap penyelesaian

a) Mengadakan tes akhir secara individu pada kedua kelas sampel dengan instrumen yang telah disiapkan dengan tujuan untuk

(39)

melihat perolehan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

b) Mengolah data dari kedua kelas sampel.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian. Instrumen yang digunakan adalah berupa tes akhir dalam bentuk esai yang berfungsi untuk mengukur tingkat pemahaman konsep matematis siswa terhadap materi matematika yang telah diajarkan guru. Untuk mendapatkan tes yang baik, langkah–langkahnya adalah:

1. Penyusunan Tes

Tes yang akan diberikan adalah tes yang berbentuk esai. Sebelum tes diberikan pada kedua kelas terlebih dahulu dilakukan langkah-lagkah sebagai berikut:

a. Membuat batasan terhadap bahan yang akan diajarkan

b. Membuat kisi-kisi soal yang berpedoman pada pokok bahasan yang akan dipelajari dengan indikator pemahaman konsep

c. Menyusun butir-butir soal yang akan diujikan d. Membuat kunci jawaban tes yang telah disusun

e. Memvalidasi butir tes. Validasi dilakukan oleh dosen pembimbing dan guru matematika di sekolah.

2. Uji Coba Tes

Sebelum tes diberikan terlebih dahulu tes diuji cobakan. Uji coba tes dilakukan untuk melihat daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas tes. Uji coba soal

(40)

akan dilakukan di SMP Baiturrahmah Padang, karena menurut keterangan guru matematika di sekolah tersebut, sekolah tersebut memiliki kemampuan akademik yang relatif sama, terlihat dari KKM kedua sekolah yaitu 73.

3. Analisis Soal Tes

1) Tingkat Kesukaran Soal (TK)

Tingkat kesukaran soal bertujuan untuk melihat apakah soal termasuk soal yang mudah, sedang atau sukar. Makin besar tingkat kesukaran soal berarti soal itu mudah. Menurut Depdiknas (2001: 27) untuk menentukan tingkat kesukaran soal berbentuk esai digunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 6: Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran Kriteria

0,00 < TK  0,30 Sukar

0,30 < TK  0,70 Sedang

0,70 < TK  1,00 Mudah

Sumber : Depdiknas (2001: 28)

2) Daya Pembeda Soal

Depdiknas (2001: 28) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda butir soal yang diberikan kepada siswa digunakan rumus:

(41)

Kriteria daya pembeda soal adalah sebagai berikut: Tabel 7: Kriteria daya pembeda soal

Daya Pembeda Soal Kriteria

≤ ≤ Soal diterima/ baik

≤ Soal diterima tetapi perlu diperbaiki ≤ Soal diperbaiki

≤ Soal tidak diperbaiki/ dibuang

Sumber : Depdiknas (2001: 28)

3) Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes adalah suatu ukuran apakah tes tersebut dapat dipercaya, suatu tes dapat mempunyai kepercayaan yang tinggi jika tes dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menemukan reliabilitas digunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2010: 239) yaitu:

. - / . ∑ /, ∑ (∑ ) Dimana :

= koefisien reliabilitas tes

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

1 = bilangan konstan

= jumlah varian butir = variansi total

= varian total

Untuk menentukan reliabel atau tidaknya suatu soal, Arikunto (2010: 228) mengemukakan bahwa ”Apabila harga r11 ini dikonsultasikan dengan tabel

Products moment, ternyata lebih besar dari harga rtabel yang diharapkan, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel”.

(42)

Analisis data bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan, apakah diterima atau ditolak. Disamping itu analisis ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dinilai dari nilai tes akhir yang mengandung indikator pemahaman konsep matematis dengan penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia menggunakan PowerPoint. Dalam menganalisis data, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung Skor Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Perhitungan ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dinilai dari tes akhir yang mengandung indikator kemampuan pemahaman konsep dengan menggunakan rubrik analitik. Menurut Iryanti (2004: 13) “Rubrik adalah pedoman penskoran. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seseorang siswa terletak pada kriteria yang mana”.

Tabel 8: Contoh Format Rubrik Analitik

Indikator Skala 0 1 2 3 Menyatakan ulang sebuah konsep Tidak ada jawaban sama sekali/ tidak jelas Kurang jelas dan kurang tepat. Jelas dan tepat dengan sedikit kesalahan. Jelas dan tepat tanpa ada kesalahan.

