• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENGUJIAN IDENTIFIKASI HASIL RESTORASI ARSIP (Sampling Arsip VOC dan Hoge Regering)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENGUJIAN IDENTIFIKASI HASIL RESTORASI ARSIP (Sampling Arsip VOC dan Hoge Regering)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENGUJIAN IDENTIFIKASI HASIL RESTORASI ARSIP

(Sampling Arsip VOC dan Hoge Regering)

Disusun oleh: Subdit Instalasi Laboratorium dan Peserta Magang dari Universitas Pajajaran Bandung

DIREKTORAT PRESERVASI DEPUTI BIDANG KONSERVASI ARSIP ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

(2)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Hasil Pengujian dan Identifikasi Kondisi Fisik Arsip Kertas Hasil Restorasi.

(3)

iv

ABSTRAK

Arsip kertas hingga saat ini masih merupakan arsip yang sering digunakan untuk pelayanan peminjaman arsip di ruang baca. Diantara arsip kertas yang digunakan oleh pengguna/peneliti, ada diantaranya arsip kertas yang sudah direstorasi karena mengalami kerusakan. Kerusakan kertas dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar kertas itu sendiri. Selain itu, seiring dengan berjalannya waktu kekuatan kertaspun makin lama makin menurun, karena berbagai faktor seperti reaksi fotokimia dan reaksi antara serat selulosa dengan bahan-bahan tambahan pada saat kertas itu dibuat. Kondisi ini menyebabkan arsip yang mengalami kerusakan perlu segera direstorasi agar dapat tahan lama.

Berdasarkan catatan restorasi dari tahun 1977 s/d 2013, atau dalam kurun waktu 36 tahun, Subdit. Restorasi Arsip telah melakukan restorasi arsip konvensional dengan berbagai macam cara/metode. Hal ini dilakukan agar arsip tetap dalam kondisi baik, dan dapat digunakan dalam rangka layanan arsip. Namun sejauh ini belum pernah dilakukan identifikasi terhadap kualitas hasil restorasi dengan metode tertentu tersebut. Untuk itu, Subdit. Instalasi Laboratorium berusaha melakukan identifikasi terhadap kondisi fisik arsip setelah direstorasi khususnya yang disimpan di gedung G lantai 2 Arsip Nasional RI. Untuk memastikan kondisi penyimpanan (suhu dan kelembaban) telah sesuai dengan standar sehingga tidak merupakan salah satu faktor perusak arsip, maka dilakukan pula pengujian kondisi ruang penyimpanan arsip kertas tersebut.

Pengujian ini dilakukan bersama-sama dengan peserta magang dari Universitas Pajajaran Bandung. Adapun Jumlah sampel arsip hasil restorasi yang diuji sebanyak 39 sampel yang diambil secara purpose sampling yaitu pada sampling arsip VOC Hoge Regerring dan arsip Riauw yang telah direstorasi. Identifikasi kondisi arsip yang direstorasi menggunakan metode UPAA (Universal Procedure Assessment of Archives, sedangkan pengujian suhu dan kelembaban dilakukan dengan alat thermohygrometer.

Dari 39 sampel yang diuji dari segi tulisan sebanyak 31 sampel tulisannya terbaca baik, sementara 8 sampel kurang dapat dibaca. Dari segi penampilan fisik, sebanyak 24 sampel arsip kertas menjadi kaku/tidak fleksibel, dan 15 lainnya baik/tidak kaku. Dari aroma bau yang tercium maka sebanyak 24 sampel berbau asam dan 15 sampel arsip baik/tidak berbau asam. Untuk hasil pengujian kondisi penyimpanan arsip yang diuji, nilai suhu rata-rata adalah 21,6OC (memenuhi standar), dan nilai kelembaban rata-rata adalah 58,2% RH (belum memenuhi standar).

(4)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK... .ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Dasar Pelaksanaan ... 2

C. Tujuan dan Sasaran ... 2

D. Ruang Lingkup ... 3

1. Waktu dan tempat ... 3

2. Pelaksana ... 3

3. Lingkup Kegiatan ... 3

4. Pembiayaan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Pengertian Restorasi ... 4

B. Jenis-Jenis Restorasi ... 4

BAB III METODOLOGI ... 7

A. Metode Sampling ... 7

B. Jenis jenis Pengujian ... 7

1. Identifikasi Kondisi Arsip Hasil Restorasi ... 7

2. Pengukuran Kondisi Ruang Penyimpanan ... 7

C. Peralatan dan Contoh ... 8

1. Peralatan ... 8

2. Contoh Arsip VOC Yang Sudah Direstorasi ... 8

D. Cara Kerja ... 8

1. Pengujian Identifikasi Kondisi Arsip Hasil Restorasi ... 8

2. Pengujian Kondisi Ruang Penyimpanan ... 8

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

A. Kondisi Ruang Penyimpanan ... 11

B. Identifikasi Kondisi Arsip Hasil Restorasi ... 14

V PENUTUP ... 16

A. Kesimpulan ... 16

B. Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 18 LAMPIRAN

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ciri Fisik Arsip Yang Sudah Direstorasi... 13 Tabel 2. Hasil Pengujian pH (keasaman) Menggunakan pH Indikator Acilit dengan Jumlah Sampel 39 Penyimpanan Arsip ………... 16 Tabel 3. Keasaman pH kertas ………. 16 Tabel 4. Hasil Pengukuran Kondisi Penyimpanan Arsip Kertas Gedung G lantai 2 ….. 17

