• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. berdasarkan beberapa peneliti sebelumnya. Struktur modal itu merupakan campuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. berdasarkan beberapa peneliti sebelumnya. Struktur modal itu merupakan campuran"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Struktur Modal

Struktur modal merupakan hal penting pada sebuah perusahaan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Struktur modal memiliki pengertian berdasarkan beberapa peneliti sebelumnya. Struktur modal itu merupakan campuran atau kumpulan dari hutang, saham preferen dan modal sendiri yang digunakan untuk menggalang modal (Brigham dan Houston, 2007). Sedangkan menurut Gitman dan Zutter (2015), struktur modal adalah penggabungan antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang di kelola oleh sebuah perusahaan.

Masalah struktur modal merupakan masalah yang penting bagi setiap perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai dampak langsung terhadap posisi finansial perusahaan (Mumtaz et al. 2013). Perusahaan yang dapat dengan bijak menetapkan struktur modalnya dengan baik, termasuk mengatur besarnya komposisi keputusan pendanaan. Untuk memenuhi hutang dan komposisi modal yang optimal, manajer keuangan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan pengertian diatas, struktur modal menunjukan banyaknya perbedaan teori yang ada. Teori-teori struktur modal yang banyak dikenal antara lain adalah Modigliani dan Miller

(2)

Theory (MM), Agency Cost Theory, Trade Off Theory dan Pecking Order Theory (Imtiaz et al., 2016).

Menurut Modigliani dan Miller Theory (MM), nilai dari suatu perusahaan merupakan faktor yang independen dari struktur modal dengan diasumsikan pada pasar modal yang sempurna. Nilai perusahaan itu sendiri dapat ditentukan sebagai real asset dan manajemen pure capital structure yang tidak dapat diubah (Imtiaz et al., 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Myers dan Majluf (1984), menjelaskan mengenai pecking order theory yaitu sebuah perusahaan harus mengikuti perintah dalam membiayai suatu investasi yang baru.

Akintoye (2008) mempertimbangkan efek struktur modal terhadap efesiensi perusahaan. Booth (2001) menjelaskan bahwa leverage merupakan perbandingan antara total asset dengan total liabilitas. Irawati (2006) menjelaskan bahwa leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam hal menginvetasikan dana atau memperoleh sumber dana yang disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan. Sedangkan menurut Halim (2007) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan leverage adalah penggunaan aset atau dana, di mana atas penggunaan tersebut perusahaan harus menanggung beban tetap berupa penyusutan atau berupa bunga. Dari pengertian di tersebut dapat dijelaskan bahwa leverage perusahaan sangatlah dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan yang memerlukan banyak biaya.

Menurut trade off theory perbankan akan lebih memilih menggunakan leverage yang lebih tinggi, dikarenakan perbankan merupakan perusahaan yang memiliki nilai margin atau tingkat keuntungan yang kecil maka perbankan

(3)

membutuhkan keuntungan yang lebih besar lagi dengan cara meningkatkan volume perusahaannya, dimana untuk meningkatkan volume perusahaannya maka perbankan membutuhkan dana yang lebih besar juga dari penggunaan leverage. Sumber leverage yang pertama dari nasabah berupa dana pihak ketiga yang terdiri dari giro, tabungan deposito kemudian yang kedua melalui penerbitan surat hutang (obligasi) dimana pembelinya adalah investor dan yang terakhir penerbitan saham (Myers, 1984).

Semakin besar tingkat leverage berarti tingkat ketidakpuasan (uncertainty) dari penghasilan yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah penghasilan yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam suatu perusahaan, semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat penghasilan (return) yang diharapkan. Istilah resiko (risk) dalam leverage dimaksudkan dengan ketidakpastian (uncertainty) dalam hubungannya dengan kemampuan perusahaan membayar kewajiban – kewajiban tetapnya (fixed payment obligation). Oleh karena itu masalah leverage dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau penggunaan dana yang berakibat perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap.

