• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingakatan tertentu. Sedangkan risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (HIPSMI dalam Notoatmodjo, 2007). Suardi (2007) mendefiniskan keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenega kerja. Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain.

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini terdapat dua masalah penting yaitu kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan dan kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur, 1987).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang kemudian dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan.

(2)

Pada umumnya teori tentang kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan, cara kerja dan manusia atau pekerja (Anonim, 2010).

Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan dapat dicegah dengan peraturan perundangan tentang ketentuan wajib di tempat kerja, standardisasi keselamatan kerja, pengawasan tentang kepatuhan ketentuan yang diwajibkan dalam peraturan, penelitian bersifat teknik, riset medis, penelitian psikologis, penelitian secara statistik, pendidikan, pelatihan keselamatan kerja, penggairahan dengan cara penyuluhan, asuransi, dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja (Suma’mur, 1987).

2.1.1. Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan

(3)

sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Supriyanto, 2009).

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009).

Tujuan akhir kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain suhu ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota tubuh (ergonomi), dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Suardi yang dikutip oleh Zulliyanti (2011) bahwa perubahan secara signifikan di bidang industri memberikan konsekuensinya terhadap terjadi perubahan pola penyakit/kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja, stress kerja, penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Pihak manajemen perusahaan cenderung melakukan pendekatan pemecahan masalah

(4)

kesehatan pekerja hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan.

2.1.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic), dan dalam kerangkapikir kesisteman (system oriented) (Anonim, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2005). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatannya utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoatmodjo, 2007).

Penerapan praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di berbagai sektor di dalam kehidupan atau di suatu organisasi tidak secara sembarangan. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan

(5)

Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan (Anonim, 2010).

2.2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

2.2.1. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Sastrohadiwiryo, 2002).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lainnya di suatu institusi tempat kerja atau perusahaan, seperti manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan lainnya (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2010. tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan

(6)

dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 ayat 1 dituliskan bahwa : “Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.” Maka dalam hal ini, Sistem Manajemen K3 merupakan sebuah kewajiban dalam sebuah perusahaan untuk mencapai kesejahteraan tenaga kerja di tempat kerja yang menyangkut dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan penerapan Sistem Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

b. Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat.

c. Menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Sastrohadiwiryo (2002), ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 adalah : 1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen

terhadap penerapan Sistem Manajemen K3

2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja

(7)

3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja

4. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.2. Prinsip dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut PP No. 50 Tahun 2012, yang menjadi prinsip dalam penerapan Sistem Manajemen K3 adalah sebagai berikut :

1. Komitmen dan Kebijakan 2. Perencanaan

3. Penerapan

4. Pengukuran dan Evaluasi

5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen

Prinsip dalam penerapan SMK3 di perusahaan mencakup lima hal di atas yang pelaksanaannya dilakukan oleh pihak manajemen bekerjasama dengan para pekerja. Dari kelima prinsip tersebut, dalam hal penerapanlah peran pekerja sangat dibutuhkan agar pelaksanaan SMK3 dapat dilakukan dengan baik dan mencapai tujuan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

(8)

Dalam penerapannya, SMK3 terkait langsung dengan pekerja. Perilaku pekerja tentang SMK3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3 sebagaimana yang diisyaratkan dalam Permenaker Nomor: 05/Men/1996. Keberhasilan realisasi program keselamatan dan kesehatan kerja serta SMK3 berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja (Zulliyanti, 2011). 2.3 Kecelakaan Kerja

2.3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total (Hadiguna, 2009).

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1) Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. (Sugeng,2005).

Keadaan hampir celaka (near-accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan

(9)

mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Sugeng, 2005).

Kecelakaan terjadi tanpa diduga dan tidak diharapkan tetapi kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Bennett NBS dalam Santoso (2004) merupakan tanggung-jawab para manajer lini, penyelia, mandor, kepala dan juga kepala urusan. Disamping ada sebabnya, maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Menurut Husni (2005), akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, yaitu:

a. Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan b. Biaya pengobatan dan perawatan korban

c. Tunjangan kecelakaan d. Hilangnya waktu kerja

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi 2. Kerugian yang bersifat non ekonomis

Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yangbersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cidera berat, maupun luka ringan.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :

1. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak melakukan tindakan penyelamatan. Contohnya, pakaian kerja, penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah perusahaan, dan lain-lain.

2. Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang tidak aman. Contohnya: penerangan, sirkulasi udara, temperatur, kebisingan, getaran,

(10)

penggunaan indikator warna, tanda peringatan, sistem upah, jadwal kerja, dan lain-lain (Hadiguna, 2009).

2.3.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Suma’mur dalam Yustini (2009) menyatakan bahwakecelakaan kerja yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja / pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit.

b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alatpelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktorkeadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurnasehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan

(11)

yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

Menurut Benny dan Achmadi dalam Yustini (2009) penyebab kecelakaan kerja dikelompokkan sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment) a. Faktor Kimia

Disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada benda-benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.

b. Faktor Fisik

Misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

c. Faktor Biologi

Dapat berupa bakteri, jamur, mikro-organisme lain yang dihasilkan dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau kebun.

d. Faktor Ergonomi

Pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.

(12)

e. Faktor Psikologi

Perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja dalam lingkungan kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.

2. Faktor Pekerjaan a. Jam Kerja

Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi kecelakaan kerja. Menurut Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 77 ayat 2 (dua) huruf a dan b tentang waktu kerja , menyebutkan :

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b. Pergeseran Waktu

Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.

3. Faktor Manusia (Human Factor) a. Umur Pekerja

Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan

(13)

reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya.

b. Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

c. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja dapat juga disebabkan perilaku pekerja dalam melaksanakan aktivitasnya. Menurut Notoadmodjo (2007), perilaku seseorang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam

(14)

berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008).

2. Sikap

Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam melaksanakan suatu aktiviatas (pekerjaan).

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor

(15)

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2007). Mengingat sikap itu belum berupa tindakan, maka untuk dapat mewujudkan sikap menjadi tindakan dibutuhkan tingkatan-tingkatan tindakan, yaitu : 1. Persepsi

Individu mulai membentuk persepsi dalam proses pikirnya tentang suatu tindakan yang akan diambil.

2. Terpimpin

Persepsi yang sudah ada pada seseorang akan ditindaklanjuti dengan kegiatan secara berurutan.

3. Mekanisme

Kegiatan atau tindakan yang sudah dilakukan secara benar dengan tepat dan cepat, akan dilakukan kembali tanpa harus diperintah atau ditunggui.

4. Adopsi

Kegiatan yang sudah dilakukan secara otomatis selanjutnya individu akan mengembangkan kegiatan tersebut dengan tidak mengurangi makna dan tujuan dari kegiatan tersebut (Setiawati dan Dermawan, 2008).

Standard operasional prosedur (SOP) adalah panduan hasil kerja yang diinginkan serta proses kerja yang harus dilkasanakan. SOP dibuat dan didokumentasikan dengan baik oleh pekerja. Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang disekitarnya. Pengarahan adalah suatu proses pembimbingan, pemberian petunjuk, dan intruksi kerja kepada bawahan agar mereka bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Lingkungan

(16)

kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. (Subroto 2005)

2.3.3 Akibat atau Dampak Kecelakaan Kerja

Apabila terjadi kecelakaan kerja, maka kecelakaan tersebut mempunyai dampak yang dapat memengaruhi suatu pekerjaan. Dampak atau akibat dari kecelakaan kerja tersebut adalah:

1. Kerugian bagi instansi

Biaya pengangkutan korban kerumah sakit, biaya pengobatan,penguburan jika sampai korban meninggal dunia hilangnya waktu kerja si korban dan rekan-rekan yang menolong sehingga menghambat kelancaran program mencari pengganti atau melatih tenaga baru, mengganti / memperbaiki mesin yang rusak dan kemunduran mental para pekerja.

2. Kerugian bagi korban

Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan seseorang sampai cacat atau meninggal dunia,ini berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap putra – putrinya.

3. Kerugian bagi masyarakat dan negara

Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biayaproduksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga di pasaran. Berdasarkan pada standar Occupation

(17)

Safety and Health Administration (OSHA) tahun 1970, semua luka yang diakibatkan oleh kecelakaan dapat dibagi menjadi :

1. Perawatan Ringan (First Aid)

Perawatan ringan merupakan suatu tindakan/perawatan terhadap luka kecil berikut observasinya, yang tidak memerlukan perawatan medis (medical treatment) walaupun pertolongan pertama itu dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali perawatan dengan observasi berikutnya.

