• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji

Sesuai dengan Undang – Undang Republik Indonesia No : 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada BAB IV tugas dan tanggung jawab pasal 6 yang menyatakan : Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No : 62 tahun 1995 tentang pelaksanaan pemeriksaan penyelenggaraan urusan haji bab IV pasal 12 yang menyebutkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan haji dilakukan oleh Departemen Kesehatan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2 tahun 1992 tentang penyelenggaraan urusan haji pada pasal 8 menyebutkan setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji, harus memenuhi persyaratan yaitu sehat jasmani dan rohani. Pasal 9 menyatakan calon jemaah haji harus memenuhi syarat kesehatan yang ditentukan dan calon haji yang mengidap penyakit karantina atau penyakit menular menurut undang-undang yang berlaku ditunda keberangkatannya.14

Pelaksanaan kegiatan Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji adalah berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI No.1117/Menkes/ SK/XII/1992

(2)

bahwa pengamanan kesehatan haji Indonesia terdiri dari kegiatan – kegiatan sebagai berikut :4

a. Pemeriksaan kesehatan

Rangkaian pemeriksaan kesehatan seluruh jemaah haji pada saat kedatangan di Embarkasi adalah sebagai berikut :

a.1.Pemeriksaan dokumen kesehatan ( Buku Kesehatan Jemaah Haji dan Surat Keterangan Imunisasi Meningitis / ICV ).

a.2. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji yang terdiri dari : a.2.1.Pemeriksaan Fisik

a.2.1.Pemeriksaan Penunjang ( Kadar Gula Darah, EKG, Planotest bagi CJH Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur).

b. Pembinaan kesehatan

Pembinaan kesehatan merupakan sarana mencapai kondisi kesehatan optimal hingga menjelang keberangkatan. Bimbingan dan penyuluhan dapat dengan cara-cara promotif dengan menekankan pendekatan manajemen risiko serta kemandirian jemaah haji. Ruang lingkup kegiatan meliputi peningkatan pemahaman perjalanan ibadah haji sebagai kondisi matra yang berpengaruh kepada kesehatan, manajemen berhaji sehat dan mandiri, persiapan kesehatan (fisik dan psikis). Penyuluhan kesehatan juga dapat dilakukan pada saat jemaah yang sakit datang meminta pelayanan kesehatan.3,4

(3)

Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat kontinum dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan terhadap jemaah haji.

Pelayanan kesehatan di Embarkasi / Debarkasi Poliklinik meliputi :

c.1. PoloklinikEmbarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji sakit atau konsultasi kesehatan pada saat tiba di Embarkasi/Debarkasi.

c.2. Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi.1

d. Pengamatan penyakit

Surveilans epidemiologi kesehatan haji adalah kegiatan analisis secara sistimatis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan jemaah haji dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah - masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan haji. Surveilans epidemiologi di embarkasi meliputi 3,14,17

d.1. Surveilans Epidemiologi Jemaah Haji Risiko Tinggi.

Berdasarkan data SISKOHAT di Embarkasi Polonia Medan Tahun 2010 bahwa penderita hipertensi dengan umur < 40 tahun berjumlah 27 orang, 40-49 tahun berjumlah 146 orang, 50-59 tahun berjumlah 371 orang dan ≥ 60 tahun berjumlah 415 orang.

(4)

d.2. Surveilans Epidemiologi Kunjungan Poliklinik Embarkasi.

Berdasarkan data SISKOHAT di Embarkasi Polonia Medan Tahun 2010 diperoleh kunjungan Poliklinik dengan berbagai jenis penyakit antara lain Hipertensi, Dispepsia, Rheumathoid Atritis dan Diabetes Melitus. Penderita hipertensi dengan umur umur < 40 tahun berjumlah 12 orang, 40-49 tahun berjumlah 105 orang, 50-59 tahun berjumlah 197 orang dan ≥ 60 tahun berjumlah 264 orang.

d.3.Data jemaah haji dirujuk dan jemaah haji wafat di Embarkasi Polonia Medan Tahun 2010.

e. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan

Merupakan kegiatan pemeriksaan sanitasi makanan, penyehatan lingkungan asrama agar jemaah haji dan petugas bebes dari ancaman terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan dan penyakit menular, atau timbulnya gangguan kesehatan lainnya.

