BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tomat
1. Morfologi Tomat.
Tomat mempunyai akar tunggang yang tumbuh menembus kedua tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar kearah samping. Tetapi dangkal. Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan diantara bulu-bulu tersebut terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman berwama hijau. Pada ruas batang mengalami penebalan dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar-akar pendek. Selain itu batang tamanan tomat dapat bercabang dan diameter cabang lebih besar jika dibanding dengan jenis tanaman sayur lainya. Daun tanaman tomat berbentuk oval bagian tepi daun bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip serta agak melengkung kedalam. Daun berwama hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah sekitar 3-6 cm. Diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1-2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang-seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman. Bunga tomat berukuran kecil, diameternya sekitar 2 cm dan berwama kuning cerah, kelopak bunga berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian terindah dari bunga tomat warnanya kuning cerah berjumlah 6 buah. Bunga tomat merupakan bunga sempurna karena benang sari atau tepung sari dan kepala putik atau kepala benang sari terbentuk pada bunga yang sama. Bentuk buah tomat bervariasi, tergantung varietasnya ada yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat telur (oval). Ukuran buahnya juga bervariasi, yang paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang besar memiliki berat 180 gram. Buah yang masih muda berwama hijau muda, bila telah matang menjadi merah (Cahyono, 1998).
2. Jenis Tomat
Tanaman tomat memiliki beberapa jenis yaitu ; a. Tomat biasa (L. commune)
Bentuk buahnya bulat pipih dan beralur-alur didekat tangkainya serta lunak. Tomat ini banyak ditanam oleh petani dan mudah didapat di pasar.
b. Tomat apel (L. pyriforme)
Bentuk buahnya bulat, kokoh dan agak keras sedikit seperti buah apel. Tomat apel ini merupakan blasteran dari berbagai jenis tomat menghasilkan buah yang besar dan lebat.
c. Tomat kentang (L. grandiforlum)
Bentuk bualmya agak lonjong dan keras, daunya keriting, rimbun dan berwama hijau kelam. Varietas-varietas tomat yang besar di antaranya Geraldton smooth skin dan Indian river, varietas ini banyak ditanam ditanah dataran tinggi-Varietas tomat yang berbuah sedang diantaranya Money maker, liar yang agak tahan terhadap penyakit layu dan air hujan (Soewito, 1987).
3. Kandungan zat gizi buah tomat
Tomat merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, kandungan gizi tomat masak dapat dilihat pada tabel 1.
TABEL 1
KANDUNGAN ZAT GIZI BUAH TOMAT MASAK (TIAP 100 GRAM) Komponen Jumlah Vitamin A (SI) Vitamin Bl(mg) Vitamin C (mg) Kabohidrat (gr) Lemak (gr) Protein (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) 1500 0,06 40 4,2 0,3 1 5 2,7 0,5 Sumber; Susanto dan Saneto, 1994
4. Kerusakan pada tomat
Tomat merupakan komoditi yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup tinggi, bila penyimpanan tidak diperhatikan maka dapat menimbulkan kerusakan yang akan mempercepat proses pembusukan. Kerusakan itu diantaranya kerusakan mekanis, biologis dan mikrobiologis. Tomat sebaiknya disimpan pada suhu rendah karena dengan penurunan suhu akan menghambat proses kerusakan-kerusakan. Tapi penyimpanan dalam waktu yang lama di suhu rendah juga menyebabkan buah menjadi keriput oleh karena terjadi kerusakaan sel dan struktur jaringan pada buah. Maka penyimpanan sebaiknya tidak untuk waktu yang lama (Desrosier,1998).
5. Olahan buah tomat
Nilai ekonomis dari buah tomat ini menjadikan modal untuk pengusaha industri yang bergerak dibidang makanan. Bagaimama cara mengembangkan dan mengubah buah tomat ini menjadi bentuk olahan yang tahan lama, lebih menarik untuk di konsumsi dan memiliki nilai daya jual yang tinggi. Sekarang ini telah banyak dihasilkan produk yang berbahan dasar tomat seperti saus, jam, jelly, dodol tomat, dan manisan tomat baik yang kering maupun basah. Karena pada dasarnya masyarakat lebih menyukai dan tertarik untuk mengkonsumsi tomat dalam bentuk olahan daripada segar (Satuhu,1994).
B. Manisan
1. Manisan buah
Manisan adalah sejenis makanan ringan yang terbuat dari buah yang diawetkan menggunakan gula. Dipasaran ada 4 jenis manisan yang dijual:
a. Manisan basah dengan larutan gula encer.
Misal: mangga, salak, jambu biji, kedondong, pepaya b. Manisan basah dengan larutan gula kental
c. Manisan kering bertabur gula kasar. Misal: asam, pala, kedondong.
d. Manisan kering asin, rasa asam, asin manis dan relatif digemari (Susanto dan Saneto,1994).
2. Manisan buah kering
Manisan buah kering adalah produk olahan buah segar yang menggunakan pemanis gula sebagai pengawet utama (Satuhu, 1994)
Buah mempunyai potensi yang baik untuk diolah dan di kembangkan dalam bentuk manisan kering. Salah satu produk manisan buah kering adalah torakur. Torakur adalah manisan buah yang berbahan dasar tomat, dengan menggunakan gula sebagai pengawet. Hasil akhir produk menyerupai kurma baik dari segi tekstur, warna, aroma dan rasa. Produk ini memunyai beberapa keuntungan diantaranya lebih awet, volume serta bobotnya menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan.
Proses pengolahanya, pertama tomat harus disortasi dulu sampai bersih, selanjutnya buah yang telah dicuci dengan air mengalir dilubangi pada bagian pangkal buah untuk mengeluarkan isinya. Lalu direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi 2% selama 2jam, kemudian di blancing selama 5 menit, dilakukan perendaman dengan larutan gula 65% selama 24 jam, setelah itu angkat ditiriskan dan tahap akhir dijemur dengan alat bantuan atau sinar matahari (Susanto dan Saneto, 1994).
3. Keawetan manisan buah kering
Jika konsistensi gula dalam bahan cukup tinggi maka gula berperan sebagai pengawet, karena dapat menurunkan Aw (Water activiti) dari bahan makanan sampai suatu keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak memungkinkan lagi, prinsip bekerjanya gula sebagai pengawet ialah gula dengan konsentrasi 65% bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, khamir dan kapang. Hal ini terjadi sebagai akibat efek dehidrasi yang ditimbulkan karena terjadi tekanan osmosa yang tinggi dari gula, yang bisa menyebaban terjadinya kerusakan bagi jasat renik
terutama jenis osmofilik yaitu jasat renik yang hidup pada lingkungan yang mempunyai kandungan air rendah (Hudaya dan Derajat, 1981). 4. Pengemasan
Pengemasan produk ini sebaiknya menggunakan kemasan yang bersifat disposable atau sekali pakai. Jadi harus dipilih bahan yang murah tapi dapat mempertahankan mutu dan tetap memperlihatkan daya tarik dari torakur sendiri. Kemasan yang dipilih adalah jenis PET atau poliester. Kemasan ini cocok untuk produk buah-buah kering.
C. Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling lama. Cara ini merupakan suatu proses yang ditimbul dari alam. Pengeringan merupakan metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan (Desrosier, 1988).
Pengertian dari pengeringan adalah suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari bahan pangan dengan menguapkan (Winarno, 1993).
Proses pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dengan menggunakan sinar matahari (sun drying) atau penjemuran, sedangkan pengeringan non alamiah (artificial drying) atau buatan menggunakan suatu alat pengeringan.
a. Pengeringan alamiah (sun drying)
Pengeringan alamiah merupakan pengeringan yang lazim digunakan karena dilakukan dengan bantuan sinar mataliari. Keuntungan menggunakan pengering alami; murah, tidak memerlukan keahlian khusus, mudah dalam prosesnya. Kekurangan dari metode ini antara lain; tergantung dari cuaca, sukar menentuksn lama penjemuran karena kenaikan suhu tidak diatur, kebersihan kurang terkendali.