Mengklasifikasi-kan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep Tidak sesuai dengan konsepnya / tidak ada jawaban Kurang tepat dengan konsep-nya Sesuai dengan konsepnya dengan sedikit kesalahan Sesuai dengan konsepnya dan tepat

(43)

Mengaplikasikan konsep atau kepemecahan masalah Tidak ada jawaban/ tidak tepat Kurang tepat Benar dengan sedikit kesalahan. Benar Memberi contoh dan non contoh konsep Tidak tepat/ tidak ada jawaban Kurang tepat Tepat dengan sedikit kesalahan Tepat Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematis Tidak ada jawaban Tidak jelas dan tidak tepat Jelas dan tepat dengan sedikit kesalahan Jelas dan tepat Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep Tidak ada jawaban Tidak lengkap dan tidak tepat Lengkap dan tepat dengan sedikit kesalahan Lengkap dan tepat

Sumber: Dimodifikasi dari penilaian unjuk kerja, Iryanti (2004: 14)

Sangat penting untuk menentukan batasan memenuhi dan tidak memenuhi indikator pemahaman konsep yang diberikan. Skala 0 dapat dianggap sebagai unjuk kerja yang tidak memenuhi, skala 1 dianggap sebagai unjuk kerja yang cukup memenuhi, skala 2 dianggap sebagai unjuk kerja yang baik, skala 3 dianggap sebagai unjuk kerja yang sangat baik (dimodifikasi dari penilaian unjuk kerja, Iryanti, 2004: 15).

Skor yang diperoleh masih harus dirubah dalam skala angka yang ditetapkan (misal dalam bentuk 0–100). Skor yang diperoleh siswa jika dikonversikan ke skala 0–100 yaitu skor yang diperoleh siswa dibagi skor total dikali 100, atau bila dirumuskan:

(44)

Analisa data bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan, apakah diterima atau ditolak. Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap kelas sampel, untuk melihat apakah sampel berdisribusi normal atau tidak serta apakah kelompok data mempunyai variansi yang homogen atau tidak.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelas sampel berditribusi normal atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : kedua kelas sampel berdistribusi normal H1 : kedua kelas sampel tidak berdistribusi normal

Uji yang akan digunakan adalah uji Anderson Darling dengan bantuan Minitab. Menururt Syafriandi (2001: 23) mengemukan bahwa ”untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak, dapat menggunakan cara interpretasi grafik yaitu data berdistribusi normal jika P-value yang di peroleh lebih kecil dari taraf nyata yang di tetapkan ( ) maka tolak H0 dan sebaliknya terima H0”

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas bertujuan untuk menyelidiki apakah skor hasil belajar pada kedua kelas sampel mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : = H1 :

(45)

F = 2 2 2 1 S S Keterangan :

F = Variansi kelompok data

= Variansi pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen = Variansi pemahaman konsep matematis siswa kelas kontrol Dengan Kriteria pengujian adalah:

Terima H0 jika . / ( ) ( ) dalam hal lain H0 ditolak. Pengujian homogenitas dalam penelitian yang akan dilakukan, dilakukan dengan Minitab. Syafriandi (2001: 24) mengemukakan bahwa “jika irisan selang kepercayaan itu kosong maka dikatakan bahwa kelompok perlakuan tersebut tidak homogen dan sebaliknya dikatakan homogen”.

c. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas pada kedua kelompok sampel maka dapat dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : H1 : Dimana :

1 = Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen

2 = Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas kontrol Uji yang digunakan adalah uji t satu pihak, seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2005: 239) yaitu:

(46)

a. Jika kedua kelas sampel berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan rata-rata yaitu uji t satu pihak dengan rumus:

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ √ dengan √ ( ) ( ) Dengan : 1

X = nilai rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen 2

X = nilai rata-rata pemahaman konsep kelas kontrol = variansi pemahaman konsep kelas eksperimen = variansi pemahaman konsep kelas kontrol

s = simpangan baku gabungan 1

n = jumlah siswa kelas eksperimen

2

n = jumlah siswa kelas kontrol Kriteria pengujian adalah :

Terima hipotesis H0 jika thitungttabel dan tolak H0 jika t mempunyai harga lain dengan derajat kebebasan (dk) = n1n22.

b. Jika kedua sampel mempunyai variansi yang tidak homogen dan berdistribusi normal maka uji statistik yang digunakan adalah:

̅̅̅ ̅̅̅ √

Kriteria pengujian adalah tolak jika dan terima H0 jika Dengan: , Dimana: ( )( ) ( )( )

(47)

c. Jika kedua kelas tidak berdistribusi normal atau variansi tidak homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji non parametrik, yaitu uji U Mann-Whitney. Menurut Santoso (2010: 121) bahwa proses perhituungan uji ini dilakukan dengan langkah:

1) Semua data dari semua kelas digabung, kemudian diurutkan (dari terkecil ke yang terbesar), kemudian diranking. Jika terdapat nilai yang sama maka diperoleh dengan merata-ratakan nomor urut data yang sama tersebut.

2) Lakukan penjumlahan angka ranking untuk kelas yang sama berdasarkan nomor ranking yang didapat

3) Menentukan nilai U untuk masing-masing kelas dengan rumus: 0 ( ) 1

Dengan:

n1 = jumlah sampel 1

n2 = jumlah sampel 2

Rx = jumlah ranking sebuah kelas

x = kode sampel, jika dihitung sampel 1, maka akan menjadi n1

4) Pilih nilai U terkecil kemudian hitung nilai Z dengan rumus:

. /

( )

Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan nilai Zhitung dengan Ztabel. Jika Zhitung > Ztabel maka H0 ditolak, sebaliknya terima H0.

(48)

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

________________ (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. (2001). Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian. Jakarta: Depdiknas.

Erti, Yenni. (2012). “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMP Negeri 2 Kubung. Skripsi tidak diterbitkan. STKIP Ah-Lussunah Bukittinggi”.

Hadi, Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.

Iryanti, Puji. (2004). Penilaian Unjuk Kerja .Yogyakarta: Depdiknas.

Muliyardi. (2002). “Strategi Pembelajaran Matematika”. Padang: FMIPA UNP S. Nasution. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Santoso, Singgih. (2010). Statistik Nonparametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Shadiq, Fadjar. (2009). Kemahiran Matematika. Yogjakarta: Depdiknas.

Shadiq, Fadjar & Mustajab, Nur Amini. (2010). Pembelajaran Matematika

dengan pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, Erman. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Global Digital Copier.

Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual

dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Syafriandi. (2001). “Analisis Statistika Inferensial dengan Menggunakan Minitab”. Padang: UNP.

(49)

Widada HR. (2010). Mudah Membuat Media Pembelajaran MULTIMEDIA

INTERAKTIF untuk GURU dan PROFESIONAL. Jakarta : Pustaka

Widyatama.

Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif

Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

W.J.S. Poerwadarminta. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka .

Gambar

Tabel  1.    Persentase  Ketuntasan  Ujian  Semester  1  Mata  Pelajaran  Matematika Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 6 Padang  Tahun Pelajaran 2012/2013
Gambar 1. Lembar Jawaban Siswa
Gambar 2. Contoh konteks yang dapat digunakan dalam pembelajaran gradien
Gambar 3. Matematisasi Horisontal dan Vertikal (Gravmeijer dalam   Hadi, 2005: 20)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian mengenai perbandingan karakteristik keluaran antara pesawat sinar-X Toshiba unit model DRX-1824B dan Toshiba unit model DRX-1603B.. Parameter yang

[r]

Pihak Kepala Desa Sukaasih diharapkan untuk terus memberikan arahan dan pembinaan kepada masyarakat agar masyarakat menjadi lebih sadar akan hak dan kewajibannya dan

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang

World Bank Implementation Review Mission started with a kick-off meeting on January 15, 2015 with follow-up meeting on January 19, 2015. A wrap-up meeting was held on January

(17) Diisi dengan Nama Satminkal/ Unit Eselon I Satker yang bersangkutan (18) Diisi dengan Nama Satuan Kerja yang mengajukan usulan Pokja (19) Diisi dengan Nomor Surat

2010 : Pengaruh Pelayanan Purna Jual Terhadap Kepuasan Konsumen Produk Sepeda Motor Merek Suzuki (studi pada PT. HERO SAKTI MOTOR Malang) Fakultas Ekonomi

Jadi randai yang berbentuk teater rakyat di Minangkabau, adalah sesebuah persembahan yang memiliki pelbagai unsur seni dan memiliki hubungan yang harmonis yang