• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN [1]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN [1]"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap mahluk hidup di dunia ini mengalami proses penuaan. Pada manusia proses penuaan sebenarnya terjadi sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya ovarium berfungsi menghasilkan telur dan hormon-hormonnya terutama estrogen dan progesterone, maka pada usia sekitar 45-55 tahun fungsinya akan menurun.

[1]

Berkurangnya fungsi ovarium tersebut berlangsung secara berangsur-angsur antara 4-5 tahun. Pada masa ini, ovarium tidak lagi peka terhadap rangsangan dari otak, sehingga telur tidak dapat berkembang menjadi matang. Dengan demikian jarang terjadi ovulasi dan akhirnya berhenti. Produksi estrogen makin lama semakin berkurang sehingga haid pun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita.

Pada masa menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan terjadilah sejumlah perubahan fisiologis. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut. Gejala dan keluhan tersebut biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun gangguan tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kualitas hidup sehari-hari. [2]

EPIDEMIOLOGI

Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun. Pada negara-negara Industri, rata-rata wanita mengalami menopause yaitu pada usia 51 tahun. Terdapat sedikit variasi usia pada beberapa negara namun biasanya tidak jauh dari 51 tahun. Usia menopause dapat menurun pada wanita yang merokok, nulipara, ataupun wanita dengan tingkat sosioekonomi rendah. [2]

(2)

BAB II

ISI

DEFINISI

Kata menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti “bulan” dan “penghentian sementara”. Definisi menopause menurut WHO adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium. Menopause terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologi atau fisiologi lain yang nyata. [2]

FISIOLOGI MENOPAUSE

Klimakterik merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif maupun endokrinologik dari ovarium. Selama menopause terjadi penurunan dari hormon ovarium dan peningkatan dari hormon pituitary gonadotropin.

Hormon ovarium sendiri dibagi menjadi 2 yaitu hormon steroid (estradiol dan progesteron) serta peptida (inhibin dan aktivin). Estradiol dan hormon peptida dihasilkan oleh ovarian granulosa cell sedangkan progesterone adalah produk dari corpus luteum. Inhibin berfungsi untuk mensupresi sintesis dari FSH sedangkan aktivin menstimulasi sekresi dari FSH. [3]

Pada umumnya orang lebih senang menggunakan istilah menopause, meskipun istilah tersebut kurang tepat, karena menopause hanya merupakan kejadian sesaat saja, yaitu perdarahan haid yang terakhir. Yang paling tepat digunakan adalah klimakterik, yaitu fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause.

Disebut pascamenopause bila telah mengalami menopause 12 bulan sampai menuju ke senium. Senium adalah pascamenopause lanjut yaitu setelah usia 65 tahun. Bila ovarium tidak berfungsi lagi pada usia <40 tahun disebut klimakterium prekok. Fase klimakterik dibagi menjadi :

(3)

Pramenopause

Fase pramenopause adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterik. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah haid yang relatif banyak, dan kadang disertai nyeri haid. Pada wanita tertentu telah timbul keluhan vasomotorik dan keluhan sindrom premenstrual.

Perubahan endokrinologik yang terjadi adalah fase folikuler yang memendek, kadar estrogen yang tinggi, kadar FSH yang biasa tinggi namun bisa juga normal. Fase luteal tetap stabil. Akibat kadar FSH yang tinggi ini dapat terjadi perangsangan ovarium yang berlebihan sehingga dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. [3]

 Perimenopause

Perimenopause merupakan fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause, dimana kondisi tubuh menyesuaikan diri dengan masa menopause yang berkisar antara 2-8 tahun setelah periode terakhir menstruasi. Beberapa ahli menyatakan bahwa perimenopause terdiri dari beberapa tahap, yaitu : tahap awal perimenopause, dapat terjadi pada wanita usia 30 tahun namun

(4)

umumnya dimulai antara usia 40-44 tahun dan ditandai dengan adanya perubahan siklus dan lama menstruasi; tahap pertengahan ditandai dengan siklus menstruasi menjadi tidak teratur, tapi tetap terjadi setiap bulan; dan tahap akhir saat siklus menstruasi mulai menghilang sampai akhirnya berhenti sama sekali. Sekitar 6 bulan sebelum menopause, level estrogen turun secara drastis. [3]

 Menopause

Jumlah folikel yang mengalami atresia semakin meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen pun berkurang dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadinya menopause. Oleh karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, dan hal ini tidak terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia perimenopause.

