• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENURUT KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010-2013

Sumber: Bidang KIA & Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 2013

Pada gambar diatas dapat diinformasikan bahwa cakupan imunisasi TT2+ pada ibu hamil tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 cakupan imunisas TT2+ sebesar 50% sedangkan pada tahun 2012 sebesar 68,31%.

4. Ketersediaan Obat

Obat adalah salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu djamin ketersediaanya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Dalam rangka mendukung program tersebut dilakukan pengadaan buffer stock obat untuk menjamin ketersediaan obat, pemerataan pelayanan dan terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan sampai ke masyarakat.

Dalam hal perencanaan dan penyususnan kebutuhan obat (RKO) buffer stock diperlukan data kebutuhan dari masing-masing kabupaten/kota. Dalam erhitungan tersebut, tingkat kecukupan obat harus dapat tersedia untuk kurun waktu minimal selama 18 bulan dengan asumsi 12 bulan untuk pemenuhan kebutuhan obat selama 1 tahun anggaran dan 6 bulan untuk pemenuhan kebutuhan selama waktu tunggu proses pengadaan obat ditahun anggaran selanjutnya. Daftar obat yang disertakan dalam perhitungan tersebut terdiri dari 135 jenis obat dan 9 jenis vaksin sehingga di dapat total ketersediaan untuk 144 jenis obat dan vaksin yang direkapitulasi per kabupaten/kota di 33 provinsi secara nasional.

57,28 64,33 68,31 50 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2010 2011 2012 2013 % Tahun

5. Pelayanan Kesehatan Haji

Ibadah haji merupakan bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi fisik dari calon jemaah haji sebelum dan selama berada di tempat kegiatan haji, maka Penyelenggara ibadah haji diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji. Dengan itu, pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan.

Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, menteri Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan haji secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.

Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, SIstem Kewaspadaan Dini (SKD) dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah masal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. Tujuan dari penyelenggaraan kesehatan haji adalah:

1. Menngkatkan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan.

2. Menjaga agar jamaah haji daam kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali di tanah air.

3. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh jamaah haji.

Pada penyelenggaraan ibadah haji terdapat jemaah haji yang tergolong resiko tinggi yaitu jemaah dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit atau meninggal selama perjalanan ibadah haji, meliputi jemaah haji lanjut usia, jemaah menderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar negeri berdasarkan peraturan kesehatan, jemaah wanita hamil (14-26 minggu dan telah di vaksin meningitis), jemaah dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis atau penyakit tertentu.

a. Penyelenggaraan Pra Operasional Haji

Penyelenggaraan Pra operasional Haji terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah (pra embarkasi), pembinaan jemaah, rekrutmen dan pelatihan petugas kesehatan haji dan penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan asrama haji. Pelayanan kesehatan pra embarkasi merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan jemaah sesuai standar. Pelayanan dilakukan di Puskesmas dan Rumah Saki oleh enaga kesehatan yang sudah dilaktih dan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diaksanakan paling lambat 1 bulan sebelum jemaah berangkat yang meliputi:

1. Pemeriksaan kesehatan awal di puskesmas oleh tim pemeriksa yang telah ditetapkan dan dilatih;

2. Pemeriksaan lanjut yang merupakan pemeriksaan setelah pemeriksaan awal, dimana pemeriksaan ini sebagai rujukan bagi jemaah yang beresiko tinggi; dan

3. Vaksinasi Meningitis meningococcus.

Pelayanan pada kesehatan pada tahap ini merupakan penetapan awal status kesehatan jemaah yang menghasilkan status mendiri (sehat), observasi (perlu perawatan), pengawasan (perlu perawatan dan pendampingan), tunda (tidak memenuhi criteria kesehtan untuk berangkat) dan beresiko tinggi atau tidak.

