PROFIL KESEHATAN
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
TAHUN 2013
BAB I PENDAHULUAN
Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau merasakan derajat kesehatan setinggi-tingginya. Pada era saat ini, pembangunan bidang kesehatan semakin dikedepankan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dalam kurun waktu yang sudah berjalan sejak tahun 2000, 189 kepala negara dari berbagai belahan dunia dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyepakati butir-butir pembangunan yang akan dicapai pada tahun 2015 yang dinamakan dengan Deklarasi Milenium. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut menghadiri dan menandatangani kesepakatan dari deklarasi tersebut yang dilaksanakan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di New York pada bulan September 2000. Deklarasi ini merupakan komitmen yang akan menjadi tujuan pembangunan negara untuk mengurangi separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada tingkat pendidikan, mengurangi kematian ibu dan anak, serta mengurangi jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih, dimana semua ini akan dicapai pada tahun 2015.
Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan daerah pemekaran yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melalui Dinas Kesehatan memiliki tugas dan tanggungjawab dalam menentukan arah dan kebijakan dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Arah pembangunan kesehatan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kepulauan Anambas dan dituangkan dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas yang diselaraskan dengan arah pembangunan nasional yaitu Millennium Development
Goals (MDG’s) yang akan dicapai pada tahun 2015.
Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan dokumen acuan arah pembangunan bidang kesehatan menekankan pada:
1. Menkampanyekan budaya hidup sehat kepada seluruh lapisan masyarakat agar dapat menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat.
2. Memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal kepada masyarakat dengan mengaktifkan pusat pelayanan kesehatan masyarakat terutama di kawasan pesisir.
3. Membangun sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat terutama di kawasan pesisir.
4. Melaksanakan program-program pendukung yang dapat meingkatkan mutu kesehatan masyarakat
5. Bekerjasama dengan stakeholder/lembaga-lembaga dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
6. Kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 17 Ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan failitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Profil Kesehatan merupakan salah satu bentuk penyajian informasi tentang kesehatan berisi antara lain data/informasi derajat kesehatan, upaya dan sumber daya serta data terkait lainnya yang diterbitkan setiap tahun. Profil Kesehatan ini juga menjadi suatu media evaluasi untk memantau hasil penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama satu tahun berjalan khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Bab I – Pendahuluan. Bab ini menyajikan secara ringkas latar belakang, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas.
Bab II – Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Anambas. Bab ini menyajikan informasi meliputi letak geografis, administratif serta faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya seperti kependudukan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lingkungan.
Bab III – Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang infikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat.
Bab IV – Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini menyajikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana. Upaya pelayanan kesehatan yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelyaanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas.
Bab V – Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan sumber daya kesehatan lainnya.
Bab VI – Kesimpulan dan Saran. Bab ini menggambarkan secara umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), pencapaian pembangunan kesehatan, kinerja pembangunan kesehatan, serta saran berupa rekomendasi dalam rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada.
BAB II
GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK
Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Natuna yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008. Keberadaan gugusan Kepulauan Anambas secara geografis berada antara 2°10’0”-3°40’0” LU s/d 105°15’0”-106°45’0” BT (Sumber: UU No 33 Tahun 2008) dengan wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Vietnam, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bintan, sebelah barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Malaysia, serta sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Natuna. Pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 238 pulau, diantaranya 26 pulau berpenghuni dan 212 pulau yang tidak berpenghuni, serta mempunyai 5 pulau terluar, dengan total luas wilayah sebesar 634,37 km2.
Melalui fakta tersebut, maka dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas bermata pencaharian sebagai nelayan yang bergantung pada keanekaragaman sumber daya alam kelautan, dimana hal tersebut juga terkait dengan pola hidup masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan. Adapun luas wilayah dan jumlah penduduk dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan kesehatan lingkungan, dan keadaan perilaku penduduk.
A.
KEADAAN PENDUDUKBerdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2013 sebesar 44.704 jiwa yang terdiri dari 23.334 penduduk laki-laki dan 21.370 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin 109, yang mengartikan bahwa terdapat 109 laki-laki diantara 100 perempuan. Secara proporsi, sebaran penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat digambarkan dalam diagram lingkaran xx, serta rincian menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran I.
Diagram xx
Proporsi Sebaran Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas Menurut Kecamatan Tahun 2013
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Kep. Anambas, 2013
Struktur umur penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk piramida penduduk sebagai berikut.
Siantan 29% Jemaja 15% Palmatak 27% Siantan Timur 8% Siantan Selatan 9% Jemaja Timur 5% Siantan Tengah 7%
Gambar xx
Piramida Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013
Gambar xx tentang piramida penduduk tersebut menunjukkan bahwa struktur penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2013 termasuk struktur penduduk muda, yang dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda (5-9 tahun). Pada bagian tengah piramida membesar yang menunjukkan bahwa banyaknya usia produktif yaitu pada usia 25-34 tahun pada kedua jenis kelamin.
Indikator lain yang berhubungan dengan distribusi penduduk menurut umur yang digunakan dalam profil kesehatan ini untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur 15-64 tahun).
Tabel xx
Jumlah Penduduk dan Angka Beban Tanggunan
Menurut Jenis Kelamin, dan Kelompok Usia Produktif (15-64 Tahun) dan Non Produktif (0-14 Tahun dan 65 Tahun Ke Atas) di Kabupaten Kepulauan
Anambas Tahun 2013
No Usia Laki-Laki Perempuan Laki-Laki +
Perempuan % 1 0-14 Tahun 6.470 6.279 12.749 28,5% 2 15-64 Tahun 15.989 14.214 30.203 67,6% 3 65 Tahun Ke Atas 875 877 1.752 3,9% Jumlah 23.334 21.370 44.704 100,0% ABT (%) 45,9% 50,3% 48,0% Sumber:
Komposisi penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda sebesar 28,5% atau hampir sepertiga dari jumlah penduduk yang ada, sedangkan jumlah penduduk usia tua (65 tahun ke atas) sebesar 3,9% dari jumlah penduduk. Dengan demikian, secara keseluruhan Angka Beban Tanggungan penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 48,01%, dimana Angka Beban Tanggungan penduduk perempuan mencapai 50,3%, lebih besar dari Angka Beban Tanggungan penduduk laki-laki yaitu sebesar 45,9%.