Prioritas sanitasi makanan adalah penyediaan makanan yang bersifat massal di asrama embarkasi dan dalam perjalanan (Pesawat). Sedangkan prioritas penyehatan lingkungan adalah pengendalian vektor penular penyakit, penyediaan kamar tidur, air mandi dan air minum di asrama embarkasi. Penyehatan lingkungan di asrama untuk memberantas serangga/pengendalian vektor dilakukan pengasapan (fogging). Penyehatan lingkungan di pesawat juga dilakukan dengan pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan di dalam pesawat, pemeriksaan dan pemantauan kehidupan vektor serangga.3,14

(5)

Utara, Dinas Kesehatan Kota Medan dan RS Haji Mina Medan. Dalam melaksanakan tugasnya KKP bertanggungjawab kepada Departemen Kesehatan RI.14

2.2. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji

Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji berfungsi sebagai alat prediksi risiko kesakitan dan kematian, dilaksanakan dalam dua tahap meliputi pemeriksaan kesehatan pertama di Puskesmas dan pemeriksaan kedua di Tingkat Kabupaten/Kota.3,5,18

2.2.1. Pemeriksaaan Kesehatan Tahap Pertama

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah penilaian status kesehatan tahap pertama seluruh jemaah haji sebagai persyaratan mengikuti perjalanan ibadah haji. Dilaksanakan oleh Tim Pemeriksaan Kesehatan Pertama di Puskesmas yang ditunjuk yang terdiri dari dokter yang diberi kewenangan sebagai pemeriksa kesehatan, dibantu perawat dan analis laboratorium kesehatan. Puskesmas dan Tim Pemeriksa kesehatan Pertama ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Prosedur pemeriksaan kesehatan tahap pertama bagi calon jemaah haji bertempat di Puskesmas :

a. Pendaftaran Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) di Puskesmas yang ditunjuk sesuai dengan tempat tinggal/domisilinya.

b. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) sesuai protokol standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :

(6)

b.1. Anamnesis

b.2. Pemeriksaan Fisik b.3. Tes Fungsional

Untuk CJH lansia (Usia ≥ 60 tahun ), dilakukan Tes Fungsional Barthel Indeks dimana untuk menilai kesanggupan melakukan aktifitas sehari-hari.Hasil penilaian berupa ukuran kesanggupan: mandiri, perlu pendamping/pengawas, perlu bantuan/ketergantungan.Adapun yang dinilai adalah fungsi perawatan diri,fungsi kerumahtanggaan dalam melakukan aktifitas sehari – hari dan fungsi perilaku.

b.4. Pemeriksaan Penunjang

Untuk CJH berusia ≥ 40 tahun dilakukan pemeriksaan Radiologi, Darah Sewaktu (GDS), Kolesterol dan EKG.Untuk CJH Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) dilakukan pemeriksaan tes kehamilan. Untuk CJH yang bertugas sebagai pendamping dilakukan tes kebugaran.

b.4.1.Laboratorium Klinik b.4.2. Radiologi

b.4.3. EKG

b.4.4.Tes Kebugaran dengan metode Tes Harvard

Tes Kebugaran berfungsi untuk mengetahui tingkat kebugaran. Harvard Test Step adalah tes kebugaran (kesanggupan jasmani) dengan cara perlakuan naik turun bangku untuk mengetahui kesanggupan kardiovaskuler seseorang, dengan parameter penilaian frekuensi nadi. Tes ini bermanfaat bagi penilaian kemampuan

(7)

fisik seorang CJH untuk melakukan thawaf dan sa’i sebagai ritual/rukun ibadah haji. Kontraindikasi Harvard Test Step adalah penderita penyakit jantung dan paru. c. Hasil pemeriksaan dicatat dalam Catatan Medik dan disimpan di Puskesmas. d. Cataan Medik dijadikan dasar pengisian Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH).

BKJH diisi setelah CJH mendapatkan bukti pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau terdaftar di SISKOHAT.

e. BKJH disimpan di Puskesmas sampai saat pemeriksaan tahap kedua untuk selanjutnya diserahkan kepada Tim Pemeriksaan Kesehatan Kedua.

f. Calon jemaah haji diberikan pembinaan kesehatan lebih lanjut.

g. Untuk kepentingan pembinaan , pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan berulang sesuai dengan kebutuhan.

h. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas pelaksaan pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah haji dan melaporkan hasil pemeriksaan calon jemaah haji ke Dinas Kabupaten/Kota.

2.2.2. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua.

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status kesehatan rujukan terhadap jemaah haji dengan faktor risiko kesehatan yang secara epidemiologi berisiko tinggi mendapatkan penyakit dan kematian dalam perjalanan ibadah haji, yaitu jemaah haji risiko tinggi (risti). Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua di rumah sakit yang ditunjuk.Penetapan rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(8)

Prosedur pemeriksaan kesehatan tahap kedua bagi calon jemaah haji di RS Tipe C :

a. Pendaftaran ulang Pemeriksaan Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

b. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji sesuai protokol standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :

b.1. Anamnesis b.2. Pemeriksaan Fisik b.3. Tes Fungsional b.4. Pemeriksaan Penunjang b.4.1.Laboratorium Klinik b.4.2. Radiologi b.4.3. EKG

b.4.4. Imunisasi Meningitis Meningokokus

b.4.5.Tes Kebugaran dengan metode Tes Harvard

c. Hasil pemeriksaan Dokter Pemeriksa dan saran pembinaan dari Dokter Ahli/Spesialis ditulis pada Catatan Medis yang dipakai sejak pemeriksaan kesehatan tahap pertama.

d. Hasil pemeriksaan pada catatan medis menjadi dasar pengisian BKJH dan penetapan kelayakan.

e. BKJH disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan diserahkan kepada masing–masing jemaah haji saat keberangkatan ke Embarkasi.

(9)

f. Calon jemaah haji diberikan pembinaan kesehatan untuk keperluan kelayakan pemberangkatan.

g. Untuk kepentingan pembinaan ,pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan berulang sesuai dengan kebutuhan oleh Dokter Ahli/Spesialis yang ditunjuk.

h. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab atas pelaksaan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan bagi calon jemaah haji.

2.2.3. Penetapan Kelayakan

Penetapan Kelayakan adalah upaya penentuan kelayakan jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Pertama dan Kedua melalui pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Pertama, Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dua minggu sebelum operasional embarkasi haji dimulai.

Standar kelayakan kesehatan adalah rumusan kriteria jemaah haji untuk memenuhi syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan ibadah haji secara mandiri tidak membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Penetapan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat kesehatan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :

a. StatusKesehatan dikategorikan menjadi 4 yaitu :

1.Mandiri adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri sendiri mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa kepada tergantung bantuan alat/obat dan orang lain.

(10)

2.Observasi adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri sendiri mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat.

3.Pengawasan adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat dan orang lain.

4.Tunda adalah calon jemaah haji yang kondisi kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji pada pemeriksaan tahap I dan kedua.

b. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan Keselamatan Penerbangan. b.1.Peraturan Kesehatan Internasinal menyebutkan jenis – jenis penyakit menular

tertentu sebagai alasan pelanggaran kepada seseorang untuk keluar masuk antar negara.

b.2. Ketentuan Keselamatan Penerbangan

a. Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan ketinggian. b. Usia kehamilan kurang dari 12 minggu dan lebih dari 32 minggu.

c.Imunisasi Meningitis Meningokokus, dengan jenis vaksin ACW135Y,

dibuktikan dengan Kartu ICV (international Certificate of Vaccination). d.Calon Jemaah Haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila :

1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda.

2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat di Embarkasi.

3. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.5,18 2.3. Pembinaan Kesehatan

(11)

Pembinaan kesehatan terhadap jemaah haji disamping dilakukan di Puskesmas dan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit yang meliputi penyuluhan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan .Pelaksanaannya dapat secara mandiri atau berkelompok dan berkesinambungan. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan diprioritaskan pada jemaah haji usia lanjut,jemaah risiko tinggi. Pembinaan kesehatan dimulai sejak di daerah asal, diperjalanan, diasrama embarkasi/debarkasi haji, selama di Arab saudi dan setelah kembali ke Indonesia.

Pembinaan kesehatan dilakukan dalam aspek 4,5 a. Pengelolaan Kesehatan Haji Mandiri

Jemaah haji mampu mencari pelayanan kesehatan baik di kloter, sector, daker maupun Rumah Sakit di Arab Saudi. Dismping itu jemaah haji diperkenalkan dengan masalah penyakit, masalah kesehatan reproduksi dan vaksinasi.

b. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah proses tubuh dalam menyesuaikan dengan situasi dan kondisi alam di Arab Saudi dan cara menghadapinya, pondokan, sarana dan prasarana, sosial dan budaya.

c. Latihan Kebugaran

Cara – cara untuk mencapai kebugaran dengan melakukan praktek kebugaran jasmani/latihan kesegaran jasmani. Bagi jemaah haji risiko tinggi atau yang sakit hendaknya berkonsultasi ke dokter sebelum melakukan latihan.

(12)

Bagaimana pengaturan makanan/diet bagi jemaah haji selama melakukan ritual haji. Pengaturan menu dan porsi makanan juga dapat menjaga agar berat badan tetap ideal dan mempertahankan kondisi kesehatan yang optimal.

e. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Menjelaskan bagaimana tata cara berperilaku hidup bersih dan sehat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi jemaah haji dipengaruhi system nilai, norma atau kultural daerah asal jemaah haji, ekonomi, pendidikan serta keyakinan agama. 2.4. Jemaah Haji Risiko Tinggi (Risti)

Jemaah Haji Risiko Tinggi adalah jemaah haji yang memiliki kondisi atau penyakit tertentu yang diperkirakan dapat memperburuk kesehatan selama menjalankan ibadah haji. Kondisi ini bisa hanya terdiri dari satu jenis penyakit untuk seorang jemaah haji, dan bisa pula lebih dari satu jenis penyakit. Makin banyak risti yang dimiliki oleh jemaah, semakin besar risiko memburuknya kondisi kesehatan calon jemaah haji tersebut.

Sebelum calon jemaah haji berangkat ke tanah Suci, terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan sehingga jemaah haji dapat dikelompokkan kedalam yang sehat atau risiko tinggi (risti).Apabila calon jemaah haji tergolong dalam risti,maka di Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) yang bersangkutan diberi stempel “RISTI” untuk memudahkan pemantauan oleh petugas kesehatan jemaah, baik TKHI (Tim Kesehatan Haji Indonesia), TKHD (Tim Kesehatan Haji Daerah) yang menyertai jemaah atau petugas kesehatan di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) maupun di Rumah Sakit Arab Saudi.3,7,19

(13)

2.4.1. Identifikasi Faktor Risiko Jemaah Haji

Faktor risiko jemaah haji dibagi 2 yaitu faktor risiko internal dan faktor risiko eksternal.

a.Faktor Risiko Internal

1. Gangguan kesehatan/penyakit : hipertensi, penyakit jantung, asma, PPOK, diabetes, stroke, dll

2. Perilaku : kebiasaan merokok, pola makan, gaya hidup. b.Faktor Risiko Eksternal

Prosesi haji syarat dengan kegiatan fisik yang harus dilaksanakan secara sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di berbagai tempat sekitar kota Mekkah meliputi: Tawaaf (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali, dengan arah berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi kiri badan).

1. Sai (berjalan sambil berlari kecil pulang balik sebanyak tujuh kali dari bukit Safa ke Marwah, yang berkisar 500 m sekali jalan).

2. Wukuf di Arafah selama satu hari (berangkat dari Mekkah sehari sebelum wukuf, dan tidur di bawah tenda pada malam sebelum wukuf).

3. Bermalam di Musdalifah di ruang terbuka, beratapkan langit dan berlantai tanah yang dipenuhi dengan debu dan manusia yang sangat padat dan diselimuti cuaca dingin.

(14)

4. Lontar Jumroh sekali sehari selama tiga hari. Perjalanan dari pemondokan ke Jamarat berjarak 2-5 km, sangat padat oleh jemaah yang lalu lalang, dan berdesakan saat melontar jumroh.6

24.2. Jenis Risiko Tinggi

Risti dapat dikelompokkan dalam dua golongan yaitu risti sehat dan risti sakit.19

a. Risti Sehat

Risti sehat adalah kelompok jemaah calon haji yang secara fisiknya sudah disertai keadaan tertentu yang memudahkan untuk timbulnya penyakit atau mengalami penyakit tertentu. Kondisi fisik tersebut yaitu :

a.1. lanjut usia ≥ 60 tahun

Proses penuaan pada lanjut usia sering disertai adanya peningkatan gangguan organ dan fungsi tubuh. Dampak proses penuaan akan ditemukan banyaknya lanjut usia yang mengalami gangguan kesehatan. Olah raga sangat penting dilakukan oleh jemaah haji lanjut usia untuk dapat mempertahankan kesehatan selama melakukan aktifitas haji.

a.2. Obesitas

Penyebab terbanyak obesitas adalah ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran energi. Patofisiologi obesitas bervariasi yaitu genetik, psikologik, aktifitas fisik, pola makan, pola hidup, usaha penurunan badan yang tidak teratur, sehingga

(15)

menimbulkan perubahan metabolisme. Penatalaksanaan obesitas bagi jemaah haji sebaiknya kombinasi dari kalori, olah raga dan modifikasi gaya hidup.

a.3. Kecacatan Fisik

Bagi calon jemaah dengan cacat fisik diupayakan agar melakukan kegiatan ibadah haji sesuai kemampuan. Kegiatan fisik dalam rangka menunaikan ibadah sunah disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan nasehat dokter dan lokasi pemondokan yang jauh dari mesjid.Termasuk melontar jumarat di Mina sebaiknya jemaah yang sakit diwakilkan dengan jemaah yang sehat untuk menghindari situasi berdesakan.

b. Risti Sakit

Risti sakit adalah jemaah haji yang menderita penyakit kronis, seperti : b.1. Penyakit Neuro-Psikiatri seperti paska stroke

b.2. Penyakit Kardiovaskuler seperti Hipertensi b.3. Penyakit Endokrin seperti Diabetes Melitus b.4. Penyakit Saluran Pernafasan seperti Asma

b.5. Penyakit lain – lain seperti Rhemathoid Athritis, Dyspepsia, Gagal ginjal.

Penyakit sistem kardiovaskuler dibagi atas Aterosklerosis, Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner. Aterosklerosis adalah keadaan pengerasan dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan lubangnya. Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyempitan pembuluh darah arteri koronaria yang memberi pasokan nutrisi dan oksigen ke otot-otot jantung, terutama ventrikel kiri yang memompa darah ke seluruh tubuh. Hipertensi merupakan faktor risiko yang berperan penting terhadap terjadinya PJK dan proses aterosklerosis. Hipertensi disebut juga

(16)

sebagai Silent Killer karena tidak ditemukan tanda–tanda fisik, individu dengan tekanan darah >160/95 mmHg memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung dan 3 kali lebih tinggi untuk terkena stoke. Prevalensi hipertensi di dunia sekitar 5- 18 %, sedangkan di Indonesia 6- 15 %. Sekitar 25- 37% jemaah haji asal Indonesia menderita hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian pada jemaah haji.11,20

2.5. Defenisi Hipertensi

Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir dalam pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor yaitu curahan jantung dan tahanan resistensi pembuluh darah perifer.21

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah diastolik tekanan darah sistolik maupun kedua - duanya secara terus menerus.22

2.5.1. Klasifikasi Hipertensi

2.5.1.1. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD

Berdasarkan Joint National Committee on Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI) tahun 1997 dan WHO pada tahun 1999, mempunyai kriteria gradasi yang sama, hanya berbeda dalam istilah tahapan dan derajatnya.21,22

JNC VI tahun 1997 menggolongkan hipertensi dalam beberapa kriteria ,yaitu :

(17)

a. Optimal yaitu tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg.

b. Normal yaitu tekanan darah sistolik < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik < 85 mmHg.

c. Normal tinggi yaitu tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89 mmHg.

d. Hipertensi Ringan atau Derajat 1 yaitu tekanan darah sistolik 140-149 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg.

e. Hipertensi Sedang atau Derajat 2 yaitu tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg.

f. Hipertensi Berat atau Derajat 3 yaitu tekanan darah sistolik ≥18 0 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :

a. Normal bila tekanan darah sistolik 90 – 120 mmHg dan diastolik 60 – 80 mmHg,

b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan diastolik 80 – 89 mmHg,

c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg

d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 100 mmHg.

(18)

Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi, sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi ketika jantung berkontraksi memompakan darah.23

2.5.1.2. Hipertensi Berdasarkan Etiologi 11,21,22,24

Menurut penyebabnya hipertensi dibagi 2 golongan , yaitu : a. Hipertensi Esensial (Primer)

Hipertensi Esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Prevalensinya mencapai 90 % dari seluruh penderita hipertensi.

b. Hipertensi Non Esensial (Sekunder)

Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kelainanan organ tubuh lain yang telah terbukti kaitannya dengan timbulnya hipetensi seperti gangguan ginjal dan penyakit pembuluh darah yang memerlukan pemeriksaan khusus agar dapat ditentukan diagnosis penyebabnya. Prevalensinya ≤ 10 % dari seluruh penderita hipertensi.

2.5.2.Gejala Klinis

Kebanyakan pada penderita tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa tekanan darah mereka tinggi. Adapun keluhan/gejala yang dirasakan adalah sakit kepala,

(19)

mudah marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, mata berkunang-kunang,susah tidur dan pusing.22

2.5.3. Determinan Hipertensi

2.5.3.1.Faktor Yang Tidak Dapat Diubah a.Genetik

Penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor risiko mengalami hipertensi dikemudian hari dan dinyatakan pula bahwa bila salah satu orang tua menderita hipertensi, maka mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi dibanding dengan orang yang kedua orang tuanya normal.24

b.Umur dan Jenis Kelamin

Pada umumnya ditemukan peningkatan tekanan darah menurut peningkatan usia dimulai sejak umur 40 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Nursanty (2005) karakteristik penderita hipertensi yang rawat inap di Rumah Sakit Permata Bunda Medan tahun 2003 – 2004, bahwa proporsi penderita hipertensi pada kelompok umur ≥ 40 tahun 98,7 % (231 Orang).11,25

Menurut penelitian Mukhtar D (2007) menemukan bahwa prevalensi penderita hipertensi pada perempuan usia 60-79 tahun sebesar 63% dan > 80 tahun sebesar 74% dan diruang Rawat Akut Geriatri, persentase pasien perempuan dengan hipertensi adalah 62,5%. Studi Cardiovascular Disease Framingham melaporkan bahwa 90% usia pertengahan dan usia lanjut mengalami hipertensi. Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi penderita hipertensi menurut peningkatan usia, tingkat prevalensi sebesar 6-15%.26

(20)

Penelitian menunjukkan bahwa hipertensi sering terjadi pada orang kulit hitam daripada kulit putih yang tinggal dilingkungan yang sama. Di Amerika Serikat 15% golongan kulit putih dewasa dan 20 – 30 % kulit hitam adalah penderita hipertensi. Prevalensi di Indonesia tidak jauh berbeda sekitar 6-15%, walaupun dilaporkan adanya prevalensi yang rendah yaitu Ungaran 1,8% dan Lembah Balim 0,6%, serta ada yang tinggi di Silungkang 19,4% dan Talang 17,8%.22,24

2.5.3.2.Faktor risiko Hipertensi yang dapat dihindarkan atau diubah a.Kegemukan (obesitas)

Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadi hipertesi. Penurunan berat badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan obesitas (kelebihan berat badan >10 %) dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memperbaiki faktor risiko yang lain.21,24

Prevalensi hipertensi pada orang yang mempunyai IMT diatas 30 kg/m2 ialah 38% pada laki-laki dan 32% pada perempuan, sedangkan pada orang dengan IMT < 25 kg/m2, prevalensinya masing-masing 18% dan 17%. Berdasarkan penelitian-penelitian terkontrol, diperkirakan penurunan berat badan 9,2 kg dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik masing-masing 6,3 dan 3,1 mmHg. b. Konsumsi Garam Yang Tinggi

Asupan garam yang tinggi menyebabkan retensi cairan oleh tubuh. Hal ini menyebabkan peningkatan volume plasma, isi sekuncup (stoke volume), curah jantung dan tekanan darah.

(21)

Hubungan prevalensi hipertensi dengan asupan garam diteliti pada studi Intersalt yang melibatkan 52 pusat penelitian di seluruh dunia dengan subjek lebih dari 10.000 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang bermakna antara tekanan darah sistolik dengan asupan natrium. Perbedaan dalam asupan natrium sebesar 100 mEq (6000 mg NaCl) per hari berhubungan dengan tekanan sistolik 3-6 mmHg, dan pengurangan asupan natrium 100 mEq per hari dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmHg pada subjek usia 25-55 tahun.27

c. Kebiasaan Merokok

Zat-zat racun dalam rokok yang masuk ke peredaran darah akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Sehingga sewaktu-waktu menyebabkan terjadinya thrombosis pada pembuluh koroner yang sudah menyempit. Selain itu rokok juga dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkann kadar kolesterol baik (HDL). Telah diketahui juga bahwa akibat merokok, menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah. Rokok juga dapat menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar oleh nikotin akhirnya viskositas darah meningkat dan menimbulkan hipertensi.20,27

Menurut penelitian Martini (2006) ditemukan bahwa faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian hipertensi adalah jumlah rokok yang dihisap per hari 10-20 batang. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dihisap per hari lebih berpengaruh terhadap risiko kejadian hipertensi dibandingkan lama kebiasaan merokok. Penelitian ini mendukung penelitian Niskanen dkk (2004) adapun karakteristik dari merokok yang berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian

(22)

hipertensi adalah umur pertama kali mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap perhari dan lama lama kebiasaan merokok telah dijalani.28

d. Konsumsi Kopi

Kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah.Pada umumnya yang mempunyai kebiasaan merokok juga suka minum kopi.

e. Konsumsi Alkohol

Alkohol yang diminim terlalu banyak dapat menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan thrombosis, serta meningkatkan sintesis katekolamin yang dalam jumlah besar dapat mengakibatkan hipertensi.21

Prevalensi penderita hipertensi dimasyarakat disebabkan oleh konsumsi alkohol sekitar 5-7%. Konsumsi alcohol sebanyak 3 sloki per hari merupakan ambang bagi kenaikan tekanan darah, dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah 3 mmHg. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 4-8 mmHg.27

f. Stress Psikososial

Stres dan kecemasan mempengaruhi fungsi biologis tubuh.Pada saat stres respons syaraf simpatis memicu peningkatan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berkepanjangan tekanan darah akan tetap tinggi.22

(23)

Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga yang teratur dapat memperlancar peredaran darah. Olah raga juga dapat mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam kedalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).21

2.6.Upaya Pencegahan

Sebelum berangkat menunaikan ibadah haji, seyogyanya calon jemaah haji harus melakukan persiapan- persiapan. Persiapan tentang ilmu manasik haji juga persiapan fisik dan mental. Persiapan fisik dan mental meliputi pemeriksaan kesehatan, persiapan dalam menghadapi perubahan cuaca dan iklim di negara Saudi Arabia, persipan untuk menjaga kondisi fisik yang baik dan prima, sehingga dapat menjalankan ibadah haji dengan optimal.19

2.6.1.Pencegahan primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor risiko.Dapat dilakukan dengan cara :

a. Mengkonsumsi makanan sehat dan mengurangi garam

b Hindari stress. Usahakan sejak berangkat dan selama di perjalanan tenang, tidak usah tergesa-gesa dan berdesakkan.

c. Kegiatan fisik dalam rangka menunaikan ibadah sunah disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan nasehat dokter dan lokasi pemondokan yang jauh dari mesjid. Termasuk melontar jumroh di Mina sebaiknya jemaah yang sakit diwakilkan dengan jemaah yang sehat untuk menghindari situasi berdesakan. d. Istirahat yang cukup.

(24)

f. Tidak merokok.

g. Selalu gunakan masker untuk melindungi diri dari penyakit infeksi dari orang lain (batuk,pilek,demam) yang semua itu dapat meningkatkan denyut jantung menjadi lebih cepat dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bahkan sesak nafas.

2.6.2.Pencegahan Sekunder

Pencegahan Sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk mendeteksi dini suatu penyakit pada awal masa sakit berupa screening (penyaringan), hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan kesehatan jemaah haji. Bagi calon jemaah haji yang terdeteksi menderita hipertensi agar melakukan tindakan pengobatan secara teratur sehingga memungkinkan menjalankan ibadah haji dengan kondisi prima. Jemaah haji hipertensi sebaiknya rutin mengontrol tekanan darah pada dokter kloter masing-masing (konsultasi) dan bawalah obat anti hipertensi bila bepergian dan minum secara teratur.

2.6.3.Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Untuk jemaah haji hipertensi agar tetap melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala dan berobat secara teratur. Dengan demikian kondisi fisik dapat dipertahankan secara optimal baik sebelum, selama dan setelah melaksanakan ibadah haji.4,10,19

Referensi

Dokumen terkait

Pompa sentrifugal, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.30, mempunyai sebuah impeller untuk mengangkat fluida dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang

Adapun olah raga yang dilaksanakan adalah: Tenis Meja, Catur dan Karambol, (Koord. Latihan Rutin Paduan Suara, bagi Bapak anggota PKB yang ingin bergabung dan berlatih paduan

Dalam hal ini juga sering kelompok kehilangan arah untuk memecahkan masalah dan mereka juga kehilangan kesempatan menemukan cara yang lebih baik maka dari itu

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari jumlah trombosit kelompok tikus wistar sebelum perlakuan, jumlah trombosit

KARYA TIDAK DITERBITKAN ATAU DITERBITKAN SECARA INFORMAL Naskah tidak diterbitkan dengan mencantumkan nama perguruan tinggi. Blackwell, E., &amp; Conrod,

(2) Ketentuan lebih lanjut rnengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan

agennya dapat mengumpulkan, menyimpan, memproses dan menggunakan informasi diagnostik, teknis, pemakaian dan yang berhubungan dengannya, termasuk akan tetapi tidak terbatas

56 Daryanto, Media Pembelajaran,…,hal.. Proses belajar mengajar akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar yang lebih tinggi. Metode