• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAUN JAMBU BIJI ( Psidium Guajava L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR PINDANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULASI DAUN JAMBU BIJI ( Psidium Guajava L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK TELUR PINDANG SKRIPSI"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TELUR PINDANG

SKRIPSI

Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Disusun oleh: SHANTY WULANSARI

D.111.15.0052

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SEMARANG 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK. Pembimbing : (Haslina dan Ika Fitriana)

Telur pindang merupakan produk pangan olahan tradisional dengan kombinasi penggaraman dan perebusan dengan menggunakan bahan penyamakan protein. Daun jambu biji (psidium guajava l.) mempunyai kandungan tannin yang dapat menggantikan bahan pewarna kimia.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui formulasi daun jambu biji (psidium guajava l.) terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik telur pindang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2019 di Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Uji Inderawi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang. Metode penelitian adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu formulasi daun jambu biji (psidium guajava l.) terhadap telur pindang dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah P0= 0g (Tidak ada penambahan daun jambu biji), P1 = 20 g, P2= 40g, P3= 60g, dan P4= 80g, sedangkan parameter yang diamati adalah sifat kimia (kadar air, kadar protein, kadar tannin dan kadar lemak) sifat fisik (tekstur) dan sifat organoleptik (warna, rasa, aroma dan kesukaan). Apabila ada pengaruh yang nyata maka diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan kadar air P0 67,25c ± 2,21%, P1 71,00c ± 4,32, P2 79,25b ± 7,80%, P3 83,25a ± 83,25%, P4 87,00a ± 87,00%. Kadar ptotein P0 13,29a ± 0,10%, P1 12,08b ± 0,06%, P2 11,46c ± 0,12%, P3 10,65d ± 0,21%, P4 10,32e ± 0,08%. Kadar lemak P0 8,90a ± 0,50%, P1 8,71a ± 0,12%, P2 8,86a ± 0,45%, P3 8,56a ± 0,46%, P4 8,63a ± 0,44%. Kadar tannin P0 0,063e ± 0,0003%, P1 0,072d ± 0,0008% , P2 0,087c ± 0,0009%, P3 0,110b ± 0,0010%, P4 0,118a ± 0,0008%. Skor tekstur tertinggi P0 dan skor terendah P4, skor rasa tertinggi pada P4 (sangat terasa daun jambu), skor aroma P4 ( sangat beraroma daun jambu), dan skor warna tertinggi pada P4 (sangat coklat).

Perbedaan yang nyata pada variabel kadar air, kadar tannin,kadar protein, skor tekstur, skor aroma, skor warna, dan skor rasa. Perlakuan yang terbaik pada P4 (penambahan daun jambu biji 80g).

(6)

vi

Fitriana)

Pindang Egg is a traditional processed food product with combination of salting and boiling using protein tanning material. Guava leaves (Psidium guajava L.) contain tannins that can replace chemical dyes.

The purpose of this research is to know the formulation of guava leaf (Psidium guajava L.) on the physicochemical characteristics and organoleptic eggs Pindang. The research was conducted in October-December 2019 in the Laboratory of Food Engineering, laboratory chemistry, and Sensing Laboratory of the Faculty of Agricultural Technology of the University of Semarang. The method of research is experimentation with the use of complete random draft trial (RAL) with 1 factor, which is a formulation of guava leaf (Psidium guajava L.) against the Pindang egg with 5 treatment and 4 times repeated. The treatment used is P0 = 0g (no addition of guava leaves), P1 = 20 g, P2 = 40g, P3 = 60g, and P4 = 80g, while the observed parameters are chemical properties (moisture content, protein levels, tannins and fat content) physical properties (textures) and properties Organoleptic (color, taste, aroma and fondness). If there is a noticeable influence then it is tested by using a 5% Duncan test.

The results of the study showed water content P0 67, 25c ± 2.21%, P1 71, 00c ± 4.32, P2 79, 25b ± 7.80%, P3 83, 25a ± 83.25%, P4 87, 00a ± 87.00%. Ptotein levels P0 13, 29a ± 0.10%, P1 12, 08b ± 0.06%, P2 11, 46c ± 0.12%, P3 10, 65d ± 0.21%, P4 10, 32e ± 0.08%. Fat content P0 8, 90a ± 0.50%, P1 8, 71a ± 0.12%, P2 8, 86a ± 0.45%, P3 8, 56a ± 0.46%, P4 8, 63a ± 0.44%. Tannins levels P0 0, 063e ± 0.0003%, P1 0, 072d ± 0.0008%, P2 0, 087c ± 0.0009%, P3 0, 110b ± 0.0010%, P4 0, 118a ± 0.0008%. The highest texture score P0 and the lowest score of P4, the highest flavor score on the P4 (very noticeably guava), the scent score of P4 (very flavorful cashew), and the highest color score on the P4 (very brown).

Noticeable differences in water content variables, tannin levels, protein levels, texture score, aroma score, color score, and flavor score. The best treatment on the P4 (the addition of guava leaves 80g).

(7)

vii

skripsi dengan lancar dan juga dapat menyelesaikan denga judul “FORMULASI

DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK” dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah Skripsi Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Semarang dan sebagai syarat kelulusan. Selain menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan meningkatkan ketrerampilan penerapan studi yang di perkuliahan ke lapangan.Keberhasilan penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Haslina, M. Si, selaku Dekan Fakultas Teknologi Hasil Pertanian dan dosen penguji C. Hari Wibowo, S. Pt, M.P

2. Dr. Ir. Haslina, M. Si, selaku Dosen Pembimbing utama yang telah banyak memberi motivasi, saran, dan bimbingan sejak penyusunan dari awal hingga terselesainya skripsi ini.

3. Ika Fitriana,STP, MSc, selaku Dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberi motivasi, saran, dan bimbingan sejak penyusunan dari awal hingga terselesainya skripsi ini.

4. Ir. Sri Haryati, M.Si, selaku Ketua Jurusan program studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang.

5. Bapak, Ibu, Adik dan keluarga besar yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan moral dan material sehingga menjadi penyemangat dalam menyelesaikan studi.

(8)

viii

dan bermanfaat sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.

Semarang, 25 Februari 2020 Penulis

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN I ... ii

HALAMAN PENGESAHAN II ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Manfaat Penelitian ... 4 E. Hipotesis ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Telur ... 5

B. Daun Jambu Biji ... 10

C. Telur Pindang ... 13

D. Bahan Tambahan Pembuatan Telur Pindang ... 13

(10)

x

5. Tekstur... 18

6. Uji Organoleptik... 19

BAB III. METODE PENELITIAN... 22

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 22

B. Bahan dan Alat ... 22

C. Rancangan Percobaan ... 22

D. Tahapan Penelitian ... 23

E. Variabel Pengamatan ... 27

F. Analisa Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. SIfat Kimia ... 34 1. Kadar Air ... 34 2. Kadar Protein ... 36 3. Kadar Lemak ... 37 4. Kadar Tannin ... 39 B. Sifat Fisik ... 41 1. Tekstur ... 41 C. Uji Organoleptik... 43 1. Skor Rasa... 43 2. Skor Aroma ... 45 3. Skor Warna ... 47 4. Analisa Keputusan... 50 BAB V. PENUTUP ... 52 A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 54

