• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Knowledge, Understanding, Mitigating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Knowledge, Understanding, Mitigating"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR DI JORONG PARAMAN KENAGARIAN SINURUIK KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT

Diana Rahma Putri1, Helfia Ideal2, Elvi Zuriyani2 1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat

2

Dosen Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat dianarahmaputri40@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research is to get data and information about local wisdom based on knowledge, understanding, and the local wisdom way on mitigating landslide disaster at Jorong Paraman, Kenagarian Sinuruik Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat. Type of this research is qualitative. There are 77 householders who were chosen as the sample by using propotional sampling technique. For the informen, they were chose by using porposive sampling where people who live at Paraman were chosen as the informen is questionnaire which analyzed by using percentage. The results show that (1) Local wisdom based on their knowledge is classified into very good, they know so well that their areas are vulnerable to landslides so they can predict it then save themselves to other place. (2) The society has a good understanding to determine of what should they done when there are warning signs of landslide comes by going to save places such as at Solok village, Sinuruik, and Bajonang, depend on their settlement. (3) The mitigating societies activities were done by preparing all needs that should be brought. The Jorong societiees got the information about disaster from the government and PMI around there.

Keywords: Knowledge, Understanding, Mitigating

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim

seperti ini digabungkan dengan

kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik

secara fisik maupun kimiawi akan menghasilkan tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi seperti ini dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia, seperti terjadinya

bencana hidrometeorologi berupa

banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan (BNPB,2007).

(2)

2

Bencana alam memang

merupakan hal yang sangat

menakutkan untuk dirasakan. Banyak bencana alam yang disebabkan bukan hanya karena alam tetapi ulah manusia juga. Bencana alam tentunya bukan hanya dapat merusak fasilitas, hal-hal dilingkungan kita dan bencana alam juga dapat memberikan kerugian material bahkan juga mengakibatkan korban jiwa. Salah satu contoh dari bencana alam tersebut adalah bencana longsor.

Bencana longsor sangat sering

terjadi di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena pertemuan 3

lempeng tektonik, sehingga Indonesia

mempunyai topografi yang

bergunung-gunung yang

mengakibatkan lahan mempunyai

lereng yang landai sampai curam, dengan curah hujan yang relatif tinggi setiap tahunnya. Kombinasi antara curah hujan yang tinggi dan kondisi geomorfologi yang cukup komplek di

beberapa wilayah Indonesia,

mengakibatkan longsor menjadi suatu

hal yang sudah biasa terjadi,

(Karnawati, 2005 dalam Hermon, 2012).

Dua pertiga wilayah Sumatera Barat wilayahnya adalah daerah pegunungan dan perbukitan serta jurang-jurang yang disangga oleh kawasan hutan lebat, yang mana hutan ini berfungsi sebagai daerah resapan curah hujan yang tinggi. Daerah perbukitan merupakan daerah yang sangat rawan terhadap longsor

apalagi jika penggunaan dan

pengelolaan lahan yang tidak

mengindahkan kepentingan yang

telah ditetapkan dan juga tidak memperhatikan kemampuan lahan. Namun, kebutuhan akan tempat tinggal semakin bertambah sedangkan luas lahan yang tetap maka, banyak

penduduk yang membangun

perumahan di sekitar perbukitan bahkan ada yang sampai ke kaki-kaki bukit. Ini sangat membahayakan bagi masyarakat itu sendiri (Rozi, 2014).

Salah satu wilayah di Pasaman

Barat yaitu, Jorong Paraman

merupakan salah satu Jorong yang berada di lingkungan Nagari Sinuruik Kecamatan Talamau yang rawan akan terjadi bencana longsor. Longsor pernah terjadi pada tanggal 22 Agustus 2014 yang menyebabkan tertimbunnya sekitar 50 hektar area

(3)

3

persawahan masyarakat yang berada di Jorong Paraman. Pada Jum’at 6 Januari 2017 terjadi kembali longsor di wilayah Jorong Paraman yang

menyebabkan tertutupnya jalan

penghubung Pasaman Barat dengan Pasaman serta jalan lintas menuju Sumatera Utara. Akibat longsor tersebut, satu unit rumah semi permanen yang berada di kawasan itu

terkena imbas material tanah

bercampur lumpur. Curah hujan yang

tinggi menjadi penyebab utama

terjadinya longsor di wilayah ini.

Terbatasnya kemampuan

pemerintah untuk mengatasi bencana tanah longsor yang sering terjadi di Kecamatan Talamau khususnya di

Jorong Paraman, mendorong

masyarakat setempat untuk

melakukan penanggulangan bencana tanah longsor atas dasar kearifan lokal. Masyarakat telah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Mereka mulai mengembangkan pengetahuan

tentang bencana tanah longsor

sebagai kearifan lokal. Masyarakat

mempunyai pengetahuan tentang

tanda-tanda yang diberikan oleh alam sebelum terjadinya bencana tanah longsor. Kearifan lokal yang ada

dalam masyarakat merupakan potensi yang sangat berharga untuk bisa dimanfaatkan dalam menghadapai persoalan-persoalan bencana alam yang selalu melanda wilayah ini.

Masyarakat yang berada di Jorong Paraman mempercayai tanda-tanda yang diberikan alam sebelum mengambil tindakan. Jika curah hujan tinggi dalam beberapa hari maka masyarakat melakukan evakuasi ke tempat-tempat yang dirasa aman untuk evakuasi. Wilayah ini memiliki pola pemukiman miring yang sangat rentan tertimbun tanah longsor jika longsor yang terjadi dengan volume yang lebih besar.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dan latar belakang masalah diatas maka, peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian

yang berjudul “Kearifan Lokal

Masyarakat dalam Menghadapi

Bencana Tanah Longsor Di Jorong

Paraman Kenagarian Sinuruik

Kecamatan Talamau Kabupaten

Pasaman Barat ”.

Kearifan lokal sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk bertindak dan

(4)

4

bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian tersebut disusun

secara etimologi, dimana

wisdom/kearifan dipahami sebagai

kemampuan seseorang dengan

menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi (Ridwan, 2007 dalam Diantri 2014).

Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat

tersendiri dalam kehidupan

masyarakat. Sistem tersebut

dikembangkan karena adanya

kebutuhan untuk menghayati,

mempertahankan, dan

melangsungkan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan, dan tata

nilai yang dihayati di dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian menjadi bagian dari cara hidup mereka yang arif

untuk memecahkan segala

permasalahan hidup yang mereka hadapi. Berkat kearifan lokal mereka dapat melangsungkan kehidupannya, bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan (Permana, 2010).

Kata masyarakat (social)

maupun society (masyarakat) diambil dari bahasa latin, yaitu sociosl yang berarti teman atau kawan. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Defenisi

lain masyarakat kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Kontinuitas merupakan kesatuan

masyarakat yang memiliki empat ciri yaitu: 1) interaksi antar warga-warganya, 2) Adat istiadat, 3) kontinuitas waktu, 4) rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga (Koenjaraningrat, 2009 dalam Putra 2015).

Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau

batuan, ataupun percampuran

keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya

kestabilan tanah atau batuan

penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng (Ramli, 2010 dalam Sari 2015).

(5)

5

Bencana longsor adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh bergeraknya massa tanah dari puncak lereng ke

bawah lereng sehingga

mengakibatkan timbulnya korban

jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Hermon, 2012).

Pengetahuan diperoleh dari

hasrat ingin tahu. Semakin kuat hasrat ingin tahu manusia akan

semakin banyak pengetahuannya

(Djamaris, 2011 dalam Erisa 2016). Pengetahuan itu sendiri diperoleh dari pengalaman manusia terhadap diri

dan lingkungan hidupnya. Cara

memperolehnya adalah melalui gejala (fenomena) yang teramati oleh indera. Semuanya terkumpul dalam diri manusia, sejak ia sadar akan dirinya hingga keusia lanjut atau sepanjang hayat. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman ini berbeda dengan ilmu pengetahuan.

Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pada hal ini, kita perlu

mengetahui apakah masyarakat

tersebut penduduk asli atau tidak. Yang lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana

mereka berinteraksi dengan

lingkungannya, bukan apakah mereka penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha mengetahui

pengetahuan mereka untuk

merancang intervensi yang lebih tepat-guna (Noor 2008 dalam Diantri 2014).

Menurut Partanto 2001 dalam Fatma 2016 , pemahaman berasal dari kata faham yang mendapat imbuhan pe- dan –an. Faham menurut bahasa artinya tanggap, mengerti, benar,

pandangan, ajaran. Pemahaman

didefenisikan proses berfikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju kearah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan

berfikir. Pemahaman merupakan

proses, perbuatan dan cara

memahami.