b. Pengeringan non alamiah (artificial drying)
Pengeringan buatan merupakan cara pengeringan yang menggunakan alat pengering. Pada proses ini udara yang dipanaskan disirkulasikan dengan
alat penghembus. Keuntungan dari metode ini; suhu dan aliran udara dapat diatur, proses dapat dikontrol, kebersihan lebih terjamin, tidak memerlukan tempat uang luas, penyusutan bahan tidak sebesar pengeringan alamiah (Marliyati, Sulaiman dan Anwar, 1992)
Pemilihan tipe pengering tergantung pada bahan yang akan dikeringkan dan tujuan pengeringan. Dari berbagai tipe pengering yang sering digunakan untuk penelitian dehidrasi buah-buahan dan sayuran di laboratorium dalam sekala kecil adalah pengering kabinet (Desrosier, 1988). Pengering ini berbentuk seperti lemari biasa, merupakan ruangan yang disekat menjadi 3 ruangan. Sumber panas berasal dari kompor pemanas bermuatan 300watt dan bolam lampu yang terpasang di tiap ruangan, tiap ruangan terdapat 2 buah bolam lampu masing-masing berdaya 100 watt. Dengan kipas angin udara panas akan dihembuskan keseluruh ruangan yang akan melalui baki-baki yang berisi bahan yang dikeringkan di atasnya. Hal yang menyebabkan penggunaan pengeringan ini murah pembuatannya dan mudah dalam penggunaanya (Hudaya dan Saripah, 1980).
Untuk berhasilnya suatu usaha pengeringan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu; luas permukaan, suhu pemanasan, kecepatan aliran udara, tekanan udara. Pengeringan dapat berlangsung baik jika tidak terjadi case hardening. Case hardening yaitu suatu keadaan dimana luas permukaan bahan sudah kering tapi bagian dalam masih basah. Penyebab case hardening adalah suhu pemanasan yang terlalu tinggi. Suhu pengeringan untuk buah berkisar 55-70°C. Pada umumnya pengeringan bahan pangan khususnya buah dapat mengubah warna menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi enzimatis ataupun non enzimatis (Marliyati, Sulaiman dan Anwar, 1992).
D. Vitamin C
1. Susunan Kimia Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat berbentuk kristal putih yang tidak berbau dan memberikan rasa asam, mempunyai berat massa 176,06
dengan titik lebur 192°C. Vitamin C mudah larut dalam air, sedikit lama dalam alkohol dan gliserol, tetapi tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, benzena, kloroform. Vitamin C di dalam larutan sangat sensitif bila bersentuhan dengan udara (oksidasi), mudah rusak atau hilang oleh alkali-alkali, besi dan garam-garam tembaga, pemanasan pada suhu tinggi, enzim oksidasi, udara bebas dan cahaya. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali tapi cukup stabil dalam larutan asam. hilang dengan cepat ketika enzim dipanaskan dalam media netral dan basa. Sifat-sifat tersebut disebabkan adanya struktur enediol yang berkonyugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Enzim respirasi juga merusak asam askorbat akibat vitamin C buah segar yang hilang selama penyimpanan besar. Rumus struktur vitamin C dapat dilihat pada gambar.1
Gambar 1. Rumus Kimia Vitamin C O HO HO H HO C1 C2 C3 C C C CH2OH Vitamin C (as askorbat)
O HC C C HOCH Dehidro as askorbat CH2OH O C O O HO HC C C HOCH As askorbat CH2OH C O O HO
Gugus hidroksil pada C2 dan C3 mudah teroksidasi dengan mudah menjadi keton dan mengubah vitamin C menjadi ascorbid acid. Zat ini masih mempunyai kegiatan bioligis mudah teroksidasi lebih lanjut menghasilkan 2,3 diketoglutamic acid. Bila reaksi ascorbid acid masih bersifat reversible, maka reaksi selanjutnya sudah tidak reversible.
2. Fungsi Vitamin C
Sifat kimia yang menonjol pada vitamin C ialah sebagai anti oksidan meskipun mekanismenya be1um diketahui dengan jelas, tetapi vitamin C tampaknya berperan serta dalam proses metabolisme. Fungsi vitamin C terutama berhubungan dengan sel-sel yang berasal dari jaringan embryonal mesencym.
Beberapa fungsi fisiologis yang telali diketahui memerlukan peran serta vitamin C adalah kesehatan substansi matrix jaringan ikat, integritas epitel melalui kesehatan zat perekat interseluler, mekanisme imunitas yang memberikan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi, kesehatan epitel pembuluh darah, vitamin C dapat menurunkan kadar kolesterol. Vitamin C diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi (Sediaoetama, 1987)
3. Kerusakan vitamin C
Vitamin C sangat mudah rusak oleh proses pengolahan, pemasakan, penyimpanan lama, serta berbagai proses teknologi pangan sehingga dalan vitamin C yang tertinggal jauh lebuh kecil dibandingkan dengan kadar vitamin C dalam bahan makanan segar. Vitamin C mudah larut dalam air, maka dalam mengiris, mencuci, dan merebus bahan pangan sumber vitamin C akan kehilangan sebagian besar vitamin C.