(11)

xi

2. Formulasi Telur Pindang ... 9

3. Kriteria Uji Organoleptik warna ... 32

4. Kriteria Uji Organoleptik Aroma ... 32

5. Kriteria Uji Organoleptik Rasa ... 32

6. Kriteria Uji Organoleptik Kesukaan ... 33

7. Rerata Kadar Air Telur Pindang ... 34

8. Rerata Kadar Protein Telur Pindang ... 36

9. Rerata Kadar Lemak Telur Pindang... 38

10. Rerata Kadar Tannin Telur Pindang ... 39

11. Rerata Skors Tekstur Telur Pindang ... 41

12. Rerata Skors Rasa Telur Pindang ... 43

13. Rerata Skors Aroma Telur Pindang ... 46

14. Rerata Skors Warna Telur Pindang ... 48

(12)

xii

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Pindang ... 26

3. Grafik Rerata Kadar Air ... 35

4. Grafik Rerata Kadar Protein ... 37

5. Grafik Rerata Serat Lemak ... 38

6. Grafik Rerata Kadar Tannin ... 39

7. Grafik Rerata Organoleptik Tekstur ... 42

8. Grafik Rerata Organoleptik Rasa ... 44

9. Grafik Rerata Organoleptik Aroma... 46

(13)

xiii

2. Data dan Hasil SPSS Kadar Protein ... 58

3. Data dan Hasil SPSS Kadar Lemak ... 61

4. Data dan Hasil SPSS Kadar Tannin ... 64

5. Data dan Hasil SPSS Tekstur ... 66

6. Data dan Hasil SPSS Skor Rasa ... 68

7. Data dan Hasil SPSS Skor Aroma ... 72

8. Data dan Hasil SPSS Skor Warna ... 76

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan yang banyak dinikmati masyarakat Indonesia dengan harga murah dan mudah diperoleh. Telur ayam merupakan salah satu bahan makanan yang mudah dicerna dan termasuk salah satu protein hewani yang bergizi tinggi. Telur merupakan salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan, dan susu. Proses pengolahan telur sekarang ini semakin berkembang dalam bidang pangan, menghasilkan produk-produk olahan yang semakin beragam yang banyak beredar dipasaran (Khatimah et al., 2018).

Menurut Komala (2008) Kandungan gizi telur terdiri dari : air 73,7%, Protein 12,9%, Lemak 11,2% dan Karbohidrat 0,9%. Dan kadar lemak pada putih telur hampir tidak ada. Bahwa hampir semua lemak di dalam telur terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan pada putih telur kandungan lemaknya sangat sedikit.

Ada beberapa cara lain untuk mengawetkan dan mengolah telur, salah satunya yaitu telur pindang. Pengolahan dengan cara telur pindang sudah lama dikenal dan berbagai macam inovasi yang dilakukan dan merupakan penganekaragaman produk pangan. Dalam pembuatan telur pindang semua jenis telur bisa dijadikan bahan baku, namun yang paling umum digunakan adalah telur ayam ras, karena ayam ras yang lebih banyak diproduksi mencapai 289,67 ton per tahun dan dikonsumsi juga harganya lebih murah

(15)

dibandingkan telur itik dan telur ayam buras atau ayam kampung (Maryati, Jusmawati dan Karmila, 2008). Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.

Pengolahan telur yang cukup mudah dibuat, tidak membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan tampilan produk yang menarik adalah telur pindang. Beberapa proses pengolahan telur di Indonesia yaitu proses pengolahan menggunakan daun jati, daun bawang merah, teh celup, dan daun jambu biji.

Pemindangan telur merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi herbal-herbal tertentu dan perebusan. Telur pindang merupakan produk olahan telur tradisional yang menggunakan bahan penyamak protein. Protein akan terkoagulasi jika kontak dengan bahan penyamak, misalnya tanin. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyamak telur antara lain kulit bawang merah, daun jambu biji dan air teh (Anonimus, 2009). Warna telur pindang adalah merah kecoklatan yang diperoleh dari daun jambu biji.

Daun jambu biji “Psidium Guajava L.” merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna makanan alami. Pada umumnya warna daun pada sisi atas tampak lebih hijau licin jika di bandingkan dengan sisi bawah karena lapisan atas lebih hijau, jambu biji memiliki permukaan daun yang berkerut (rogosus). Tangkai daun berbentuk silindris dan tidak menebal pada bagian pangkalnya (Novi, 2011). Daun

(16)

jambu biji mengandung flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tanin sehingga dapat menggantikan bahan pewarna kimia. Selain itu, tanin juga dapat mengawetkan dan memberikan cita rasa khas pada telur. Selain kandungan tanin, daun jambu biji mengandung minyak atsiri yang dapat menghilangkan aroma amis pada telur. Banyaknya daun jambu biji yang ditambahkan dapat mempengaruhi kualitas telur pindang yang dihasilkan karena adanya keterlibatan tanin dan minyak atsiri dalam proses pembuatan.

Ketersediaan telur tidak mengenal musim, namun telur juga memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami kerusakan seperti telur unggas lainnya baik secara fisik, kimia, maupun oleh mikroba (Salim et al., 2017 ), sehingga membutuhkan pengolahan agar memiliki umur simpan yang lebih, salah satunya adalah telur pindang. Proses pembuatan telur pindang dilakukan dengan tahap perebusan awal, kemudian diretakkan kerabang telurnya dan perebusan dilanjutkan hingga bumbu meresap. Peretakan kerabang bertujuan memberikan pola retakan pada putih telur dan agar bumbu dapat meresap ke dalam telur. Warna telur pindang adalah merah kecoklatan yang diperoleh dari daun jambu biji.

B. Rumusan Masalah

Apakah formulasi daun jambu biji “Psidium Guajava L.” yang berbeda pada pembuatan telur pindang mempengaruhi kualitas telur ditinjau dari karakteristik fisikokimia (kadar air, kadar protein, uji tanin, kadar lemak), kekenyalan dan organoleptik (warna, rasa, aroma, dan kesukaan) telur pindang yang dihasilkan ?

(17)

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi daun jambu biji “Psidium Guajava L.” terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik telur pindang.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi peneliti, pemerintah, dan masyarakat tentang penggunaan daun jambu biji sebagai pewarna alami dan menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan telur pindang sehingga didapatkan telur pindang yang terbaik dan disukai oleh masyarakat.

E. Hipotesis

Ho = Diduga formulasi daun jambu biji “Psidium Guajava L.” Tidak berpengaruh terhadap sifat fisikokimia telur pindang.

H1 = Diduga formulasi daun jambu biji “Psidium Guajava L.” berpengaruh terhadap sifat fisikomia dan organoleptik telur pindang.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telur

Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan lainnya. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah didapatkan (Yuwanta, 2010).

Telur juga merupakan makanan yang tergolong ekonomis serta merupakan sumber protein yang lengkap. Satu butir telur ayam ras berukuran besar mengandung sekitar 7 gram protein. Kandungan vitamin A, D, dan E terdapat dalam yolk. Telur ayam ras memang dikenal menjadi salah satu dari sedikit makanan yang mengandung vitamin D (Buckle et al., 2009).

Telur ayam ras merupakan telur yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Seluruh kalangan masyarakat dapat mengkonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (USDA, 2007).

(19)

Telur mempunyai kelemahan yang berhubungan dengan struktur dan karakteristik dari sifat telur itu sendiri. Telur mudah retak, pecah, rusak dan juga mengalami penurunan kualitas akibat pengaruh lingkungan. Kerusakan telur dapat disebabkan karena penanganan yang salah, tempat dan waktu penyimpanan. Telur yang tidak terkontrol dengan baik, sehingga perlu dilakukan upaya pengolahan untuk mempertahankan mutu dan kualitas telur. Pengolahandiketahui memperpanjang masa simpan serta meningkatkan nilai tambah dari telur tersebut (Fachruddin, 1997).

Beberapa zat nutrisi yang dikandung telur ayam per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras

Komposisi Telur utuh Putih telur Kuning telur Air (g) 73,70 88,57 48,50 Protein (g) 13,00 10,30 16,15 Lemak (g) 11,50 0,03 34,65 Karbohidrat (g) 0,65 0,65 0,60 Abu (g) 0,90 0,55 1,10

Sumber : Winarno dan Koswara (2002)

Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membrane kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot) dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur (egg shell) 9-12%, putih telur (Albumen) ± 60 %, dan kuning telur (yolk) 30-33 % (Bell and Weaver, 2002).

(20)

Struktur bagian-bagian telur dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Struktur Telur (Suprapti, 2002). 1. Kerabang Telur

Kerabang telur merupakan struktur telur yang paling luar. Fungsi dari kerabang telur yaitu mengurangi kerusakan fisik dan biologis (Kurtini et al, 2011). Kerabang telur bersifat kuat, halus, dan berkapur. Kerabang telur terdiri dari empat lapisan yaitu:

(1) Lapisan kutikula yang merupakan lapisan paling luar yang menyelubungi seluruh permukaan telur

(2) Lapisan bunga karang yang terletak dibawah kutikula

(3) Lapisan mamila yang merupakan lapisan ketiga dan sangat tipis (4) Lapisan membrane yang terletak paling dalam (Sarwono,1994)

Semakin tua umur ayam maka semakin tipis kerabang telurnya, hal ini terjadi karena ayam tidak mampu untuk memproduksi kalsium yang cukup guna memenuhi kebutuhan kalsium dalam pembentukan kerabang telur (Yuwanta, 2010). Kerabang telur yang tipis relatif berpori lebih banyak dan

(21)

besar sehinggamempercepat turunnya kualitas telur yang terjadi akibat penguapan (Haryono,2000).

Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna utama yaitu putih dan cokelat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-masing ayam (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna cokelat pada kerabang dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin (Miksik et al., 1996).

2. Putih telur (Albumen)

Putih telur merupakan bagian telur yang bersifat cair kental dan tidak berwarna pada telur segar. Putih telur memiliki komponen terbanyak berupa air, diikuti oleh protein, dan karbohidrat (Dirjen Gizi Departemen Kesehatan RI, 1989). Protein pada putih telur terdiri atas ovalbumin (54%), konalbumin (5%) atau ovotransferin (12%), ovomukoid (11%), ovomusin (3,5%), lisosom atau G1 globulin (3,4%), G2 globulin(4%), G3 globulin(4%), ovoflavoprotein (0,8%), ovoglikoprotein(1,0%), ovomakroglobulin (0,5%), ovoinhibitor (1,5%), sistatin(0,05%), dan avidin (0,05%) (Stadelman dan Cotterill, 1997).Bagian putih telur terdiri dari 4 lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu :

1) lapisan encer luar (outer thin white) 2) lapisan encer dalam (firm/thick white) 3) lapisan kental (inner thin white)

(22)

Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan dalam kandungan airnya. Bagian ini banyak mengandung air sehingga selama penyimpanan bagian ini pula yang paling mudah rusak. Kerusakan terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Kurtini et al., 2011).

3. Kuning Telur

Kuning telur merupakan bagian terpenting telur karena banyak mengandung zat-zat gizi yang berfungsi menunjang kehidupan embrio (Stevenson dan Miller,1986). Kuning telur merupakan bagian telur dengan zat gizi yang paling lengkap dengan komponen terbanyak berupa air yang diikuti dengan lemak dan protein.

Bagian kuning telur mempunyai struktur yang kompleks dengan bagian bawah yang lebih padat (terdiri dari protein dan lemak) yang menyebabkan germinal disc tetap berada di atas apabila terjadi rotasi atau goncangan pada telur. Kuning telur terdiri dari 3 bagian yaitu:

1) Membrane viteline yang memiliki tebal 6-11 mm, terdiri dari 4 lapis yaitu plasma membrane, inner layer, continous membrane, dan outer layer. 2) Germinal disc ini terbentuk dari sitoplasma oocytedan mengandung

cytoplasmic inclusions yang penting untuk aktivitasmetabolisme normal dari perkembangan embrio. Germinal disc ini disebutblastoderm jika dibuahi dan blastodisc jika belum dibuahi oleh sperma.

3) Yolksack dibedakan menjadi 2 tipe yaitu latebra yang memiliki diameter sekitar5 mm terletak ditengah-tengah ovum dan merupakan 1-2% dari

(23)

total kuningtelur sedangkan bagian lainnya terang kekuning-kuningan disebut yellow yolk (Kurtini et al., 2011).

B. Daun Jambu Biji(Psidium guajava L.)

Jambu biji (Psidium Guajava L.) berasal dari daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru, menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyoldan Portugis.

Tanaman Jambu biji termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava Linn (Parimin, 2005).

Daun jambu biji merupakan tanaman obat yang mempunyai khasiat sebagai antidiare, astrigen, menghentikan pendarahan dan antioksidan. Daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3mg/g) dan minyak atsiri. Daun jambu biji digunakan sebagai sumber antioksidan alami, karena di dalam daun jambu biji terkandung tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan ditambahkan kedalam bahan pangan untuk meningkatkan daya simpan, kualitas dan

(24)

stabilitas, memelihar nutrisi, dan daya tarik bahan pangan (Ariati dan Sulistyowati, 2016).

Jambu biji memiliki batang berkayu keras, liat dan tidak mudah patah. Batang tumbuh tegak dan memiliki percabangan serta ranting-ranting. Batang dan cabang-cabangnya mempunyai kulit berwarna coklat keabu-abuan dan kulit mudah terkelupas dan setiap mata tunas tersebut tumbuh menjadi cabang-cabang yang menghasilkan buah. Daun tanaman jambu biji termasuk daun tunggal, berbentuk bulat panjang dan langsing dan bagian ujungnya tumpul atau lancipberwarna hijau terang, hijau kekuning-kuningan, atau merah tua tergantung dari jenisnya.

Komponen aktif dalam daun jambu biji yang diduga memberikan khasiat adalah zat tanin yang cukup tinggi. Daun kering jambu biji yang digiling halus diketahui mempunyai kandungan tanin sampai 17%. Senyawa yang rasanya sepat ini mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, tanin juga menjadi penyerap racun dan dapat menggumpalkan protein (Purwiyatno, 2006). Daun jambu biji dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(25)

Gambar 2. Daun Jambu Biji (Hadiati dan Leni, 2015)

Daun jambu biji digunakan untuk pengobatan secara tradisional dan sudah banyak produk herbal dari jambu biji. Daun jambu biji mengandung metabolit sekunder, terdiri dari tannin, polifenolat, flovanoid, menoterpenoid, siskulterpen, alkaloid, kuinon dan saponin, minyak atsiri (Kurniawati, 2006).

Pada penelitian (Dewi et al., 2013), hasil ekstraksi dan karakterisasi zat warna alami dari daun jambu biji (Psidium Guajava L.) menunjukkan bahwa daun jambu biji mengandung antosianin seperti cyanidin-3- sophoroside dan cyanidin-3-glucoside serta mengandung flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tanni berupa pigmen kuning sampai coklat. Senyawa tersebut berperan penting pada pewarnaan daun jambu biji.

Kandungan kimia daun jambu biji berupa tanin dapat mengawetkan telur ayam ras. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat

(26)

menutup pori-pori kulit telur dan kulit telur tersebut menjadi impermeable (tidak dapat tembus) terhadap gas dan udara (Maryati et al., 2008).

C. Telur Pindang

Telur pindang merupakan telur yang dimasak dengan bumbu-bumbu, yang meliputi bawang merah, bawang putih,daun salam, dan garam secukupnya. Warna merah pada kulit luar telur pindang dapat diperoleh dengan mencampurkan kulit bawang merah ataupun daun jambu biji dalam proses perebusannya sehingga telur pindang memiliki daya tarik khas (Suprapti, 2002).

Pembuatan telur pindang, seringkali kulit luar tersebut dibuat sedikit retak. Tepat pada bagian yang retak-retak tersebut, akan muncul warna merah coklat yang lebih tua dibandingkan dengan warna pada bagian yang tidak retak, sehingga akan mempercantik penampilan telur pindang setelah dikupas (Suprapti, 2002).

Telur pindang memiliki daya tarik yang khas. Sebagai telur rebus yang menarik setelah cangkang dilepaskan, tampak permukaan telur dipenuhi denganwarna garis-garis yang menarik, rasanya gurih, agak asin, dan aromanya yang khas (Wirakusumah, 2005).

D. Bahan Tambahan

1. Garam(NaCl)

Garam dalam pembuatan telur pindang ini berfungsi sebagai pemberirasa, pelarut protein, dan pengawet (Wibowo, 1999). Garam digunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang

(27)

pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam member sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu.

2. Bawang Merah (Allium cepa L.)

Bawang merah (Allium Cepa L. Kelompok Aggregatum) adalah salah satu bumbu masak utama. Berbentuk umbi yang dapat di makan mentah mengandung kalsium dan zat besi. Bawang merah mempunyai tekstur yang berlapis dan memiliki ciri khas berupa bau yang tajam dan aroma yang gurih serta sedikit pedas (Melisa 2017).

3. Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Daun salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh, kering atau pun segar, dan turut dimasak hingga makanan tersebut matang.

E. Variabel Pengamatan 1. Kadar Air

Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan pangan (Purnomo,1995).

(28)

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).

Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat. Selama proses pengeringan, kadar air bahan mengalami penurunan, besarnya penurunan kadar air tersebut berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang diuapkan. Dengan demikian pada awal proses penurunan kadar air sangat besar dan semakin menurun sampai kadar air seimbang (Henderson dan Perry, 1976). Menurut Syarief dan Halid (1993), tinggi rendahnya kadar air suatu bahan sangat ditentukan oleh air terikat dan air bebas yang terdapat di dalam bahan.

2. Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1984).

(29)

Protein tersusundari atom C, H, O dan N, serta kadang- kadang P dan S. Dari keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya 20 asam amino yang biasa dijumpai pada protein. Pada berbagai uji kualitatif yang dilakukan terhadap beberapa macam protein, semuanya mengacu pada reaksi yang terjadi anatara pereaksi dan komponen proten, yaitu asam amino. Beberapa asam amino mempunyai reaksi yang spesifik pada gugus R-nya, sehingga dari reaksi tersebut dapat diketahui komponen asam

Uji protein dengan metode identifikasi protein cara kualitatif dapat menggunakan prinsip diantaranya uji biuret, pengendapan dengan logam, pengendapan dengan garam, pengendapan dengan alkohol, uji koagulasi, denaturasi protein (Anny et al., 2015).

3. Kadar Lemak

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Biasanya energi yang dihasilkan per gram lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau 1 gram protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang sebagian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut lemak jika pada suhu ruang berbemtuk cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah katan rangkap dari 0 sampai 4. Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolestrol dan fitosterol (Budianto, 2009).

(30)

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu juga lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolestrol. Sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umummya berbentuk cair (Winarno, 1992).

Lemak yang ditambahkan kedalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran yang mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (Winarno, 1992).

Penentuan kadar minyak atau lemak sutu bahan dapat dilakukan dengan alat ekstraktor soxhlet. Ekstraksi dengan alat soxhlet merupalan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan (Sudarmadji, 1984).

(31)

4. Kadar Tanin

Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman, seperti daun, buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum, tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam mekanisme oksidasi tanin. Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah.

Menurut (Nadjeeb, 2010), sifat-sifat tanin antara lain :

1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.

2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkoloid. 3. Tidak dapat mengkristal.

4. Larutan alkali dapat mampu mengoksidasi oksigen

5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim proteolitik.

5. Tingkat Kekenyalan

Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan (Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 1988).

(32)

6. Uji Organoleptik

Organoleptik adalah pengujian secara subjektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas pengujian kegemaran (preference) dan analisa pembeda (difference analysis). Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara organoleptik (Winarno,2002).

Menurut Winarno (2004) bahwa panca indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi adalah sebagai berikut:

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna,viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan merupakan tebal tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah dan rasa asin.

(33)

MenurutDeman (1997), dalam pengujian ini sebagai ketentuan seperti warna, rasa, bau dan tekstur yang memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan.

1. Warna

Warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna makanan disebabkan oleh pigmen alami atau pewarna yang terdapat dalam makanan. Pigmen alam adalah golongan senyawa yang terdapat dalam produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Pigmen terbentuk akibat dari pemanasan, penyimpanan, dan juga pemprosesan.

2. Aroma

Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung,

3. Rasa

Secara umum ada empat rasa yaitu manis, pahit, masam, dan asin. Kepekaan terhadap rasa terdapat pada kuncup lidah.

Menurut (Soekarto, 1985), pengawasan dan evaluasi bahan makanan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara teknik, salah satunya adalah evalusi organoleptik. Untuk melaksanakan suatu penelitian organoleptik, diperlukan panel yang betindak sebagai

(34)

instrument atau alat.Panel dari orang ataus ekelompok orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, dan Laborartorium Uji Inderawi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang. Jangka waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu pada Oktober-Desember 2019.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Telur ayam ras yang berumur ±2 hari dengan berat 58-68 g yang diperoleh dari peternakan ayam di kota Pati. Daun jambu biji(Psidium Guajava L.) yang muda diperoleh dari perkebunan Ungaran. Bawang merah, Bawang putih, Daun salam dan Garam diperoleh di Semarang.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baskom, panci, kompor, timbangan digital, pisau, sendok, alat pengaduk, nampan, tatakan, alat peniris atau penyaring. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis adalah botol timbang, desikator, labu kjedhal, oven, tabung reaksi, pipet, tekstur analyzer, gelas ukur dll.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu perbedaan penambahan daun jambu biji, dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan.

(36)

Perlakuan yang di tetapkan sebagai berikut : P0 : 6 butir telur ayam ras dan 0 g daun jambu biji P1 : 6 butir telur ayam ras dan 20 g daun jambu biji P2 : 6 butir telur ayam ras dan 40 g daun jambu biji P3 : 6 butir teur ayam ras dan 60 g daun jambu bijji P4 : 6 butir telur ayam ras dan 80 g daun jambu biji

Dari perlakuan diatas didapatkan formulasi telur pindang secara keseluruhan yang akan digunakan seperti pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Formulasi telur pindang dengan penambahan daun jambu biji dan daun salam

Bahan Dasar Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4 Telur ayam 6 butir 6 butir 6 butir 6 butir 6 butir Garam (g) 48 48 48 48 48 Bawang Merah(g) 24 24 24 24 24 Daun Salam(g) 10 10 10 10 10 Daun Jambu Biji (g) 0 20 40 60 80 Air (L) 2400 2400 2400 2400 2400 Sumber : : Admojo dwi, 2017 dengan modifikasi oleh Shanty Wulansari

D. Tahapan Penelitan

Berikut adalah tahapan proses pembuatan Telur Pindang. Diagram alir proses pembuatan Telur Pindang disajikan pada Gambar 2.

1. Sortasi

Telur dengan kualitas yang baik memiliki kulit kasar tidak licin,tidak ada kotoran yang menempel, tenggelam dalam air, dan tidak ada yang retak ataupun pecah sehingga didapatkan telur ayam ras yang ukurannya seragam.

(37)

Daun jambu biji dengan kualitas yang baik berwarna hijau dan mempunyai bau yang khas jika diremas. Daun salam yang baik berwarna hijau gelap, semakin gelap maka aromanya akan semakin kuat, dan tidak sobek atau berlubang.

2. Pencucian

Pencucian ini dilakukan untuk membersihkan kotoran yang masih menempel pada telur, daun jambu biji, dan daun salam. Sehingga saat proses pengolahan semua bahan layak untuk digunakan.

3. Proses pemindangan

Pada tahap ini semua bahan disusun pada panci. Penyusunan bahan kedalam panci berupa lapisan awal yaitu menyusun daun jambu biji, daun salam dan bawang merah, kemudian lapisan kedua adalah telur ayam dan ditutup kembali dengan lapisan pertama. Kemudian ditambahkan air bersih sebanyak 2,4 L dan garam 48 g.

4. Perebusan I

Pada tahap perebusan yang pertama dilakukan selama ±15 menit setelah air mendidih dengan suhu ±90ºC. Pada perebusan pertama didapatkan telur yang setengah matang.

5. Peretakan Kerabang Telur

Pada 15 menit pertama setelah mendidih dilakukan proses peretakan kerabang telur. Sebelum melakukan peretakkan telur diangkat dari rebusan baru dilakukan peretakan secara merata keseluruh

(38)

permukaan kulit telur, dengan tujuan agar ekstrak tannin bisa menyerap kebagian yang sudah diretakkan sehingga dapat memberikan cita rasa dan warna yang lebih menarik.

3. Perebusan II

Pada tahap ini telur yang sudah diretakan dimasukkan kembali kedalam panci kemudian dilakukan perebusan yang kedua selama 1 jam 45 menit dengan suhu ±90ºC. Jadi total perebusan telur ±160 menit. 4. Penirisan

Setelah telur matang ditiriskan untuk mengurangi kadar air dan didinginkan pada suhu ruang agar memudahkan pengelupasan kerabang telur.

(39)

Telur Ayam Ras

Sortasi

Pencucian

Penyusunan Bahan

Limbah Cair Daun jambu biji 0 g,

20 g, 40 g, 60 g, 80 g dan Daun salam 10g, Bawang merah 24g Air bersih Perebusan I t= ±15 menit ,T=90°C Peretakan Air 2,4 L, Garam 48 g Perebusan II t=±1 menit, T=90°C Penirisan ±3 menit Telur pindang Analisi Kimia : 1. Kadar air 2. Kadar Protein 3. Kadar Lemak 4. Uji Tanin Analisi Fisik : 1. Kekenyalan Organoleptik 1. Rasa 2. Aroma 3. Warna 4. Tekstur

Gambar. Diagram Alir Proses Pembuatan Telur Pindang

Sumber : Admojo dwi, 2017 dengan modifikasi oleh Shanty Wulansari

(40)

E. Variabel Pengamatan

1. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005)

Penentuan kadar air di lakukan dengan metode Oven yaitu :

a. Botol timbang yang telah dikeringkan selama ±30 menit didinginkan didalam desikator, kemudian ditimbang (A gram). b. Sebanyak ±2 gram telur pindang yang telah ditimbang dalam botol

timbang (B gram).

c. Botol timbang beserta isi dimasukkan ke dalam oven pada suhu 100-105°C selama 5-7 jam.

d. Botol timbang beserta isi dipindahkan ke dalam desikator dan ditimbang berturut-turut sampai beratnya konstan (C gram).

Perhitungan : Kadar air(%) = x 100% Keterangan: A = berat botol timbang

B = berat botol timbang + sampel sebelum di oven C = berat botol timbang + sampel setelah di oven

2. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 2005)

Analisa kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 2005) yaitu oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia oleh asam sulfat, selanjutnya ammonia bereaksi sengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang tebentuk diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Ammonia yang diuapkan akan diikat dengan asam

(41)

borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku asam.

Prosedur analisis kadar protein sebagai berikut : sampel ditimbang sebanyak 0,1 sampai 0,5 gr, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendididh) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke dalam labu 50 ml dan diencerkan dengan aquades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indicator (larutan bromcresol green 0,1% dan 29 larutan metal merah 0,1% dalam alcohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol greendengan 2 ml metal merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus: Protein % = (VA – VB) HCl x N HCl x 14,007 x 100%

W x 1000 Keterangan :

VA : ml HCl untuk titrasi sampel VB : ml HCl untuk titrasi blangko

N : nor,alitas HCl standar yang digunakan 14,007 : berat atom Nitrogen

W : berat sampel dalam gram

(42)

3. Kadar Tanin

Penentuan kadar tanin dari pengolahan telur pindang yaitu:

a. Disiapkan tabung reaksi, kemudian dimasukkan masing-masing filtrat (P0, P1, P2, P3, dan P4) sebanyak 5ml kedalam tabung reaksi.

b. Tambahkan 1ml larutan FeCl3 kedalam masing-masing tabung reaksi yang sudah berisi filtrat.

c. Kemudian perhatikan warna kehijauan pada filtrat yang menunjukan keberadaan tannin pada tiap sampel.

4. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)

Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005) :

a. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 1 jam.

b. Labu lemak didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (W2).

c. Sampel sebanyak ± 5 gr dihaluskan kemudian ditimbang (W1) dan dibungkus menggunakan kertas saring yang dibentuk selongsong (thimble).

d. Rangkai alat ekstraksi dan heating mantle, labu lemak, Soxhlet hingga kondensor.

e. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam Soxhlet yang kemudian ditambahkan pelarut heksan mencukupi 1½ siklus.

(43)

f. Ekstraksi dilakukan selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali melalui sifon ke dalam labu lemak berwarna jernih.

g. Hasil ekstraksi dari labu lemak dipisahkan antara heksan dan lemak hasil ekstraksi menggunakan rotary evaporator (rpm 50, suhu 69° C).

h. Lemak yang sudah dipisahkan dengan heksan kemudian dipanaskan kedalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam.

i. Labu lemak didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (W3).

j. Lakukan pemanasan kembali ke dalam oven selama 1 jam, apabila selisih penimbangan hasil ekstraksi terakhir dengan penimbangan sebelumnya belum mencapai 0,0002 gram.

k. % kadar lemak dihitung dengan rumus: % lemak = W3 – W2x 100%

W1 Keterangan :

W1 : bobot sampel (g)

W2 : bobot labu lemak kosong (g)

W3 : bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

5. Tingkat Kekenyalan

Tingkat Kekenyalan (SNI 2372.6-2009) Prosedur Pengujiannya adalah sebagai berikut :

a. Sampel diletakkan diatas plat pengujian sehingga tepat berada di bawah probe.

(44)

b. Probe dioperasikan dengan software Texture Analyzer, dengan setting kecepatan probe untuk menekan sampel adalah 1,1 mm/s. c. Selama penekanan, di layar komputer akan muncul grafik dari

posisi nol hingga mencapai titik puncak (peak force) Titik ini merupakan nilai maksimum kekuatan gel dari sampel yang diuji. Grafik akan kembali turun ke titik nol setelah tercapai titik tersebut. d. Titik puncak tersebut kemudian di klik untuk melihat besar tekanan

yang digunakan untuk memecah produk (F), dan jarak ketika produk pecah (D).

e. Perhitungan:

Tingkat Kekenyalan = H x C (gf)

6. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dari segi kesukaan dan tekstur dilakukan dengan menggunakan metode hedonik dan mutu hedonik caranya yaitu dengan menentukan nilai skor pada setiap parameter mutu (rasa, warna, aroma dan tekstur) serta hedonik yang diamati berdasaarkan kesukaan panelis pada tabel yang telah disediakan. Pengujian organoleptik dilakukan dengan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang. Berikut kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel

(45)

Tabel 3. Kriteria Uji Organoleptik Warna PENILAIAN SKOR Putih 1 Putih Kecoklatan 2 Sedikit Putih 3 Agak Putih 4 Coklat 5 Sangat Coklat 6

Sangat amat coklat 7

Tabel 4. Kriteria Uji Organoleptik Aroma

PENILAIAN SKOR

Sangat tidak beraroma daun jambu biji 1 Tidak beraroma daun jambu biji 2 Sedikit beraroma daun jambu biji 3 Agak beraroma daun jambu biji 4

Beraroma daun jambu biji 5

Sangat beraroma daun jambu biji 6 Sangat amat beraroma daun jambu biji 7

Tabel 5. Kriteria Uji Organoleptik Rasa

PENILAIAN SKOR

Sangat tidak terasa daun jambu biji 1 Tidak terasa daun jambu biji 2 Sedikit terasa daun jambu biji 3

Agak terasa daun jambu biji 4

Terasa daun jambu biji 5

Sangat terasa daun jambu biji 6 Sangat amat terasa daun jambu biji 7

(46)

F. Analisi Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analisis ragam ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan software SAS versi 92 Analisis ragam dengan membandingkan F hitung dan F tabel.

Apabila nilai F hitung ≥ F tabel pada taraf 5 %, maka pengauh perlakuan berbeda nyata (Gomez dan Gomez, 2007). Jika analisis menunjukkan hasil yang berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%.

a. Pengujian parametrik (untuk data tingkat kadar air, kadar protein, kadar lemak, uji tanin dan tekstur) kaedah pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel yaitu :

F hitung < F tabel (taraf uji 5% maka H0 diterima H1 ditolak) F hitung ≥ F tabel (taraf uji 5% maka H0 ditolak H1 diterima) b. Pengujian non parametrik (Uji Organoleptik)

X hitung < X tabel (taraf uji 5%), maka H0 diterima atau ditolak H1 X hitung ≥ X tabel (taraf uji 5%), maka H1 diterima atau ditolak H0

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Kimia 1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis formulasi daun jambu biji terhadap karakteristik telur pindang menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air telur pindang. Setelah diuji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa P0 tidak berbeda nyata dengan P1, P1 berbeda nyata dengan P2, P2 tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4. Hasil penelitian diperoleh data rerata kadar air telur pindang dapat dilihat pada Tabel 7 dan diagram batang dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan perhitungan statistik disajikan pada Lampiran 1.

Hasil penelitian diperoleh data rerata kadar air telur pindang seperti tercantum pada Tabel 4 perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran1.1.

Tabel 7. Rerata Kadar Air Telur Pindang

Perlakuan Rerata kadar air(%)

P0 67,25c ± 2,21

P1 71,00c ± 4,32

P2 79,25b ± 7,80

P3 83,25a ± 83,25

P4 87,00a ± 87,00

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

(48)

Grafik rata-rata kadar protein telur pindang dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram Batang Kadar Air Telur Pindang

Berdasarkan analisis ragam kadar air diatas memiliki nilai kisaran 67-87%. Rerata kadar air paling tinggi adalah 87% diperoleh pada perlakuan 4 dengan konsentrasi daun jambu biji 80%. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, apabila kadar air bahan pangan tersebut tidak memenuhi syarat maka bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya mikroorganisme pada makanan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi (Afriani et al., 2018). Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme berkembang biak, sehingga proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat (Winarno, 2004).

Menurut (Maryati, et al.,2008) bahwa sifat dari senyawa tannin tersebut dengan air adalah tannin larut dalam air, tannin akan mengendap dengan adanya protein dan akan mengendap jika melalui proses pemanasan. sehingga mempengaruhi ketahanan umur simpan telur pindang. mengikat dan bereaksi dengan sebagian air yang tersisa dan larut dalam air dan terjadi

67 71 79 83 87 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P0 P1 P2 P3 P4 K ad ar Ai r Perlakuan

(49)

pengendapan senyawa tannin pada permukaan kulit telur pindang dengan cara tanin akan mengendap pada kulit telur dengan warna coklat jika reaksi penyamakan sudah sempurna biasanya terjadi ketika perebusan kedua.

2. Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis formulasi daun jambu biji terhadap karakteristik telur pindang menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein telur pindang. Setelah diuji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa P0 berbeda nyata dengan P1, P1 berbeda nyata dengan P2, P2 berbeda nyata dengan P3 dan P3 berbeda nyata dengan P4. Hasil penelitian diperoleh data rerata kadar protein telur pindang dapat dilihat pada Tabel 8 dan diagram batang dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan perhitungan statistik disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 8. Rerata Kadar Protein Telur Pindang.

Perlakuan Rata-rata Kadar Protein(%)

P0 13,29a ± 0,10

P1 12,08b ± 0,06

P2 11,46c ± 0,12

P3 10,65d ± 0,21

P4 10,32e ± 0,08

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

(50)

13.29 12.08 11.46 10.65 10.32 0 5 10 15 20 P0 P1 P2 P3 P4 K ad ar Pr o te in (% ) Perlakuan Gambar 4. Grafik Kadar Protein Telur Pindang

Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa dimana semakin tinggi kadar tannin yang berperan sebagai zat aktif akan mengalami penurunan terhadap kadar protein telur pindang. Tandi (2010) menyimpulkan bahwa semakin tinggi kadar tanin dalam substrat akan menyebabkan aktivitas enzim protease semakin rendah dalam memecah protein menjadi asam amino. Selain itu, Jasin (1990) menyimpulkan bahwa konsentrasi tannin di dalam larutan penyamak tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan semua protein yang ada pada telur akan terikat dengan gugus fenol dari tannin sehingga dapat merusak protein putih telur, tannin yang digunakan hanya sebatas menyamak protein kulit luar telur.

3. Kadar Lemak

Berdasarkan hasil analisis formulasi daun jambu biji terhadap karakteristik telur pindang menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak telur pindang. Setelah diuji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa P0, P1.P2,P3 dan P4 tidak perbedaan nyata

(51)

antar perlakuan. Hasil penelitian di peroleh data rerata kadar lemak telur pindang dapat dilihat pada Tabel 9 dan diagram batang dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan perhitungan statistik disajikan pada Lampiran 3. Tabel 9. Rerata Kadar Lemak Telur Pindang :

Perlakuan Rata-rata kadar lemak (%)

P0 8,90a ± 0,50

P1 8,71a ± 0,12

P2 8,86a ± 0,45

P3 8,56a ± 0,46

P4 8,63a ± 0,44

Keterangan : Superskrip tidak berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05)

Gambar 5. Grafik Kadar Lemak Telur Pindang

Berdasarkan grafik hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa kadar lemak telur pindang memiliki kisaran nilai 8,56-8,90%. Sedangkan rerata kadar lemak tertinggi adalah 8,90% diperoleh dari perlakuan. Oleh karena pemindangan telur dengan penambahan daun jambu biji yang berbeda tidak menurunkan kadar lemak pada telur.

8.90 8.71 8.86 8.56 8.63 0 2 4 6 8 10 P0 P1 P2 P3 P4 K ad ar Le m ak( % ) Perlakuan

(52)

4. Kadar Tanin

Berdasarkan hasil analisis formulasi daun jambu biji terhadap karakteristik telur pindang menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar tannin telur pindang. Setelah diuji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa P0 berbeda nyata dengan P1, P1 berbeda nyata dengan P2, P2 berbeda nyata dengan P3 dan P3 berbeda nyata dengan P4. Hasil penelitian diperoleh data rerata kadar protein telur pindang dapat dilihat pada Tabel 9 dan diagram batang dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan perhitungan statistik disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 9. Rerata Kadar Tannin Pada Telur Pindang.

Perlakuan Rata-rata kadar tannin(%)

P0 0,063e ± 0,0003

P1 0,072d ± 0,0008

P2 0,087c ± 0,0009

P3 0,110b ± 0,0010

P4 0,118a ± 0,0008

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Grafik rerata kadar tannin telur pindang dapat dilihat pada gambar :

Gambar 6. Grafik Kadar Tannin Pada Telur Pindang 0.063 0.072 0.087 0.11 0.118 0 0.05 0.1 0.15 P0 P1 P2 P3 P4 K ad ar Tan in (% ) Perlakuan

(53)

Dari hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa kadar tannin telur pindang memiliki nilai kisaran 0,063-0,118%. Sedangkan rerata kadar tannin paling tinggi adalah 0,118% yang diperoleh dari perlakuan 4. Perbedaan antar perlakuan dipengaruhi karena jumlah daun berpengaruh signifikan terhadap kadar tanin telur pindang. Semakin tinggi persentase daun yang digunakan, maka jumlah tanin dalam air rebusan telur pindang akan meningkat sehingga kandungan tanin dalam telur pindang semakin tinggi.

Salah satu fungsi sumber tannin yaitu untuk mengawetkan telur, mengatasi terjadinya kerusakan dan mencegah penurunan nilai gizinya, mempertahankan rasa, aroma, dan warna telur. Faikoh (2014) menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengawetan menggunakan bahan penyamak nabati (tannin) adalah terjadinya reaksi penyamakan pada bagian luar kulit telur oleh zat penyamak (tanin), akibatnya kulit telur menjadi impermeable terhadap air dan gas, dengan demikian keluarnya air dan gas dari dalam telur dapat dicegah sekecil mungkin.

Tannin memiliki kemampuan mengendapkan protein, mengkelatkan logam, menyamak kulit telur dan mencegah kulit dari proses pembusukan (Cit Nurhalimah, 2010). Tannin juga berfungsi menutupi pori-pori kulit telur, memberikan rasa sepat dan menyebabkan koagulasi lapisan kutikula yang tersusun dari protein sehingga mikroba tidak mampu untuk menembus isi telur dengan mudah, sehingga beberapa perlakuan mampu bertahan lama, karena aktifitas mikroba sangat mempengaruhi umur simpan produk (Muchtadi, 2010).

(54)

B. Sifat Fisik

1. Tekstur Telur Pindang

Pengukuran tekstur pada telur pindang dilakukan dengan menggunakan uji tekanan (compression test), dengan menggunakan alat texture analyzer dimana probe akan menekan bagian tengah produk. Metode TPA berbasis kompresi atau tekanan pada sampel beserta alat texture analyzer digunakan untuk menilai tekstur secara objektif dengan probe berbentuk silindris dengan diameter sekitar 35mm(kim,2014).

Berdasarkan hasil analisis formulasi daun jambu biji terhadap karakteristik telur pindang menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap tekstur telur pindang. Setelah diuji lanjut duncan taraf 5% menunjukkan bahwa P0 tidak berbeda nyata dengan P1, P1 berbeda nyata dengan P2, P2 tidak berbeda nyata dengan P3 dan P3 tidak berbeda nyata dengan P4. Hasil penelitian diperoleh data rerata kadar protein telur pindang dapat dilihat pada Tabel 9 dan diagram batang dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan perhitungan statistik disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10. Hasil Analisis Tekstur Telur Pindang

Perlakuan Tekstur(gf) P0 1077,9a ± 281,75 P1 822,2ab ± 247,95 P2 722,8b ± 37,78 P3 716,2b ± 29,22 P4 689,0b ± 39,48

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

(55)

Gambar 6. Grafik Skor Tekstur

Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa hasil analisis tekstur telur pindang terendah adalah 1077,9 gf diperoleh dari perlakuan 4 dengan jumlah daun jambu biji 80 g. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi daun jambu biji yang digunakan maka akan menghasilkan angka hardness yang rendah(Lestari et al., 2017).

Tekstur suatu bahan pangan tergantung pada keadaan fisik bahan tersebut. Tekstur juga dipengaruhi oleh lama pemasakan dan jumlah garam yang ditambahkan, karena tidak adanya perbedaan pada penambahan garam dan lama pemasakan pada tiap perlakuan sehingga tidak adanya perbedaan antara setiap perlakuan.

Menurut Lawrie (1995), kesan terhadap tekstur melibatkan tiga aspek, yaitu mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam daging, mudah tidaknya daging tersebut dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil dan jumlah residu yang tinggal setelah dikunyah.

1077.9 822.2 722.8 716.2 689 0 200 400 600 800 1000 1200 p0 p1 p2 p3 p4 Sk o r Te kst u r( gf) Perlakuan

(56)

C. Uji Organoleptik 1. Skor Rasa

Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin, asam, dan pahit (Meilgaard et al., 2000).

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk rasa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya dilakukan uji duncan. Setelah diuji dengan duncan pada taraf 5%. Perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3, P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4 yang telah dilakukan dan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 11 dan perhitungan analisis ragam dan uji Duncan pada Lampiran 6.

Tabel 11 Hasil Analisis Skor Rasa Telur Pindang

Perlakuan Skor Rasa Keterangan

P0 1,35e ± 0,48 Sangat tidak terasa daun jambu P1 2,9d ± 0,71 Tidak terasa daun jambu P2 4,05c ± 0,75 Agak terasa daun jambu P3 5,1b ± 0,78 Terasa daun jambu P4 6,15a ± 0,81 Sangat terasa daun jambu

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

(57)

Berdasarkan Tabel 11. skor rasa tertinggi pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan skor 6,60 yang menunjukkan bahwa panelis sangat menyukai rasa telur pindang “sangat terasa daun jambu” dengan penambahan daun jambu biji sebanyak 80 g. Grafik rerata skor warna telur pindang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar7 Grafik Skor Rasa

Dari analisis gambar diatas menunjukkan bahwa nilai rerata skor rasa telur pindang berkisar antara 1,35-6,15 dengan kriteria sangat tidak terasa daun jambu hingga sangat terasa daun jambu. Hasil analisis skor rasa tertinggi adalah 6,15 yang diperoleh dari perlakuan 4 dengan jumlah daun jambu 80g. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi penambahan level daun jambu biji maka telur pindang akan semakin sepat. Hal ini dikarenakan daun jambu memiliki rasa khas yang sepat sehingga akan menghasilkan rasa sepat seiring dengan semakin banyaknya daun jambu biji yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawati (2006) bahwa daun jambu biji

1.35 2.9 4.05 5.1 6.15 0 1 2 3 4 5 6 7 P0 P1 P2 P3 P4 Sko r R asa Perlakuan

(58)

mengandung metabolit sekunder, terdiri dari tannin, polifenolat, flovanoid, menoterpenoid, siskulterpen, alkaloid, kuinon dan saponin, minyak atsiri.

Hal ini didukung oleh pernyataan Winarno (2004) bahwa rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa asin pada telur pindang karena penambahan garam dalam proses pengolahan akan mengurangi rasa sepat yang dihasilkan oleh tannin.

2. Skor Aroma

Aroma yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung. Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk aroma menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya dilakukan uji duncan. Setelah diuji dengan duncan pada taraf 5%. Perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3, P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4 yang telah dilakukan dan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 12 dan perhitungan analisis ragam dan uji duncan dapat pada Lampiran 7.

(59)

Tabel 12. Rerata Skor Aroma

Perlakuan Skor Aroma Keterangan

P0 1,30e ± 0,47 Sangat tidsk beraroma daun jambu P1 3,30d ± 0,47 Sedikit beraroma daun jambu P2 4,55c ± 0,51 Agak beraroma daun jambu P3 5,55b ± 0,51 Beraroma daun jambu P4 6,65a ± 0,48 Sangat beraroma daun jambu Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 12. skor aroma tertinggi pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan skor 6,65 yang menunjukkan bahwa panelis sangat menyukai aroma telur pindang pada kriteria “sangat beraroma daun jambu” dengan penambahan daun jambu biji sebanyak 80 g. Grafik rerata skor warna telur pindang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8. Diagram Batang Skor Aroma

Hasil analisis gambar diatas menunjukkan bahwa rerata skor aroma telur pindang berkisar antara 1.3-6,65 dengan kriteria sangat tidak beraroma

1.3 3.3 4.55 5.55 6.65 0 1 2 3 4 5 6 7 P0 P1 P2 P3 P4 Sk o r R as a Perlakuan

(60)

hingga sangat beraroma daun jambu biji. Hasil analisis skor aroma tertinggi adalah 6,65 yang diperoleh dari perlakuan 4 dengan jumlah daun jambu biji 80g. Jumlah daun jambu biji sangat berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan oleh telur pindang, semakin banyak daun jambu biji yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan akan sangat beraroma daun jambu biji dan rasa yang dihasilkan sepat.

Kartika (1988) menyatakan bahwa aroma yaitu bau sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

Hal ini didukung oleh Kartika et al., (1988), dalam industri pangan pengujian terhadap aroma dianggap sangat penting karena dengan cepat dapat menghasilkan penilaian terhadap produk tentang diterima atau ditolaknya produk tersebut. Dalam industri pangan, pengujian terhadap aroma dianggap sangat penting karena dapat menghasilkan penilian terhadap produk tentang diterima atau ditolaknya produk tersebut.

3. Skor Warna

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran dan kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran dan pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno, 2002).

(61)

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk warna menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya dilakukan uji duncan. Setelah diuji dengan duncan pada taraf 5%. Perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3, P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4 yang telah dilakukan dan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 13 dan perhitungan analisis ragam dan uji duncan dapat pada Lampiran 7.

Tabel 13 hasil analisis skor warna telur pindang

Perlakuan Skor Warna Keterangan P0 1,30e ± 0,47 Putih

P1 3,00d ± 0,79 Putih kecoklatan P2 4,25c ± 0,63 Agak coklat P3 5,45b ± 0,51 Coklat

P4 6,60a ± 0,50 Sangat Coklat

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 13. skor warna tertinggi pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan skor 6,60 yang menunjukkan bahwa panelis sangat menyukai warna telur pindang “sangat coklat” dengan penambahan daun jambu biji sebanyak 80 g. Grafik rerata skor warna telur pindang dapat dilihat pada Gambar 9.

(62)

Gambar 9. Grafik Diagram Batang Skor Warna

Hasil analisis pada gambar diatas menunjukkan bahwa rerata skor warna pada telur pindang berkisar antara 1,3-6,6 dengan kriteria putih hingga sangat coklat. Semakin tinggi pemberian level daun jambu biji maka warna putih telur bagian luar pada telur pindang akan semakin coklat. Hal ini disebabkan adanya penetrasi daun jambu biji ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur secara difusi pada saat perebusan. Hal ini sesuai dengan pendapat Maryati et al. (2008) bahwa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji akan bereaksi dengan protein yang terdapat kulit telur yang mempunyai 21 sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur.

1.3 3 4.25 5.45 6.6 0 1 2 3 4 5 6 7 P0 P1 P2 P3 P4 Sko r War n a Perlakuan

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras
Gambar 1. Struktur Telur (Suprapti, 2002).
Gambar 2. Daun Jambu Biji (Hadiati dan Leni, 2015)
Tabel 2. Formulasi telur pindang dengan penambahan daun jambu biji  dan daun salam
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan

bahan penghancur tablet ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L ).. terhadap

Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi gel ekstrak etanol daun jaumbu biji (Psidium guajava L.) dengan membandingkan basis HPMC dan natrium alginat dengan

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan jambu biji Australia ( Psidium guajava L.) dilakukan secara ekstraksi maserasi dengan pelarut

Formulasi dan Efek Salep Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L. ) dengan Basis Hidrokarbon terhadap Luka Sayat Tikus Jantan Galur Wistar (Ririn Lispita Wulandari)

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan jambu biji (Psidium guajava L.) dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat metanol ditambahkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan

Ektrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) dapat diformulasikan dalam sediaan lotion yang bersifat antioksidan, serta evaluasi kestabilan fisik sebelum dan sesudah cycling