Pengertian pemahaman menurut Anas 2009 dalam Fatma 2016 adalah

kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan yang sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah

(6)

6

diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. Pemahaman pada

dasarnya sama yaitu dengan

memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, menduga dan menafsirkan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif, penelitian

deskriptif adalah salah satu jenis

penelitian yang bertujuan

mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu. Penelitian ini lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis (Pabundu, 2005).

Lokasi penelitian adalah tempat

dimana penelitian tersebut

dilaksanakan. Tujuan ditetapkannya

lokasi penelitian agar diketahui

dengan jelas objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis menetapkan lokasi penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis ambil yaitu masyarakat yang berada

di Jorong Paraman Kenagarian

Sinuruik Kecamatan Talamau

Kabupaten Pasaman Barat.

Arikunto (2006) menyatakan sampel sebagian atau wakil populasi

yang diteliti, apabila subjeknya

kurang dari 100, lebih baik semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Tetapi, jika

jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Pengambilan sampel responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik proporsional sampling dengan besarnya sampel 50% dari 139 menjadi 70 orang yang akan dijadikan sampel.

Informan penelitian adalah

orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi

harus mempunyai banyak

pengalaman tentang latar penelitian.

Teknik penentuan informan

menggunakan proposive sampling dengan kriteria informan yang telah

ditetapkan sebelumnya yaitu

menggunakan informan kunci ,

informan kunci ialah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan

(7)

7

dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu : Jorong Paraman dan Tokoh adat yang paling

mengetahui bagaimana bentuk

kearifan masyarakat dalam

menghadapi bencana longsor ini.

Teknik analisa data yang

digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu:

1. Bersifat Deskriptif

Analisa data yang digunakan

dalam penelitian deskriptif dan

diambil dari responden dan dianalisis

menggunakan rumus presentase

menurut Arikunto, 2006 sebagai berikut: Rumus Presentase: Keterangan: P = Presentase f = Frekuensi n = Jumlah responden 2. Bersifat Kualitatif

Analisis kualitatif tidak

mengandalkan rumus baku tetapi

lebih mengandalkan kemampuan

peneliti. Ada tiga unsur dalam proses analisis kualitatif dalam penelitian yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data yaitu proses penyederhanaan dari informasi data kasar yang muncul dari

catatan tertulis dilapangan.

Reduksi data adalah bentuk

analisis yang menajam,

menggolongkan dan

mengorganisasikan data sehingga

kesimpulan-kesimpilan akhir

dapat ditarik. b. Penyajian Data

Penyajian informasi yang

tersusun memungkinkan adanya

penarikan kesimpulan dan

penarikan tindakan. Dalam

penyajian data ini peneliti

melakukan pengelompokan dan

susunan data berdasarkan

kategori urutannya sehingga

strukturnya dapat dipahami dan memberikan adanya penarikan kesimpulan.

c. Penarikan Kesimpuan

Penarikan kesimpulan

merupakan bagian dari kegiatan utuh. Kesimpulan dilaksanakan setelah penelitian dilakukan.

(8)

8 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Deskriptif

Setelah dilakukan penelitian di Jorong

Paraman, tentang pengetahuan,

pemahaman dan bentuk mitigasi, maka diperoleh hasil:

1. Pengetahuan masyarakat dalam

menghadapi bencana longsor

sebagai berikut: (a) Pengetahuan

masyarakat tentang longsor

45,71%. (b) informasi mengenai longsor 47,14%. (c) Penyebab longsor 87,14%. (d) Upaya ketika longsor 82,86%. (e) Tanda-tanda sebelum longsor 42,86%.

2. Pemahaman Masyarakat dalam

menghadapi longsor sebagai

berikut: (a) Dampak akibat longsor 77,14%. (b) Upaya mencegah longsor 45,71%. (c) Kegiatan ekonomi masyarakat 95,71%. (d)

Aktivitas timbulnya longsor

44,29%. (e) Peran pemerintah menanggulangi longsor 58,57%.

3. Bentuk Mitigasi dalam

menghadapi longsor sebagai

berikut: (a) Pengertian mitigasi 35,71%. (b) Tindakan Mitigasi 27,14%. (c) Upaya setelah longsor 100%. (d) Sosialisasi setelah

longsor 75,71%. (e) Pengalaman Tentang mitigasi 51,43%.

B. Hasil Penelitian Kualitatif

Setelah dilakukan penelitian di Jorong

Paraman, tentang pengetahuan,

pemahaman dan bentuk mitigasi, maka diperoleh hasil:

1. Pengetahuan masyarakat dalam menghadapi longsor.

Longor sama hal dengan turunnya pohon dan lumpur dari atas lereng,

disebabkan penebangan hutan.

Memang rawan longsor disinilah

yang sering terjadi longsor.

Adanya bunyi gemuruh, air sungai mengecil. Penanaman pohon tetapi belum memadai.

2. Pemahaman masyarakat dalam menghadapi longsor .

Ketika sudah ada tanda-tanda longsor maka, akan di intruksikan kepada masyarakat untuk segera

evakuasi. Masyarakat sudah

memiliki pengetahuan tentang

longsor yang di berikan sosialisasi oleh pihak Wali Nagari maupun oleh pihak PMI. Jalur untuk evakuasi yang terdekat ada di kampung Solok tepatnya di daerah

saya tinggal. Kalau kegiatan

(9)

9

penyebab longsor, tetapi karena

pembukaan lahan untuk

perkebunan ya menjadi penyebab

longsor. Pemerintah sangat

membantu contohnya longsor yang pernah terjadi di bukik Sikabu

mereka menjadikan prioritas

Nagari dan Prioritas Kecamatan untuk dapat membuka kembali

area persawahan yang masih

tertimbun longsor agar dapat digunakan kembali.

3. Bentuk mitigasi dalam

menghadapi longsor.

Usaha untuk mencegah longsor

agar tidak terjadi kembali.

Menanam pohon lokasi yang

pernah terjadi longsor.

Menginformasikan kepada

masyarakat jika ada program dari

pemerintah untuk penanaman

pohon, ada dana yang tersedian

dari dinas perkebunan untuk

penghijauan hutan bekas longsor.

Ikut serta dalam penanaman

pohon. Ikut melihat lokasi longsor dan mengamati apa saja dampak yang ditimbulkan longsor dan di laporkan kepada Wali Nagari.

Pada pembahasan ini akan

dibahas hasil penelitian tentang

Kearifan Masyarakat Dalam

Menghadapi Bencana Tanah Longsor

Di Jorong Paraman Kenagarian

Sinuruik Kecamatan Talamau

Kabupaten Pasaman barat yang

meliputi pengetahuan, pemahaman dan bentuk mitigasi.

Pertama, berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan

dilapangan terhadap kearifan

masyarakat dalam menghadapi

bencana tanah longsor di Jorong Paraman dalam segi pengetahuan sebagai berikut: 1). Pengetahuan masyarakat terhadap pengertian dari longsor yaitu jatuhnya pohon yang

ada dilereng. 2) Pengetahuan

mengenai informasi peristiwa tanah longsor yaitu melalui pengalaman sendiri. 3) Pengetahuan mengenai penyebab longsor yaitu curah hujan

yang tinggi. 4) Pengetahuan

mengenai upaya yang dilakukan

ketika longsor terjadi yaitu

melakukan evakuasi ketempat yang aman. 5) Pengetahuan mengenai tanda-tanda longsor yaitu air sungai berubah warna..

(10)

10

Dalam hal ini hasil wawancara

yang telah dilakukan dengan

masyarakat menyatakan hal yang sama bahwa, longsor itu diartikan sebagai jatuhnya pohon yang ada di lereng yang disertai dengan tanah yang mengandung air dari atas lereng.

Mereka mendapatkan informasi

mengenai tanah longsor dari

pengalaman mereka sendiri, longsor disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang melanda wilayah ini. Ketika terjadi longsor mereka segera melakukan evakuasi ketempat yang telah ditentukan serta tanda-tanda sebelum terjadinya longsor yang mereka amati seperti air sungai berubah warna, volume air sungai mengecil dari yang biasanya serta adanya gemuruh.

Dibandingkan dengan

penelitian Ningtyas (2014) sesuai

tentang “Pengaruh Pengetahuan

Kebencanaan terhadap Sikap

Kesiapsiagaan Warga dalam

Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Desa Sridadi Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes” mengemukakan

bahwa tingkat pengetahuan

kebencanaan warga berada dikategori

tinggi ditandai dengan sikap

kesiapsiagaan warga dalam

menghadapi bencana tanah longsor”.

Kedua, berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan dilapangan terhadap kearifan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor di

Jorong Paraman dalam segi

pemahaman sebagai berikut: 1)

Pemahaman masyarakat terhadap

dampak dari bencana longsor yaitu hilangnya sumber mata pencaharian. 2) Pemahaman masyarakat terhadap upaya untuk mencegah longsor yaitu tidak menebang pohon disekitar lereng. 3) Pemahaman

masyarakat terhadap kegiatan

ekonomi yaitu pertanian.

4) Pemahaman masyarakat terhadap aktivitas penyebab longsor yaitu kebun. 5) Pemahaman masyarakat dalam menanggulangi longsor yaitu tanggap.

Hasil wawancara juga

menunjukan bahwa ketika gejala-gejala longsor telah terjadi, maka

mereka akan segera melakukan

evakuasi ke tempat-tempat yang telah

ditentukan jalur tersebut berada

dikampung Solok, Sinuruik dan di Kampung Bajonang tergantung jarak tempuh terdekat antara rumah dan

(11)

11

lokasi evakuasi. Kegiatan perkebunan karet menjadi penyebab longsor karena dilakukan pembukaan lahan

dengan cara penebangan hutan.

Upaya dalam pencegahan longsor

yang mereka lakukan dengan

penanaman pohon di lokasi yang telah rusak akibat longsor.

Dibandingkan dengan

penelitian Setyari (2012) tidak sesuai karena penelitiannya yang berjudul “Pemahaman Masyarakat Terhadap Tingkat Kerentanan Bencana Tanah Longsor Di Desa Tieng Kecamatan

Kejajar Kabupaten Wonosobo”

mengemukakan tingkat pemahaman masyarakat mengenai kondisi daerah Tieng tentang rawan longsor dan cara menanggulangi longsor berada pada kategori rendah.

Ketiga, berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan dilapangan terhadap kearifan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor di Jorong Paraman dalam segi bentuk mitigasi sebagai berikut: 1) Bentuk

mitigasi masyarakat mengenai

pengertian longsor yaitu serangkaian upaya untuk menghentikan bencana.

2) Bentuk mitigasi masyarakat

mengenai tindakan dalam mitigasi

yaitu sebelum terjadi bencana. 3) Bentuk mitigasi masyarakat dalam upaya yang dilakukan setelah longsor yaitu kembali kerumah setelah adanya

intruksi. 4) Bentuk mitigasi

masyarakat mengenai sosialisasi

longsor yaitu tokoh masyarakat. 5) Bentuk mitigasi masyarakat terhadap pengalaman dalam mitigasi longsor yaitu sering.

Hasil wawancara juga

menyimpulkan bahwa mereka

memahami mitigasi sebagai upaya

pencegahan dampak yang

ditimbulkan longsor, mereka

melakukan kegiatan mitigasi dengan

cara melakukan evakuasi dan

mempersiapkan segala sesuatu yang

dirasa sangat penting. Upaya

sosialisasi dilakukan oleh pemerintah

dan PMI dengan mengadakan

kegiatan yang dapat dihadiri oleh masyarakat serta kegiatan kunjungan khusus dari pemerintah setempat.

Mereka mendukung kegiatan

pemerintah tentang penghijauan hutan yang telah rusak sehingga dengan

kegiatan ini diharapkan dapat

mencegah timbulnya longsor yang sering melanda wilayah mereka.

(12)

12

Dibandingkan dengan

penelitian Susanti, dkk (2017) sesuai karena penelitiannya yang berjudul “Analisis Kerentanan Tanah Longsor Sebagai dasar Mitigasi Di Kabupaten Banjarnegara” mengemukakan upaya mitigasi yang dapat diterapkan pada wilayah yang dikategorikan rentan longsor adalah berbasis kemandirian

masyarakat melalui pembentukan

desa tangguh bencana, yaitu desa

yang tanggap dan dapat

meminimalkan risiko bencana melalui

adaptasi atau penyesuaian diri

terhadap lingkungan yang rentan terhadap bencana longsor”.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kearifan masyarakat dalam

menghadapi bencana tanah longsor dilihat dari segi pengetahuan sudah

sangat baik, mereka sudah

mengetahui bahwa daerah mereka

termasuk daerah yang rawan

longsor sehingga mereka sudah mengenal tanda-tanda longsor dan

jalur-jalur evakuasi untuk

menyelamatkan diri dari bencana tersebut.

2. Kearifan masyarakat dalam hal pemahaman, masyarakat tersebut sudah menentukan tindakan jika gejala-gejala longsor telah terjadi seperti melakukan evakuasi ke jalur-jalur yang telah ditentukan seperi kampung Solok, Sinuruik dan kampung Bajonang tergantung

jarak tempuh terdekat antara

pemukiman mereka dengan tempat evakuasi.

3. Kearifan masyarakat dalam

bencana longsor dilihat dari

mitigasi yaitu, kegiatan mitigasi yang mereka lakukan dengan cara

mampersiapkan segala sesuatu

yang perlu dibawa saat longsor

terjadi. Masyarakat Jorong

Paraman mendapatkan sosialisasi

bencana longsor dari pihak

pemerintah setempat dan dari PMI yang berada diwilayah mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006).

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

(13)

13

BNPB. (2007). Potensi Dan Ancaman Bencana.

https://www.bnpb.go.id di

ambil pada tanggal 28 Maret 2017 jam 20.00 Wib.

Diantri, Novi. (2014). Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Dalam Menjaga Lingkungan Wilayah

Pesisir Di Kenagarian

Surantiah Kecamatan Sutera.

Skripsi STKIP PGRI

Sumatera Barat.

Erisa, Yulia. (2016). Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Menjaga

hutan Nagari Di Jorong

Simancung Nagari Alam Pauh

Duo Kecamatan Pauh

Kabupaten Solok Selatan.

Skripsi STKIP PGRI

Sumatera Barat. Padang. Hermon, Dedi. (2012). Mitigasi

Bencana Hidrometeorologi.

Padang: UNP Press.

Ningtyas, Bestari Ainun. (2015).

Pengaruh Pengetahuan

Kebencanaan Terhadap Sikap Kesiapsiagaan Warga Dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor Di Desa Sridadi

Kecamatann Sirampog

Kabupaten Brebes. Skripsi UNS. Surabaya.

Permana, Raden Cecep Eka, dkk.

(2011). Kearifan Lokal

Tentang Mirigasi Bencana

Pada Masyarakat Baduy.

Jurnal

Putra, Erwin Zadi. (2015). Persepsi Masyarakat Tentang Abrasi Pantai Di Jorong Pondok Kenagarian Sasak Kecamatan

Sasak Ranah Pasisie

Kabupaten Pasaman Barat.

Skripsi STKIP PGRI

Sumatera Barat. Padang.

Rozi. (2014). Potensi Bahaya

Longsor Lereng Perbukitan Lubuk Paraku Kecamatan IX

Koto Kabupaten

Dharmasraya. Skripsi STKIP

PGRI Sumatera Barat.

Padang.

Sari, Deni Fatma. (2016). Kearifan

Lokal Masyarakat Dalam

Melestarikan Batang Aie

Lunang di Kenagarian

Lunang Kecamatan Lunang Kabupaten Pesisir Selatan.

(14)

14

Skripsi STKIP PGRI

Sumatera Barat. Padang

Setyari, Febriana Ika. (2012).

Pemahaman Masyarakat

Terhadap Tingkat Kerentanan Bencana Tanah Longsor Di

Desa Tieng Kecamatan

Kejajar Kabupaten

Wonosobo. Skripsi UNY.

Yogyakarta.

Tika, Moh Pabundu. (2005). Metode Penelitian GeografiI. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Referensi

Dokumen terkait

Redesign dilakukan pada chassis monocoque bagian bawah (main frame) yang berdasarkan desain asli chassis PT. Mobil Anak Bangsa. Redesign dan analisis menggunakan software

Mulai dari dua orang (misalnya, dalam hubungan suami istri), beberapa orang (misalnya, dalam keluarga), banyak orang (misalnya, dalam suatu sekolah atau

Kandungan asam lemak bebas ( Free Fatty Acid (FFA)) yang tinggi menyebabkan minyak dedak padi dapat dikonversi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (biodiesel) dengan

Angket terdiri dari lima faktor yakni faktor dari guru, kegiatan pembelajaran, peserta didik, sarana prasarana, dan evaluasi. Untuk selanjutnya tiap-tiap faktor akan disajikan ke

Buku cerita bergambar interaktif yang akan dirancang ini bertujuan untuk dapat mengajarkan mengenai bentuk etika berkomunikasi yang baik dan sopan kepada orang tua dan

Ikan Bakar Cianjur yang berkaitan dengan siklus pembelian adalah tidak adanya otorisasi pada formulir permintaan pembelian sehingga dapat terjadi kecurangan pada

Hasil penelitian dapat diasumsikan bahwa perlakuan lama perendaman benih sengon dengan air rendaman daun sirih menghasilkan waktu yang optimal yaitu selama 30

Dengan demikian, pembelajaran drama, baik pembelajaran teks drama mau- pun pembelajaran pentas drama, mengarahkan siswa untuk “dapat memetik nilai- nilai yang dapat ditawarkan