2. Perawatan Medis (Medical Treatment)

Perawatan medis merupakan perawatan dengan tindakan untuk perawatan luka yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis profesional seperti dokter ataupun paramedis. Perawatan medis terkategori bila hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis yang pofesional: terganggunya fungsi tubuh seperti jantung, hati, penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berakibat rusaknya struktur fisik dan berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan.

3. Hari Kerja yang Hilang (Lost Work Days)

Hari kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yan dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi dua macam: jumlah hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya. Jumlah hari kerja

(18)

dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke pekerjaan lain atau pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan secara normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus diatas, terdapat pengecualian pada hari saat kecelakaan atau saat terjadinya sakit, hari libur, cuti, dan hari istirahat.

4. Kematian (Fatality)

Dalam hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya, dan saat si korban meninggal(Ramli,2009).

2.3.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya “Keselamatan Kerja”. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja, serta tata cara dalam melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah manusia, serta hasil karya budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja padaha kekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja (Santoso,2004).

Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Silalahi (1995) merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyedia, mandor

(19)

kepala dan juga kepala urusan. Tetapi menurut Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU RI No.01 tahun 1970 pasal 10bahwa tanggung jawabpencegahan kecelakaan kerja, selain pihak perusahaan juga karyawan (tenaga kerja) dan pemerintah. Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain pendapat Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya). Kemudian aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan). Sementara menurut Olishifki menyatakan bahwa aktivitas pencegahan yang profesional adalah memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut, memberikan pendidikan (training) kepada karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja, memberikan alat pelindungdiri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan (Santoso,2004).

Menurut Suma’mur dalam Yustini (2009) menyatakan bahwa kecelakaan– kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan duabelas hal berikut :

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemiliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.

(20)

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya syarat- syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipatuhi.

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan- bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan peralatan lainnya.

5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola – pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi. 8. Pendidikan dan latihan-latihan.

9. Penggairahan.

10. Pendekatan lain agar bersikap yang selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Untuk menghindari tingginya tingkat kecelakaan kerja, Pemerintah telahmengeluarkan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti oleh perusahaan yangberhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain :

1. Undang-Undang RI Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang didalam penjabarannya menyebutkan bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapatperlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas nasional.

(21)

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bagian standar keteknikan, ketenagakerjaan dan tata lingkungan yaitu pada pasal 30 yang menyebutkan bahwa keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja kontruksi telah diatur dalam perundang-undanganyang berlaku dalam ayat 1 huruf a tentang keteknikan yang meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan mutu hasil pekerjaan, mutu bahan, komponen bangunan dan mutu hasil pekerjaan dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku.

3. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab XTentang Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan pada pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecelakaan Kerja

Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi 2 kelompok:

1. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts)

Perbuatan berbahaya dari manusia yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi antara lain: cacat tubuh yang tidak kentara (bodilly defect), keletihan dan kelesuan (fatigiue and boredom), sikap dan tingkah laku yang tidak aman, dan pengetahuan.

2. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition)

Keadaan yang akan menyebababkan kecelakaan, terdiri dari: mesin, peralatan, bahan, lingkungan, proses pekerjaan, sifat pekerjaan dan cara kerja.

(22)

Penyebab dasar (Basic Causes), terdiri dari 2 faktor yaitu

a. Faktor manusia / personal (personal factor) meliputi: kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/lemahnya pengetahuan dan skill, stress, motivasi yang tidak cukup/salah

b. Faktor kerja / lingkungan kerja (job work enviroment factor) meliputi: faktor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim; faktor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas; faktor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga; ergonomi dan psikososial.