DAFTAR GAMBAR

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai penyelenggara kearsipan nasional berkewajiban untuk memelihara arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tugas memelihara arsip ini bukanlah tugas yang mudah karena arsip mengandung senyawa organik dan anorganik yang secara alami akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha yang sistematis dalam memelihara arsip melalui kegiatan preservasi. Kegiatan preservasi ini diamanatkan oleh pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 43 tentang Kearsipan yaitu preservasi dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis.

Dalam rangka mendukung kegiatan preservasi arsip khususnya terhadap daya tahan arsip kertas, pada tahun anggaran 2014, Subdit Instalasi Laboratorium melakukan kegiatan Pengujian Hasil Restorasi Arsip khususnya arsip kertas. Pengujian ini dilakukan hanya terhadap arsip kertas yang tersimpan di depo arsip gedung G lantai 2 disesuaikan dengan waktu peserta magang dari Universitas Pajajaran selama 10 hari kerja.

Arsip kertas yang tersimpan di lantai 2 gedung G merupakan arsip yang sering digunakan untuk pelayanan ruang baca. Sebagian dari arsip yang tersimpan disini sudah pernah direstorasi. Namun belum pernah dilakukan uji terhadap kondisinya setelah sekian tahun tersimpan di gedung G lantai 2 dan digunakan oleh publik.

Untuk mengetahui kondisi arsip yang sudah direstorasi yang tersimpan di tempat penyimpanan arsip, dilakukan pengujian dan pengamatan terhadap kerusakan arsip (penampakan) dari arsip yang sudah direstorasi dengan menggunakan metode pengamatan langsung dan mengidentifikasi keasaman (pH) menggunakan pH indikator Acilit. Dengan melakukan pengujian terhadap arsip kertas yang sudah direstorasi maka akan diketahui tindakan preservasi yang tepat sehingga dapat menjamin penyelamatan dan kelestariannya.

B. Dasar Pelaksanaan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

3. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional Republik

(7)

2 Indonesia sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2010.

4. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Penyempurnaan Pedoman Penyusunan Penyajian Laporan di Lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia.

C. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dilaksanakannya kegiatan Pengujian Identifikasi Hasil Restorasi Arsip adalah :

1. Mengetahui metode restorasi yang digunakan untuk memperbaiki arsip kertas;

2. Mengetahui kondisi fisik arsip kertas yang sudah direstorasi yang disimpan di lantai 2 gedung G Arsip Nasional RI;

3. Mengidentifikasi tingkat keasaman arsip kertas serta; 4. Mengetahui kondisi ruang penyimpanan arsip kertas.

Adapun sasarannya adalah dengan adanya data mengenai kondisi arsip yang sudah direstorasi yang tersimpan maka akan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan preservasi sehingga arsip dapat terpelihara dengan baik.

D. Ruang Lingkup

1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama 2 minggu, dari tanggal 14-25 Juli 2014. Pengujian kondisi fisik arsip yang sudah direstorasi dilakukan di tempat penyimpanan arsip depo G Arsip Nasional Republik Indonesia lantai 2.

2. Pelaksana

1) Euis Shariasih : Arsiparis Madya

2) Cecep Ibrahim : Peserta magang, mahasiswa dari Universitas Pajajaran Bandung (Surat Izin Praktek Kerja Mahasiswa Nomor : 3037/UN6.K1/PP/2014, 15 April 2014).

3. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan ini meliputi: identifikasi kondisi arsip yang sudah direstorasi, pengukuran kondisi ruang penyimpanan arsip kertas, serta penyajian data hasil pengujian menggunakan dalam bentuk diagram dan tabel.

(8)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Restorasi Arsip

Dalam Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Preservasi Arsip Statis, Preservasi arsip statis yang dilakukan di seluruh dunia menghadapi masalah yang serius karena kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor perusak baik yang berasal dari faktor internal dan eksternal.

Oleh karena itu dalam PP Nomor 28 Tahun 2012 Pasal 98 dalam rangka menjamin keselamatan dan kelestarian arsip dilakukan berbagai kegiatan preservasi baik secara preventif dan kuratif. Preservasi kuratif, dilakukan melalui perawatan arsip dengan memperhatikan keutuhan informasi dalam arsip tersebut.

Restorasi arsip merupakan kegiatan preservasi kuratif yang tujuannya adalah memperbaiki/merawat arsip yang mulai /sudah rusak dan kondisinya memburuk, sehingga dapat memperpanjang usia arsip statis khususnya arsip kertas.

Kertas merupakan bahan organik yang dapat menjadi rusak karena berbagai macam faktor baik dari dalam maupun dari luar. Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki arsip yang rusak.

B. Jenis Restorasi Arsip Kertas

Sejak abad ke 19 telah muncul metode-metode restorasi ketika museum dan kearsipan menjadi sebuah tempat yang menyimpan banyak benda-benda peninggalan dari kebudayaan pada masa itu.

Administrasi arsip modern berawal pada masa Revolusi Perancis tahun 1789 dengan pendirian Nasional Arsip untuk mengelola dokumen dan arsip tanpa merubah kondisi aslinya. Saat inilah pertama kalinya diciptakan sistem nasional yang independen dari pengelolaan arsip, dimana untuk preservasi dan pengelolaannya negara bertanggungjawab dan adanya akses publik (Michele V. Cloonan, 2010). Setelah itu, negara-negara lainpun membentuk arsip nasional untuk menerima dokumen dan arsip yang tercipta yang terkait dengan kegiatan pemerintah. Menurut Lester Cappon, seorang arsiparis sangat peduli dengan “ keaslian dan preservasi yang terus manerus dari arsip. Meski arsip berubah; karena pelapukan atau digunakan, dipindahkan atau di format ulang ke bentuk lain. (Michele V. Cloonan, 2010)

Kebutuhan akan pelestarian arsip-arsip yang mengalami pelapukan atau penurunan kualitas telah di tengarai selama berabad-abad dan dibuatkan daftar oleh Brichord. (Brichord 1987,10)

(9)

4 Arsip-arsip yang tersimpan lama kelamaan dapat menjadi rusak karena berbagai macam faktor baik dari dalam maupun dari luar. Arsip konvensional informasinya terekam pada media kertas yang merupakan bahan organik yang dapat mengalami pelapukan atau penurunan kualitas karena berbagai macam faktor. Terhadap arsip yang sudah mengalami pelapukan atau rusak, maka dilakukan restorasi atau perawatan dan perbaikan terhadap arsip yang rusak.

Berbagai metode perbaikan, perawatan, penguatan lembaran arsip diperkenalkan dan digunakan dengan tetap memperhatikan 3 hal penting : 1. Legibility- Keterbacaan item yang direstorasi tidak boleh berkurang.

2. Permanen - Dalam rangka untuk memastikan keabadian, zat pengotor yang menyebabkan kerusakan item harus dihapus atau dibuat inert (stabil). Bahan kimia yang digunakan untuk memperkuat harus bersifat murni dan stabil dan harus tahan terhadap potensi bahaya yang berasal dari dalam kondisi penyimpanan normal dan penggunaan. Selain itu, proses yang digunakan tidak harus mengurangi kepermanenan item yang direstorasi.

3. Daya tahan - Setelah restorasi, item yang akan banyak digunakan harus memiliki ketahanan yang baik terhadap robek dan juga daya tahan lipat. Item yang jarang digunakan, seperti bahan pameran, mungkin memiliki persyaratan yang lebih rendah. Laminasi dan metode restorasi lainnya (Ray O. Hummel, JR dan W.J. Barrow)

Beberapa metode yang digunakan sejak abad ke 19 antara lain: 1. Proses Silk.

Dikembangkan pada akhir abad kesembilan belas, proses sutra itu cukup memadai pada masa tersebut dan ini merupakan metode utama restorasi. Pada dasarnya, silking terdiri dari penempelan ke setiap sisi lembar kertas dengan selembar kain sutra semi-transparan. Dengan aplikasi yang tepat bahan akan memiliki visibilitas yang realtif baik, cukup kuat dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap robekan. Sayangnya, sutra yang digunakan dalam proses belum terbukti stabil. Akhirnya menjadi rapuh, warnanya berubah, dan kehilangan ketahanan terhadap robek. Selain ketidakstabilan sutra, lem pati yang digunakan untuk aplikasi sering diserang oleh serangga dan jamur. Bahan pengotor yang ada di dalam kertas yang dapat menyebabkan kerusakan juga tertinggal sehingga kerusakan terus berlanjut. Dengan demikian proses silking tidak dapat dianggap sebagai salah satu yang permanen. Karena proses ini lambat dan membutuhkan tenaga kerja terampil, juga cukup mahal. Untuk sementara masih digunakan di beberapa tempat, tidak lagi dianggap sebagai metode yang memuaskan untuk restorasi permanen.

(10)

5 2. Proses Tissue.

Metode ini sangat mirip dengan proses silking, bervariasi terutama dalam hal tissue yang digunakan sebagai pengganti sutra. Biasanya lembaran tipis lembaran tiddue yang terbuat dari serat berkualitas tinggi yang disisipkan ke setiap sisi lembaran kertas. Cara ini menghasilkan lembaran kertas dengan kekuatan terbatas dan kerugian keterbacaan (tidak jelas terbaca). Jika tissue yang digunakan untuk memberikan kekuatan tambahan tebal, ada kerugian yang sangat besar dalam hal keterbacaan. Untuk mengatasi cacat ini, lem yang tebal kadang-kadang digunakan dengan tissue yang tipis. Ini menghasilkan lembaran yang relatif kaku, dan sepertinya lem pati memiliki kecenderungan untuk mengeras seiring dengan waktu. Hal ini juga dicurigai dapat diserang oleh serangga dan mikroorganisme. Sementara kehilangan visibilitas dan kekuatan fisik yang relatif rendah adalah alasan utama untuk penggunaan terbatas proses ini, juga agak lambat. Hal ini juga membuat tidak ada ketentuan untuk menghilangkan senyawa aktif dalam lembar yang menyebabkan kerusakan.

3. Mending.

Sebenarnya, penambalan tidak benar-benar sebuah metode restorasi. Sementara itu diinginkan kadang-kadang untuk memperbaiki bagian yang sobek di kertas atau untuk memperkuat daun pada titik-titik lemah dengan tissue Jepang dan lem atau dengan pita perekat transparan (bukan dengan pita Scotch biasa), penguatan tersebut tidak menambah kekuatan halaman secara keseluruhan. Proses ini baik untuk lembar kertas berkualitas baik yang telah robek atau rusak; tidak ada gunanya untuk kertas yang sudah rapuh/buruk.

4. Washing.

Pasta, lem dan beberapa noda dapat dihapus dari kertas dengan mencuci dengan air bersih, setelah tindakan pencegahan telah diambil untuk memastikan bahwa tinta tidak akan luntur. Proses ini, bagaimanapun, tidak selalu menghilangkan sebagian besar asam berbahaya yang sering ditemukan dalam kertas dan tidak memperkuat lembaran kertas.

5. Bleaching.

Pemutihan telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menghilangkan noda. Sementara itu masih dipraktekkan di beberapa tempat di Amerika dan di banyak tempat di luar negeri, klorin yang tertinggal bisa sangat berbahaya bagi kertas jika klorin tersebut atau bahan pemutih lainnya tidak dihilangkan secara sempurna. Hal ini juga merusak banyak tinta (luntur). Metode ini tidak menambah kekuatan halaman yang direstorasi tetapi dapat memperbaiki penampilan. Proses ini relatif lambat, karena setiap lembar harus ditangani secara terpisah.

(11)

6 6. Resizing.

Mengulang sizing. Salah satu proses yang lebih umum digunakan oleh orang-orang adalah dengan resizing kertas dengan lem hewan, gelatin, atau pati, dll, selama proses pembuatan, dan telah dianggap oleh banyak orang bahwa kekuatan kertas yang memburuk bisa diperbaharui dengan meresizing kertas. Usaha untuk memperkuat kertas lapuk adalah meresizing lembaran kertas. Biasanya ini dilakukan dengan mencelupkan lembaran ke dalam bak yang berisi 2 sampai 4 persen lem hewan atau gelatin. Hal ini diduga mengembalikan atau meningkatkan kekuatan dan koherensi dari serat kertas. Kertas tidak memiliki sizing, atau jika telah dihancurkan oleh mikroorganisme, maka penambahan sejumlah kecil sizing akan meningkatkan kekuatan fisik. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan, bagaimanapun, bahwa banyak makalah lapuk tidak kehilangan sizing mereka dan bahwa hal ini tidak menjadi penyebab melemahnya sebagian besar kertas. Jika terlalu banyak sizing lembaran kertas akan kaku dan membuatnya kurang fleksibel, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa mengubah sizing akan menambahkan banyak kekuatan untuk lembaran kertas yang lapuk. (Ray O. Hummel, JR dan W.J. Barrow)

7. Laminasi.

Secara umum, memasukkan dokumen diantara 2 lembar bahan penguat. Biasa disebut menyisipkan dokumen diantara 2 lembar bahan penguat. Pada awal tahun 1947 proses laminasi di review di Arsip Nasional India. Pada tahun 1960 an tampaknya laminasi menjadi solusi untuk persoalan konservasi kertas. Utamanya, laminasi dilakukan dengan lembaran selulosa asetat sebagai lembaran termoplastik yang dilekatkan. Namun laminasi selulosa asetat tidak lagi disarankan sebagai metode preservasi lagi, karena merusak arsip ketika digunakan berlebihan dan tidak tepat.(Rene Teygeler, 2001). Problem dari metode laminasi ini adalah tidak reversibel, dilakukan dengan proses panas, dibawah lingkungan tertentu, dapat merusak kertas, perubahan distorsi dan pemudaran teks. (Michele V. Cloonan, 2010) 2010).

8. Leafcasting. Metode perbaikan arsip dengan mengunakan mesin leafcasting dan larutan bubur pulp. Leafcasting merupakan salah satu proses perbaikan arsip kertas yaitu dengan cara menambal/mengisi bagian yang hilang/berlubang pada lembaran arsip dengan bubur kertas (pulp). Bubur kertas yang digunakan adalah campuran serat panjang dan serat pendek selulosa yang dilumatkan dan dimasukkan ke dalam air. (Subdit Instalasi Laboratorium, 2002)

(12)

7

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

A. Metode Sampling

Metode adalah menggunakan purpose sampling dimana populasi dari pengujian ini adalah arsip kertas yang sudah direstorasi. Menurut catatan yang dimiliki oleh Subdit Restorasi Arsip sejak tahun 1977 hingga tahun 2013, ternyata dari sampel arsip yang direstorasi disimpan di gedung G lantai 2. Adapun sampel yang digunakan diambil secara acak diwakili oleh 3 atau 4 sampel per hari disesuaikan dengan waktu peserta magang. Sehingga Jumlah sampel yang dapat diuji selama 10 hari kerja adalah sebanyak 39 arsip kertas yang sudah direstorasi dengan nama koleksi VOC Hoge Regering dan Riauw.

B. Jenis-jenis Pengujian

1. Identifikasi Kondisi Fisik Arsip Yang Sudah Direstorasi

Sampel diuji dengan menggunakan indikator Acilit (pH indikator) untuk mengetahui pH-nya dan dituangkan dalam formulir penilaian kerusakan arsip. Data kondisi arsip yang sudah direstorasi diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk prosentase dan diagram.

2. Pengukuran Kondisi Ruang Penyimpanan

Pengukuran dilakukan terhadap ruang penyimpanan lantai 2 gedung G Arsip Nasional RI. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi ruangan sesuai dengan kondisi ruang penyimpanan arsip kertas yang dipersyaratkan.

C. Peralatan dan Contoh

Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Contoh Arsip Kertas

Contoh merupakan arsip kertas yang sudah direstorasi yang disimpan di ruang penyimpanan gedung G lantai 2.

2. Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk memeriksa kondisi lingkungan ruang penyimpanan dan mengetahui kondisi arsip kertas:

1) Thermohygrometer 2) pH indikator Acilit

(13)

8 D. Cara Kerja

1. Pengamatan/ identifikasi terhadap kondisi fisik arsip kertas hasil restorasi arsip.

2. Pengujian Identifikasi pH Arsip Hasil Restorasi 1) Disiapkan pH indikator Acilit.

2) Pengujian dilakukan langsung di ruang penyimpanan arsip kertas lantai 2 gedung G.

3. Pengujian Kondisi Ruang

1) Disiapkan peralatan thermohygrometer Swema Air 300.

2) Pembacaan langsung hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada alat thermohygrometer.

(14)

9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa jenis restorasi yang dilakukan di Arsip Nasional Republik Indonesia dalam rangka menyelamatkan dan melestarikan arsip kertas dalam kurun waktu 36 tahun hingga sekarang antara lain : laminasi dengan menggunakan selulosa acetat; laminasi dengan press panas dan press dingin; backing dengan tissue Jepang; menambal dan menyambung secara manual; leafcasting; paper spliting dan sizing; serta enkapsulasi; sedangkan untuk perbaikan peta adalah dengan kromton; lamatex cloth atau hand made

paper.

A. Identifikasi Kondisi Fisik Arsip Kertas Yang Sudah Direstorasi

Dari catatan Seksi Restorasi Arsip Konvensional diketahui sejak tahun 1977 hingga akhir tahun 1990-an Arsip Nasional RI menggunakan metode laminasi dengan selulosa asetat, kemudian tahun 1987-an hingga tahun 1991 metode laminasi namun tidak menggunakan selulosa asetat melainkan hanya tissue dan sizing dimana tissue hanya dilekatkan pada satu sisi di bagian belakang sehingga disebut dengan backing, kemudian tahun 2000 hingga sekarang menggunakan leafcasting dan metode lain disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun jumlah arsip yang sudah direstorasi sampai tahun 2014 dapat dilihat pada Daftar Khasanah Arsip Yang Direstorasi dibawah ini.

Daftar Khasanah Arsip Konvensional Yang Direstorasi

NO. KHASANAH ARSIP DIRESTORASI

TAHUN

JUMLAH KETERANGAN

1 Arsip VOC Sebelum 2007 19.288 bundel/

12.961.536 lembar 1 bundel = sekitar 672 lembar 2 Riow 2007 s/d 2011 675 bundel/ 100.332 lembar Hoge Regering 3 Inlandschezaken 2012 123 bundel/4.002 lbr Total : 13.078.312 lembar, triwulan 1 tahun 2014: 1478 lembar (jumlah 13.079.790 lembar) 4 Kartografi 2006 s/d 2007 340 lembar 5 Kartografi 2008 300 lembar

6 kartografi Hindia Belanda 2011 150 lembar

7 Kartografi 2012 150 lembar

8 Inlandschezaken 2013 1677 lembar

9 PB NU 2013 92 lembar

10 Kearsitekturan Masjid Istiqlal 2013 92 lembar

11 Menado 2013 7493 lembar

(15)

10

13 Placaat Boek, PBNU, Menado dan Berita Antara

2014 4200 lembar

14 Peta De Haan 2014 57 lembar

Sumber Data: Sub Direktorat Restorasi Arsip Tahun 2014

1. Pengujian Identifikasi Kondisi Fisik Arsip Kertas Hasil Restorasi.

Pengujian identifikasi kondisi fisik arsip kertas yang sudah direstorasi dilakukan terhadap 39 buah sampel (terlampir daftar arsip kertas yang diuji). Semua sampel berasal dari ruang penyimpanan arsip kertas (VOC tahun 1684 - 1791 dan arsip Riau tahun 1829 – 1868) Gedung G lantai 2. Di bawah adalah tabel ciri fisik arsip yang sudah direstorasi.

Tabel 1. Ciri Fisik Arsip Yang Sudah Direstorasi

No. Nama No.

Inventaris Tahun Arsip Bentuk Fisik Tebal Jilidan (cm) Tebal Lembaran (mm) Jenis Kertas Ukuran Kertas (pxl) cm 1 VOC HR 2018 1782 Jilidan 13,0 0,285 HVS 41,1 x 26,0 2 2002 1684 - 1689 5,0 0,277 HVS 40,1 x 26,2 3 2012 1763 - 1764 5,0 0,273 HVS 42,0 x 26,2 4 2001 1678 - 1682 2,0 0,300 HVS 35,7 x 23,8 5 1967 1758 6,0 0,201 HVS 32,4 x 20,4 6 1972 1774 8,0 0,220 HVS 32,1 x 20,2 7 1448 1758 11,0 0,224 HVS 32,0 x 20,0 8 1456 1758 11,5 0,223 HVS 31,4 x 20,0 9 1477 1762 3,0 0,241 HVS 31,2 x 20,0 10 1653 1781 7,2 0,184 HVS 32,0 x 20,5 11 1436 1757 6,0 0,191 HVS 32,7 x 20,2 12 1464 1760 7,0 0,211 HVS 32,4 x 20,4 13 1645 1780 6,5 0,152 HVS 32,5 x 21,0 14 1673 1784 13,0 0,203 HVS 32,0 x 20,5 15 1693 1787 6,5 0,189 HVS 32,5 x 20,0 16 1693 1786 7,5 0,180 HVS 34,0 x 21,0 17 1973 1778 7,5 0,267 HVS 32,0 x 20,0 18 1980 1786 12,0 0,211 HVS 32,4 x 20,8 19 2012 1764 6,6 0,245 HVS 42,1 x 26,1 20 1964 1752 7,0 0,236 HVS 32,8 x 20,3 21 952 ??? 15,0 0,292 HVS 40,5 x 25,5 22 1375 1751 7,5 0,244 HVS 31,5 x 20,0 23 1442 1757 8,5 0,241 HVS 32,5 x 20,5 24 1456 1758 11,5 0,212 HVS 32,4 x 20,5 25 1574 1773 8,5 0,212 HVS 32,5 x 20,5 26 1613 1777 9,0 0,220 HVS 31,0 x 20,0 27 1558 1791 10,5 0,200 HVS 30,0 x 19,0

(16)

11 28 1673 1784 13,5 0,190 HVS 31,0 x 19,5 29 Riauw 33 1834 Portepel 18,5 0,184 HVS 33,5 x 19,0 30 21 1829 17,0 0,180 HVS 32,0 x 20,0 31 13 1850 10,0 0,182 HVS 33,5 x 20,0 32 81 1846 12,0 0,278 HVS 34,5 x 21,5 33 59 1866 - 1875 10,5 0,287 HVS 34,5 x 22,5 34 84 1824 - 1839 7,0 0,154 HVS 31,0 x 18,5 35 92 1847 4,5 0,116 HVS 30,5 x 20,0 36 105 ??? 10,5 0,149 HVS 35,0 x 21,5 37 100 1859 3,0 0,176 HVS 32,5 x 20,5 38 120 1866 7,5 0,176 HVS 33,5 x 20,5 39 132 1868 10,5 0,205 HVS 33,5 x 21,0

Dari ke 39 sampel arsip yang sudah direstorasi, sebanyak 28 arsip dalam bentuk jilidan (arsip HR/VOC) dan sisanya 11 arsip dalam bentuk portepel (arsip Riau). Ciri fisik arsip yang sudah direstorasi, dari ke 39 sampel terdapat 2 bentuk bundel yaitu jilidan dan portepel, dengan ketebalan jilidan antara 2,0 – 18,5 cm, ketebalan lembaran kertas antara 0,116 – 0,300 mm setelah direstorasi, dengan jenis kertas HVS, dan ukuran kertas antara 30 x 19 cm - 42,1 x 26,1 cm.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui dari 39 sampel sebanyal 26 sampel uji direstorasi dengan menggunakan metode laminasi selulosa asetat, dengan metode leafcasting sebanyak 11 sampel, dan 2 buah sampel tidak diketahui metode restorasinya. Secara fisik tidak nampak adanya kerusakan yang diakibatkan oleh kerusakan jilid dan blok teks, kimia, mekanik, air, namun ada satu sampel yang mengalami kerusakan karena dimakan oleh tikus dengan kategori tingkat kerusakannya berat.