Teknik pemasakan yang baik dapat menekan kerusakan vitamin C sehingga kadar vitamin C dalam bahan pangan masih dapat dipertahankan sekitar 50% dan kadar semula. Teknik pengeringan buah-buahan dan sayuran menurut teknologi pangan dapat mempertahankan kadar asal vitamin C dalam presentase yang cukup dan hanya sedikit yang hilang setelah menjadi makanan jadi (Sediaoetama,1987).
4. Pengaruh pengeringan terhadap kadar vitamin C.
Dengan berkurangnya air dalam bahan pangan, kandungan senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral konsentrasinya akan meningkat tetapi vitamin dan zat wama pada umumnya rusak atau berkurang (Marliyati, Sulaiman dan Anwar, 1992).
Berkurangnya asam askorbat atau vitamin C akibat pengeringan berkisar dari 10%-50%. Pencucian, pemasakan, pengeringan dan perlakuan lain menyebabkan sebagian dari susutnya vitamin C (Haris dan Karmas 1989).
5. Mekanisme kerusakan vitamin C karena pengeringan.
Proses oksidasi asam askorbat dapat dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim oksidase serta katalis tembaga dan besi. Adanya proses blancing, vitamin C pada buah-buahan mengalami penurunan sekitar 20 % karena pengaruh panas dari air yang digunakan untuk memblancing. Selanjutnya pada saat pengeringan vitamin C mengalami penyusutan hampir setengah dari total vitamin yang ada dalam bahan, penyusutan dikarenakan panas suhu pengeringan yang tinggi dan lamanya waktu pengeringan. Vitamin C akan rusak pada suhu sekitar 35°C sedangkan suhu pada saat pengeringan ± 70°C maka hal ini merupakan faktor penyebab kerusakan vitamin C pada manisan torakur.
E. Kadar air
Kandungan air dalam makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba karena air yang bebas yang terdapat dalam bahan pangan dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya, maka dengan jalan mengurangi kadar ar bebas dalam bahan pangan akan menaikan tekanan osmose sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan. Teknik untuk mengurangi kadar air bebas dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan cara pengeringan. Udara merupakan medium pengeringan yang digunakan untuk menghantarkan panas ke dalam bahan pangan yang dikeringkan, menyebabkan air menguap dan udara juga merupakan
pengangkut uap air yang dibebaskan oleh bahan pangan yang dikeringkan (Desrosier, 1988).
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penetapan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110°C selama 3 jam atau sampai didapatkan berat yang konstant, selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu dry basis dan wet basis. Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara kadar air dalam bahan pangan tersebut dengan berat keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan basah setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara wet basis adalah perbandingan antara berat air didalam bahan pangan tersebut dengan bahan basah (Winarno,1984).
F. Uji organoleptik
Uji organoleptik adalah pengujian sel subyektif yaitu peneriman selera makanan yang didasarkan atas uji kegemaran dan analisa perbedaan. Penerimaan atas pengujian secara organoieptik diperlukan beberapa syarat antara lain; suasana lingkungan tenang, bersih, peralatan yang digunakan bebas bau, bahan contoh yang tepat standar dan panelis agak terlatih atau agak terlatih dengan demikian dapat diketahui produksi yang diuji (Baedhowi dan Pranggonowati,!998).
Buah tomat mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan produk makanan olahan salah satunya adalah manisan buah kering. Keuntungan manisan buah kering diantaranya; awet, volume dan bobotnya menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan. Manisan buah tomat kering yang baik adalah yang memiliki rasa manis, teksturnya kering, warna menarik dan masih ada aroma dari buah tomat karena itu merupakan ciri khas dari manisan buah tomat kering (Satuhu, 1994).
G. Kerangka konsep
Torakur
H. Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh lama pengeringan terhadap kadar vitamin C, kadar air dan mutu organoleptik torakur.
Variabel Independen Lama pengeringan 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam
Variabel Dependen Kadar Vitamin C, kadar air,
mutu Organoleptik
Variabel Kendali Jenis dan kematangan tomat Jenis pengeringan
Konsentrasi larutan garam dan gula
Lama perendaman dalam larutan garam dan gula Penanganan pendahuluan