Perdarahan masih terus terjadi selama wanita masih menggunakan pil kontrasepsi secara siklik dan wanita tersebut tidak mengalami keluhan klimakterik. Kita tidak pernah tahu kapan wanita tersebut memasuki usia menopause. Untuk menentukan diagnosis menopause, pil kontrasepsi harus segera dihentikan dan satu bulan kemudian dilakukan pemeriksaan FSH dan estradiol.

Bila pada usia perimenopause ditemukan kadar FSH dan estradiol yang bervariasi, maka setelah memasuki usia menopause akan selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (> 40 mlU/ml). Kadar estradiol pada awal menopause dijumpai rendah hanya pada sebagian wanita, sedangkan pada sebagian wanita lain apalagi wanita gemuk kadar estradiol dapat tinggi. Hal ini terjadi akibat proses aromatisasi androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak. Diagnosis menopause yaitu apabila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mlU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml. [3]

 Pascamenopause

Ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml, dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat. Peningkatan hormon gonadotropin ini disebabkan oleh terhentinya produksi inhibin akibat tidak tersedianya folikel dalam jumlah yang cukup. Pada usia reproduksi, folikel memproduksi inhibin dalam jumlah yang cukup dan inhibin inilah yang menekan sekresi FSH. Akibat rendahnya kadar estradiol, endometrium menjadi atropik dan

(5)

tidak mungkin muncul haid lagi. Pada wanita pascamenopause masih saja dapat dijumpai jenis steroid seks lain dengan kadar normal dalam darah.

Ternyata, ovarium wanita pascamenopause masih memiliki kemampuan untuk menyintesis steroid seks. Sel-sel hilus dan korteks ovarium masih dapat memproduksi androgen, estrogen, dan progesterone dalam jumlah tertentu. Selain itu, jaringan tubuh tertentu seperti lemak, uterus, hati, otot, kulit, dan rambut memiliki kemampuan mengaromatisasi androgen menjadi estrogen. Kelenjar adrenal merupakan sumber androgen utama bagi wanita pascamenopause. Normalnya pascamenopause berlangsung kira-kira 10-15 tahun dan diikuti oleh masa senium sekitar usia 65 tahun sampai akhir kehidupan. [3]

JENIS MENOPAUSE

Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu menopause alami dan surgical menopause. Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya usia, ovarium akan mengalami penurunan fungsi akibatnya terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesterone. Sebagai kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan berhentinya menstruasi. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun.

Surgical menopause atau premature menopause dapat terjadi karena buatan,

akibat operasi seperti pada pengangkatan ovarium atau akibat obat-obatan seperti pada terapi radiasi maupun kemoterapi untuk pengobatan tumor pada perempuan yang masih berovulasi. Atau karena kegagalan ovarium premature pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun. Angka kejadian dari premature menopause meningkat karena perkembangan dari treatment kanker pada anak, remaja, ataupun wanita usia reproduktif. Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan insiden dilakukannya histerektomi [2,4, 6]

SYMPTOMS

A. Perubahan pola haid

Gejala paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia

(6)

20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenorea meningkat.

Perdarahan tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi, kemudian menjadi sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang memendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subyektif wanita tersebut “selalu berdarah”.

Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Apabila ditemukan perdarahan makan harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti biopsi endometrium

B. Keluhan vasomotorik

Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba disertai keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada malam hari atau menjelang pagi, dan lambat laun juga akan dirasakan pada siang hari. Keluhan vasomotor dapat terjadi baik pada kadar estrogen rendah, normal, maupun tinggi. Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut akan terlihat kemerahan. Meskipun terasa panas, suhu badan tetap normal. Semburan panas ini akan diikuti sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi.

Hal ini disebabkan oleh peningkatan hormon adrenalin. Selain itu terjadi pula penurunan sekresi hormon noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperatur sedikit meningkat dan timbul perasaan panas.

Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang wanita akan merasa kedinginan. Rata-rata lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi antara beberapa

(7)

detik sampai satu jam. Beberapa kali semburan panas muncul per harinya dapat berbeda pada setiap individu.

Pada keadaan berat, semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali per hari. Semburan panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Munculnya keluhan semburan panas akan diperberat dengan adanya stress, alkohol, kopi, dan makanan minuman panas.

C. Keluhan somatic

Estrogen memicu pengeluaran  endorfin dari susunan saraf pusat. Kekurangan estrogen menyebabkan pengeluaran  endorfin berkurang, sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh nyeri pada daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usia peri/pascamenopause. Pemberian TSH dapat menghilangkan keluhan tersebut.

Pemberian estrogen dan progesterone dapat memicu pengeluaran  endorfin, dan  endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga mudah terjadi obstipasi. Pada fase luteal dimana kadar estrogen rendah, wanita mudah terkena diare. Selain itu, stress juga dapat menimbulkan berbagai jenis keluhan. Stress meningkatkan pengeluaran  endorfin, dan zat ini memicu pengeluaran ACTH.  endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama yaitu Propiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan didalam nucleus arkuatus. POMC ini merupakan suatu peptida. Dari peptida ini terbentuklah  endorfin di hipotalamus dan ACTH serta  lipotropin di hipofisis bagian depan.  endorfin dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita mengeluh berat badannya bertambah.

D. Keluhan psikis

Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat, terutama terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang. Dengan demikian, tidak heran apabila terjadi penurunan sekresi steroid seks maka timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif.

(8)

Akibat kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbullah keluhan seperti depresi, mudah tersinggung, cepat marah, dan merasa tertekan. Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO). Enzim ini mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO.

E. Gangguan Tidur

Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diataranya:

- susah untuk jatuh tidur

- terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur - bangun lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali

Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan kelelahan, insomnia, depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.

Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki periode rapid eye movement yang lebih panjang dan tidak memerlukan waktu lama untuk tidur.

F. Gangguan seksual

Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun maka frekuensi gangguan seksual meningkat. Akibat berkurangnya hormon estrogen, aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera. Gejala dari gangguan seksual antara lain : berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni, dan vaginismus. G. Gangguan urogenital

- Ovarium

Pada usia > 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional bertambah, yang mencapai puncaknya pada usia 40-45 tahun. Pada usia ini tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause akan berkurang dimana stroma ovarium akan menjadi fibrotic.

(9)

- Uterus

Begitu memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri mulai berkurang. Pasca menopause terjadi involusi miometrium, sehingga apabila terdapat mioma uteri maka akan mengalami regresi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya estrogen dalam darah. Endometrium menjadi atrofi dan ketebalannya <5 mm. Dinding pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kadang terjadi perdarahan pada wanita menopause. - Serviks

Pada usia perimenopause, serviks juga mengalami proses involusi, serviks berkerut, serta epitelnya menipis. Kelenjar endoservikal juga atrofi sehingga lendir serviks berkurang. Kekurangan estrogen tidak begitu berpengaruh terhadap epitel serviks dibandingkan terhadap epitel vagina.

- Vulva

Involusi vulva terjadi karena usia tua, sedangkan atrofi, hilangnya turgor, dan elastisitas sangat dipengaruhi oleh estrogen. Pada pascamenopause, rambut pubis mulai berkurang, labia mayora dan klitoris mengecil, dan introitus vagina menjadi sempit dan kering. Kulit vulva menjadi atrofi, lemak subkutan berkurang, terjadi perubahan dalam pembentukan epitel. Pasien akan mengeluh gatal, nyeri, dan sepertinya ada benda asing di vagina. Gatal yang kronis sulit diobati, dan menyebabkan perasaan tidak nyaman.

- Vagina

Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina meningkat dan pascamenopause pH vagina akan terus meningkat hingga mencapai nilai 5-8. Vagina mudah terinfeksi dengan tikomonas, kandida albikan, stafilokokus dan streptokokus, serta bakteri coli dan gonokokus.

(10)

Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Dengan adanya perubahan ini menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot polos uretra dan detrusor vesika dan mengganggu mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat. Akibatnya pada usia tua mudah terjadi kelemahan pada dasar panggul dan berpengaruh terhadap integritas sistem neuromuscular.

Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tertahan, sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra. Iritabel vesika dan urge inkontinensia juga berhubungan dengan atrofi dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stress inkontinensia lebih erat kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan jaringan ikat.

H. Gangguan organ lain - Kulit

Kulit terdiri dari dua lapisan, bagian luar yaitu epidermis dengan keratinosit dan melanositnya, dan bagian dalam yaitu dermis yang mengandung kolagen tinggi. Kolagen dan serat elastin berperan untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah besar.

Estrogen mempengaruhi terutama kadar kolagen, jumlah proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolic sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah. Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atrofi, menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen.

Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan kolagennya cukup banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita pascamenopause mencapai rata-rata 2% per tahun dan pada lima tahun pertama dapat mencapai 30%. Kehilangan kolagen ini berjalan parallel dengan hilangnya massa tulang. - Mulut, hidung, dan telinga

Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan pada mulut dan hidung. Selaput lendir menjadi berkerut, aliran darah berkurang, terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur juga

(11)

mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi keluhan tersebut.

- Payudara

Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesterone. Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara. Pada pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran saluran air susu, dan fibrotic. Saluran air susu yang melebar ini berisi cairan, salurannya menjadi lebar, timbul laserasi, dan payudara terasa sakit. Kelainan jinak pada payudara berupa fibrosistik mastopatia merupakan kelainan yang paling sering dijumpai, dan kejadiannya meningkat dengan meningkatnya usia. Pada sebagian wanita, kelainan tersebut disertai dengan mastodini (nyeri payudara) yang disebabkan oleh penumpukan cairan, sehingga volume payudara bertambah. Pada sepertiga wanita dengan fibrosistika mastopatia terjadi pengeluaran secret dari putting susu. Galaktorea dapat terjadi sampai awal menopause dan kadar prolaktin tidak jarang normal. Fibrosistika mastopatia merupakan perubahan fibrotic atau sistik pada jaringan payudara yang secara histologis dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :

1. stadium I. Displasia jinak dari parenkim. Tidak ditemukan proliferasi epitel intraduktal, fibrotic stroma sedang, mulai pengerasan jaringan, mastodinia prahaid

2. stadium II. Displasia jinak dari parenkim dengan proliferasi epitel intraduktal, tidak ditemukan sel atipik, jaringan fibrotic bertambah banyak, terbentuk kista dan pengerasan, dan mastodini

3. stadium III. Displasia parenkim, dengan proliferasi epitel intraduktal, dengan atipik sedang, jaringan fibrotic dominan, tumor fibrotic kistik. I. Osteoporosis

Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya massa tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Setelah mencapai puncak massa tulang “peak bone mass” pada usia antara 25 sampai 35 tahun, lambat laun tulang akan mengalami penyusutan 0,3-0,5 % per tahun. Pada wanita yang memang memiliki massa tulang yang rendah

(12)

dibandingkan laki-laki, penyusutan massa tulang terjadi lebih awal. Patah tulang meningkat pada wanita usia > 45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia > 75 tahun. Penyusutan massa tulang akibat kekurangan estrogen terlihat pertama kali pada spongiosa sedangkan pada tulang trabekula belum terlihat penyusutan.

Penyusutan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan formasi tulang. Osteoklas menyebabkan penghancuran tulang sedangkan osteoblas membangun tulang. Pada osteoporosis terjadi aktivitas berlebihan oleh osteoklas. Estrogen menghambat aktivitas osteoklas dan dengan sendirinya menghambat resorpsi tulang dan secara bersamaan estrogen mengaktifkan osteoblas, sehingga laju penggantian tulang menjadi normal. Estrogen bekerja baik secara langsung melalui reseptor yang berada di tulang maupun secara tidak langsung dengan bantuan sitokin dan faktor pertumbuhan. Estrogen memicu pengeluaran kalsitonin dan membantu kerja paratiroid hormon terhadap tulang. Estrogen meningkatkan aktivitas 1 alfa-hidroksilase di ginjal, yang mengubah vitamin D yang tidak aktif menjadi vitamin D3 bentuk aktif, sehingga resorpsi kalsium melalui usus meningkat, dan akibat peningkatan aliran darah ke otot, nyeri otot dan sendi berkurang.

J. Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan perempuan. Infark miokard jarang ditemukan pada wanita muda, tetapi meningkat tajam setelah menopause. [2] Berdasarkan penelitian epidemiologic terbukti bahwa

kekurangan estrogen sangat berperan pada terjadinya iskemik. Estrogen memiliki sifat antioksidatif, sehingga pada kekurangan estrogen oksidasi LDL oleh radikal bebas di intima meningkat. Akibatnya, terjadi pembentukan sel-sel busa dalam jumlah besar. Proses pembentukan ini dipicu oleh kadar LDL serum yang tinggi dan peningkatan pembentukan molekul pelekat oleh endotel, sehingga mempermudah migrasi monosit dan makrofag. Kekurangan estrogen juga menurunkan HDL. Padahal HDL sangat penting dalam mencegah penyakit jantung koroner. HDL menstabilkan prostasiklin, berperan sebagai vasodilator, menghambat reaksi radang endotel, bekerja antioksidatif, mengurangi aktivitas

(13)

koagulatorik, dan menekan proliferasi sel-sel otot polos. Kekurangan estrogen menyebabkan disfungsi endotel yang terlihat dari berkurangnya produksi dan pengeluaran zat yang memiliki sifat vasodilator yaitu NO dan prostasiklin. Akibatnya terjadi penyempitan arteri, resistensi pembuluh darah meningkat, dan aliran darah berkurang. Kerusakan endotel menyebabkan spasme pembuluh darah. Asetilkolin dan serotonin yang pada endotel normal memiliki sifat vasodilator, pada disfungsi endotel akan menyebabkan vasokonstriksi atau spasme arteri. Akibatnya, terjadi aktivasi trombosit dan pengeluaran zat seperti tromboksan yang memiliki efek vasokonstriksi sehingga meningkatkan resiko penyakit iskemik. [3]

DIAGNOSIS

A. Penilaian sendiri

Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan gejala-gejala menopause. Hal ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya kekhawatiran akibat perubahan pada tubuh mereka.

B. Gejala

Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot flashes dan keringat malam. Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar hormon estrogen dan progesteron seperti vaginal dryness, keinginan seksual yang berubah, inkontinensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas serta gangguan tidur.

C. Riwayat medis dan riwayat keluarga 1. Usia menopause orang tua

Faktor genetic tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita untuk mengalami menopause lebih cepat. Pada penelitian ditemukan bahwa wanita dengan riwayat keluarga yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun beresiko tinggi untuk terjadi menopause yang lebih cepat.

2. Status histerektomi

Wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi mengeluh adanya gangguan vasomotor lebih banyak, vaginal dryness, dan keluhan lain dibandingkan dengan wanita yang tidak menjalani histerektomi.

(14)

1. Indeks maturasi

Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks maturasi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan karakteristik siklus haid.

2. pH vagina

Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,0- 7,5) dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang menyertai atropi.

3. Ketebalan kulit

Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal, pembentukan kolagen, dan asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atrofi.

E. Uji laboratorium 1. Pengukuran FSH

Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium menghasilkan estrogen lebih banyak.

(15)

2. Estradiol

Penelitian melaporkan bahwa wanita dengan early perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita postmenopause terjadi penurunan secara bermakna dari kadar estradiol. Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH, kadar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause.

PENATALAKSANAAN

Semua wanita harus memahami bahwa pemberian Terapi Sulih Hormon (TSH) bukan bertujuan untuk memperlambat menopause atau untuk mencegah agar tidak tua, melainkan bertujuan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen. Seorang wanita harus memahami untung rugi penggunaan TSH dan penggunaannya pun harus berdasarkan indikasi yang jelas. Wanita yang direkomendasikan untuk diberikan TSH adalah :

- semua wanita, tanpa kecuali, yang ingin menggunakan TSH untuk pencegahan - semua wanita yang memiliki resiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis,

dan kanker usus

- semua wanita dengan keluhan klimakterik

Penyakit yang sedang dialami pasien dan riwayat penyakit keluarga sangat penting untuk mengenal faktor-faktor resiko yang mungkin ada. Pemeriksaan yang secara umum dilakukan adalah tekanan darah, berat badan, tinggi badan, pemeriksaan ginekologik, palpasi payudara sampai pemeriksaan mamografi, palpasi kelenjar tiroid, dan papsmear. Sedangkan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan indikasi adalah uji kehamilan, uji progesterone, kadar hormon progesterone, estradiol, FSH dan prolaktin, USG transvaginal, dilatasi dan kuretase, metabolisme karbohidrat dan lemak, hemostasis, osteodensitometer, dan fungsi kelenjar tiroid.

Bila akan mulai dengan TSH, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan : A. Jelaskan kegunaan TSH. Berikan informasi terutama terhadap :

- lamanya TSH yang harus digunakan. - Dapat terjadi perdarahan

(16)

- Hubungan TSH dengan kanker payudara. B. Pemeriksaan dasar

Pada saat pasien datang, perlu dilakukan pemeriksaan seperti :

- pemeriksaan panggul : perlu diketahui ada tidaknya mioma uteri. TSH memicu pertumbuhan mioma uteri

- palpasi payudara : adanya benjolan pada payudara merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan mamografi/ USG payudara dan kalau perlu dilanjutkan dengan biopsy. Kecurigaan akan kanker payudara merupakan kontraindikasi pemberian TSH.

- Pemeriksaan tekanan darah : hipertensi bukan merupakan kontraindikasi pemberian TSH, tetapi pasien memerlukan pengawasan dan TSH diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi.

- Pemeriksaan densitometer tidak mutlak dilakukan dan lebih diutamakan bagi pasien dengan faktor resiko osteoporosis

C. Tindak lanjut

Satu bulan kemudian pasien diminta datang untuk mengetahui hasil pemberian TSH dan kemungkinan munculnya efek samping. Perdarahan bercak umumnya terjadi pada 6 bulan pertama pemberian TSH dan lambat laun akan hilang. Bila pada bulan pertama tidak ada masalah maka pasien diminta datang 3 bulan kemudian. Lalu pasien diminta untuk datang rutin setiap 6 bulan

Kontraindikasi Pemberian TSH Kontraindikasi untuk estrogen :

 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen. Riwayat kanker payudara dalam keluarga bukan merupakan kontraindikasi pemberian TSH, asalkan pasien berada dibawah pengawasan dokter dan dapat melakukan kontrol secara rutin.

 Perdarahan dari vagina yang belum diketahui penyebabnya. Kanker endometrium merupakan kontraindikasi absolut untuk estrogen.

(17)

 Porfiria. Merupakan gangguan salah satu enzim yang diperlukan untuk sintesis heme pada pembentukan hemoglobin. Estrogen dapat memberikan efek negatif terhadap enzim ini.

 Menderita penyakit tromboemboli Kontraindikasi untuk progesterone

 Meningioma. Pasien dengan meningioma boleh diberi estrogen saja Pemberian Estrogen saja sebagai TSH

Pada wanita yang telah diangkat rahimnya cukup diberi estrogen saja, tidak perlu dikombinasikan dengan progesterone. [5] Pemberian estrogen saja pada wanita yang masih

memiliki rahim meningkatkan resiko kanker endometrium, sehingga pada wanita yang belum diangkat rahimnya, estrogen harus selalu dikombinasikan dengan progesterone. Estrogen diberikan secara kontinyu. Pada pasien yang tidak tahan terhadap efek samping dari progesterone, maka pasien bisa diberikan estrogen saja namun dengan dosis rendah dan setiap 3-6 bulan dilakukan pengawasan ketebalan endometrium dengan USG. Berikut terdapat jenis estrogen, dosis, dan cara pemberiannya.

Oral 17- estradiol 1-2 mg

Estradiol valerat 1-2 mg

Estrogen equin konjugasi 0.3 – 0.625 mg

Estriol 1-4 mg

Estropipete 0.625- 1.25 mg

Transdermal Estradiol (plester) 0.05-0.1 mg

Estradiol (gel) 0.5-1 mg

Semprotan hidung Estradiol hemihidrat 150-450 ug

Vaginal krem Estriol 0.5 mg

Estradiol 0.025 mg

Intramuskuler Estradiol valerat 4 mg Pemberian Gestagen saja sebagai TSH

(18)

Gestagen saja sangat jarang digunakan sebagai TSH karena memang kebanyakan keluhan klimakterik jangka panjang atau jangka pendek disebabkan oleh kekurangan estrogen. Pada umumnya gestagen diberikan bersamaan dengan estrogen. Namun bagi wanita yang memiliki kontraindikasi pemberian estrogen atau bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen akan diberikan gestagen saja. Tibolon, yang merupakan sediaan turunan noretinodrel merupakan alternatif bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen atau pemberian estrogen merupakan kontraindikasi. Tibolon memiliki sifat estrogenic, progestogenik, dan androgenic, serta sangat efektif menghilangkan keluhan vasomotorik. Tibolon memiliki pengaruh yang sangat sedikit terhadap payudara dan endometrium. Berikut terdapat jenis gestagen, dosis, dan cara pemberiannya.

Oral Progesterone 200-300 mg Medroksiprogesteron asetat 5-10 mg Klormadinon asetat 2 mg Siproteron asetat 1 mg Medrogeston 5 mg Didrogesteron 10-20 mg Levonorgestrel 0.075 mg Noretisteron (sintetik) 0.7-1 mg Norgestrel (sintetik) 150 ug Dienoges (sintetik) 2 mg

Transdermal Noretisteron asetat

(sintetik)

0.25 mg

Intrauterine Levonorgestrel 0.02 mg

(19)

Pemberian secara sekuensial adalah pemberian estrogen secara kontinyu dan gestagen secara sekuensial. Pemberian secara sekuensial diutamakan pada wanita yang masih menginginkan datangnya haid setiap bulan. Ada beberapa cara pemberian seperti :

a. cukup diberikan estrogen saja 3 minggu kemudian 1 minggu istirahat. Masa istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila keluhan hilang maka dosis dapat diturunkan

b. pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone pada hari ke 1-14 c. pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21

d. pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-25 e. pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-21 Pemberian Estrogen-Progesteron Kombinasi Secara Kontinyu

Wanita pascamenopause umumnya tidak menyukai perdarahan lucut (withdrawal

bleeding) sehingga pemberian estrogen-progesteron kombinasi secara kontinyu

merupakan pilihan yang tepat. Tujuan pemberian cara ini adalah agar terjadi amenorea. Karena gestagen diberikan terus menerus maka tidak terjadi proliferasi endometrium. Dosis harian gestagen yang dianjurkan baik pada pemberian secara sekuensial maupun kontinyu kombinasi adalah sebagai berikut :

Gestagen Sekuensial Kontinyu Kombinasi

Medroksi progesterone asetat 10 mg 2.5 mg Didrogesteron 10-20 mg 10 mg Siproteron asetat 1 mg 1 mg Progesteron 300 mg 100 mg Levonorgestrel 0.075 mg 0.030 mg Noretisteron 0.7-1 mg 0.35 mg

Apabila timbul perdarahan bercak maka dapat diatasi dengan meningkatkan dosis gestagen. Namun bila setelah 9 bulan pengobatan atau setelah peningkatan dosis masih saja terjadi perdarahan maka perlu dicari tahu penyebab terjadinya perdarahan. Apabila timbul perdarahan banyak maka perlu dilakukan kuretase dan pemeriksaan PA untuk menyingkirkan keganasan. Bila hasil PA menunjukkan hyperplasia maka pengobatan dilanjutkan dengan pemberian progesterone dengan dosis 2x50 mg selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan kuretase ulang, bila sembuh pengobatan dilanjutkan selama 3

(20)

bulan lagi untuk mencegah residif. Bila ternyata kambuh lagi maka sebaiknya pertimbangkan histerektomi. [3]

BAB III

KESIMPULAN

Menopause merupakan salah satu fase kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan terjadi sejumlah perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini memang tidak mematikan namun dapat mengganggu kualitas hidup sehari-hari. Menopause sendiri adalah masa berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium dan terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologis atau fisiologis lain yang nyata. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun dengan rata-rata usia wanita mengalami menopause yaitu usia 51 tahun.

Terdapat istilah klimakterik yaitu periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium). Klimakterik ini dibagi menjadi pramenopause, perimenopause, menopause, dan pascamenopause. Pada wanita yang mengalami menopause, biasa terjadi perubahan-perubahan fisiologis seperti perubahan pola haid, keluhan vasomotor, keluhan somatic, keluhan psikis, gangguan tidur, gangguan seksual, gangguan urogenital,

(21)

osteoporosis, dan penyakit kardiovaskular. Untuk mendiagnosis menopause dapat dilakukan uji laboratorium seperti pengukuran FSH dan estradiol.

Terapi yang dapat diberikan untuk wanita menopause yaitu Terapi Sulih Hormon namun pemberian terapi ini bukan bertujuan untuk memperlambat menopause melainkan untuk mencegah dan mengurangi keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen.

BAB IV

REFERENSI

1. Zieve, David. Menopause. PubMedHealth. September 2011.

2. Professor E. Barrett-Connor, Professor H. Burger, et al. Research on the Menopause in the 1990s. WHO Scientific Group. Juni 1996.

3. Baziad, Ali. Menopause dan Andropause. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Juni 2003.

4. Shuster, Lynne T. Premature Menopause or Early Menopause. NIHPA. February 2011.

5. Hickey M, Davison S, Elliot J. Hormone Replacement Therapy. BMJ. 2012; Feb 16;344:e763.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam skripsi ini, pembahasan algoritma yang digunakan pada proses pembentukan kunci digunakan protokol perjanjian kunci Stickel yang perhitungannya didasarkan pada

b.2. Berdasarkan tabel di atas, persentase aktivitas guru dalam proses pembelajaran guling dengan menggunakan media bantu pada siklus II pertemuan ke 2 ini adalah

[r]

Recent indicators for climatic change together with worrisome alterations in regional food production versus the constantly increase of human population demand the design

Selama pasien dirumah sejak pasien pulang dirawat pada tahun 2002, pasien selalu meminum obatnya secara teratur dan tidak pernah putus obat, dan apabila obatnya habis,

[r]

Konsep chirality ini mencuat setelah terjadinya tragedi teratogenik terbesar di Eropah pada tahun 1960, yaitu berupa terjadinya kelainan bawaan phocomelia pada lebih dari 10.000

Oleh sebab itu, jika organisasi ingin memperluas adopsi contemporary management accounting practices di dalam organisasinya, organisasi tersebut harus terlebih