(4)

2.1.2 Teori Struktur Modal

a. Trade off Theory

Trade off theory adalah teori mengenai capital structure dalam memperoleh rasio leverage yang optimal dengan mempertimbangkan antara manfaat dan biaya dari penggunaan leverage. Trade off theory menyatakan bahwa capital structure optimal akan tercapai bila manfaat nilai tambah dari penggunaan leverage yang berupa penghematan pajak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh leverage (Bradley et al. 1984). Nilai perusahaan akan mencapai nilai maksimal apabila sebagian modal dibiayai oleh leverage, namun jika perusahaan memiliki leverage yang banyak lalu perusahaan tidak mampu membayar kewajiban maka perusahaan akan menghadapi biaya financial distress yang dapat menyebabkan kebangkrutan (Gajurel, 2005). Biaya financial distress merupakan biaya kebangkrutan atau reorganization dan agency costs yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Penggunaan leverage akan meningkatkan nilai perusahaan hanya sampai pada titik tertentu, setelah mencapai titik maksimal maka leverage akan menurunkan nilai perusahaan. Trade off theory dalam menentukan capital structure optimal memasukan beberapa faktor antara lain pajak, agency cost, dan biaya financial distress, tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai pertimbangan dan manfaat pengguna hutang.

Graham dan Harvey (2001) di dalam trade off theory, manfaat utama dari penggunaa leverage adalah keuntungan yang diperoleh dari pengurangan pajak. Trade off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade off antara

(5)

penghematan pajak dan biaya financial distress dalam menentukan capital structure. Keuntungan menggunakan leverage yaitu berupa tax-shelter effect muncul ketika perusahaan membayar beban bunga levearge maka akan mengurangi pendapatan kena pajak perusahaan sehingga pajak yang dibayarkan perusahaan lebih kecil (tax shield). Perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan resiko hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Namun teori ini berlaku hanya untuk satu periode waktu trade off antara penghematan pajak terhadap biaya kebangkrutan, sedangkan dalam dunia nyata perusahaan beroperasi dalam jangka waktu yang panjang.

b. Pecking Order Theory

Pada saat perusahaan membutuhkan modal dan sumber dana, maka pemilik perusahaan cenderung menerbitkan saham baru dan surat berharga lainnya. Apabila perushaan menerbitkan saham, maka investor cenderung akan memotong harga saham perusahaan. Untuk menghindari pemotongan harga saham perusahaan, maka manajer harus menghindari penerbitan ekuitas, sehingga manajer akan cenderung menggunakan pecking order theory.

Pecking order theory merupakan teori keputusan pendanaan yang menggunakan sumber dana internal terlebih dahulu dibandingkan sumber dana eksternal. Myers (1984) mengungkapkan pecking order theory merupakan teori yang menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih menggunakan pendanaan

(6)

internal yang bersumber dari laba ditahan, dibandingkan dengan menerbitkan leverage atau menerbitkan saham.

Urutan sumber pendanaan dalam pecking order theory yang pertama adalah sumber dana internal yaitu laba ditahan, jika perusahaan meralisasikan menggunakan alternatif sumber dana eksternal yang terlebih dahulu adalah leverage yang pertama dari nasabah berupa dana pihak ketiga yang terdiri dari giro, tabungan deposito kemudian yang kedua melalui penerbitan surat hutang (obligasi) dimana pembelinya adalah investor dan yang terakhir penerbitan saham (Myers, 1984).

Secara umum, penerbitan leverage memiliki biaya yang lebih kecil dibandingkan penerbitan saham sehingga penggunaan leverage dipilih sebagai pilihan pertama dalam penggunaan sumber dana eksternal. Menururt (Graham dan Harvey, 2001) pecking order theory dalam pembiyaannya berpendapat bahwa perusahaan tidak memiliki target leverage, tetapi penggunaan dana eksternal akan tetap dilakukan jika dana internal tidak cukup.

Bevan dan Danbolt (2002) menemukan bahwa semakin tinggi profit suatu perusahaan maka semakin besar dana internalnya sehingga penggunaan leverage seharusnya akan berkurang. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal, kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order teory juga menjelaskan mengapa perusahaan yang profitable pada umumnya memiliki jumlah hutang yang sedikit. Hal ini dikarenakan mereka memang memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable cenderung akan mempunyai hutang yang lebih besar dikarenakan dua alasan, yaitu dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih

(7)

disukai.

c. Agency Theory

Agency theory menjelaskan bahwa dalam menentukan capital structure perlu dipertimbangkan biaya yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dengan pihak manajemen perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan adanya dua potensi konflik dalam agency theory yang disebut sebagai agency problem, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur dan konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen. Dibutuhkan biaya untuk mengurangi konflik dalam agency problem dan biaya yang dikeluarkan untuk meminimalisir konflik ini disebut agency cost.