Dalam mengukur capaian pembangunan di bidang kesehatan, terdapat data sasaran yang beragam, karena kesehatan mencakup pelayanan individu dan masyarakat sejak sebelum dilahirkan hingga usia tua. Beberapa data sasaran tersebut meliputi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, neonatus, bayi, batita, balita, anak balita, anak prasekolah, wanita usia subur, penduduk produktif, usia lanjut, dan lain-lain.
Tabel xx
Estimasi Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013
No Sasaran Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Ibu Hamil - 1131 1131
2 Ibu Bersalin - 1080 1080
3 Ibu Nifas - 1080 1080
4 Ibu Menyusui - 1028 1028
5 Wanita Usia Subur - 12115 12115
6 Bayi 537 492 1029 7 Anak Balita 2497 2287 4784 8 Balita 3303 2778 6081 9 Anak Prasekolah 3687 3376 7063 10 Usia Sekolah 4900 4488 9388 11 Remaja 3267 2992 6259 12 Usia Lanjut 1750 1603 3353 Sumber:
B.
Keadaan PendidikanPengaruh peran pendidikan dalam pembangunan sangat penting khususnya di bidang kesehatan, terlebih lagi pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat sekarang ini dapat membawa perubahan baik sisi positif maupun negatif. Berdasarkan hal tersebut dalam upaya peningkatan pembangunan, kualitas pendidikan menjadi syarat yang mutlak yang juga harus ditingkatkan. Beberapa upaya pemerintah yang telah diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya adalah program wajib belajar 9 tahun.
Grafik xx
Persentase Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas Berusia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Sumer: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2012
TIDAK/ BELUM PERNAH SEKOLAH 28% TIDAK/ BELUM TAMAT SD/MI 13% SD/MI 34% SMP/ MTs 8% SMA/ SMK/ MA 12% AK/ DIPLO MA 2% UNIVERSITAS 3%
Pada grafik xx tersebut, diketahui bahwa penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas yang berusia 10 tahun ke atas sebesar 34% tamat SD/MI, tidak/belum pernah sekolah sebesar 28%, tidak/belum tamat SD/MI sebesar 13%, tamat SMA/SMK/MA sebesar 12%, tamat SMP/MTs sebesar 8%, tamat universitas sebesar 3%, tamat akademi atau diploma sebesar 2%. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di bidang pendidikan perlu ditingkatkan agar pembangunan di Kabupaten Kepulauan Anambas , mengingat pendidikan memegang peranan penting dan strategis sebagai cerminan dari kualitas sumber daya manusia di daerah yang bersangkutan. Kontribusi pendidikan di bidang kesehatan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas antara lain memberikan beasiswa kepada putri daerah untuk melanjutkan pendidikan tinggi Keperawatan dan Kebidanan yang bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Kesehatan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau yang selanjutnya akan kembali dan membangun daerahnya di Kabupaten Kepulauan Anambas.
C.
KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGANKesehatan lingkungan memegang peranan penting yang tidak hanya menjadi urusan bidang kesehatan, namun juga diperlukan adanya kerjasama dengan sektor lain agar lingkungan sehat yang diharapkan dapat terwujud. Hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat tentang hidup sehat, kemampuan ekonomi penduduk, juga ketersediaan sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemerintah.
1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum Berkualitas
Dalam Millenium Development Goals (MDG’s) 2015 pada indikator 7 yaitu menjamin kelestarian lingkungan, peran pemerintah sangat diharapkan dalam mewujudkan penyediaan akses terhadap air minum yang berkualitas, yang diantaranya meliputi air ledeng, kran umum, sumur pompa atau bor sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan dengan tingkat konsumsi minimal 2 liter per orang per hari yang dapat dijangkau dalam jarak maksimal 1 km atau dalam 30 menit perjalanan. Untuk sumur pompa atau sumur bor terlindung dan mata air terlindung minimal harus berjarak 10 meter dari tangki septik (Septic Tank).
Salah satu parameter dalam menentukan air yang berkualitas dapat dilihat dari bentuk fisik yang harus dipenuhi, diantaranya tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, suhu yang sejuk, dan tidak menimbulkan endapan. Jika salah satu parameter tersebut tidak terpenuhi, kemungkinan besar air yang akan dikonsumsi sudah tercemar.
Diagram xx
Persentase Keluarga Menurut Sumber Air Minum yang Digunakan Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013
Sumber: Bidang P2PL , Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan diagram tersebut diatas, diketahui bahwa sebagian besar keluarga di Kabupaten Kepulauan Anambas telah menggunakan air minum berkualitas, yaitu sebesar 80% bersumber dari mata air terlindung, 13% menggunakan air isi ulang sebagai air minum, dan 7%
Air Isi Ulang 13% Sumur Terlindung 7% Mata Air Terlindung 80%
bersumber dari sumur terlindung. Selain itu, pengawasan kualitas air minum pada depot air minum isi ulang juga telah dilaksanakan.
2. Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar
Telah dijelaskan diatas, bahwa air minum yang bersumber dari sumur pompa atau sumur bor terlindung dan mata air terlindung minimal harus berjarak 10 meter dari tangki septik (Septic Tank). Dari penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas menggunakan sumber air minum dari sumur terlindung sebesar 7%, namun persentase keluarga yang memiliki dan menggunakan jamban sehat masih rendah, yaitu 1.748 keluarga dari 5.432 keluarga yang memiliki jamban atau sebesar 32,18%. Salah satu penyebab yang menjadi tantangan saat ini adalah kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Anambas yang berbentuk kepulauan, menjadikan masyarakat lebih banyak tinggal di pesisir dan menggunakan jamban cemplung.
D.