Dalam upaya menyediakan tenaga kesehatan yang akan melayani jemaah pada saat operasional dilakukan perekrutan Petugas Kesehatan Haji Indonesia. Petugas yang direkrut adalah Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang ditugaskan menyertai jemaah disetiap kloternya dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).

b. Penyelenggaraan Operasional Haji

Penyelenggaraan operasional haji dilaksanakan pada saat jemaah tiba di embarkasi, selama beribadah di Arab Saudi dan saat tiba kembali di tanah air. Pemeriksaan kesehatan akhir jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi di joordinasikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) embarkasi. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan, identifikasi jemaah resiko tinggi, proses kekarantinaan, rawat jalan dan rawat inap 24 jam serta rujukan.

Pelayanan kesehatan haji selama di Arab Saudi dilakukan di tiga lokasi, yaitu: a) Pelayanan kesehatan di kloter

Pelayanan kesehatan terhadap jemaah oleh petugas TKHI kloter secara pasif dan aktif. Secara pasif dimana jemaah datang memeriksakan kesehatan atau berobat jalan kepada petugas TKHI. Secara aktif dimana petugas TKHI melakukan pemantauan dan bimbingan terhadap jemaah haji di kloternya. Petugas juga melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya KLB penyakit.

b) Pelayanan kesehatan di sektor

Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap sederhana oleh petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), jika tidak dapat ditangani di sector maka dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ataupun Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS). Disektor tersedia tenaga kefarmasian untuk mengelola apotek dan ketersediaan obat.

c) Pelayanan kesehatan di BPHI dan RSAS

Kesehatan disini berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan daya tamping dan fasilitas yang setara dengan rumah sakit tipe C.

6. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer

Pelayanan kesehatan tradisional merupakan warisan budaya yang telah dimanfaatkan sejak dulu. Pelayanan kesehatan tradisional hingga kini masih diakui keberadaannya di masyarakat dan cukup potensial perannya dalam menunjang peningkatan kesehatan.

Pelayanan kesehatan tradisional sebagai bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan juga diamanatkan pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Renstra Kementerian Kesehatan menetapkan dua indicator yaitu cakupan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, alternative dan komplementer serta jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan alternative dan komplementer.

Cakupan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan program pelayanan kesehatan tradisonal diartikan sebagai kabupaten/kota yang minimal memiliki dua Puskesmas yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobatan tradisional dan pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN 1. Kunjungan Rawat Inap

Data dan informasi terkait kunjungan rawat inap pasien di rumah sakit menggambarkan jumlah pasien rawat inap keluar hidup, jumlah pasien rawat inap keluar mati <48 jam, jumlah pasien rawat inap keluar mati ≥48 jam, jumlah hari perawatan dan lama di rawat.

2. Indikator Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisien pelayanan. Beberapa indicator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of

Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn Over/BTO), rata-rata selang waktu pemakaian

tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death

Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal ≥48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). Gross Death Rate (GDR) yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1.000 penderita keluar.

Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada dirumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai GDR yang baik yaitu tidak lebih dari 45 per 1.000 penderita keluar. Indikator pendukung lain yaitu Net

penderita keluar. Asumsinya jika ada pasien meninggal setelah mendapatkan perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun, jika pasien meninggal <48 jam masa perawatan maka dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit yang menjadi penyebab utama pasien meninggal. Nilai NDR yang dianggap masih bisa di tolerir adalah kurang dari 25 per 1.000 penderita keluar.

Indikator lainnya yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelayanan rumah sakit adalah BOR, LOS dan TOI. Pemanfaatan tempat tidur dilihat melalui indicator BOR dengan memperhitungkan jumlah hari perawatan di rumah sakit terhadap jumlah tempat tidur dan jumlah hari dalam setahun. Indikator LOS mencerminkan rata-rata lama hari perawatan yang diperoleh dari perbandingan jumlah hari perawatan pasien keluar terhadap jumlah pasien keluar baik hidup maupun mati. Sedangkan indikator TOI merupakan rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur di rumah sakit.

3. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Jenis pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit terdiri dari tumpatan gigi tetap, tumpatan gigi sulung, pengobatan pulpa/tumpatan sementara, pencabutan gigi tetap, pencabutan gigi sulung, pengobatan periodontal, pengobatan abses, pembersihan karang gigi, prothese lengkap, prothese cekat, orthodonsi dan bedah mulut.

GAMBAR XX

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Dokumen terkait