Managemen diberikan wewenang dalam kebijakan pengambilan keputusan sehingga manajemen diharapkan dapat mengoptimalkan capital structure yang ada secara maksimal untuk mensejahterakan pemilik perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jensen dan Meckling (1976) menghubungkan permasalahan capital structure dengan agency cost, dimana penggunaan leverage dalam capital structure dapat menurunkan agency cost dan memberi dorongan pada manajer untuk mengoperasikan perusahaan dengan lebih efisien. Penelitian Li dan Qi (2013) menemukan bahwa semakin banyak pihak-pihak yang terlibat dalam kepemilikan sebuah perusahaan, maka potensi konflik antara principal (pemilik perusahaan) dan agen (manajer) akan semakin besar dibandingkan perusahaan yang memiliki kepemilikan sendiri. Menurut Eng dan Mak (2003) potensi timbulnya masalah agensi akan semakin besar jika manajer hanya ditempatkan sebagai

(8)

pengelola perusahaan saja, tidak dilibatkan dalam kepemilikan saham perusahaan sehingga manajer menggunakan kebijakan sendiri di luar dari kebijakan pemegang saham untuk keperluan pribadinya. Jika manajer turut serta dalam kepemilikan saham perusahaan, manajer jauh lebih peduli tentang kepentingan pemegang saham karena manajer juga menginginkan mendapat pembagian dividen seperti pemegang saham.

2.1.3 Komponen Struktur Modal

Komponen-komponen struktur modal menurut Taswan (2010), komponen ini terdiri dari:

1. Biaya pasiva, terdiri dari :

a. Interest bearing liabilities, yaitu sumber dana yang diperoleh dengan membayar bunga. Contoh : call money, giro, tabungan, deposito, dan pinjaman diterima.

b. Non interest bearing liabilities yaitu sumber dana yang diperoleh tanpa bayaran bunga. Contoh : setoran jaminan bank garansi, setoran jaminan Letter of Credit, dana transfer yang mengendap, deposito yang telah jatuh tempo dan belum ditarik pemiliknya, modal dan sebagainya.

2. Kepekaan dana terhadap bunganya :

a. Rate sensitive liabilities, yaitu instrumen dana yang peka terhadap perubahan suku bunga. Contoh : call money, tabungan dan deposito, pinjaman jangka pendek. Suatu sumber dana dikatakan sensitif atau

(9)

peka terhadap perubahan suku bunga bila memiliki ciri-ciri : berjangka pendek atau jangka panjang berbunga variabel. Ukuran jangka pendek adalah kurang dari satu tahun.

b. Non-rate sensitive liabilities, yaitu jenis instrumen dana yang tidak peka terhadap perubahan suku bunga pasar, contoh : Giro, capital deposit.

2.1.4 Profitability

Profitability yaitu tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Gitman dan Zutter, 2015). Semakin tinggi tingkat profitability perusahaan menunjukan semakin baik tingkat finansial perusahaan. Hal ini mencerminkan kinerja perusahaan semakin baik. Gitman dan Zutter (2015) menjelaskan profitability perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk dapat menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio profitability mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Penelitian struktur modal mempertimbangkan profitability dari suatu perusahaan sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi struktur modal. Namun, tanda-tanda hubungan antara profitability dan leverage dari suatu perusahaan tidak konsisten.

Ada pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara profitability dan leveage menurut teori struktur modal. Myers (1984) pecking order theory menunjukan bahwa adanya hubungan negatif antara profitability dan leverage,

(10)

karena perusahaan yang memiliki profitability tinggi memungkinkan mereka untuk menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan perusahaan dan akan menggunakan leverage dalam jumlah rendah, dan sebaliknya. Alasannya, biaya dana internal lebih murah dibanding biaya dana eksternal. Myers dan Maljuf (1984) berpendapat karena adanya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investors, hirarki keputusan pembiayaan ada di antara perusahaan-perusahaan. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan akan lebih memilih untuk membiayai perusahaannya dengan dana internal dibandingkan dengan leverage. Hal ini disebabkan return yang tinggi akan menyediakan sejumlah dana internal yang relatif besar yang dapat diakumulasikan sebagai laba ditahan. Semakin tinggi porsi dana yang tersedia untuk membiayai operasionl perusahaan dan kesempatan investsi dari laba ditahan, maka tingkat leverage akan semakin kecil. Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu mencari pinjaman lagi dari pihak luar. Dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu membuka diri dari sorotan pemodal luar. Hal ini disebabkan adanya transaction cost di dalam mendapatkan dana dari pihak luar. Hal ini sejalan dengan pecking order Theory yang mengemukakan bahwa perusahaan lebih menyukai pendanaan yang berasal dari sumber dana internal sebelum memutuskan untuk berutang. Dengan demikian profitability memiliki pengaruh negatif terhadap leverage.

Namun, apabila sumber dari dalam perusahaan tidak mencukupi maka alternatif lain yang digunakan adalah dengan menggunakan leverage baru kemudian mengeluarkan saham baru sebagai alternatif terakhir untuk pembiayaan. Struktur modal perusahaan ini akan mencerminkan permintaan kumulatif untuk pembiayaan

(11)

yang eksternal. Perusahaan yang dapat menghasilkan laba yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang lambat akan mempunyai tingkat leverage yang rendah jika dibanding dengan rata-rata industri yang ada. Di lain pihak perusahaan yang memiliki profitability cukup menguntungkan dalam industri yang sama akan memiliki tingkat leverage yang relatif tinggi (Myers, 1984). Meningkatnya profitability meningkatkan daya tarik pihak eksternal (investor dan kreditor), dan jika kreditor semakin tertarik untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan, sangat memungkinkan leverage juga semakin meningkat (dengan asumsi peningkatan leverage relatif lebih tinggi daripada peningkatan modal sendiri). Sesuai dengan teori Trade off yang memprediksi bahwa perusahaan yang memiliki profitability yang lebih tinggi akan menggunakan lebih banyak leverage karena pajak yang berasal dari peningkatan leverage (Myers, 1984). Bankruptcy costs dan agency cost juga dapat mendorong profitability dari dana untuk mengambil lebih banyak leverage. Perusahaan yang memiliki profitability lebih telah meningkatkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban tetap untuk pembayaran leverage. Oleh karena itu, mereka akan memiliki lebih banyak leverage untuk mengambil profitability dari peningkatan manfaat pajak dengan lebih menarik biaya leverage. Jadi trade off teori menyatakan hubungan positif antara profitability dan leverage. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rajan and Zingales (1995), Amidu (2007), and Caglayan and Sak (2010), imtiaz et al, (2016) menemukan bahwa profitability memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas semakin rendah tingkat penggunaan leverage

(12)

2.1.5 Growth

Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size (Kallapur dan Trombley, 2001). Growth pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal, internal, dan pengaruh iklim industri lokal. Perusahaan dengan tingkat growth yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi agency cost antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat growth yang rendah sebaiknya menggunakan leverage sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan leverage akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur (imtiaz, 2015).

Jika growth bertumbuh dengan cepat maka semakin besar kebutuhan dana untuk ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Growth dapat diukur dengan melihat beberapa cara, misalnya dengan melihat pertumbuhan penjualannya, pertumbuhan laba operasi perusahaan, mengukur pertumbuhan laba bersih, dan pengukuran pertumbuhan modal sendiri.

Menurut pecking order theory perusahaan dengan growth yang tinggi akan cenderung melihat ke pembiayaan ektsternal untuk pembiayaan growth. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih banyak membutuhkan dana di masa

(13)

depan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan akan lebih memilih leverage sebagai sumber pembiayaan. Peningkatan asset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditor) terhadap perusahaan, maka proporsi leverage semakin besar daripada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditor atas dana yang ditanamkan kedalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Disisi lain peningkatan proporsi leverage yang lebih besar daripada modal sendiri menunjukkan leverage semakin besar. Dengan demikian growth diprediksi berpengaruh positif terhadap leverage.