Gambar 1. Foto Kerusakan Arsip Karena Tikus pada

Arsip yang Sudah Direstorasi (no. Inventaris HR. 1980).

(17)

12 Dari hasil pengamatan hingga kini hasil restorasi dengan metode laminasi selulosa asetat, fisik arsip dalam kondisi baik, dapat terbaca, namun kertas menjadi kaku dan bergelombang serta berbau tajam (asam). Untuk metode dengan laminasi dingin (tissue dan sizing) lembaran tidak menjadi kaku dan tidak berbau asam, namun beberapa lembar tulisannya kurang dapat terbaca disebabkan sizing yang terlalu tebal. Sedangkan dengan menggunakan metode leafcasting beberapa lembar arsip mengalami retak.

2. Pengujian Identifikasi pH Arsip Kertas Hasil Restorasi

Hasil pengujian kondisi pH arsip konvensional dengan menggunakan pH indikator Acilit di ruang penyimpanan arsip Gedung G lantai 2 ditunjukan pada tabel :

Tabel 2. Hasil Pengujian pH (keasaman) pada Arsip Hasil Restorasi Menggunakan pH indikator Acilit.

Dari tabel 1 diketahui bahwa metode restorasi dengan menggunakan laminasi selulosa asetat memiliki pH 4,5 – 5; sementara metode leafcasting memiliki pH 5 – 5,5; dan laminasi dengan metode laminasi dingin memiliki pH 6. Berdasarkan hasil pengujian pH arsip tersebut, semua menunjukan angka dibawah pH 7, yang menandakan asam. Biasanya untuk kondisi arsip tersebut harus dilakukan deasidifikasi, tetapi perlu pengujian lebih lanjut karena sampel arsip merupakan arsip yang sudah diadesidifikasi sebelumnya.

Untuk mengetahui pH salah satu metode restorasi arsip laboratorium pada tahun 2002 telah melakukan pengujian pH pada proses restorasi dengan leafcasting dengan hasil sebagai berikut.

Nilai Indikator pH Jumlah Berkas/arsip Persen-tase Ket. 4,5 4 10 % Laminasi Selulosa Asetat 5 20 52 % Laminasi Selulosa Asetat 9 23 % Leafcasting 2 5 % Tidak diketahui metode restorasinya 5,5 1 2 % Leafcasting 6 3 8 % Laminasi Dingin Total 39 100%

(18)

13 Tabel 3. Keasaman (pH) Kertas

No. Jenis Kertas

Rerata Derajat Keasaman (pH) Sebeum

Leafcasting

Sesudah Leafcasting Bagian Kertas Bagian Pulp

1 HVS 8,07 8,64 6,73

2 Conqueror 8,44 8,13 6,95

3 HHI 6,07 7,00 6,83

Sumber: Laporan Subdirektorat Instalasi Laboratorium ANRI Tahun 2002, Pengujian Kertas Hasil Teknik Leafcasting Mengenai Keasaman (pH), Lignin dan Ketahanan Lipat.

Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa pH pada proses leafcasting bersifat netral dan sedikit alkalin/basa. Dengan lamanya waktu penyimpanan ternyata pH mengalami penurunan hingga pH 5. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor suhu dan kelembaban tempat penyimpanan arsip yang tidak selalu memenuhi standar, yang dapat mempercepat reaksi penurunan keasaman. Penurunan nilai keasaman juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan pulp yang bersifat asam, dan akan mempengaruhi lembaran arsip yang diperbaiki.

B. Kondisi Ruang Penyimpanan

Pengukuran kondisi suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan dilakukan selama pengujian berlangsung dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Gedung G. Lantai 2 Tanggal Kondisi Bulan Juli 2014 Rata-rata 10 11 15 16 17 18 23 24 Suhu (⁰C) 22.5 21.8 21.9 21.7 22 20.8 21.5 21 21.7 Kelembaban (%) 75.4 56.9 57.2 60.2 60.1 59 57.4 55.9 60.3

Keterangan : Berdasarkan PerKa ANRI No: 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Preservasi Arsip Statis Suhu 20 + 20C dan kelembaban 50 + 5%RH..

Data pada tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata kondisi suhu yaitu 21,7⁰C di ruang penyimpanan arsip kertas di lantai 2 gedung G telah sesuai dengan standar (20 ± 2⁰C), tetapi rata-rata kondisi kelembaban yaitu 60,3%, berarti melebihi standar yang diperyaratkan (55 ± 5%RH).

Dengan kondisi kelembaban yang tinggi ini maka kertas dapat rusak, oleh karena itu lingkungan penyimpanan arsip harus diupayakan dengan baik untuk meminimalisir terjadinya kerusakan arsip. Demikian juga dengan kandungan bahan organik dan non organik yang ada di dalam kertas, lambat laun kertas mengalami penurunan kualitas sehingga harus dilakukan upaya untuk memperkuat kertas agar dapat bertahan lama.

(19)

14

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ada 3 metode restorasi yang umum digunakan dalam restorasi arsip konvensional di ANRI yaitu metode laminasi selulosa asetat (1977 - 1987), laminasi dingin (1987-1990-an), dan leafcasting (2000–sekarang). 2. Restorasi dengan metode selulosa asetat lembaran kertas menjadi kaku

dan berbau asam; laminasi dingin kertas tidak menjadi kaku/baik tetapi berbau asam; metode leafcasting beberapa lembaran mengalami retak. 3. Nilai pH arsip hasil restorasi dibawah 7, yaitu dengan kisaran pH 4,5 – 6. 4. Kondisi ruang penyimpanan arsip konvensional suhu rata-rata 21,7OC

(memenuhi standar), sedangkan kelembaban rata-rata adalah 60,3% RH (belum memenuhi standar).

B. Saran

1. Sebaiknya pada buku catatan restorasi pada Subdirektorat Restorasi Arkon selalu mencantumkan metode restorasi yang digunakan serta tanggal/bulan/tahun restorasi, yang ditulis kembali menggunakan pensil di halaman belakang arsip yang tidak memiliki informasi atau dengan cara lain pada setiap bundel arsip.

2. Sebaiknya setiap perubahan penggunaan bahan atau metode restorasi, dibuatkan 1 sampel yang sama dengan metode yang digunakan sebagai alat monitor bila terjadi perubahan pada fisik arsip yang direstorasi. 3. Restorasi arsip dengan laminasi selulosa asetat tidak digunakan lagi

karena tidak reversibel dan merusak arsip.

4. Perlu dilakukan identifikasi fisik terhadap seluruh arsip kertas yang sudah direstorasi atau per item.

5. Monitoring ruangan penyimpanan arsip kertas dilakukan secara rutin setiap hari terutama pemeriksaan setting AC dan dehumidifier agar kondisi ruangan penyimpanan yang ideal dapat dicapai.

6. Perlu pengujian terhadap arsip yang direstorasi dan mengalami penurunan pH dan uji lanjutan untuk metode leafcasting terhadap komposisi sizing yang paling tepat agar hasil restorasi tidak mudah retak.

Jakarta, Desember 2014 Mengetahui

Kasubdit Instalasi Laboratorium,

(Yanah Suryanah)

Koordinator,

(20)

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan. 2. PP Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan.

3. Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Preservasi Arsip Statis.

4. Michele V. Cloonan, Preserving Records of Enduring Value, dalam Current of Archival Thinking, Terry Eastwood and Heather MacNeil, Editors, 2010.

5. Ray O. Hummel, JR dan W.J. Barrow, Lamination and Other Methods of Restoration.

Gambar

Tabel 1.  Ciri Fisik Arsip Yang Sudah Direstorasi
Gambar 1. Foto Kerusakan Arsip Karena Tikus pada
Tabel 2.   Hasil  Pengujian  pH  (keasaman)  pada  Arsip  Hasil  Restorasi  Menggunakan pH indikator Acilit
Tabel 4.  Hasil Pengukuran  Suhu dan Kelembaban Gedung G. Lantai 2   Tanggal  Kondisi  Bulan Juli 2014  Rata-rata 10 11 15 16 17 18 23 24  Suhu (⁰C)  22.5  21.8  21.9  21.7  22  20.8  21.5  21  21.7  Kelembaban  (%)  75.4  56.9  57.2  60.2  60.1  59  57.4

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR PESERTA PLPG TAHAP 5 - TAHAP 7 STATUS LULUS

Maka secara garis besar pola sebaran visi dari 36 perusahaan subsektor adverting,printing and media; computer and service; investment company; dan wholesale (durable and non

tender yang tidak memiliki pengalaman sebagai penyelenggara jasa kegiatan event organizer, namun penawarannya tetap dievaluasi oleh Terlapor I, sebagaimana dinyatakan dalam

Herba/terna, dengan tinggi mencapai 2 m; batang semu – merupakan bagian pelepah daun yang tegak dan tumpang tindih; memiliki rhizome – rimpang, aroma tajam dan pahit, bercabang,

Perencanaan yang terintegrasi dan matang sangat diperlukan untuk memperbaiki elemen-elemen pembentuk citra kota di salah satu kawasan yang penting dalam

diterapkan berupa bentuk-bentuk yang berperan sebagai visualisasi ciri khas kuliner Kota Solo dengan tujuan untuk menarik minat pengunjung, sedangkan Arsitektur Metafora Abstrak

pendidikan Islam, misalnya perangkat kenong yang memiliki makna “nrimo” (menerima pemberian) bersesuaian dengan nilai qana’ah dalam Islam, yakni sebuah pribadi yang

Orang yang bertanggung jawab terhadap pergantian gambar baik atas permintaan pe ngarah acara atau sesuai dengan shooting script, merupakan tugas dari seorang .. Produser