Menurut Santoso (2004) hasil penelitian menunjukkan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Unsur-unsur tersebut menurut buku “ManagementLosses” Bab II tentang “The causes and Effects of Loss”, antara lain : 1. Ketidak seimbangan fisik / kemampuan fisik tenaga kerja,antara lain:

a. Tidak sesuai berat badan, kekuatan dan jangkauan b. Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah c. Kepekaan tubuh

d. Kepekaan panca indra terhadap bunyi e. Cacat fisik

f. Cacat sementara

2. Ketidak-seimbangan kemampuan psikologis pekerja, antara lain: a. Rasa takut/phobia

b. Gangguan emosional c. Sakit jiwa

(23)

e. Tidak mampu memahami f. Sedikit ide (pendapat) g. Gerakannya lamban h. Keterampilan kurang

3. Kurang pengetahuan, antara lain: a. Kurang pengalaaman

b. Kurang orientasi

c. Kurang latihan memahami tombol – tombol (petunjuk lain) d. Kurang latihan memahami data

e. Salah pengertian terhadap suatu perintah 4. Kurang trampil, antara lain:

a. Kurang mengadakan latihan praktik b. Penampilan kurang

c. Kurang kreatif

5. Stres mental, antara lain : a. Emosi berlebihan

b. Beban mental berlebihan c. Pendiam dan tertutup

d. Problem dengan suatu yang tidak dipahami e. Frustasi

f. Sakit mental

6. Stres fisik, antara lain :

(24)

b. Beban tugas berlebihan c. Kurang istirahat

d. Kelelahan sensori

e. Terpapar bahan berbahaya f. Terpapar panas yang tinggi g. Kekurangan oksigen h. Gerakan terganggu i. Gula darah menurun

7. Motivasi menurun (kurang termotivasi ) antara lain: a. Mau bekerja bila ada penguatan/hadiah (reeward) b. Frustasi berlebihan

c. Tidak ada umpan balik (feed back) d. Tidak mendapat intensif produksi. 2.4. Kerangka Konsep

Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

Banyak faktor yang memengaruhi kejadian kecelakaan kerja antara lain faktor perusahaan (manajemen) seperti SOP, ketersediaan APD dan pengarahan, penyebab langsung seperti perilaku pekerja yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan dan

(25)

penyebab tidak langsung yaitu lingkungan kerja. Apabila kecelakaan kerja tidak dapat ditekan serendah mungkin dapat mengganggu target atau produktivitas kerja pegawai. Adapun kerangka konsep dari penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penel Manajemen

− Standar Operasional Prosedur − Ketersediaan APD − Pengarahan Kejadian Kecelakaan Kerja Penyebab Langsung − Pengetahuan − Sikap − Tindakan

Penyebab tidak langsung − Lingkungan kerja

(26)

2.4. Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian adalah:

1. Ada pengaruh faktor standar operasional prosedur terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

2. Ada pengaruh faktor ketersediaan APD terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

3. Ada pengaruh faktor pengarahan terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

4. Ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

5. Ada pengaruh faktor sikap terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

6. Ada pengaruh pengaruh faktor tindakan terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

7. Ada pengaruh faktor lingkungan kerja terhadap kejadian kecelakaan kerja pembangunan PLTA pada karyawan PT Global.

Referensi

Dokumen terkait

Nurul Huda Dusun Banjar Intang desa Tanjung Iman Kec.. Blambangan Pagar

• Synchronous Optical Network (SONET) adlh standar multiplexing yg dikembangkan oleh ANSI dan digunakan di Amerika. • The synchronous transport signal level 1 (STS-1) is the

Faktor daya tarik lain yang menyebabkan perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi adalah kelonggaran izin dari Pemerintah Kota Bekasi yang

Spora yang diisolasi dari bagian tanaman jambu monyet yang menunjukkan gejala penyakit kulit diplodia disajikan pada Gambar 4.. Hasil serupa juga diperoleh dari dua tanaman jambu

Semua akibat-akibat yang ditimbulkan karena judi, jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai,tidak ada manfaatnya lagi, atau dengan kata lain merehabilitasi masyarakat

SUCIYONO SMPN SATU ATAP 1 KAMPAKBIMBINGAN DAN KONSELING (KONSELOR) 5 Tidak hadir 6 11051781011032 RETNANINGTYAS SMP N 1 DONGKO BIMBINGAN DAN KONSELING (KONSELOR) 5 Syarat

Hasil analisis menunjukkan setelah konjungsi kajaba dilesapkan kalimat menjadi tidak berterima. Hal tersebut berakibat pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak jelas. Oleh

Namun dapat dilihat pada aplikasi yang dibuat memberikan hasil error yang Slebih kecil dibandingkan dengan program yang dibuat dengan menggunakan fungsi dari Encog..