KEADAAN PERILAKU PENDUDUKGambaran perilaku masyarakat yang berdampak pada kesehatan yang digunakan sebagai indikator dalam Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas 2013 ini antara lain Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Lima pilar yang dicanangkan dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat diantaranya (1) stop buang air besar sembarangan, (2) cuci tangan pakai sabun, (3) pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, (4) pengelolaan sampah dengan benar, dan (5) pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman. Pelaksanaan STBM yang dilaksanakan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai fasilitator di masyarakat menjadi suatu tantangan tersendiri. Sangat diperlukan metode advokasi dan improvisasi dalam melakukan pendekatan dan mengarahkan konsep pada masyarakat agar yang diharapkan dapat terwujud. Tiga komponen strategi STBM yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat yaitu:
a. Menciptakan lingkungan yang mendukung terlaksananya kegiatan STBM melalui:
1. Advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan secara berjenjang;
2. Peningkatan kapasitas institusi pelaksana; dan 3. Meningkatkan kemitraan multi pihak.
b. Peningkatan kebutuhan akan sarana sanitasi melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan pemicuan perubahan perilaku komunitas;
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilikih teknologi, material dan biaya sarana sanitasi yang sehat; dan
2. Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat dan mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan STBM melalui deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)
c. Peningkatan penyediaan melalui peningkatan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana sanitasi, yaitu melalui pengembangan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Penggalakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberdayakan pola hidup yang sehat pada keluarga sebagai komunitas kecil komponen utama dari masyarakat. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang dipantau antara lain: (1) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, (2) memberi ASI Ekslusif, (3) menimbang balita setiap bulan, (4) menggunakan air bersih, (5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, (6) menggunakan jamban sehat, (7) memberantas jentik dirumah sekali
seminggu, (8) makan buah dan sayur setiap hari, (9) melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan (10) tidak merokok di dalam rumah.
Gambar xx
Proporsi Rumah Tangga Ber PHBS dari Seluruh Rumah Tangga Yang Ada Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2013
Sumber: Bidang Promkes dan SIK, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan diagram tersebut di atas, proporsi rumah tangga ber PHBS dari seluruh rumah tangga yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas masih mencapai 1,1%. Perlu adanya peningkatan pembinaan dan pengembangan peran masyarakat serta sektor terkait tentang pentingnya rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat.
Dari rumah tangga yang dipantau, persentase rumah tangga ber PHBS mencapai 3,64%, atau 122 rumah tangga ber PHBS dari 3.356 rumah tangga yang dipantau. Terdapat 5 kecamatan yang melaksanakan pemantauan rumah tangga ber PHBS, antara lain Kecamatan Siantan, Kecamatan Jemaja, Kecamatan Palmatak, Kecamatan Siantan Selatan, dan Kecamatan Siantan Tengah. Secara proporsi dari rumah tangga yang dipantau ber PHBS, kecamatan Palmatak sebesar 2,12%, dan Kecamatan Tarempa sebesar 1,43%. Untuk lebih rinci, dapat dilihat pada Lampiran 61.
-1,1%
30,5%
% Ber PHBS % Dipantau
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Beberapa indikator yang digunakan untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah antara lain mortalitas (kematian), status gizi, dan morbiditas (kesakitan). Analisa situasi derajat kesehatan ini juga mutlak digunakan untuk menyusun rencana pembangunan kesehatan ke depan.
Hal-hal yang tidak dapat dipisahkan dari faktor yang mendukung pembangunan derajat kesehatan diantaranya adanya ketersediaan sumber daya kesehatan baik sarana, prasarana, maupun tenaga medis, serta faktor-faktor yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
A. MORTALITAS
Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita, Angka Kematian Ibu serta kematian yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, dan bencana.
1. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. Di Kabupaten Kepulauan Anambas, terdapat 23 kematian dari 683 kelahiran hidup, atau dengan kata lain Angka Kematian Balita di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 34 kematian bayi dari 1.000 kelahiran hidup, sedangkan sasaran MDG’s untuk Angka Kematian Balita adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup.
GAMBAR XX
ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari kurva di atas, diketahui bahwa adanya peningkatan kematian ibu dari tahun 2012 ke tahun 2013, dimana pada tahun 2012 terdapat 10 kematian balita dari 694 kelahiran hidup. Dengan demikian, perlu adanya perhatian khusus dan peningkatan program dalam rangka menurunkan angka kematian balita di Kabupaten Kepulauan Anambas ini. Untuk rincian kematian balita menurut kecamatan, dapat dilihat pada Lampiran 6.
32 5,1 28,4 35,1 14,4 33,7 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2009 2010 2011 2012 2013 p er 1 .0 0 0 k el a h ir a n h id u p Target MDG's 2015 AKABA
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Pada masa tersebut, bayi sangat rentan terhadap kesakitan maupun kematian. Dari 23 kematian balita yang ada, 73,9% diantaranya merupakan kematian bayi dengan jumlah 17 kematian bayi.
GAMBAR XX
ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan kurva tersebut diatas, diketahui bahwa tren angka kematian bayi di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan pada tahun 2012, namun terjadinya peningkatan pada tahun 2013. Target MDG’s 2015 untuk Angka Kematian Bayi sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penurunan AKB, diantaranya fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, tingkat pendidikan masyarakat tentang kesehatan khususnya pada usia 0-11 bulan, serta kondisi perekonomian masyarakat dalam rangka perbaikan gizi di keluarga, sehingga akan berdampak positif bagi tumbuh kembang bayi. Untuk rincian kematian bayi menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 7.
3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dlaam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan dan terjatuh. Angka Kematian Ibu merupakan indikator yang menjadi perhatian penting dalam pencapaian MDG’s di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor yang mempengaruhi kematian antara lain status kesehatan ibu selama hamil secara umum, pendidikan ibu tentang kesehatan pada masa hamil hingga nifas, serta pelayanan kesehatan.
Pada gambar xx berikut ini, diketahui bahwa angka kematian ibu dihitung berdasarkan per 100.000 kelahiran hidup, dimana target MDG’s secara nasional untuk tahun 2015 mendatang sebesar 102 kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai 293 per 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah 2 kematian ibu dari 694 kelahiran hidup pada tahun 2013.
23 3,1 25,8 35,1 14,4 24,9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2009 2010 2011 2012 2013 p er 1 .0 0 0 k el a h ir a n h id u p Target MDG's 2015 AKB
GAMBAR XX
ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
B. STATUS GIZI 1. Status Gizi Balita
Salah satu indikator yang menjadi pusat perhatian pemerintah dalam pembangunan kesehatan adalah status gizi pada balita. Status gizi diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Adapun indikator antropometri yang digunakan antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
GAMBAR XX
PROPORSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013 102 0 902 281 288 293 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2009 2010 2011 2012 2013 p er 1 0 0 .0 0 0 k el a h ir a n h id u p Tahun Target MDG's 2015 Nasional AKI Gizi Buruk 0% Gizi Kurang 13% Gizi Lebih 3% Gizi Baik 84%
GAMBAR XX
TREN PERSENTASE GIZI BURUK TAHUN 2009-2013 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Ditinjau dari tahun sebelumnya, persentase kasus gizi buruk mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2012 lalu, persentase gizi buruk mencapai 1,16% dengan 35 kasus. Dengan peningkatan program pada tahun 2013 melalui pembinaan kepada keluarga tentang pentingnya gizi serta kerjasama dengan sektor terkait, persentase gizi buruk dapat ditekan hingga tidak lagi ditemukan kasus gizi buruk di Kabupaten Kepulauan Anambas yang diharapkan dapat berkelanjutan sampai dengan tahun berikutnya.
C. MORBIDITAS
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Mobiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.
1. Pola 10 Penyakit Terbanyak
Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien yang diberikan pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit yang dihimpun dari laporan bulanan dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR XX
10 BESAR PENYAKIT PASIEN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN SE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang Yankes dan Farmamin, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
0,47% 0% 0,14% 1,16% 0% 0,00% 0,20% 0,40% 0,60% 0,80% 1,00% 1,20% 1,40% 2009 2010 2011 2012 2013 % Tahun 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500
Infeksi pada kulit Multiple injury Kelainan pada sambungan syaraf dan otot Infeksi pernafasan atas lainnya Kelainan dermatitis,eksim & papulosquama Infeksi pad pulpa dan jar apikal Gastritis dan duodenitis Diare & Gastroenteritis oleh sebab lainnya Penyakit hypertensi Infeksi pernafasan atas akut
264 307 371 481 570 597 656 745 1.304 4.374 Jumlah Kasus
Infeksi pernafasan atas akut menduduki peringkat pertama pada 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2013, yaitu sebanyak 4.374 kasus, yang selanjutnya diikuti dengan penyakit Hipertensi Essensial sebanyak 1.034 kasus, Diare & Gastroentritis sebanyak 745 kasus, serta Gastritis dan Duodenitis sebanyak 656 kasus.
2. Penyakit Menular a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
Tuberculosis, yang menluar melalui droplet penderita TB. Tuberkulosis merupakan salah satu
penyakit yang masuk dalam pengendalian Millenium Development Goals 2015 bersama dengan HIV/AIDS dan Malaria. Tahun 2013, penderita TB Paru berjumlah 74 penderita dengan prevalensi penduduk sebesar 165 per 100.000 penduduk. Angka ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya dimana penderita TB berjumlah 60 penderita dengan perevalensi 135 per 100.000 penduduk. Penderita TB lebih banyak ditemukan di Kecamatan Palmatak, dengan jumlah 28 penderita. TB Paru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2013 berjumlah 46 penderita, dengan Angka Penemuan Kasus/CDR (Case Detection Rate) sebesar 64,31%.
Menurut jenis kelamin, 63,5% Tuberkulosis diderita oleh laki-laki dengan jumlah 47 penderita, 36,4% diderita oleh perempuan dengan jumlah 27 penderita. Pada TB Paru BTA (+) yang ditemukan dan diobati pada tahun 2013 dari 46 penderita, 32 diantaranya diderita oleh laki-laki dan 14 penderita lain adalah perempuan, dengan perbandingan 1 penderita perempuan terdapat 2 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penderita TB Paru BTA (+) laki-laki mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2012 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki berjumlah 27, sedangkan perempuan berjumlah 18 dengan Angka Penemuan Kasus (CDR) 63,50%
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok umur 35-44 tahun yaitu sebesar 17,6% dengan jumlah 13 penderita, diikuti kelompok umur 15-24 tahun, 25-34 tahun, dan 45-54 tahun sebesar 13,5% dengan jumlah penderita 10. Penderita TB anak sebesar 10,8% dengan jumlah 8 penderita, lebih besar dibanding penderita TB usia 65 tahun ke atas yaitu sebesar 9,5% dengan jumlah 7 penderita.
GAMBAR XX
PROPORSI PENDERITA TB MENURUT UMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-Course) sebagar strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagar
strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif, yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu (1) Komitmen politis, (2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya,
0-4 tahun 11% 5-14 tahun 15% 15-24 tahun 13% 25-34 tahun 13% 35-44 tahun 18% 45-54 tahun 7% 55-64 tahun 14% 65 tahun ke atas 9%
(3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, (4) Jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu, dan (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
b. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit pneumonia ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, maupun terserap bahan kimia yang beracun. Pusat perhatian penanganan pneumonia terbagi dalam tiga kelompok usia, antara lain kurang dari dua bulan, 2 bulan – 5 tahun, dan lebih dari 5 tahun.
Penderita ISPA di Kabupaten Kepulauan Anambas masih menjadi kasus tertinggi, yaitu sebesar 4.374 kasus selama tahun 2013 ini., sedangkan penderita Pneumonia pada tahun 2013 yang ditemukan dan ditangani sebanyak 12 kasus, atau sebesar 2,1% dari perkiraan penderita. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 13.
GAMBAR XX
PERSENTASE CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PNEUMONIA BALITA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari grafik tersebut diatas, terlihat bahwa cakupan penanganan dan penemuan penderita pneumonia masih rendah. Perlu peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya orang tua tentang bahaya pneumonia pada bayi dan balita, serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang tatalaksana pneumonia.
c. Kusta
Kusta atau Lepra adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Kasus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan penderita menjadi cacat baik pada kulit, anggota gerak, hingga kerusakan saraf. Tahun 2000, Indonesia telah berhasil mencapai status eliminasi yang didefinisikan sebagai pencapaian jumlah penderita terdaftar kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk. Dengan demikian, sejak tehun tersebut kusta bukan lagi menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia maupun di dunia. Namun demikian, pelacakan dan tatalaksana kasus tetap harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
0,0% 0,2% 0,5% 2,1% 0,0% 0,5% 1,0% 1,5% 2,0% 2,5% 2010 2011 2012 2013 % Tahun
GAMBAR XX
ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Tahun 2013, terdapat 3 penderita kusta yang terdiri dari 1 penderita kasus tipe Pausi
Basiler dengan jenis kelamin laki-laki, dan 2 penderita kasus tipe Multi Basiler jenis kelamin
perempuan dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 6,71 per 100.000 penduduk. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 10 per 100.000 penduduk atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low endemic jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk atau jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus. Dengan demikian, pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa Kabupaten Kepulauan Anambas masuk dalam beban kusta rendah (low endemic).
d. Diare
Di Kabupaten Kepulauan Anambas, diare masih menjadi masalah kesehatan dimana kasus ini menempati urutan ke 3 dalam 10 penyakit terbesar tahun 2013 dengan tidak ditemukan penderita yang meninggal. Cakupan penemuan dan penanganan penderita diare tahun 2013 mengalami penurunan dari 80,9% pada tahun 2012 menjadi 63,2%. Perlu penguatan sistem surveilans diare dalam melakukan pelacakan kasus di lapangan serta penanganannya.
GAMBAR XX
TREN CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN DIARE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009-2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
5,33 8,89 2,26 6,71 0,53 0,89 1,13 0,67 0 2 4 6 8 10 2010 2011 2012 2013 p er 1 0 0. 0 0 0 p en d u d u k Tahun NCDR Prev 81,2% 53,2% 74,1% 80,9% 63,2% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 2009 2010 2011 2012 2013 %
3. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) a. Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan oleh basil Clostridium
Tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Sasaran dari penyakit ini adalah bayi baru lahir
dengan pemotongan tali pusat yang tidak steril.
Sejak tahun 2010, kasus Tetanus Neonatorum tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, yang didukung juga tenaga pelayanan kesehatan yang tersedia hingga di pedesaan.
b. Campak
Penyakit Campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus dengan cara penularan melalui droplet di udara. Pada umumnya, penyakit campak lebih banyak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Namun demikian, anak yang sudah pernah menderita campak maka secara otomatis ia telah mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.
Pada tahun 2013, jumlah penderita campak berjumlah 2 orang dan tidak ditemukan penderita meninggal sejak tahun 2010 hingga sekarang. Jumlah kasus pada tahun ini menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 4 kasus pada tahun 2011 dan 3 kasus pada tahun 2012.
GAMBAR XX
TREN INCIDENT RATE CAMPAK
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari grafik tersebut, terlihat bahwa Incident Rate Campak di Kabupaten Kepulauan Anambas sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 mengalami penurunan dari 8,89 per 100.000 penduduk menjadi 4,47 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate 0 atau tidak ditemukan penderita campak yang meninggal.
c. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun.
Jumlah kasus difteri di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 0 kasus. Hal ini juga didukung dengan program Imunisasi khususnya DPT-HB dalam rangka menekan terjadinya kasus difteri. 8,00 8,89 6,77 4,47 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 2010 2011 2012 2013 p er 1 0 0 .0 0 0 p en d u d uk
d. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem saraf dimana dapat membuat penderita mengalami kelumpuhan. Acute Flaccid Paralysis merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Non Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. Kementerian Kesehatan menetapkan kasus Non Polio AFP ditemukan minimal 2 dari 100.000 penduduk berusia dibawah 15 tahun. Sejak tahun 2010, kasus AFP di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak pernah ditemukan.
4. Penyakit Bersumber Binatang
Penyakit bersumber binatang yang akan dijelaskan dibawah ini antara lain Malaria, Demam Berdarah Dengue, Chikungunya, Rabies, Filariasis, Leptospirosis, Anthrax, dan Flu Burung.
a. Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk betina Anopheles. Penanganan penyakit Malaria masuk penanganan masalah global dalam
Millenium Development Goals (MDG’s).
Stratifikasi malaria oleh Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan dibagi menjadi 4 strata, antara lain Endemisitas Tinggi bila API (Annual Parasit Incident) >5 per 1.000 penduduk; Endemisitas Sedang bila API berkisar antara 1-5 per 1.000 penduduk; Endemisitas Rendah bila API 0-1 per 1.000 penduduk; Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria dengan API=0.
GAMBAR XX
TREN ANNUAL PARASIT INCIDENT MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari grafik tersebut di atas, diketahui bahwa Annual Parasit Incident (API) Malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2013 sebesar 10,5 per 1.000 penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 16,1 per 1.000 penduduk dengan kata lain masuk dalam strata Endemisitas Tinggi. Jumlah penderita yang meninggal tahun 2013 tidak ditemukan.
16,8 15,9 16,1 10,5 0 5 10 15 20 2010 2011 2012 2013 p er 1 .0 0 0 p en d u d u k
GAMBAR XX
PETA ENDEMISITAS MALARIA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2012 DAN 2013
Tahun 2012 Tahun 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan peta tersebut diatas, diperoleh gambaran tentang situasi endemisitas di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2012 sangat tinggi, dimana sebagian besar wilayah menunjukkan API lebih dari 5. Pada tahun 2013, situasi endemisitas Malaria lebih baik, menunjukkan bahwa 2 kecamatan dengan API <1, bahkan satu diantaranya tidak ditemukan kasus malaria.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular oleh virus Dengue yang menyerang sistem peredaran darah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus tersebut dibawa oleh nyamuk dari darah orang yang telah terinfeksi sebelumnya lalu mentransmisikan kepada orang yang sehat setelah masa inkubasi virus Dengue selama 8-10 hari di dalam nyamuk tersebut. Pada tahun 2013 penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 4 kasus. Jumlah ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 24 kasus dan 2 meninggal.
GAMBAR XX
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2012 DAN 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pemetaan wilayah angka kesakitan Demam Berdarah Dengue diatas menunjukkan bahwa adanya penurunan angka kesakitan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat 2 kecamatan yang mengalami peningkatan angka kesakitan pada tahun ini dengan menunjukkan angka kesakitan sedang (20-54 per 100.000
penduduk). Pemetaan Angka Kematian (Case Fatality Rate) DBD tahun 2013 dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR XX
CASE FATALITY RATE DEMAM BERDARAH DENGUE
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2012 DAN 2013
Tahun 2012 Tahun 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari pemetaan tersebut diatas, terlihat bahwa adanya penurunan angka kematian penyebab Demam Berdarah Dengue pada tahun 2013 dibandingkan dengan 2012. Tatalaksana penanganan DBD terus dilakukan sampai tingkat pedesaan dalam rangka menekan kasus terjadinya DBD berupa kegiatan promotif dan preventif melalui peran serta masyarakat dalam pelaksanaan 3M dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
c. Chikungunya
Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chik melalui nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang telah terinfeksi virus tersebut. Tanda dan gejala
demam Chikungunya ini antara lain demam, ruam/bercak kemerahan di kulit dan nyeri pada persendian, seperti pada umumnya Demam Berdarah Dengue. Pada tahun 2013 demam Chikungunya tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, begitu pula pada tahun-tahun sebelumnya.
5. Penyakit Tidak Menular a. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan penyakit tidak menular yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat baik nutrisi, aktivitas fisik, dan stress. Penyakit ini menjadi faktor penyebab kematian yang cukup banyak karena sangat mudah menimbulkan penyakit komplikasi yang lain seperti hipertensi dan gagal ginjal.
GAMBAR XX
PROPORSI PENDERITA DIABETES MELLITUS MENURUT JENIS KELAMIN DAN USIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Di Kabupaten Kepulauan Anambas, penyakit Diabetes Mellitus menempati urutan ke 2 terbesar setelah Hipertensi. Dari grafik di atas, tampak bahwa Diabetes Mellitus diderita oleh usia produktif yaitu antara 20-69 tahun, dan lebih spesifik paling banyak pada usia 45-54 tahun. Secara proporsi jenis kelamin, yang lebih banyak menderita Diabetes Mellitus adalah perempuan yaitu sebesar 66,4% atau sebanyak 229 dari 345 penderita, sedangkan laki-laki sebesar 33,6% atau sebanyak 116 dari 345 penderita.
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah
Dalam 10 Terbesar Penyakit Tidak Menular tahun 2013 didapatkan bahwa penyakit Hipertensi menempati urutan pertama dengan proporsi sebesar 65,8%. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor usia, berat badan, keturunan, serta pola hidup yang tidak sehat.
GRAFIK 10 TERBESAR PENYAKIT TIDAK MENULAR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang P2PL, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas tentang bahaya Hipertensi, karena tatalaksana yang terlambat dapat menyebabkan penyakit yang lebih kompleks.
0 50 100 150 200 ju m la h k a su s Perempuan Laki-laki 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 1946 345 291 209 130 25 4 4 2 1
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Upaya kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Berikut akan dijelaskan beberapa pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Fokus pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan anak, yang dapat diupayakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pembangunan kesehatan ini juga masuk dalam komitmen global Millenium Development
Goals tahun 2015.
a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil diberikan secara kompherensif, karena pelayanan yang diberikan pada dua kehidupan sekaligus, yaitu pada ibu dan janin. Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu hamil antara lain pemeriksaan kehamilan (antenatal care) minimal sebanyak 4 kali, yaitu pada trimester pertama minimal 1 kali, trimester kedua minimal 1 kali, dan trimester ketiga minimal 2 kali. Tujuan diberikan pelayanan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada ibu hamil dan janin dari faktor resiko, komplikasi kehamilan dan persalinan serta penanganan dini. Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas 7 T, antara lain:
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan; 2. Pengukuran tekanan darah;
3. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
4. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi;
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
6. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana); serta
7. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb) dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya).
Penilaian terhadap upaya kesehatan ibu hamil dapat dilihat dari capaian cakupan kunjungan pertama (K1) dan ke empat (K4). Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan kehamilan pertama kali dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali pada jadwal yang dianjurkan (trimester ketiga) dibandingkan sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut yang memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1 DAN K4 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 20100-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada tahun 2013, cakupan ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal K1 sebesar 88,8%, menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012 lalu yang mencapai 100%. Namun demikian, cakupan ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal K4 sebesar 81,9% dimana menunjukkan peningkatan dari tahun 2012 lalu yang mencapai 60,2%.
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari grafik tersebut diatas, terlihat bahwa cakupan paling tinggi di Kecamatan Siantan, yaitu sebesar 85,6%, dan cakupan terendah di Siantan Selatan yaitu sebesar 71,7%. Secara umum, Kabupaten Kepulauan Anambas menempati urutan ke 4 dari semua kecamatan yaitu sebesar 81,9%
Program yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu ini antara lain meningkatkan jaringan pelayanan kesehatan sampai di tingkat desa baik sarana dan prasarana pelayanan dan tenaga kesehatan. Selain itu, dengan adanya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) melalui Tugas Pembantuan Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan sangat membantu kegiatan di tingkat puskesmas dan jaringannya untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dalam
88,4 85,9 100,0 88,8 72,4 77,3 60,2 81,9 0 20 40 60 80 100 120 2010 2011 2012 2013 % Tahun K1 K4 71,7 72,4 76,8 78,6 81,9 84,4 85,4 85,6 60 65 70 75 80 85 90 Siantan Selatan Jemaja Timur Siantan Tengah Jemaja KAB. KEP. ANAMBAS Siantan Timur Palmatak Siantan
bentuk kegiatan antara lain kelas ibu hamil, sweeping ibu hamil dengan resiko tinggi, kemitraan bidan dan dukun, kegiatan penyuluhan, dan lain sebagainya.
b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Upaya kesehatan ibu bersalin ini ditujukan untuk mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
GAMBAR XX
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada tahun 2013, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurun menjadi 61,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 92,8%. Banyaknya data ibu hamil yang melakukan persalinan di luar daerah yang tidak terangkum menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2013. Namun demikian, pada tahun berikutnya akan lebih diupayakan untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan baik dari segi sarana prasarana maupun sumber daya kesehatan.
GAMBAR XX
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada gambar xx menunjukkan bahwa Kecamatan Siantan Timur memiliki cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan paling rendah yaitu sebesar 41,3%. Kondisi geografis kepulauan yang terpisah-pisah menjadi suatu tantangan dalam meningkatkan cakupan persalinan nakes. Kecamatan Jemaja Timur memiliki cakupan persalinan nakes paling tinggi yaitu sebesar 83,9%.
81,6 79,5 92,8 61,1 0 20 40 60 80 100 2010 2011 2012 2013 % 41,3 48,9 61,1 65,4 67,0 69,2 69,6 83,9 0 20 40 60 80 100 Siantan Timur Siantan KAB. KEP. ANAMBAS Jemaja Siantan Selatan Siantan Tengah Palmatak Jemaja Timur
Dengan tersebarnya tenaga kesehatan yang merata di daerah ini serta jaringan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dengan mudah menjadi nilai lebih untuk dapat meningkatkan cakupan persalinan nakes.
c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Pelayanan nifas sesuai standar yang diberikan minimal 3 kali, yaitu pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan pemasangan KB pasca persalinan. Jenis pelayanan ibu nifas yang diberikan meliputi:
1. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); 2. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
3. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
4. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI Ekslusif;
5. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana;
6. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. GAMBAR XX
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF 3)
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan grafik tersebut diatas, cakupan kunjungan nifas (KF 3) di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurundan pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, cakupan kunjungan nifas (KF 3) mencapai 100%, sedangkan tahun 2013 cakupan KF 3 turun menjadi 64%.
d. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal merupakan kesakitan yan terjadi pada ibu hamil, bersalin, nifas dan janin dalam kandungan, baik secara langsung maupu tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan janin. Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk mendaatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan yang dapat diukur melalui indicator cakupan penanganan komplikasi maternal (Cakupan PK).
86,0 78,7 100,0 64,0 0 20 40 60 80 100 120 2010 2011 2012 2013 % Tahun
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan grafik tersebut diatas, cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 45,5%. Jika ditinjau dari tahun sebelumnya, cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal mencapai 93,8%.
e. Penanganan Neonatal Komplikasi
Neonatal komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian seperti asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah < 2.500 gram (BBLR), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan kongenital.
Penanganan Neonatus komplikasi adalah neonatus sakit atau neonatus dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat)baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan tersebut sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya.
GAMBAR XX
CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL KOMPLIKASI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
90,3 26,6 93,8 45,5 0 20 40 60 80 100 2010 2011 2012 2013 % Tahun 18,9 18,5 27,8 31,4 0 5 10 15 20 25 30 35 2010 2011 2012 2013 % Tahun
Berdasarkan grafik diatas, cakupan penanganan neonatal komplikasi di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, cakupan penanganan neonatal komplikasi sebesar 27,8%, sedangkan tahun 2013 meningkat menjadi 31,4%.
GAMBAR XX
CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL KOMPLIKASI
MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Dari grafik tersebut diatas, terlihat bahwa cakupan penanganan neonatus komplikasi paling tinggi di Kecamatan Siantan Selatan, yaitu sebesar 89,6%, dan cakupan penanganan neonatal komplikasi terendah di Siantan Tengah yaitu sebesar 11,3%. Secara umum, Kabupaten Kepulauan Anambas menempati urutan ke 5 dari semua kecamatan yaitu sebesar 31,4%.
f. Kunjungan Neonatal
Neonatal (neonatus) merupakan bayi baru lahir yang berumur 0-28 hari. Pada masa neonatus memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi, dimana untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan upaya kesehatan dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Berdasarkan Riskesdes (2007), kematian bayi terjadi pada minggu pertama yaitu pada usia 0-6 hari dengan persentase 78,5%. Mengingat besarnya resiko kematian pada minggu pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang lebih sering dalam minggu pertama sesuai dengan standar pelayanan neonatal. Kunjungan neonatal dilakukan sebanyak 3 kali, diantaranya pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari.
Pelayanan yang diberikan pada kunjungan neonatus adalah pemeriksaan sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM), yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan tanda vital;
2. Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI Eksklusif; 3. Injeksi Vitamin K1;
4. Imunisasi HB0 (Hepatitis); 5. Penanganan dan rujukan kasus;
6. Perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.
89,6 47,6 31,4 28,4 26,7 24,8 18,7 11,3 0 20 40 60 80 100 Siantan Selatan Siantan Timur KAB. KEP. ANAMBAS Jemaja Timur Siantan Palmatak Jemaja Siantan Tengah
GAMBAR XX
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN1 DAN KN3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada tahun 2013, cakupan kunjungan neonatal (KN1) mendapatkan kunjungan sebesar 65,5%. Jika ditinjau dari tahun 2012, kunjungan neonatus ini mengalami penurunan dimana sebelumnya cakupan ini mencapai 88,6%. Sementara, cakupan kunjungan neonatal (KN3) berjumlah 58,6%, dimana KN3 juga mengalami penurunan dari tahun 2012 lalu yang mencapai 59,5%.
GAMBAR XX
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN3
MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada grafik diatas, cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN3) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Kecamatan Siantan memiliki cakupan paling rendah yaitu sebesar 35,5%. menunjukkan bahwa Kecamatan Siantan memiliki cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga Sedangkan Kecamatan Jemaja Timur memiliki cakupan kunjungan neonatal (KN3) paling tinggi yaitu sebesar 83% yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai standar.
g. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi
Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari-11 bulan yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan dan perawat) minimal 4 kali. Pelayanan kesehatan ini terdiri dari:
94,4 100 88,6 65,5 65,9 89,6 59,5 58,6 0 20 40 60 80 100 120 2010 2011 2012 2013 % Tahun KN1 KN3 83 72 71,6 65,6 65,1 58,6 51,1 35,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Jemaja Timur Siantan Tengah Palmatak Siantan Selatan Jemaja KAB. KEP. ANAMBAS Siantan Timur Siantan
1. Pemberian Imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4 dan Campak); 2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi; 3. Pemberian Vitamin A;
4. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi;
5. Penyuluhan ASI Eksklusif, MP-ASI dan lain-lain.
Indikator cakupan pelayanan kesehatan bayi merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi.
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan grafik tersebut diatas, cakupan pelayanan kesehatan pada bayi di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan yang sangat signifikan pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika ditinjau pada tahun 2012, cakupan pelayanan kesehatan bayi sebesar 72,1%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 17,6%.
h. Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita
Anak balita merupakan anak yang telah menginjak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya.
Pelayanan kesehatan anak balita aadalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak balita. Pelayanan yang dilakukan meliputi:
1. Pemantauan pertumbuhanndan perkembangan serta stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan menggunakan instrument (SDIDTK);
2. Pembinaan posyandu;
3. Pembinaan anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga; 4. Perawatan anak balita dengan pemberian ASI sampai 2 tahun; 5. Makan gizi seimbang dan Vitamin A.
59,5 64,7 72,1 17,6 0 20 40 60 80 2010 2011 2012 2013 % Tahun
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Pada grafik di atas, cakupan pelayanan kesehatan pada anak balita di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2013 sebesar 9,8%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebesar 44,3%.
i. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat
Masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks. Pada anak usia sekolah dasar biasanya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun. Beberapa masalah yang sering dialami anak usia sekolah adalah karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan, dan masalah gizi.
Penjaringan kesehatan sangat perlu dilakukan terhadap siswa sekolah dasar atau setingkat agar dapat mengetahui masalah kesehatan yang dialami siswa tersebut dan dapat melakukan penanganan sedini mungkin.
GAMBAR XX
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA
MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013
Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa cakupan tertinggi pada pelayanan kesehatan pada siswa sekolah dasar dan setingkat adalah kecamatan Siantan Timur yaitu sebesar 141,3%. Sementara di Kecamatan Jemaja Timur memiliki cakupan pelayanan kesehatan pada siswa sekolah dasar paling rendah yaitu sebesar 67.8%.
71,8 44,3 44,3 9,8 0 20 40 60 80 2010 2011 2012 2013 % Tahun 90,6 90,3 87,7 89,3 92,9 67,8 141,3 90,9 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Siantan Jemaja Palmatak Siantan Timur Siantan Selatan Jemaja Timur Siantan Tengah KAB. KEP. ANAMBAS
j. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja melalui pendekatan yang menyenangkan, memperlakukan remaja dengan tangan terbuka, dan menghargainya, menjaga kerahasiaan, serta peka akan kebutuhan yang terkait dengan kesehatannya yang dijalankan secara efektif & efisien. Tujuan khusus dari PKPR antara lain:
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat;
2. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja.
Layanan kesehatan diberikan secara komprehensif, dengan penekanan pada langkah promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS). Konseling merupakan ciri khas dari PKPR, dimana konseling di berikan oleh tenaga kesehatan yang terampil, ramah dan berwawasan. Tenaga kesehatan juga melaksanakan kegiatanKIE ke sekolah dan kelompok-kelompok remaja lainnya melalui penyuluhan atau Focus Group Discussion (FGD).
k. Pelayanan Kesehatan Pada Kasus Terhadap Anak (KTA)
Dampak globalisasi, perkembangan teknologi, pengaruh negative media massa mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai sosial budaya dimana masyarakat terbiasa dengan pola hidup konsumtif dan individual. Disisi lain kemiskinan yang belum teratasi, rendahnya tingkat pendidikan orangtua, banyaknya anak dalam keluarga serta bencana alam yang banyak terjadi di Indonesia merupaan faktor pemicu terjadinya peningkatan tindakan kekerasan terhadap anak baik fisik, mental, seksual maupun penalantara.
Pengertian kekerasan terhadap anak (WHO) adalah semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun secara emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi, komersial atau lainnya, yang mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggungjawab.
Upaya penanganan di bidang kesehatan adalah menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan pada anak yang terdiri dari pelayanan di tingkat dasar melalui puskesmas maupun tatalaksana kekerasan terhadap anak dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah sakit untuk penanganan kasus rujukan. Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kekerasan terhadap anak dalam memberikan pelayanan penanganan gawat darurat, konseling, medikolegal dan rujukan (medis dan psikososial). Pelayanan terpadu di rumah sakit menangani pelayanan spesialistik yang melaliui IGD, perawatan, medikolegal dan psikososial (bantuan hokum dan perlindungan sosial bagi anak melalui panggilan telepon pada saat diperlakkan).
l. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti
Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia 14-18 tahun). Masalah kesehatan yang dialami anak jalanan terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal yang sehat dan aktivitas dijalanan menyebabkan mereka renan terhadap gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, diare, kulit dan lain sebagainya. Secara psikologis, anak jalanan memiliki konsep diri negative, tidak atau kurang percaya diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain dan emosi yang tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan mereka mudah terpengaruh orang lain dan cenderung berperilaku antisocial (berkelahi, mencuri, merampas, menggunakan Narkoba dan menjalankan bisnis NAPZA dan berperilaku seks bebas). Selain itu, anak dapat mengalami berbagai bentuk eksploitasi fisik dan seksual terutama oleh orang dewasa hingga kehilanan nyawa, sehingga timbl masalah kesehatan yang terkait kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS.
Upaya penanganan dibidang kesehatan bagi anak terlantar/anak jalanan meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative melalui pendekatan pada kelompok-kelompok sasaran seperti dip anti anak terlantar/anaka jalanan, shelter, rumah singgah dan lain-lain. Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas bekerjasama dengan unsure dari sector terkait dan LSM di wilayah kerjanya serta masyarakat lainnya.