• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Varietas Jagung Hibrida

Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat tersebut tidak berubah. Suatu varietas atau kultivar baru dapat dilepas oleh Menteri Pertanian setelah terbukti menunjukkan sifat-sifat unik, seragam, dan mantap berdasarkan DUS (distinct

uniform, dan stable) test (BSN 2000). Jadi pada jagung, varietas merupakan

kumpulan fenotipe-fenotipe yang relatif seragam dalam hal tinggi tanaman, letak tongkol, umur tanaman, dan karakter lainnya dan merupakan superior suatu populasi dari suatu daur seleksi.

Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan hibrida secara komersial. Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida atau varietas bersari bebas yang berbeda genotipe. Menurut Poehlman dan Sleeper (1995), jagung hibrida adalah progeni generasi pertama dari persilangan galur-galur murni. Departemen Pertanian (1971) memberi batasan, hibrida adalah F1 dari persilangan yang dihasilkan dengan mengatur penyerbukan dan kombinasinya. Hibrida tersebut dapat dibentuk dari: (1) dua atau lebih galur hasil penyerbukan sendiri dari tanaman yang menyerbuk silang (inbred) atau; (2) satu galur inbred atau satu persilangan tunggal dengan suatu varietas bersari bebas, atau; (3) dua varietas atau spesies, kecuali varietas jagung yang bersari bebas. Benih F2 dan selanjutnya dari persilangan seperti di atas tidak termasuk hibrida.

Langkah-langkah dalam pembentukan varietas hibrida (Takdir et al. 2007): 1. Membentuk galur inbrida, secara normal dengan melakukan beberapa generasi

silang dalam (inbreeding) pada spesies tanaman menyerbuk silang.

2. Penilaian galur inbred berdasarkan uji daya gabung umum dan daya gabung khusus untuk menentukan kombinasi-kombinasi kultivar hibrida.

3. Menyilangkan pasangan galur murni yang tidak berkerabat untuk membentuk kultivar hibrida F1.

Perkembangan jagung hibrida dimulai sejak ditemukannya fenomena

hybrid vigor atau heterosis. Bila dua individu homozigot yang berbeda disilangkan,

maka keturunannya akan memperlihatkan gejala heterosis atau vigor hibrida (Poehlman dan Sleeper 1995). Fenomena ini menunjukkan keunggulan hibrida dibandingkan rata-rata kedua tetuanya. Keunggulan tersebut berupa peningkatan hasil, ukuran sel, tinggi tanaman, ukuran daun, perkembangan akar, jumlah biji, ukuran benih dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971) mendefenisikan heterosis sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, hasil atau fungsi dari suatu hibrida melebihi tetua, yang merupakan hasil dari persilangan secara genetik suatu individu yang berbeda.

Berdasarkan cara pembuatannya, jagung hibrida diklasifikasikan menjadi silang tunggal, silang tiga jalur, silang ganda, dan silang puncak (BSN 2003). Hibrida silang tunggal mempunyai interaksi genotipe dengan lingkungan yang lebih besar dari silang ganda maupun silang tiga jalur, namun produktivitas benih hibrida silang tunggal sedikit karena potensi hasil inbridanya rendah (1 - 3 t ha-1), sehingga harga benih menjadi lebih mahal (Takdir et al. 2007). Selain memiliki

(2)

produktivitas tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibanding silang ganda dan silang tiga jalur (Singh 1987).

Jagung hibrida di Indonesia mulai diteliti sejak tahun 1913, dan dilanjutkan pada tahun 1950-an. Awal tahun 1980-an, perusahaan swasta multinasional mulai mengevaluasi jagung hibrida di Indonesia. Hibrida jagung di Indonesia pertama kali dilepas pada tahun 1983 yang dihasilkan oleh PT BISI yaitu varietas C-1.

Varietas jagung hibrida yang telah dilepas oleh perusahaan swasta dan Badan Litbang Pertanian hingga saat ini sudah mencapai 69 varietas. Varietas jagung hibrida tersebut seperti Pioneer, BISI, NK, Cargil (C), Nusantara, Semar, Bima, Jaya, dan lainnya. Sejak tahun 1991 sudah banyak dirilis varietas jagung hibrida, sehingga potensi hasil jagung meningkat berkisar 8,0 – 14,0 t ha-1, dimana sebelumnya hanya berkisar 5,8 – 6,6 t ha-1 (Takdir et al. 2007).

Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Penggunaannya

Terdapat tiga tipe utama marka genetik: (i) marka morfologi adalah ciri atau karakter fenotipik; (ii) marka biokimia, yang menyangkut varian alelik dari enzim yang disebut isozim; dan (iii) marka DNA (molekuler), yang menggambarkan letak variasi DNA (Tanksley dan McCouch, 1997). Marka morfologi dikarakterisasi secara visual berdasarkan fenotipik seperti warna bunga, bentuk biji, tipe tumbuh atau pigmentasi. Marka isozim adalah marka yang dapat membedakan enzim yang dideteksi melalui elektroforesis dan merupakan penanda spesifik.

Marka DNA adalah tipe yang paling luas mendominasi dalam kaitannya dengan jumlah. Berbeda dengan marka morfologi dan biokimia, marka DNA selain tidak terbatas di dalam jumlah, juga tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau oleh fase perkembangan dari tanaman (Tanksley dan McCouch 1997).

Hingga saat ini, marka molekuler yang banyak digunakan adalah marka

simple sequence repeats (SSR). Marka SSR merupakan unit pengulangan 1 - 6

pasang basa DNA dengan variasi yang tinggi (Gupta et al. 1996; Senior et al. 1998), berulang sebanyak lima kali atau lebih secara tandem (Vigouroux et al. 2002). Produk PCR dapat dielektroforesis yang dibedakan menurut jumlah unit pengulangan DNA dalam alel-alel SSR yang muncul dan menghasilkan polimorfisme yang tinggi antar spesies (Senior dan Heun 1993; Taramino dan Tingey 1996; Senior et al. 1998). Teknik SSR sering juga menggunakan gel

polyacrilamid karena gel polyacrylamide mempunyai resolusi yang lebih tinggi

dari pada gel agarose (Macaulay et al. 2001).

Kemudahan SSR dalam amplifikasi dan tingginya polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan ideal untuk dipakai dalam studi genetik dengan jumlah sampel yang banyak. Marka SSR berguna dalam membuat pengelompokan heterotik dalam waktu singkat, dan dapat membedakan satu inbred dengan inbred lainnya (Pabendon et al. 2009). Selain itu dalam teknik PCR metode SSR hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil dari genom. SSR dapat diaplikasikan tanpa merusak tanaman karena hanya sedikit menggunakan bahan dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian lain seperti biji atau pollen (Senior et al. 1996).

Yashitola et al. (2002) mengemukakan bahwa penggunaan marka mikrosatelit dapat menentukan tingkat heterosigositas di antara inbrida inbrida tetua padi hibrida, dan lebih tepat untuk mengetahui tingkat kemurnian benih

(3)

hibrida. Pabendon et al. (2005) menggunakan marka SSR untuk sidik jari jagung hibrida. Dari 26 marka SSR yang diuji terdapat 10 marka yang memiliki tingkat polimorfis yang tinggi, yang dapat digunakan dalam melakukan sidik jari materi-materi hibrida jagung, untuk mempertahankan kualitas genetik dan untuk perlindungan varietas. Pada benih tomat hibrida (Hezuo 903 dan Sufen No.8), penggunaan marka mikrosatelit (SSR) menunjukkan bahwa tingkat kemurnian masing-masing mencapai 96.2 dan 93.8 %, dimana tidak berbeda jauh dengan uji morfologi yaitu masing-masing mencapai 96.7 dan 95.2% (Liu et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa marka SSR dapat digunakan sebagai alat untuk mengontrol kualitas benih tomat hibrida. Penelitian Daniel et al. (2012) menunjukkan bahwa marka SSR merupakan alat bioteknologi yang mampu mendeteksi kemurnian genetik jagung hibrida. Marka SSR telah terbukti menjadi penanda molekuler yang saat ini lebih banyak digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik beberapa tanaman (Yashitola et al. 2002), karena efisiensi dan sederhana pelaksanaannya (Wu et al. 2010).

Rizobakteri dan Pupuk Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi tanaman serta Mutu Fisiologis Benih

Mutu fisiologis benih merupakan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan tumbuh di mana benih dihasilkan. Untuk memperoleh benih dengan mutu awal yang tinggi, lingkungan pertanaman termasuk kesuburan tanah diusahakan pada kondisi optimal, agar tanaman dapat menghasilkan benih dengan vigor yang tinggi. Benih jagung yang diproduksi dari struktur tanaman induk yang bervigor tinggi akan lebih tahan disimpan dibanding dengan benih yang diperoleh dari struktur tanaman yang kurang vigor (Saenong 1982).

Upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung dapat dilakukan dengan memberikan pupuk fosfor (P). Pupuk fosfor sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan sel, memperkuat batang tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji. Kandungan P dalam benih sangat diperlukan dalam proses metabolisme selama perkecambahan, dan berpengaruh terhadap kandungan ATP, vigor dan viabilitas benih. Benih yang berasal dari induk yang cukup mendapatkan pupuk P, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kekurangan unsur P.

Respon tanaman terhadap pemupukan P tergantung pada beberapa faktor seperti, karakteristik tanah, pertumbuhan tanaman, iklim, cara persiapan lahan, interaksi dengan nutrisi lainnya, pengelolaan tanaman dan pengelolaan pupuk, serta interkasi dengan mikroorganisme. Oleh karena itu faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan sebelum memulai program pemupukan P untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan keuntungan ekonomi.

Beberapa penelitian pemupukan P telah dilakukan dalam meningkatkan produktivitas dan mutu fisiologis benih. Rahardjo dan Fathan (1985) melaporkan bahwa pemberian pupuk P 70 kg P2O5 ha-1 pada jagung varietas Arjuna, dapat

meningkatkan jumlah benih per tongkol dari 164 menjadi 240 butir. Syafruddin (1997) mengemukakan bahwa benih jagung dari tanaman yang dipupuk 90 - 135 kg P2O5 ha-1, masih memiliki daya berkecambah berkisar antara 88.0 - 90.7% setelah

disimpan selama enam bulan. Unsur P dapat meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan vigor dan ketahanan simpan benih (Mugnisyah dan Nakamura 1986). Penelitian Sumpena dan Hilman (2000)

(4)

pada tanaman buncis, menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan jumlah dan mutu benih yang tinggi diperlukan fosfor sebanyak 135 kg P2O5 ha-1. Defisiensi P pada

tanaman dapat memperlambat waktu pemasakan dan menurunkan hasil (Kasim 1990).

Pupuk P yang diberikan pada tanaman, hanya sebagian yang diserap oleh tanaman, dan selebihnya tersimpan dalam tanah sebagai residu. Jones (1982), menyatakan bahwa tanaman hanya memanfaatkan P sebesar 10% hingga 30% dari pupuk yang diberikan, dan selebihnya (70 hingga 90 %) tetap berada di dalam tanah sebagai residu. Pupuk P yang diberikan mengalami proses pengikatan atau fiksasi dalam tanah sehingga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Untuk meningkatkan efisisensi penggunaan pupuk P, salah satu caranya adalah dengan menggunakan rizobakteri pelarut fosfat (Rao 2007; Prihartini 2009; Yafizham dan Abubakar 2010).

Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri

yang hidup berkoloni di akar tanaman yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Secara umum, mekanisme rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah: (1) sebagai biostimulants, rizobakteri mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indol asetat (indole asetic acid = IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen di dalam tanaman, memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, mempengaruhi produksi bintil akar atau menguasai bintil akar; (2) sebagai bioprotectants, rizobakteri memberi efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu memproduksi antibiotik, siderofor, enzim kitinase, β-1,3-glucanase, sianida, parasitisme, kompetisi sumber nutrisi dan menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Fernando et al. 2005).

Bakteri pelarut P tidak hanya memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur

tumbuh, terutama oleh mikroba yang hidup dalam permukaan akar seperti

P. fluorescens, P. putida, dan P. striata. Mikroba-mikroba tersebut dapat

menghasilkan zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberalin (GA3) (Arshad dan Frankenberger 1993; Patten dan Glick

1996). Selain itu, bakteri juga memiliki kemampuan menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolik sekunder seperti

siderofore, ß-1,3-glukonase, kitinase, antibiotik, dan sianida (Tenuta 2006; Klopper

1993), dan enzim amynocyclopropane carboxylate (ACC) deaminase (Glik 1995). Gholami et al. (2009), melaporkan bahwa aplikasi rizobakteri pada benih jagung secara signifikan dapat meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih jagung, namun besarnya peningkatan tersebut bervariasi antar jenis bakteri. Bakteri Azospirillum lipoferum DSM1691 dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 18.5% di banding tanpa rizobakteri. Inokulasi Azospirillum brasilense DSM 1690 dan P. putida R-168 dapat meningkatkan indeks vigor tertinggi. Pada benih gandum, inokulasi A. Brazilense dapat meningkatkan jumlah dan panjang akar lateral (Barbieri et al. 1986). Khalimi dan Wirya (2009), melaporkan bahwa penggunaan PGPR pada benih kedelai secara signifikan mampu meningkatkan tinggi tanaman maksimum, jumlah cabang maksimum, jumlah daun maksimum, bobot basah dan kering akar, dan bobot kering biji. Pada benih padi, inokulasi PGPR dapat meningkatkan daya berkecambah 2.3 hingga 14.7% dibanding tanpa PGPR (Ashrafuzzaman et al. 2009). Agustiansyah et al. (2010), melaporkan

(5)

bahwa kombinasi perlakuan benih dengan matriconditioning + isolat bakteri A6 dan matriconditioning + isolat A54 dapat meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih padi. Selanjutnya dikatakan bahwa perlakuan matriconditioning + isolat A54 merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit padi di rumah kaca. Pada benih cabai, aplikasi rizobakteri dapat meningkatkan daya berkecambah 27%, potensi tumbuh maksimum 11%, indeks vigor 31%, kecepatan tumbuh relatif 29%, dan menurunkan T50 0,75 hari dibanding tanpa penggunaan rizobakteri (Sutariati et al. 2006). Penggunaan mikroba pelarut P merupakan salah satu pemecahan masalah peningkatan efisiensi pemupukan P yang aman bagi lingkungan, dan sekaligus dapat menghemat penggunaan pupuk P (Saraswati dan Sumarno 2008).

Referensi

Dokumen terkait

berharap semoga Laporan Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi Jurusan Teknik Komputer Politeknik Negeri Sriwijaya pada umumnya serta bagi penulis sendiri

1) Motivasi yang semakin baik akan meningkatkan kinerja guru, oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja guru maka motivasi harus semakin ditingkatkan pula. 2) Kebutuhan

Dengan begitu dapat diambil kesimpulan bahwa brand loyalty merupakan suatu ikatan yang kuat terjalin antara konsumen dan sebuah brand yang sudah terjalin

Berdasarkan gambar, diketahui bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu penyimpanan, maka waktu yang dibutuhkan serbuk kunyit untuk dapat menyerap air

Minusnya pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan PMTB yang masing-masing turun sebesar

PT LIPPO E-NET Tbk DAN PERUSAHAAN ANAK CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (Lanjutan) Untuk Tahun-tahun yang Berakhir Pada 31 Desember 2006 dan 2005 (Dalam Jutaan Rupiah, Kecuali

prosedur atau langkah-langkah yang perlu anda ketahui dalam mendirikan usaha berbadan hukum, antara lain membuat SITU (Surat Izin TempatUsaha) dan

Selanjutnya, penulis menganalisis generic structures dari setiap teks monolog dalam buku “English In Focus” untuk Kelas VIII SMP/MTs Penerbit Pusat Perbukuan