Namun, trade off theory menunjukan bahwa untuk menghindari subtitusi asset dan investasi yang dapat menimbulkan agency problem pemegang saham dapat menyebabkan investasi yang kurang maksimal. Teori ini memperkirakan hubungan negatif antara growth dengan leverage.

Titman dan Wessel (1988) menyebutkan bahwa agency cost perusahaan berkembang cenderung lebih tinggi mengakibatkan tingginya biaya leverage. Dengan demikian, perusahaan yang berkembang menghadapi tingginya biaya leverage akan menggunakan lebih pembiayaan leverage yang lebih kecil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), Myers (1984), Rajan dan Zingales (1995), Lima, M (2009), imtiaz et al, (2016) menemukan bahwa growth memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Sehingga semakin tinggi

(14)

tingkat growth semakin rendah tingkat penggunaan leverage.

2.1.6 Business Risk

Business risk menurut Gitman (2015) adalah resiko perusahaan ketika perusahaan tidak mampu untuk menutupi biaya operasionalnya. Secara umum, semakin besar operasi perusahaan, penggunaan biaya tetap akan semakin tinggi business risknya.

Seperti telah dijelaskan dalam Trade–off theory bahwa semakin banyak leverage semakin tinggi beban atau risiko yang ditanggung perusahaan seperti : agency cost, biaya kebangkrutan, keengganan kreditur untuk memberi pinjaman dalam jumlah besar (Turnbull, 1979). Sebagai implikasinya, perusahaan dengan business risk besar harus menggunakan leveage lebih kecil dibanding perusahaan yang mempunyai business risk rendah, karena semakin besar business risk, penggunaan leverage yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan leverage mereka (Mutamimah, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bayless et.al (1994), Amidu (2007) , menemukan bahwa business risk memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Syukriy (2001) menemukan bahwa business risk memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage. Mutamimah (2003) yang menyatakan bahwa business risk tidak berpengaruh terhadap leverage.

(15)

2.1.7 Liquidity

Liquidity adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan penarikan simpanan dan kewajiban lainnya dan/ atau memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit dan penempatan dana lainnya. Kewajiban tersebut dapat di artikan sebagai leverage. Pada lembaga perbankan, persoalan liquidity adalah persoalan pada dua sisi neraca bank. Pada sisi pasiva, bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah setiap ada penarikan simpanan nasabah, pada sisi aktiva bank harus menyanggupi pencairan kredit yang telah diperjanjikan (komitmen kredit) (Taswan, 2010).

Teori pecking order, menyatakan perusahaan dengan lebih banyak liquidity akan mengurangi pembiayaan eksternal, dan mengandalkan dana internal mereka. Liquidity yang dalam pengukuranya menggunakan current ratio yang merupakan ukuran yang umum digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiaban jangka pendek. Perusahaan yang mempunyai tingkat liquidity yang tinggi berarti perusahaan tersebut mempunyai dana internal yang tinggi pula dengan demikian perusahaan akan mengurangi pendanaan eksternalnya. Ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat liquidity tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui leverage. Semakin tinggi liquidity perusahaan akan mengurangi kebutuhan akan dana dari luar atau leverage. Dari pernyataan di atas maka pengaruh liquidity terhadap leverage berpengaruh negatif.

(16)

Dari perspektif teori trade-off, perusahaan dengan liquidity yang lebih tinggi diharapkan untuk menggunakan lebih banyak leverage. Logika di balik argumen ini dikarenakan perusahaan dengan liquidity yang lebih banyak (current asset yang lebih) cenderung menggunakan pinjaman eksternal lebih banyak, karena kemampuan mereka dalam melunasi kewajiban mereka tepat waktu (Sheikh dan Wang, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (De Jong et al., 2008), Imtiaz et al, (2016), (Sheikh dan Wang, 2011) menemukan bahwa liquidity memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage. Siddiqui, SS (2012) menyatakan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap leverage.

! 2.1.8 Size

Size perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan (Saidi, 2004). Perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki sumber permodalan yang lebih terdiversifikasi sehingga semakin kecil kemungkinan untuk bangkrut dan lebih mampu memenuhi kewajibannya. Logaritma dari total assets dijadikan indikator dari ukuran perusahaan karena jika semakin besar ukuran perusahaan maka asset tetap yang dibutuhkan juga akan semakin besar.

Size suatu perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Ukuran perusahaan (firm size) mencerminkan bahwa perusahaan yang besar akan memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru ataupun perusahaan yang kecil (Mumtaz, et al., 2013). Kemudahaan dalam memiliki akses ke pasar modal akan membuat perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan dana dalam waktu yang singkat. Kemampuan perusahaan dalam

(17)

mengumpulkan dana akan membuat perusahaan dapat semakin berkembang dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan penghasilan yang lebih besar. Dengan demikian, kesempatan untuk melakukan peminjaman dalam jumlah yang lebih besar akan dimiliki oleh perusahaan dengan size yang lebih besar, dibandingkan perusahaan dengan size yang lebih kecil.

Menurut teori trade-off, perusahaan besar ditemukan lebih beragam dan lebih jarang gagal. Mereka dapat menurunkan biaya (relatif terhadap nilai perusahaan) dalam kasus kebangkrutan. Perusahaan besar lebih mungkin untuk memiliki kapasitas leverage yang lebih tinggi dan diharapkan untuk meminjam lebih untuk memaksimalkan manfaat pajak dari leverage karena diversifikasi (Titman & Wessels, 1988). Penentuan besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva, total penjualan, dan rata-rata tingkat penjualan. Perusahaan yang besar di mana sahamnya telah tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Semakin besar size perusahaan, kecenderungan untuk memakai dana eksternal juga semakin besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dananya adalah dengan menggunakan dana eksternal yaitu dengan menggunakan leverage. Oleh sebab itu perusahaan besar cenderung memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari perusahaan kecil (Saidi 2004). Dengan demikian size memiki pengaruh positif terhadap leverage.

(18)

yang kurang tentang perusahaan yang lebih besar, mengurangi kemungkinan kurang menghargai isu ekuitas baru. Hal ini membuat pemegang saham saat ini bersedia untuk memulai menerbitkan saham sebagai cara untuk mendapatkan dana daripada pemberian pinjaman. Hal ini menunjukkan bahwa teori pecking order memprediksi hubungan negatif antara size dan leverage. Hasil penelitian Rajan dan Zingales (1995) telah menunjukkan hubungan negatif antara liquidity dan leverage. Saidi (2004) menunjukkan hubungan positif antara liquidity dan leverage.

2.1.9 Age

Age merupakan umur perusahaan yang dihitung sejak berdirinya perusahaan sampai dengan data observasi (annual report) dibuat (Latifah et al, 2011). Dari annual report yang diterbitkan perusahaan akan mengungkapkan seberapa bagus kemampuan perusahaan dalam menjaga stabilitas dan citra. Age suatu perusahan adalah perhitungan yang standard pada struktur modal. Dari prespektif siklus kehidupann, perusahaan menetapkan dirinya sebagai bisnis yang berkelanjutan dan biasanya meningkatkan kapasitasnya untuk mengambil leverage yang lebih. Petersen dan Rajan (1994) menemukan bahwa perusahaan yang lebih tua memiliki rasio leverage yang lebih tinggi karena mereka harus memberikan kualitas perusahaan yang lebih tinggi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiqui, SS (2012), Abor et al, (2016) menyatakan bahwa age berpengaruh negatif terhadap leverage. Petersen dan Rajan (1994) menemukan bahwa age memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage.

(19)

2.2 Rerangka Konseptual

Struktur modal menurut Gitman dan Zutter (2015) adalah penggabungan antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang di kelola oleh sebuah perusahaan, maka penelitian ini untuk menguji bahwa terdapat pengaruh antara faktor-faktor pada struktur modal yaitu profitability, growth, business risk, liquidity,size dan age terhadap leverage.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rajan and Zingales (1995), Amidu (2007), and Caglayan and Sak (2010), imtiaz et al, (2016) menemukan bahwa profitability memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat profitabilitas semakin rendah tingkat penggunaan leverage. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), Myers (1984), Rajan dan Zingales (1995), Lima, M (2009), imtiaz et al, (2016) menemukan bahwa growth memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Hal tersebut berarti semakin tinggi tingkat growth semakin rendah tingkat penggunaan leverage. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bayless et.al (1994), Amidu (2007) , menemukan bahwa business risk memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Namun, Syukriy (2001) menemukan bahwa business risk memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (De Jong et al., 2008), Imtiaz et al, (2016), (Sheikh dan Wang, 2011) menemukan bahwa liquidity memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995) telah menunjukkan hubungan negatif antara liquidity dan leverage. Namun, Saidi

(20)

(2004) menunjukkan hubungan positif antara liquidity dan leverage. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiqui, SS (2012), Abor et al, (2007) menyatakan bahwa age berpengaruh terhadap leverage. Petersen dan Rajan (1994) menemukan bahwa age memiliki hubungan positif dan signifikan dengan leverage.

Gambar 1

Faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal

2.3 Pengembangan Hipotesis

Rajan and Zingales (1995), menyebutkan bahwa profitability memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Hasil penelitian yang ditemukan

Var.!independen!:! Profitability+ Growth+ Business+Risk+ Liquidity+ Size+ Age+ Var.!dependen!:! Struktur!modal! =!leverage+

(21)

Amidu (2007), Caglayan dan Sak (2010), dan imtiaz et al, (2016) juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi profitability suatu perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan leverage. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Myers (1984) pada trade off theory menunjukkan hubungan positif antara profitability dan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas semakin tinggi juga tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh antara profitability dengan leverage

Jensen dan Meckling (1976), menyebutkan bahwa growth memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Hasil penelitian yang ditemukan Myers (1984), Rajan dan Zingales (1995), Lima, M (2009) juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi growth suatu perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H2 : Terdapat pengaruh antara growth dengan leverage

Bayless et.al (1994), menyebutkan bahwa business risk memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Hasil penelitian yang ditemukan Amidu

(22)

(2007) juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi business risk suatu perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan leverage. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Syukriy (2001) menunjukkan hubungan positif antara business risk dan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat business risk semakin tinggi juga tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H3 : Terdapat pengaruh antara business risk dengan leverage

(De Jong et al., 2008), menunjukkan hubungan positif antara liquidity dan leverage. Hasil penelitian yang ditemukan Imtiaz et al, (2016), (Sheikh dan Wang, 2011) juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat liquidity semakin tinggi juga tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H4 : Terdapat pengaruh antara liquidity dengan leverage

Rajan dan Zingales (1995), menyebutkan bahwa size memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi size suatu perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan leverage. . Namun, penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004) menunjukkan hubungan positif antara size dan leverage.

(23)

Hal ini berarti semakin tinggi tingkat size semakin tinggi juga tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H5 : Terdapat pengaruh antara size dengan leverage

Petersen dan Rajan (1994), menunjukkan hubungan positif antara age dan leverage. Hasil penelitian yang ditemukan Abor et al, (2007) juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan dengan leverage. Hal ini berarti semakin tinggi age suatu perusahaan semakin tinggi juga tingkat penggunaan leverage.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Responden dua dan sepuluh mengatakan tujuan ia melakukan pemujaan leluhur adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para leluhur di alam sana, dengan demikian leluhur

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Malang Nomor

Berdasarkan penelitian yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran kandungan zat gizi pada beras hitam kultivar Toraja Sulawesi Selatan, didapatkan hasil

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Nias.. 15 menerbitkan Surat Perintah Tugas oleh Bupati. Pada tanggal 1 Desember Tahun 2012 tim

Penyea Asirasi Mekoniu/ elu/ jelas /ungkin terjadi intra uterin atau segera sesudah lahir akiat hioksia janin kronik dan asidosis serta kejadian

Untuk membuat sistem yang diharapkan dilakukan dengan cara menggabungkan sumber-sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan melimpah seperti sel surya dan

Penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh dukungan positif dan signifikan yang memperkuat konsep yang

31 tahun 2004 tentang perimbangan pemerintah pusat dan daerah, menyebutkan dana alokasi umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan