• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI SOSIAL Ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FUNGSI SOSIAL Ekonomi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

5.1.4 Ekonomi

Perbedaan terpenting dalam proses produksi teater Barat dan Timur adalah bahwa di Timur, umumnya di negara-negara berkembang, teater adalah process oriented. Sedangkan di Barat, proses produksi teater adalah

product oriented.

Process oriented berarti bahwa prosesnya sangat penting. Apa yang

akan dihasilkan sangat tergantung pada seluruh peristiwa pembuatannya. Hasilnya belum nampak sebelum selesai. Bahkan sering tidak diketahui atau berbeda dengan apa yang terbayang pada awalnya.

Hal itu terjadi karena teater masih lekat dengan prosesi dan eks-presi. Ia belum menjadi barang komoditi yang dinilai dengan uang. Yang membuatnya sudah cukup puas dengan proses pembuatannya. Itu menjadikan teater sangat dekat dengan pendidikan. Teater adalah pembelajaran untuk bekerjasama. Apa pun hasilnya, tidak terlalu penting. Yang dinikmati dan yang diresapi adalah latihan-latihannya.

Jelas orientasi seperti ini, sama sekali tidak memperhitungkan masa-lah ekonomi. Inimasa-lah sebabnya mengapa manajemen teater tidak langsung tumbuh dengan maraknya teater. Sebagai akibatnya, pasar teater pun tidak terbentuk. Teater tidak dikaitkan dengan dagang. Tak diniatkan menjadi industri. Dan tidak ditumbuhkan atau ditunjang aspek ekonominya.

Berteater menjadi semacam kesenangan, sumbangan dan pengor-banan. Bahkan kalau sampai mendatangkan keuntungan material; para pendukung teater terkejut dan bingung. Di dalam tradisi kita, keuntungan yang muncul akibat adanya teater, kemudian diserahkan pada masyarakat atau dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

Baru belakangan aspek ekonomi mulai dipikirkan mengiringi kehidupan teater. Sudah terlalu terlambat, sehingga sulit membangunnya. Barangkali itu sebabnya di Timur teater masih sulit menjadi profesi. Tetapi dari sudut yang lain, keadaan itu membuat teater masih murni sebagai tempat untuk mengabdi masyarakat. Untuk bersosialisasi, bergaul dan menjadi perangkat sosial.

Berbeda dengan product oriented, yang sangat mementingkan hasil akhir. Teater tidak akan diproses, sebelum jelas hasil apa yang diinginkan. Karena itu menyangkut biaya dan kemurnian tujuan yang hendak dicapai. Baru kalau diketahui dengan jelas apa yang mau dihasilkan teater akan diproses.

Kehidupan teater seperti ini sangat erat hubungannya dengan aspek ekonomi. Setiap produksi teater, akan selalu merujuk pada kebutuhan biaya. Baiknya adalah, bahwa proses menjadi lancar, karena semua yang dibutuhkan sudah tersedia. Artinya, kalau semua kebutuhan tersedia, baru

(2)

menjadi bagian pertimbangan di dalam memilih lakon apa yang akan dibuat. Ekspresi para pembuatnya diselaraskan dengan keinginan pasar. Apabila perlu, ekspresi pembuatnya dikorbankan, karena kebutuhan penontonlah yang penting.

Kehidupan teater menjadi sehat. Teater bisa menjadi profesi. De-ngan bangkitnya pasar, kebutuhan pada teater pun tumbuh. Masyarakat terbiasa dengan teater di dalam hidupnya. Karena kebutuhan itu, hidup teater menjadi sehat bahkan kuat. Dalam posisi yang kuat, teater kemudian mulai dapat membuktikan kehendaknya. Ia punya posisi yang baik untuk berekspresi bagaimana saja menurut kehendaknya, karena penonton sudah terbentuk dan membutuhkannya.

Jadi meskipun jalan yang ditempuh berbeda, kedua cara berteater, atau proses berteater itu sampai pada hal yang sama, yakni ekpresi. Hanya saja yang pertama, menderita ekonomi lemah, walaupun dapat membanggakan dirinya tidak komersial. Yang kedua menjadi barang komoditi, bahkan menjadi industri, namun pada akhirnya memperoleh posisi yang lapang untuk berekspresi.

Yang bisa kita lakukan adalah meracik keduanya menjadi satu ramuan yang padu. Tetapi itu agak sulit, meskipun tidak ada salahnya untuk dicoba. Sulit karena kedua proses itu pada awalnya menghasilkan produk yang berbeda. Menghasilkan watak pendukung teater yang berbeda. Jenis pertama, teater yang seperti masih lekat hubungannya dengan “upacara bersama” membuat teater menjadi milik publik/masyarakat. Yang kedua, teater yang kaitannya erat dengan ekspresi personal, menciptakan teater yang milik pribadi.

Gbr. 5-13a,b: Phantom of The Opera, sebuah lakon teater musikal Broadway legendaris yang dalam proses produksinya lebih berorientasi pada product.

(3)

5.1.5 Kritik dan Komentar Sosial

Teater adalah sebuah lembaga untuk bersuara. Berbicara kepada masyarakat. Kritik menjadi sangat dekat dengan teater. Dengan teaterlah kritik dilancarkan. Baik yang halus, yang rahasia, maupun yang menohok dan frontal. Teater adalah alat berbicara kepada publik dan sebaliknya berbicara kepada kekuasaan.

Gbr. 5-14: Penari topeng senior dan yunior menerima sumbangan uang saweran dari penontonnya.

Gbr. 5-16: Anak sunat dengan orang tuanya, menerima sumbangan dari tamu/keluarga di depan layar wayang kulit: suatu peristiwa yang memiliki makna ekonomi dan solidaritas sosial. Gbr. 5-15: Seseorang membawa

uang hasil sumbangan spontan masyarakat dari suatu pertunjukan kesenian.

(4)

adalah salah satu contohnya. Lakon ini menceritakan tentang perjuangan Suku Naga yang ingin mempertahankan tanah keramat miliknya, yang oleh pemerintah akan dijadikan lahan industri. Melalui lakon ini, Rendra ingin mengangkat realitas yang ada, yaitu banyaknya tanah milik rakyat yang diserobot secara sewenang-wenang oleh pemerintah dengan alasan untuk pembangunan. Tak pelak pemerintah waktu itu menjadi “panas kupingnya.” Pemerintah pun mulai bersikap macam-macam, di antaranya dengan mempersulit ijin pertunjukan, mengerahkan intelejen untuk menyelidiki setiap pertunjukan, dan bahkan sampai mencekal rencana pertunjukan. Namun akibat beberapa usaha pencekalan oleh aparat waktu itu yang berhasil diendus dan kemudian dilansir oleh media, masyarakat menjadi lebih bersimpati dengan Rendra. Pertunjukan-pertunjukannya baik yang berupa pembacaan sajak maupun pertunjukan teater (melalui Bengkel Teater-nya) malah tambah diminati penonton. Tak jarang ribuan penonton selalu datang pada setiap Rendra mengadakan pertunjukan.

GGGGGbr. 5-18: Rendra sedang membacakan puisi-puisinya. Selain terkenal sebagai aktor

dan sutradara teater, Rendra juga lihai dalam menulis puisi, sehingga membuatnya menjadi salah seorang seniman penting di Indonesia

Gbr. 5-17: Rendra: Pemimpin Bengkel Teater, yang telah banyak melahirkan karya teater dan puisi bermuatan sejarah, politik, dan kritik sosial.

Teater Koma pimpinan N. Riantiarno juga mengalami masalah serupa. Beberapa karya mereka seperti Maaf, Maaf, Maaf, Politik Cinta

Dasamuka (1978), Sampek Engtay (1989), Suksesi, dan Opera Kecoa (1990)

dicekal oleh pemerintahan Orde Baru, sehingga urung dipentaskan. Bahkan beberapa kali N. Riantiarno sempat diinterogasi secara serius

(5)

oleh aparat, berkaitan dengan sepak terjang grup teaternya tersebut yang sering membawakan tema lakon teater yang dianggap subversif. Namun setelah era reformasi (pasca 1998), Teater Koma bebas mementaskan karya-karyanya. Lakon Maaf, Maaf, Maaf dipentaskan tahun 2005 di TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta, lakon Opera Kecoa dipentaskan tahun 2003 di TIM juga, dan lakon Sampek Engtay berhasil dipentaskan awal tahun 2006 lalu di Gedung Kesenian Jakarta.

Salah seorang seniman teater yang juga pernah mengguncang pemerintahan Orde Baru melalui kritik-kritik pedasnya di atas panggung, adalah Butet Kertarejasa. Seniman asal Jogjakarta ini sering membuat pertunjukan teater berbentuk monolog yang spektakuler, sehingga publik menjulukinya Si Raja Monolog. Butet berhasil menirukan suara tokoh-tokoh Orde Baru seperti Presiden Suharto, B.J Habibie, dan

Gbr. 5-20: Teater Koma ketika mementaskan lakon Maaf, Maaf, Maaf di TIM pada tahun 2005. Pada tahun 1978 lakon ini sempat dicekal karena dianggap subversif. Gbr. 5-19: Lakon Sandiwara Para

Binatang ketika dipentaskan Teater Koma

(6)

sebelum tumbangnya Orde Baru. Ketika kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat masih dianggap tabu, ketika orde penguasa masih doyan mencengkeram kehidupan masyarakat, monolog Butet Kertarejasa yang sarat dengan kritik sosial ini dianggap sebagai salah satu kanal dan outlet sosial bagi kesumpekan kehidupan masyarakat.

Potret ketakutan, kegusaran, dan akhirnya menjurus pada kesewenangan yang dilakukan pemerintah terhadap berbagai kegiatan teater seperti di atas, merupakan bukti bahwa betapa dahsyatnya pengaruh dan fungsi kritik teater dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya di Indonesia. Ketika aspirasi-aspirasi masyarakat dalam mengeluarkan pikiran, pendapat, dan kritikan secara terbuka dibungkam, produk-produk kesenian seperti teater inilah mendapat ruang geraknya secara lebih leluasa. Teater memberikan gambaran-gambaran alternatif, metafora, atau informasi yang dibentuk berupa humor, ironi, kemarahan ataupun rasa haru, agar wajah dan suara yang selama ini tak nampak dan bungkam bisa dilihat dan didengar. Teater berani tampil untuk menentang segala bentuk ketidakadilan yang terjadi. Melalui pesan-pesan kritik yang dibawanya, teater bisa menjadi corong dan penyambung lidah masyarakatnya, meskipun pada akhirnya sering ikut diintimidasi seperti beberapa contoh di atas.

Dalam bentuk lainnya, fungsi teater sebagai media kritik juga banyak kita jumpai dalam berbagai aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Adanya adegan teaterikal yang dipertunjukkan (happening art) oleh pendemo untuk mendramatisasi aksi-aksi tuntutannya, sering menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah aksi demonstrasi.

Dalam teater tradisi, fungsi kritik dalam teater merupakan sesuatu yang dianggap wajar, bahkan dapat diterima dengan baik. Goro-goro dalam

wayang wong dan wayang kulit di Jawa membuktikan bahwa lembaga kritik,

sebenarnya diterima baik. Disepakati oleh yang mengkritik maupun yang

Gbr. 5-21: Butet Kertarejasa, mendapat julukan publik “Si Raja Monolog.”

(7)

dikritik. Kedua belah pihak setuju dan dengan sendirinya sepaham bahwa kritik adalah semacam rembugan yang dapat meningkatkan kualitas dan kinerja kedua belah pihak. Asal saja kritik itu disampaikan dengan ramah, santun, berselubung sehingga sangat pas dilakukan dengan canda.

Di dalam goro-goro yang kemudian kita lihat juga kelanjutannya pada teater Srimulat, kritik nampak bebas, karena dibalut. Itu menunjukkan bahwa tidak seorang pun yang menolak bahwa di balik seloroh, kritik, tanda, dan sindiran tersebut ada maksud-maksud baik untuk memperbaiki.

Namun herannya, ketika kritik memisahkan dirinya dari teater dan berdiri sendiri, timbul ketegangan. Orang menjadi gampang marah kalau merasa disindir. Bahkan dipuji pun tidak suka, kalau pujiannya tidak sesuai sengan harapannya.

Lembaga kritik dalam kesenian – bahkan juga di dalam kehidupan – di Indonesia, hidupnya tidak sehat. Di samping sulit mencari kritikus yang berwibawa, tidak ada kesepakatan bahwa kritik itu adalah rembugan. Ada bahkan istilah “kritik membangun”, seakan-akan ada “kritik yang merusak”. Semua kritik pada hakekatnya adalah rembugan yang menunjukkan apa senyatanya. Dengan melihat senyatanya, baik atau buruk, terbuka kemungkinan untuk melakukan peningkatan dan perbaikan, pengembangan atau penukikan lebih mendalam karena yang dilakukan sudah tepat dan benar.

Gbr. 5-22: Unjuk rasa yang disertai dengan adegan teatrikal (happening art), mendukung tuntutan pengunjuk rasa menjadi lebih ekspresif.

(8)

apa sebenarnya yang sudah terjadi.

Lembaga kritik, khususnya kritik untuk teater di Indonesia belum ada. Yang sudah ada adalah pemberitaan. Itu pun sering dilakukan oleh yang tidak memiliki kompetensi untuk itu. Akibatnya, kritik hanya penuh dengan sanjungan atau celaan, tidak sempat menjadi rembugan yang dapat memberi arah pada perkembangan teater.

Ada beberapa kritikus teater yang baik di beberapa media massa, tetapi mereka tidak meneruskan usahanya secara berkesinambungan, sehingga perjalanan kritik tersendat-sendat.

Kritik yang baik adalah kritik yang memberikan informasi yang cukup. Kemudian memberikan laporan pandangan mata yang cukup. Memberikan pertimbangan. Membandingkannya dengan referensi teater yang cukup. Kemudian baru memberikan opininya.

5.2 Nilai Personal, Sosial, Kultural

Teater tak hanya menyampaikan pesan moral yang sesuai dengan kese-pakatan-kesepakatan bersama. Baik itu bernama undang-undang, aturan, etika, tata-tertib, adat-istiadat, bahkan juga pandangan hidup dan tuntunan agama. Teater juga mengucapkan nilai-nilai personal. Ekspresi personal.

Dengan mengandung muatan nilai dan ekspresi personal, teater tidak hanya menjadi corong sosial, tetapi juga menjadi perjalanan pikiran individu. Dalam hal itu, teater kemudian mungkin akan menghadapi persoalan penting, karena ia bisa tidak sesuai dengan selera atau minat masyarakat. Akibatnya teater bisa terisolisasi dan ada kemungkinan tersingkir.

Semua percobaan-percobaan di dalam teater adalah usaha untuk melangkah, mencari idiom dan pencapaian-pencapaian baru. Ketika proses itu sedang berlangsung, ekpresi personal sangat berperan. Se-orang pencipta di dalam teater akan mengerahkan seluruh potensinya untuk menuangkan ide-ide. Faktor kebutuhan untuk menjadi tontonan kadangkala diabaikan.

Teater-teater eksperimental, pada awalnya sering ditolak. Atau pa-ling sedikit menimbulkan ketegangan, karena ia tampil dengan “bahasa yang lain”. Wajah yang berbeda. Estetika yang baru. Namun kalau perjuangannya gigih dan berhasil membuktikan kehadirannya, ia akan

(9)

perlahan-lahan tumbuh dalam masyarakat dan kembali diminati.

Banyak teater eksperimental yang semula ditolak, kemudian sangat digandrungi. Dan ketika ia mulai digandrungi, ia menjadi nilai baru. Dalam waktu yang cukup lama, ia pun akan mapan. Kalau ia tidak bergerak lagi, maka akan ada pembaruan lain yang akan menggesernya.

Semangat memperbarui selalu datang dari ekspresi personal. Tetapi tidak berarti semua yang baru akan lapuk, lalu hilang dan diganti dengan yang baru. Ada bentuk-bentuk teater yang tetap akan diminati walaupun berasal dari masa silam. Kabuki di Jepang misalnya. Opera China di Cina.

Kathakali di India. Wayang di Indonesia.

Gbr. 5-23: Lukisan aktor kabuki di Jepang pada abad 18.

Gbr. 5-24: Opera Cina: seni pertunjukan yang memadukan kemampuan seni drama, menyanyi, tari, dan tidak jarang pula diisi dengan aksi akrobat dan bela diri dengan para pelakonnya memakai pakaian bercorak warna-warni diiringi musik.

(10)

Teater realis juga akan tetap hadir sebagai sesuatu yang selalu diminati dan dibutuhkan. Tetapi kehidupan teater yang sehat, adalah apabila di dalam masyarakat tumbuh berbagai kecenderungan teater dengan situs dan publiknya masing-masing. Karena interaksi dari ekspresi personal yang mendapat kebebasan penuh, berdampingan dengan ekspresi publik yang mapan, akan menjadi kombinasi yang harmonis.

Itulah yang belum ada di Indonesia. Sebab tukang jahitnya, yakni para kritisi (termasuk pemikir dan pengamat) belum tumbuh sehat. 5.3 Peristiwa Pertunjukan: Pengada, Pelaku, dan Penonton Berdasarkan sifatnya, seni teater adalah termasuk jenis seni pertunjukan. Dan dalam seni pertunjukan, tentu saja ada pihak yang berinisiatif mengadakan pertunjukan (pengada/penyelenggara), pelaku pertunjukan itu sendiri (pelaku teater), dan pihak yang melihat pertunjukan (penonton). Dalam realitas dan pelaksanaannya, konsep hubungan pengada, pelaku, dan penonton teater ini, sangatlah bergantung dengan jenis, sifat, dan tujuan pertunjukan teaternya itu sendiri.

Gbr. 5-26: Wayang wong: teater tradisi dari Jawa Tengah yang konon dipentaskan pertama kali pada tahun 1731 pada zaman pemerintahan Sultan Amangkurat I.

Referensi

Dokumen terkait

A monetary expansion leads to a depreciation in the nominal exchange rate and a deterioration of the terms of trade, which results in an improvement of the trade balance —

Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang disa Indonesia. TOTAL

Penelitian ini dapat menjadi literature atau bahan referensi teman mahasiswa – mahasiswi dan pihak-pihak yang akan menyusun penelitian ini mengenai capital intensity ,

1. Rata-rata siswa tidak memperhatikan ketika guru sedang menerangkan pelajaran di kelas. Rata-rata siswa mengatakan apabila mendapat nilai yang rendah, siswa tidak

Pada skala untuk mengukur variabel kualitas attachment, yaitu kualitas attachment remaja terhadap ibu, kualitas attachment remaja terhadap ayah, kualitas

[r]

8 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Penanganan Gizi Buruk sehingga pada saat pelaksanaan memiliki tujuan dan hasil pasti, untuk mewujudkannya melalui

Oleh sebab itu, hasil yang diperoleh dengan melakukan uji komputasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi algoritme metode Newton, Aturan Trapesium,