• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konvensi yang mengatur tentang narkotika adalah Single Convention on Narcotic Drugs 1961 As Amended by the 1972 Protocol Amending the Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (Konvensi Tunggal Narkotika 1961) dan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Wina 1988), kedua konvensi tersebut merupakan resultante dari konvensi terdahulu mengenai narkotika dan psikotropika serta merupakan konvensi terpenting dalam sejarah pengaturan internasional di bidang narkotika dan psikotropika (Romli Atmasasmita, 1997: 53). Kedua konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Indonesia dan diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988). Peratifikasian dan peintegrasian kedua konvensi tesebut merupakan salah satu dari beberapa kebijakan hukum pidana (penal policy) yang ditempuh oleh Pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana narkotika, yang telah melibatkan sindikat terorganisasi serta dalam perkembangannya memunculkan konsep transnational crime atau transnational organized crime.

Asia Tenggara dikenal sebagai wilayah penghasil obat-obatan terlarang terbesar di dunia, atau bersama-sama dengan “Golden Crescent” (Afghanistan, Pakistan, dan Iran, dan Kolombia), melalui keberadaan segitiga emas di Perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos. Perlu diketahui bahwa Golden Triangle merupakan penghasil 60% opium dan heroin dunia. Namun bukan hanya menjadi pemasok opium yang besar tapi dengan jumlah populasi Asia Tenggara yang cukup besar, maka kawasan ini juga menjadi pasar yang sangat potensial (Multi M

(2)

commit to user

Adha, 2013: https://buanajurnal.wordpress.com). Menurut report dari International Narcotics Control Strategy Report (INCSR) upaya Indonesia dalam memberantas peredaran gelap Narkoba (Narkotika dan Bahan atau Obat Berbahaya) dianggap masih belum memadai. Indikasinya adalah adanya kenaikan angka penyalahgunaan Narkoba di dalam negeri, serta maraknya lalu lintas perdagangan gelap Narkoba dari dan ke Indonesia yang melibatkan negara-negara lain seperti Thailand, Afganistan, Nigeria dan Singapura (AR.Surjono dan Bony Daniel, 2011: 38). Berdasarkan Press Release Akhir Tahun Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2013 telah berhasil mengungkap sejumlah jaringan Narkoba yang menonjol dan berdampak besar terhadap peredaran gelap Narkoba di wilayah Indonesia, yaitu pengungkapan 11 (sebelas) jaringan sindikat Narkoba internasional.

Tindak pidana transnasional yang terorganisasi, yang memiliki keterkaitan dengan konvensi yang terbentuk melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 55/25 sebagai instrumen hukum dalam menanggulangi tindak pidana transnasional yang terorganisasi, yakni United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, sebagai perwujudan komitmen memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi melalui kerangka kerja sama bilateral, regional, ataupun internasional. United Nations Convention on Transnational Organized Crime (UNTOC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) menyebutkan sejumlah kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property), perdagangan manusia, penyelundupan migran serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. Konvensi juga mengakui keterkaitan yang erat antara kejahatan lintas negara terorganisir dengan kejahatan terorisme,

(3)

commit to user

meskipun karakteristiknya sangat berbeda. Meskipun kejahatan perdagangan gelap Narkoba tidak dirujuk dalam konvensi, kejahatan ini masuk kategori kejahatan lintas negara terorganisir dan bahkan sudah diatur jauh lebih lengkap dalam tiga konvensi terkait Narkoba sebelum disepakatinya UNTOC (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2014: http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=20&l=id).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan implementing legislation dari konvensi terkait Narkoba yang dapat digunakan oleh hakim dalam memutus tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, karena konvensi terkait Narkoba tidak dapat diterapkan secara langsung di pengadilan. Meskipun demikian, kaidah-kaidah hukum internasional tetap boleh digunakan oleh hakim-hakim sebagai alat bantu untuk melakukan interprestasi hukum terhadap pasal-pasal dalam undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dalam perjanjian internasional (Wisnu Aryo Dewanto, 2012: 27-28). Penegakan hukum terhadap tindak pidana transnasional yang terorganisasi di bidang narkotika, dalam hal kaitannya dengan hakim sebagai manusia yang memahami nilai-nilai hukum dalam masyarakat. Hakim dalam kaitanya dengan penegakan hukum ini adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu “Hukum dan Keadilan”, sebagaimana seorang filusuf hukum terkemuka Gustav Radbruch menjelaskan bahwa “Hukum itu adalah hasrat kehedak untuk atau demi mengbdi keadilan”. Apabila hukum atau undang-undang secara sadar atau sengaja mengingkari keadilan, misalnya secara seenaknya dan tidak diperuntukkan kepada manusia memberikan tetapi sekaligus juga menolak hak-hak asasinya, maka undang-undang yang demikian itu kehilangan kekuatan berlaku mengikatnya, karena itu pula rakyat tidak wajib menaatinya. Oleh karena itu pula maka para ahli atau penegak hukum haruslah memiliki keberanian untuk menolak dan menyangkal dan tidak mengakui sifat hukum dari undang-undang tersebut” (Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2009: 15).

Pada dasarnya tugas hakim dalam penegakan hukum akan sangat berkaitan erat dengan persoalan filsafat hukum, sebagaimana dikatakan Roscoe Pound bahwa salah satu objek filsafat hukum adalah “The application of law” atau

(4)

commit to user

menurut Golding, sebagai “the critical evaluation of law and legal institution…and the study judicial decision making” (Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2009: 15). Oleh karena itu setiap putusan hakim memuat pertimbangan yang merupakan roh dari seluruh materi isi putusan, yang didalamnya terdapat ratio decidendi sehingga hukum dan keadilan menjadi suatu yang utuh.

Kasus penyelundupan narkotika yang merupakan bagian dari tindak pidana transnasional yang terorganisasi telah terjadi di Indonesia, tindak pidana tersebut telah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang melibatkan 9 (sembilan) orang warga negara Indonesia, yang saat ini 7 (tujuh) orang telah disidangkan dan telah di jatuhi putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 1 (satu) orang telah disidangkan terpisah di Peradilan Militer, sedangkan 1 (satu) orang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Penyelundupan narkotika yang berasal dari China tersebut juga melibatkan seorang warga negara Hongkong yang masih masuk dalam DPO. Kasus penyelundupan narkotika melalui pelabuhan Tanjung Periok tersebut dikordinasikan didalam penjara oleh seorang yang bernama Fredi Budiman. Berdasarkan uraian pertimbangan latar belakang tersebut diatas maka penulis mengambil penulisan hukum dengan judul “KAJIAN TERHADAP

RATIO DECIDENDI HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT

DALAM TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN NARKOTIKA ATAS

TERPIDANA FREDI BUDIMAN DALAM PUTUSAN NOMOR

2267/PID.SUS/2012/PN.JKT.BRT SEBAGAI TINDAK PIDANA

TRANSNASIONAL TERORGANISASI.”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan bagian penting dalam penyusunan suatu penulisan hukum agar terarah dan tujuannya tidak menyimpang dari pokok permasalahan sehingga sangat diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

(5)

commit to user

1. Apakah ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR?

2. Apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus Fredi Budiman (Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR) berlandaskan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan karena terkait erat dengan perumusan masalah dan judul dari penelitian itu sendiri. Oleh karena itu peneliti mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Tujuan itu berupa tujuan secara obyektif dan tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Objektif.

a. Untuk mengkaji analisis ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR.

b. Untuk mendeskripsikan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus Fredi Budiman (Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR).

2. Tujuan Subjektif.

a. Untuk memperdalam dan menambah pengetahuan peneliti di bidang Hukum Pidana serta Hukum Pidana Internasional khususnya terkait dengan masalah aspek ratio decidendi hakim dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR.

(6)

commit to user

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu aspek penting dalam penelitian yang tidak dapat diabaikan adalah manfaat penelitian. Sebuah penelitian hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam prakteknya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Pidana dan Hukum Pidana Internasional pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan dan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Memberikan jawaban praktis mengenai aspek ratio decidendi hakim dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR..

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran

(7)

commit to user

hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 60). Adapun yang hendak dicapai oleh penelitian hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah dan larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 47).

Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Jenis Penelitian

Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan ini mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006: 57). Fokus dari penelitian hukum yang dilakukan penulis adalah mengkaji ratio decidendi hakim dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili terpidana narkotika Fredi Budiman.

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum berdasarkan sifatnya menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya Hukum dan Penelitian Hukum dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu, penelitian hukum eksploratori (exsploratory legal study), penelitian hukum deskriptif (descriptive legal study), dan penelitian hukum eksplanatori (explanatory legal study). Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum deskriptif (descriptive legal study) yaitu penelitian hukum yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 2004: 49), sehingga dalam penelitian ini

(8)

commit to user

dimaksudkan untuk memaparkan dan memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang ratio decidendi hakim dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR.. Penulis dalam penelitian akan mempelajari tentang instrument hukum tentang narkotika yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta konvensi yang berlaku secara internasional tentang narkotika yaitu Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988, kemudian menelaah instrumen hukum tersebut ke dalam kasus tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang telah terjadi di Indonesia.

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum, disebutkan bahwa di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabanya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan perundang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, diantaranya adalah pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan kasus, yaitu dengan menelaah putusan hakim pengadilan yang memuat ratio decidendi yang merupakan penafsiran atau penghalusan hukum dari hakim, serta dalam hal undang-undang tidak mengaturnya (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 158-166). Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Akan tetapi dalam pendekatan perundang-undangan tidak hanya melihat kepada bentuk peraturan perundang-undangan, malainkan juga

(9)

commit to user

menelaah materi muatannya yang meliputi dasar ontologis, filosofis, dan ratio legis undang-undang atau legislasi, bukan bentuk peraturan perundang-undangan lain atau regulasi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 136-158). Penulis dalam penelitian akan menelaah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat yaitu Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR serta menelaah undang-undang, konvensi tentang narkotika, dan konvensi menentang tindak pidana transnasional yang terorganisasi.

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian hukum normatif jenis data yang digunakan peneliti berupa data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelaahan dokumen dari penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan-bahan pustaka seperti buku-buku, artikel, literatur, koran, majalah, jurnal, internet, perundang-undangan, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersiat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim pengadilan yang merupakan kretisasi dari perundang-undangan. Sedangkan yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:

1) Single Convention on Narcotic Drugs 1961 As amended by the 1972 Protocol amending the Single Convention on Narcotic Drugs 1961; 2) United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotropic Substances 1988;

3) United Nations Convention Against Transnational Organized Crime; 4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya;

(10)

commit to user

7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988);

8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi);

9) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

10) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan; dan

11) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Putsan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian, surat kabar, majalah, internet, jurnal, dan hasil penelitan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti seperti:

1) Kepustakaan yang berkaitan dengan Hukum Pidana; 2) Kepustakaan yang berkaitan dengan Hukum Internasional; 3) Kepustakaan yang berkaitan dengan Narkotika;

4) Kepustakaan yang berkaitan dengan Hukum Pidana Internasional; 5) Kepustakaan yang berkaitan dengan Ratio Decidendi; dan

(11)

commit to user

Adapun salah satu buku teks (textbook) yang penulis gunakan adalah Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia (Transnational Narcotic Crime Within The Indonesian Criminal Law System) yang ditulis oleh Romli Atmasasmita yang merupakan hasil disertasi. Adapun pula salah satu jurnal yang penulis gunakan adalah jurnal Goodhart’s Concession: Defending Ratio Decidendi from Logical Positivism and Legal Realism in the First Half of the Twentieth Century, penulis Robert G Scofield, terbitan The King’s College Law Journal.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti : 1) Kamus-kamus hukum/Black Law Dictionary dan

2) Ensiklopedia. 5. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi. Di dalam penelitian, lazimnya dikenal paling sedikit tiga jenis teknik pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau studi pustaka (library research). Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian diinventarisasi dan diklarifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar pertimbangan untuk menjawab permasalahan hukum yang sedang dihadapi (F. Sugeng Istanto, 2007: 56).

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam penalaran hukum pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode deduksi.

(12)

commit to user

Penelitian menggunakan metode deduksi, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti yang berupa fakta. Dalam hal demikian, ia membangun hipotesis apakah terhadap fakta tersebut berlaku prinsip-prinsip dasar tersebut. Selanjutnya peneliti mengadakan penelitian untuk memverifikasi apakah hipotesisnya diterima atau ditolak. Dalam penelitian tersebut mungkin menemukan sesuatu diluar hipotesis tersebut yang hal ini membuka bagi penelitian baru (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 84). Penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89-90).

Dalam penelitian ini yang merupakan premis mayor adalah dasar mengikat hukum yaitu berupa prinsip-prinsip hukum internasional sebagai pembentuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan aturan hukum sebagai lex specialis dalam mengatur penegakan hukum di bidang narkotika. Sedangkan premis minornya yaitu berupa fakta hukum Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu konklusi yang bersifat khusus dari analisis bahan-bahan hukum atau fakta-fakta hukum yang bersifat umum yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan aturan hukum sebagai lex specialis sebagai dasar mengikat hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi penelitian ini, peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penelitian hukum. Dengan demikian dapat diketahui

(13)

commit to user

hal-hal yang saling berkaitan dengan pembahasan yang saling berhubungan dengan pokok permasalahan yang diangkat ke dalam penelitian hukum. Sisitematika penelitian hukum ini terbagi dalam 4 (empat) bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan berisi mengenai uraian latar belakang pemilihan masalah dalam penulisan ini. Bagian pendahuluan ini dibagi menjadi enam sub bab yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan berisi mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran yang menjadi landasan dari penulisan ini. Di dalam kerangka teori dibagi menjadi empat sub bab yaitu definisi tentang narkotika, pengaturan tentang narkotika dalam hukum nasional dan hukum internasional, tindak pidana transnasional yang terorganisasi, definisi tentang ratio decidendi, dan kedudukan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional. Sub bab pengaturan tentang narkotika dalam hukum nasional dan hukum internasional terdiri dari pengaturan tentang narkotika dalam hukum nasional dan pengaturan tentang narkotika dalam hukum internasional. Pengaturan tentang narkotika dalam hukum internasional selanjutnya diuraikan lagi menjadi pengaturan tentang narkotika dalam Single Convention on Narcotic Drugs 1961 As Amended by the 1972 Protocol Amending the Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (Konvensi Tunggal Narkotika 1961) dan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Wina 1988). Sub bab tindak pidana transnasional yang terorganisasi terbagi atas definisi tindak pidana transnasional yang terorganisasi dan pengaturan tindak pidana transnasional yang terorganisasi.

(14)

commit to user

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian yang menghubungkan kasus tindak pidana penyelundupan narkotika transnasional terorganisasi yang dilakukan terpidana narkotika Fredi Budiman dan kesesuaian pengaturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 terkait tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan data-data tersebut sehingga diperoleh dari hasil penelitian yang menghasilkan pembahasan, ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus Fredi Budiman (Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR).

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan tentang simpulan dan saran mengenai ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam mengadili tindak pidana penyelundupan narkotika oleh terpidana

Fredi Budiman dalam Putusan Nomor

2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR dan pelandasan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus Fredi Budiman (Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR). DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Dampak positif yang dirasakan dengan adanya pelarangan ini adalah membuka peluang bagi toko ritel-ritel local baik yang tradisional maupun modern untuk semakin

Diantara kelima model posisi peletakan semen konduktif dalam tanah, dapat diketahui bahwa semen konduktif yang diletakkan konsentris bersama elektroda batang memiliki

Sukarlan 2 Sapi Sri Makmur Kepuhwetan, Wirikerten 1994 Nur Wahid 3 Sapi Glondong Glondong, Wirokerten 1994 Samijo 4 Sapi Sido Kumpul Kragilan, Tamanan 1994 Prapto Diharjo 5 Sapi

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

30 Perjamuan Kudus adalah Tubuh dan Darah Kristus yang sejati, di dalam dan dengan roti dan anggur melalui sabda Kristus; seperti yang diperintahkan, kita

el'ektil, observasi, pcnilainrr diri. penilaian tetnan sebaya atau penilaian jurnal. Berdasarkan hasil penelitian untuk penilaian observasi sudah dilakukan baik oleh

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak