PERAN GANDA PEREMPUAN PEDAGANG
PAKAIAN KAKI LIMA: STUDI KASUS DI PASAR
KEMIRI MUKA DEPOK JAWA BARAT
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Erin Alifa Dini
108032200004
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad
SAW dan para keluarga, sahabat serta pengikutnya yang telah berjuang di jalan Allah.
Merupakan anugerah yang tidak dapat dihitung dengan angka atau diungkap
dengan kata, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi di luar itu semua tentu
ada faktor yang turut memberi motivasi baik moril maupun materiil. Dan merupakan
sebuah keharusan bagi penulis untuk mengucapkan terima kasih. Terima kasih itu
penulis sampaikan kepada:
Pertama, kepada Ayahanda Edi Suhendra dan Ibunda Laelantini, terima kasih
atas jerih payah dan segala pengorbanannya yang tak terhingga serta memberi semangat
yang tidak ada hentinya untuk penulis. Sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
terutama untuk Ibunda yang tengah berjuang melawan kankernya.
Kedua, Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Ketua Program Studi Sosiologi
Kemudian, untuk Ibu Iim Halimatussa’diyah, MA selaku Sekretaris program studi
sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih sudah memotivasi serta seluruh
Civitas Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ketiga, Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA selaku dosen pembimbing yang telah
iii
membangun yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi sehingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik.
Ketiga, adik tercinta penulis Annisa Rahma Dhani dan Aldin Saktia Fahrizal,
terima kasih karena kalian telah menjadi bagian hidup penulis dan memberikan
kehangatan serta semangat ketika berada di rumah.
Keempat, keluarga besar Hiroshi Martial Art dan PB Amura yang telah
memberikan begitu banyak ilmu beladiri. Sehingga penulis bisa menjadi pribadi yang
baik terutama Coach Barnabas Ricky Budi Kusumo yang memberikan penulis
kesempatan untuk mengenal Karate lebih mendalam.
Kelima, teman angkatan Sosiologi 2008 terutama sahabat terbaik penulis Ahmad
Kamal dan Sufi Alfrida, yang telah banyak membantu penulis dalam mengerjakan
skripsi terima kasih tak terhingga penulis ucapkan dan yang spesial untuk Heru
Hermawan, terima kasih telah menemani dan memberikan semangat dalam
mengerjakan skripsi serta berbagai hal selama tujuh tahun terakhir. Kepada para
pedagang pakaian Pasar Kemiri Muka yang telah berkontribusi banyak dalam skripsi
penulis serta Dinas Pasar UPT Pasar Kemiri Muka Depok yang telah begitu banyak
memberikan kemudahan dalam melakukan penelitian. Semoga skripsi ini bisa diambil
manfaatnya oleh segenap lapisan masyarakat. Amin.
Depok 24 Juni 2014
i
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas peran ganda perempuan di kalangan pedagang pakaian di pasar Kemiri Muka Depok Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan motivasi yang mendorong perempuan untuk bekerja, peran perempuan di ruang domestik dan di ruang publik serta menjelaskan dampak apa saja yang dialami perempuan pedagang pakaian dalam menjalankan peran ganda yang dimilikinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi partisipan wawancara. Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis gender Moser, yang bertujuan untuk mendalami beban kerja yang dimiliki laki-laki dengan perempuan dalam rumah tangga dan teori feminis liberal yang berbicara tentang problem ketimpangan gender terutama jika dilihat dari pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan di ranah domestik.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Kerangka Teoretis ... 12
1. Analisis Gender Moser……. ….. ... 12
2. Feminis Liberal……… 15
F. Metodologi Penelitian ... 17
G. Sistematika Penulisan ... 21
BAB II GAMBARAN UMUM A. Profil Kota Depok ... 22
1. Letak Geografis ... 22
2. Kondisi Demografi ... 23
3. Kondisi Sosial Ekonomi………... 24
v
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS
A. Motivasi Yang Mendorong Perempuan Bekerja Sebagai Pedagang
pakaian Di Pasar Tradisional Kota Depok ... 28
1. Membantu Pendapatan Suami……… 29
2. Menjadi Tulang Punggung Ekonomi Keluarga……….. 30
3. Kemandirian……… 31
4. Mengisi Waktu Luang………. 32
5. Meningkatkan Status Sosial………. 33
6. Faktor Lainnya………. 37
B. Beban Ganda Perempuan Dalam Ranah Domestik Publik Dan Sosial ……… 40
1. Tanggung Jawab Mengantar Anak Dan Menjemput Anak… 41 2. Bekerja Sambil Mengasuh Anak……… 43
3. Kegiatan Pengaturan Rumah Tangga Sebelum Bekerja…… 45
4. Melayani Suami Ketika Bekerja……… 49
5. Perempuan Dan Ranah Sosial………... 53
6. Pandangan Suami Dan Istri Terhadap Peran Ganda Yang Dijalankan Perempuan…..……….... 56
C. Dampak Peran Ganda Terhadap Kehidupan Perempuan Secara Personal……….. 62
1. Perempuan Tidak Bisa Memanjakan Dirinya Sendiri…….... 63
2. Rasa Bersalah……….. 64
vi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 69
B. Rekomendasi ... 70
vii
DAFTAR TABEL
Tabel. II.A.1. Data Informan……… 18
Tabel.II.A.2. Kondisi Demografi Kota Depok……… 24
Tabel.II.A.3. Data pasar Kemiri Muka Kota Depok………... 27
Tabel.II.A.4. Tabel Alasan Perempuan Bekerja
Sebagai Pedagang Pakaian… ……….. 39
Tabel II.A.5. Perbandingan Beban kerja Suami dan Istri
Di Ranah Domestik dan Publik……… 50
1 BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini membahas fenomena peran ganda perempuan pedagang pakaian
di wilayah Pasar Kemiri Muka Depok Jawa Barat, karena perempuan yang
bekerja sebagai pedagang pakaian mempunyai jam kerja yang lebih daripada
pedagang yang ada di Pasar, sehingga terlihat beban gandanya. Dimana seorang
perempuan yang bekerja mempunyai tugas ganda atau double burden, selain
bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, dia juga mempunyai
tugas untuk mengurus anak dan berperan sebagai ibu rumah tangga. Namun
terkadang peran perempuan sering “dinomerduakan” atau dianggap tidak penting,
seperti yang diutarakan oleh salah satu tokoh feminis Simone de Beauvoir dalam
karyanya yang berjudul “The Second Sex” (Rosemarie, 2004:262).
Simone menggambarkan bahwa unsur-unsur biologis diatributkan pada
tubuh perempuan melalui atribut-atribut patriarki dengan cara menegaskan bahwa
tubuh perempuan adalah hambatan untuk melakukan aktualisasi diri, tubuh yang
sudah dilekati nilai-nilai patriarki ini kemudian dikukuhkan dalam proses
sosialisasi dan diinternalisasikan melalui mitos-mitos yang ditebar ke berbagai
pranata sosial. Dalam kerangka tersebut maka perempuan kemudian diposisikan
sebagai jenis kelamin kedua (The Second Sex) dalam struktur masyarakat.
Akibatnya, perempuan tidak dapat memiliki kebebasan dan identitas kediriannya
2
demikian ini, pola relasi kaum laki-laki dan perempuan menjadi tak ramah lagi
((Rosemarie, 2004:262).
Kaum perempuan identik dengan peran domestik dan kurang berperan
dalam sektor ekonomi dan publik, Pandangan inilah yang sering dianggap sebagai
bias gender dan menimbulkan ketidakadilan. Fenomena sekarang ini
memperlihatkan bahwa kaum perempuan sudah mulai keluar rumah untuk bekerja
seperti halnya kaum laki-laki. Fenomena ini semakin jelas ketika kaum
perempuan terlibat dalam berbagai sektor ekonomi. Dengan demikian, peran
perempuan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga tidak dapat dipandang
remeh. Kemajuan zaman saat ini telah diiringi dengan berkembangnya informasi
dan tingkat kemampuan intelektual manusia. Bersama itu peran perempuan dalam
kehidupan pun terus berubah untuk menjawab tantangan zaman, tak terkecuali
mengenai peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Biasanya, tulang punggung kehidupan keluarga adalah pria atau suami. Tapi kini
para perempuan banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga.
Perempuan tidak sekedar berada dalam wilayah domestik, tetapi juga banyak
mempunyai peran dalam keluarga.
Menurut konsep ibuisme (Suryakusuma, 1996) kemandirian perempuan
tidak dapat dilepaskan dari perannya sebagai ibu dan istri, perempuan dianggap
sebagai makhluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah memainkan kedua
peran tersebut dengan baik. Seperti halnya seorang ibu yang memilih untuk
berkarier atau bekerja pastilah mempunyai peran ganda, seperti seorang ibu yang
3
pedagang selain menjadi guru untuk anak-anaknya, melayani suami sebagaimana
tugas seorang istri, juga berperan dalam menopang kehidupan ekonomi
keluarganya dengan begitu, seorang ibu dituntut untuk dapat menjaga
keseimbangan antara pekerjaannya di dunia publik dan domestik agar tidak terjadi
ketimpangan dalam keluarga.
Selain itu keterbatasan perempuan dalam mengakses peluang kerja yang
ada, tidak terlepas dari pengaruh budaya patriarki yang berlaku secara universal.
Budaya patriarki adalah budaya yang menempatkan laki-laki pada kedudukan dan
peran yang lebih penting serta dominan dalam menentukan segala keinginan dan
keputusan terutama menyangkut kebebasan perempuan terjun kedalam dunia
publik. Terjunnya mereka ke dunia publik menyebabkan mereka harus
merampungkan pekerjaan domestik terlebih dahulu sebelum mereka terjun ke
sektor publik. Dengan demikian keterlibatan perempuan dalam dunia publik akan
memperberat tugas-tugas perempuan, sehingga perempuan sering memikul beban
ganda bahkan triple roles.
Pada sektor publik, umumnya peluang kerja yang ada dapat dikelompokkan
menjadi dua yakni sektor formal dan sektor informal. Pada sektor informal setiap
orang dapat masuk dan berkecimpung didalamnya, karena bidang ini tidak terlalu
banyak menuntut persyaratan. Ciri dari sektor informal antara lain, sektor ini
sangat mudah dimasuki karena tidak memerlukan keterampilan yang tinggi,
bersandar pada sumber daya lokal, bergerak dalam lingkup operasi sekala kecil,
dan berbentuk usaha sendiri sehingga mudah diatur sesuai dengan kondisi yang
4
Untuk itulah penelitian ini menarik untuk dikaji secara mendalam karena, hasil
pengamatan awal peneliti, di Depok Jawa Barat. Khususnya di Pasar Kemiri
Muka memperlihatkan perempuan sebagian besar pedagang yang melakukan
aktifitas perdagangan mempunyai beban ganda double burden (salah satu jenis
kelamin bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya )
sering mengalami ketimpangan gender akibat dari adanya struktur sosial, dimana
salah satu jenis kelamin ( laki-laki maupun perempuan) menjadi korban.
Hal ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan
melalui sosialisasi dalam beragam bentuk di dalam keluarga, sekolah, peer group
dan lainnya. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh
perempuan, namun sosialisasi yang dilalui seringkali bias gender sehingga
perempuan berada pada sisi subordinasi (Sasongko, 2008:10). Kenyataan
menunjukan bahwa perempuan pedagang sebagai bagian dari komunitas sektor
informal memegang peranan penting dalam perekonomian, baik dalam skala
makro maupun mikro (Rumah tangga). Pendapatan mereka cukup signifikan
dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka mulai dari pemenuhan biaya
pendidikan, kebutuhan sehari-hari, kesehatan, sampai pembelian kekayaan
lainnnya. Perempuan pedagang dapat dikatakan sebagai kunci dari mata rantai
perdagangan di sektor pasar (Ester, 1984:115).
Kota Depok merupakan Kota dengan taraf ekonomi yang sedang
berkembang, dengan masyarakatnya yang memiliki berbagai macam pola mata
pencaharian selain penduduknya bekerja di sektor formal mereka juga bekerja di
5
bekerja di sektor informal. Perdagangan pakaian di kawasan Depok khususnya
pasar Kemiri Muka termasuk kedalam usaha kecil menengah (UKM), dimana
UKM memegang peranan penting dalam ekonomi negara dan daerah khususnya
daerah Depok Jawa Barat. Usaha kecil menengah menjadi salah satu alternatif
lapangan kerja baru, dan berperan dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi. UMKM di Indonesia merupakan sektor usaha
yang populasinya dua kali lipat dari Malaysia, dan penyumbang pendapatan
terbesar dalam sektor Ekonomi. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) mengkontribusi 53 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun
2009. Ini angka yang sangat signifikan. Wajar bila sektor UMKM disebut-sebut
paling penting dalam menggerakan perekonomian nasional. Pada tahun 2013 saja
populasi UMKM nasional mencapai 51,26 juta unit atau 99 persen dari seluruh
unit usaha yang ada di tanah air (BPS Kota Depok: 2013). Keberadaannya dapat
memberikan kontribusi pemasukan daerah sebesar 60 persen selama beberapa
tahun terakhir di kota Depok sendiri, laju pertumbuhannya semakin meningkat 20
persen sepanjang tahun 2007-2011, menurut data UMKM dan Dinas Pasar ini
mampu berinvestasi antara 5juta-200juta pertahun (Data Indag kota Depok: 2011).
Pekerja perempuan merupakan penyumbang pendapatan terbesar dalam
sektor UMKM, Menurut artikel yang ditulis oleh Arum Setyowati pada tahun
2010,yang berjudul “Perempuan Sebagai Tonggak Perekonomian Suatu Negara”.
Tercatat bahwa ada 46 juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), diketahui
bahwa 60 persen pengelolanya dilakukan oleh perempuan, mereka dianggap
6
depan pendidikan anak-anak mereka, namun sampai saat ini masalah UMKM
perempuan belum bisa berkembang maksimal karena waktu mereka terbatas
untuk mengembangkan usaha mereka, dimana mereka harus tetap bekerja
mengurus rumah selain itu juga mereka harus memenuhi kebutuhan rumah
tangga.
Penelitian ini dilakukan di Pasar Kemiri Muka Depok karena dari enam
Pasar tradisisonal yang ada di Kota Depok hanya Pasar Kemiri Muka saja yang
kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kota Depok, karena posisi Pasar
tersebut berdampingan dengan Mall-Mall yang ada di Kota Depok yakni, Mall
Depok dan ITC Depok. Berdasarkan penjelasan di atas, maka studi perempuan
pedagang pakaian di Pasar Kemiri Muka Depok perlu dilakukan.
B. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan dalam studi ini adalah :
1. Motivasi apa yang mendorong perempuan dalam bekerja sebagai pedagang
pakaian?
2. Bagaimana peran ganda perempuan di dalam keluarga dan di tempat bekerja?
3. Dampak apa yang dialami sebagai pedagang pakaian dalam melaksanakan
peran ganda yang dimilikinya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
7
b. Untuk menjelaskan peran perempuan dalam keluarga dan tempat bekerja.
c. Untuk menjelaskan dampak apa saja yang dialami perempuan pedagang
pakaian dalam menjalankan peran ganda yang dimilikinya.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di peroleh dari skripsi adalah:
a. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori tentang peran ganda
perempuan, serta dapat menjadi bahan bacaan dan sekaligus sebagai
literatur untuk penelitian selanjutnya.
b. Manfaat praktis
Menjadi masukan dan evaluasi bagi institusi pemerintahan Kota
Depok, untuk memberikan perhatian khusus dan program-program untuk
mendukung peranan pedagang perempuan, khusunya di sektor ekonomi.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian yang terkait dengan peran ganda perempuan yang bekerja bukanlah
hal yang baru, karena banyak dilakukan penelitian sebelumnya terkait dengan hal
itu, termasuk diantaranya adalah:
Pertama Tesis yang berjudul “Pergulatan Tukang Suun Pasar Badung Kota
Denpasar: Sebuah Kajian Kebudayaan.” Yang ditulis oleh Ni Ketut Purwati pada
program magister kajian budaya, Universitas Udayana tahun 201l. Penelitian ini
fokus kepada masalah bagaimana pergulatan perempuan tukang suun Pasar
Badung Kota Denpasar pada sektor domestik dan publik, faktor-faktor apa saja
8
serta bagaimana makna pergulatan perempuan tukang suun pasar Badung kota
Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informan di tetapkan secara purposive,
analisis data secara deskriptif kualitatif, dan interpretative. Sedangkan teori yang
digunakan untuk mengkaji permasalahan tersebut adalah teori feminis pasca
strukturalis, teori motivasi, teori perubahan sosial, ketiga teori ini digunakan
secara eklektik. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pergulatan perempuan
tukang suun pasar Bandung kota Denpasar berupa upaya yang ditempuh
perempuan dalam merekonstruksi diri yakni mengatur diri dan keluarga agar
kegiatan domestik dan publik tidak terganggu. Faktor pendorong perempuan
bekerja sebagai tukang suun adalah faktor ekonomi, status sosial, etos kerja dan
tingkat pendidikan yang rendah.
Makna yang diperoleh menekuni pekerjaan sebagai tukang suun adalah
keterlibatannya dalam sektor publik memberi sumbangan ekonomi sehingga
mampu mengangkat kesejahteraan keluarganya, penghasilan yang diperoleh
merupakan sumber pribadi yang secara psikologis dapat menumbuhkan rasa aman
dan nyaman, percaya diri untuk berani mangambil keputusan yang berkaitan
dengan kehidupan keluarga, diri pribadi dan juga untuk kepentingan sosial seperti
menyama braya. Juga keterlibatannya di sektor publik dapat dijadikan ajang
rekreasi untuk melepas rasa penat dan jenuh dalam urusan rumah tangga.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh UNRI, atau Universitas Riau dengan
judul “Peranan Perempuan Dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga.”
9
ini adalah bagaimana peran perempuan pedagang ikan di kecamatan Kampar
dalam peningkatan pendapat keluarga serta faktor apa saja yang menyebabkan
mereka berdagang ikan di pasar. Metode yang digunakan adalah penelitian sensus
atau survey dengan sampel 32 orang pedagang, pengumpulan data dilakukan
dengan metode observasi dan wawancara berdasarkan pada metode pengumpulan
data maka penulis dapat mengklasifikasikan data primer dan data sekunder,
sedangkan dalam menganalisa data peneliti menggunakan metode deskriptif
terhadap kasus yang ada. Dari hasil penelitian yang dilakukan adalah hubungan
yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, baik di rumah tangga maupun di
masyarakat telah di konstruk oleh nilai-nilai agama dan sosial budaya yang telah
dipegang oleh masyarakat. Kaum perempuan sering dipandang sebagai kelompok
yang sering dirugikan dan dieksploitasi serta kaum laki-laki dianggap sebagai
kelompok yang paling berhak di sektor publik dan sebagai kepala keluarga.
Penelitian yang Ketiga artikel penelitian Departemen Pendidikan Nasional,
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Peran Ganda
Perempuan Dalam Keluarga Nelayan.” Pada tahun 2007. Fokus penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana peran ganda perempuan keluarga nelayan di
desa sendang kucing, serta mengetahui dampak pergeseran perempuan keluarga
nelayan di desa sendang kucing. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif,
menggunakan teori nature dan teori peran Robert Linton. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa begitu banyak peran yang dilakukan oleh perempuan
menandakan bahwa perempuan telah mengalami beban ganda, selain itu seiring
10
sehingga dampak pergeseran yang terjadi terhadap perempuan karena faktor
ekonomi, serta kondisi keluarga yang mendukung mereka untuk bekerja, selain itu
faktor kemiskinan mendorong perempuan untuk mengambil alih tanggung jawab
keluarga.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Ken Widyawati SE dan Mahfudz
SS, yang berjudul “Pengaruh Konflik Peran Ganda Sebagai Ibu Rumah Tangga
Dan Pekerja Terahadap Tingkat Stress Perempuan Karir”, Pada tahun 2003,
fakultas sastra Universitas Diponegoro. Fokus penelitian ini secara umum adalah
untuk menganalisis pengaruh konflik peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan
pekerja (baik konflik peran yang berasal dari dalam diri sendiri, keluarga maupun
lingkungan kerja) terhadap tingkat stress yang bersumber dari faktor intirinsik di
pekerjaan yang dialami perempuan karir. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif dengan menggunakan teknik purposive sampling, sumber data utama
adalah data primer yang pengumpulan datanya melalui kuisioner, data diolah
menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan analisis regresi linier
berganda, Adapun teori yang dipakai adalah Teori Konflik.
Hasil analisis menunjukan bahwa hampir seluruh suami responden (95%)
mendukung istri mereka untuk bekerja/berkarir dengan berbagai alasan. Antara
lain untuk membantu suami mencari nafkah, untuk bersosialisasi dan menambah
wawasan, serta keinginan berprestasi dan sebagainya. Sedangkan bila perempuan
yang menjadi responden dihadapkan pada dua pilihan yaitu, memilih keluarga
atau karir ternyata (72%) memilih keluarga. Hasil analisis regresi berganda
11
diri perempuan karir dan konflik peran yang bersumber dari lingkungan kerja
secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat stress yang bersumber dari faktor
intirinsik pekerjaan, sementara konflik peran yang berasal dari keluarga tidak
berpengaruh. Diduga jenis konflik peran yang terjadi merupakan konflik yang
sifatnya fungsional.
Penelitian yang kelima adalah tesis yang dibuat oleh Marny P Nanjan, yang
berjudul “Kegiatan perempuan dalam usaha skala kecil: perempuan penjual beras
di kota Madya Salatiga” (Marry, 2003:10). Fokus penelitian tesis ini adalah
mencari kiat apa yang dilakukan oleh perempuan pedagang beras yang
dikategorikan berhasil, belum berhasil, dan mennuju berhasil, dalam usaha
dagangnya dan dalam memainkan perannya di dalam rumah tangga serta berperan
ganda dalam keberhasilan usaha para penjual beras, dan kiat-kiat yang dipilih
untuk mengtasi hambatan tersebut. Dan kemungkinan adanya pengaruh peran
istri sebagai penghasil pendapatan terhadap status sosial perempuan penjual beras
yang menjadi informan di dalam rumah tangga.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah kualitatif, menggunakan
metode survey dan wawancara secara mendalam, teori yang digunakan adalah
teori peran. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa pedagang kategori 1
memanfaatkan tenaga kerja dari dalam dan dari luar disiplin dan diberi insentif.
Pedagang kategori 2 hanya memanfaatkan tenaga kerja dari dalam, disiplin tidak
ketat tetapi diberi insentif. Pedagang kategori 3 melakukan hal yang sama dan
tidak diberi insentif. Ketiga kategori di atas sama-sama m emanfaatkan modal
12
menghentikan sistem ngalap nyaur dengan meminjam dana dari pihak bank. Di
pihak lain pedagang kategori belum berhasil tetap menerapkan tradisi lama karena
posisi mereka lemah, terkecuali seorang informan. Pedagang kategori 1, 2 dan 3
membentuk modal dengan cara menabung di bank (terkecuali 2 orang informan
kategori 3), arisan, membeli tanah dan emas. Membeli perhiasan emas sudah
lazim dilakukan oleh para informan. Hal tersebut tampaknya tidak jauh dengan
sifat-sifat perempuan yang tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan berhias
khususnya pada saat hajatan, maupun sebagai lambang status.
Dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini fokus penelitiannya
sama yaitu sama-sama meneliti tentang peran ganda perempuan, namun dengan
teori yang berbeda, subjek penelitian ini adalah pedagang pakaian kaki lima. Bila
penelitian sebelumnya menggunakan teori Feminis pasca strukturalis, teori
motivasi, teori perubahan sosial, teori peran, teori konflik dan teori nature.
Penelitian ini menggunakan teori kerangka analisis gender Moser dan feminis
liberal untuk melihat lebih jelas beban ganda yang dimilki oleh perempuan
pedagang pakaian. Peran ganda yang dimaksud disini adalah perempuan yang
memiliki beban lebih daripada laki-laki, karena dia bekerja di ruang publik dan
domestik (Fakih, 1996:22).
E. Kerangka Teoretis 1. Analisis Gender Moser
Adalah kerangka analisis gender yang dikembangkan oleh Caroline
Mosser didasarkan pada konsep peran gender dan kebutuhan gender, dan
13
pembangunan. Analisis Moser bertujuan untuk meningkatkan emansipasi
perempuan dari posisi mereka yang subordinat, dan untuk mencapai kesamaan,
dan kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan (Moser, 1993:15).
Upaya-upaya ini berbeda antara satu konteks dengan konteks lainnya
tergantung pada seberapa besar status perempuan (sebagai kategori kelompok
yang tersubordinasi) dari laki-laki (sebagai sebuah kategori). Analisis ini masih
melihat laki-laki dan perempuan sebagai kelompok yang terpisah. Moser
melihat bahwa masih kentalnya budaya stereotype yang menekankan bahwa
(Moser, 1993:15):
1) Rumah tangga terdiri dari keluarga inti dari suami, istri dan dua
atau tiga anak
2) Bahwa fungsi rumah tangga sebagai unit sosial-ekonomi di mana ada
kontrol yang sama atas sumber daya dan kekuatan pengambilan keputusan
antara semua anggota dewasa dalam hal mempengaruhi kehidupan rumah
tangga.
3) Bahwa dalam rumah tangga ada pembagian kerja yang jelas berdasarkan
jenis kelamin. Suami sebagai 'pencari nafkah', terutama terlibat dalam
pekerjaan produktif di luar rumah, sementara perempuan sebagai ibu
rumah tangga dan 'ibu' mengambil tanggung jawab penuh untuk pekerjaan
reproduksi dan domestik terlibat dalam organisasi rumah tangga .(Moser,
1993:27):
14
Pertama, kerja reproduksi di mana pekerjaan ini berada dalam ranah
domestik meliputi pemeliharaan rumah tangga dan anggotanya (termasuk
melahirkan, pengasuhan anak, pemeliharaan kesehatan keluarga ), mengerjakan
pekerjaan rumah tangga ( memasak, berbelanja, membersihkan rumah). Kedua,
kerja reproduktif pekerjaan yang sifatnya berada di luar rumah seperti produksi
barang jasa dan perdagangan, pekerjaan ini lebih di hargai dibandingkan kerja
reproduktif, fungsi tanggung jawab dan upah laki-laki dan perempuan
seringkali berbeda, perempuan seringkali dilihat dan dinilai dibandingkan
laki-laki. Ketiga, kerja sosial/komunitas biasanya bersifat perayaan-perayaan dan
upacara-upacara (agama,budaya), kegiatan dalam pekerjaan sosial biasanya
perempuan terlibat dalam pekerjaan reproduktif yang sifatnya komunitas atau
sosial seperti memasak dalam pesta atau selamatan tetangga dimana pekerjaan
ini tidak dibayar dan bersifat sukarela, sedangkan kegiatan politik komunitas
secara dijalankan oleh laki-laki yang berkaitan dengan organisasi politik
formal, umumnya dibayar, bermanfaat secara tidak langsung berkaitan dengan
peningkatan status kekuasaan( Moser, 1993:29-35). .
Kerangka Moser dapat membantu dalam menganalisa peran ganda yang
dilakukan oleh perempuan yang bekerja sebagai pedagang pakaian di pasar
tradisonal. Pertama, dimana perempuan berada pada posisi strata bawah, dan
mereka dianggap sebagai pekerja pelengkap karena posisi pencari nafkah yang
utama adalah suami sebagai kepala keluarga, Moser menawarkan analisanya
untuk mencapai persamaan antara peran perempuan dan laki-laki di ranah
15
pembangunan ekonomi. Kedua, kerangka analisis gender Moser dapat
menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah beban kerja
perempuan secara mendalam, yang dapat dilihat dari peran lipat ganda.
2. Feminis Liberal
Merupakan aliran feminis paling awal yang akar sejarahnya dapat ditarik
hingga abad ke-18. Sejak kemunculannya hingga sekarang ini, pemikiran
feminis liberal tidaklah statis tetapi sebaliknya mereka memiliki banyak
perubahan pemikiran dari abad ke abad sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakatnya. Para feminis melihat bahwa subordinasi
perempuan dalam lembaga dan praktik bersifat struktural. Subordinasi
struktural ini disebut sebagai patriarki bersama dengan makna-makna
tuntutannya tentang keluarga yang dipimpin laki-laki, penguasaan dan
superioritas. Perubahan politik feminis terjadi ketika kaum feminis
menunjukkan teori-teori mereka untuk menerangkan otonomi perempuan
yakni, hak perempuan untuk politik, sosial, ekonomi, dan penentuan diri secara
intelektual (Bhasin, 2002:295). Terdapat berbagai macam teori atau aliran
feminis meliputi, Feminis Liberal, Feminis Radikal, Feminis Marxis, Feminis
sosialis, Feminis kultural, serta Feminis Pasca Strukturalis. Teori Feminis
muncul dari gerakan “Wages Of House Work” pada permulaan era 1970 di
Inggris dan Italia.
Feminisme liberal mengakui adanya institusi perkawinan, namun
ketimpangan gender masih sangat kuat terjadi di dalam keluarga. Hal itu
16
perempuan. Pada umumnya perempuan memiliki peranan yang lebih banyak
dan lebih besar di ranah domestik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
feminisme liberal menawarkan sebuah solusi yang bersifat interpersonal yakni
dengan cara mengajak suami untuk berkontribusi di dalam ranah domestik
tersebut. Dan ketika melibatkan suami dalam ranah domestik maka hal itu akan
sangat berpeluang bagi istri agar bisa berkarir di ranah publik ( Ida dan
Hermawati, 2009:59-61). Dewasa ini masyarakat beranggapan bahwa
perempuan tidak mampu menjalankan perannya di ranah public dengan adanya
keterbatasan intelektualitas dan keterbatasan fisik jika dibanding dengan para
kaum laki-laki. Berangkat dari hal tersebut sehingga menyudutkan kaum
perempuan pada ranah domestik, namun pada dasarnnya para pemerhati
feminis liberal tidak sependapat akan hal itu, dan mereka berusaha
memposisikan kaum perempuan agar setara dengan para laki-laki khususnya di
ranah domestik. Dan para kaum liberalis ini menolak adanya “status quo”
khususnya dominasi suami dalam keluarga, dan mendorong perempuan untuk
bekerja di luar rumah ( Ida dan Hermawati, 2009: 54-55).
Berdasarkan penjelasan di atas teori ini digunakan untuk membahas
bagaimana peran atau kedudukan perempuan didalam keluarga ataupun di
ruang publik, akibat ketimpangan gender yang masih kuat terjadi dalam
keluarga, melahirkan pembagian kerja yang tidak berimbang antara laki-laki
dan perempuan sehingga peranan perempuan ditempatkan di posisi bawah,
Meskipun jam kerja perempuan di ranah publik ataupun di domestik jauh lebih
17 F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk
mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.
1. Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif, penelitian dengan menggunakan kualitatif sebagai prosuder
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009:4-5). Disamping itu
penelitian ini menekankan pada persoalan kedalaman data bukan banyaknya
data tersebut karena untuk melihat pengalaman beban ganda perempuan secara
lebih dalam dan mengungkap keberagaman beban ganda yang dialami
perempuan pedagang pakaian di Pasar Kemiri Muka.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah case study atau biasanya
disebut “studi kasus” yakni metode penelitian yang menggunakan analisis
mendalam, yang dilakukan secara lengkap dan teliti terhadap seorang individu,
keluarga, kelompok, lembaga, unit sosial lain (Pollit dan Hungler 1999). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan case study karena peneliti hanya fokus
pada satu subjek penelitian yaitu perempuan yang bekerja sebagai pedagang
18 3. Subjek penelitian
Subjek utama penelitian ini adalah 13 orang, dengan kriteria penelitian
yakni 10 perempuan pedagang pakaian yang sedang dalam ikatan pernikahan
dan memiliki anak usia antara 2-17 tahun, serta 3 orang yang merupakan suami
dari pedagang pakaian yang diteliti.
Tabel. II.A.1 Data Informan
No Nama Usia Latar Belakang
Pendidikan Etnis
1. EV 40 SMP Minangkabau
2. AH 25 SMP Betawi
3. EY 43 SMP Minangkabau
4. NH 38 SMP Betawi
5. MR 32 SD Betawi
6. NI 45 SMP Betawi
7. EN 35 SMA Minangkabau
8. LR 28 SMA Minangkabau
9. ED 35 SMA Minangkabau
10. RD 40 SD Betawi
11. HR 30 SMA Minangkabau
12. SJ 45 SMP Minangkabau
13. JW 38 SMA Minangkabau
Sumber : Data informan
a. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan September 2013 sampai dengan
Desember 2013. Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini diantaranya
adalah Dinas Pasar Kota Depok, UPT Pasar Kemiri Muka, Pasar Kemiri
Muka Kota Depok.
4. Jenis Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
19
2009:157). Berdasarkan hal itu, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh
dari penelitian yang langsung dari sumber asli. Data primer yang dimaksud
adalah data yang dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan
langsung.
Saat wawancara peneliti menggunakan rekaman handphone untuk
merekam langsung data dari informan. Selain itu, peneliti juga menggunakan
teknik pencatatan lapangan saat wawancara. Maksudnya peneliti mencatat
langsung data para informan saat wawancara. Semua data tersebut kemudian
peneliti tuliskan kembali dalam bentuk transkrip yang kemudian peneliti
tabulasi dengan melihat poin-poin penting yang mendukung untuk analisis
hasil penelian. Data sekunder, merupakan data yang peneliti peroleh secara
tidak langsung. Peneliti menggunakan teknik kepustakaan, yaitu mempelajari
buku-buku, artikel, skripsi,tesis, serta data-data dari internet yang berhubungan
dengan penelitian.
5. Teknik pengumpulan data
Untuk tekhnik pengumpulan data, peneliti menggunakan:
a. Observasi Partisipan
Adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek
pengamatan yang diamati secara langsung dan hidup bersama dalam
sirkulasi kehidupan objek. Dalam observasi ini, peneliti melakukan
pencatatan dan pengamatan di lapangan secara mendalam terhadap kegiatan
20
mendapatkan data yang akurat peneliti berinteraksi langsung dengan
pedagang pakaian untuk mendapatkan data yang diinginkan, dengan cara
melakukan wawancara secara mendalam serta ikut terjun kedalam kegiatan
objek yang diteliti yakni pedagang pakaian.
b. Wawancara
Adalah upaya mendapatkan keterangan dengan cara tanya jawab
langsung. Dalam wawancara ini peneliti melakukan wawancara berkali-kali
dan membutuhkan waktu yang lebih lama bersama informan. Selama proses
wawancara, peneliti berusaha mencari informasi secara rinci dengan
menggunakan berbagai pertanyaan yang tertera dalam pedoman wawancara.
6. Analisis Data
Setelah hasil penelitian dapat diperoleh, diolah, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisanya. Maksudnya adalah penulis menganalisa
persoalan-persoalan apa saja yang terjadi selama penelitian dan adakah hasil
penelitian sesuai dengan permasalahan yang diangkat, sehingga menjadi data
21 G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
empat bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Membahas Pernyataan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian, Kerangka Teori, serta Sistematika Penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM Membahas gambaran umum lokasi penelitian yakni kota Depok dan Pasar Kemiri Muka Depok, Jawa Barat.
BAB III ANALISIS DATA Merupakan bentuk pembahasan dari Hasil Analisa tentang peran sganda perempuan miskin pedagang pakaian di wilayah
Depok Jawa Barat.
22 BAB II
GAMBARAN UMUM A. Profil Kota Depok
1. Letak Geografis Kota Depok
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota
Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat
seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang
tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Pada Tahun 2009 luas
wilayah kota Depok (KM2) 200,29 , jumlah penduduk laki-laki 780.092 jiwa,
jumlah penduduk perempuan 723.585 jiwa, jumlah kelahiran bayi 300 jiwa.
Perbatasan Kota Depok sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat
dan Dki Jakarta, sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Parung dan
Kecamatan Gunung Sindur Kab. Bogor, sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri
Kabupaten Bogor, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan
Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.
Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai
Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping
itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha,
dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar. Kondisi topografi berupa
dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai
23
antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke,
Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.
Kota Depok sendiri ditetapkan sebagai daerah otonom berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok tanggal 20 April 1999. Kota Depok diresmikan pada
tanggal 27 April 1999. Secara administratif, Pemerintah Kota Depok
membawahi 11 (sebelas) kecamatan. Adapun kecamatan-kecamatan dimaksud
antara lain meliputi : Kecamatan Beji,Kecamatan Pancoran Mas,Kecamatan
Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo,
Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan
Sawangan, Kecamatan Bojongsari (Dokumen Kota Depok).
2. Kondisi Demografi Kota Depok
Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Negara, Kota
Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah
kependudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok
mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari
meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan
jasa. Berdasarkan data sensus Badan pusat Statistik Kota Depok, total
penduduk Kota Depok tahun 2010 mencapai 1.736.565 jiwa. Dari jumlah
tersebut, 879.325 orang adalah laki-laki dan 857.240 perempuan.
Penduduk Kota Depok yang tergolong angkatan kerja sebanyak 815.062
jiwa, sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja sebanyak 474.990 jiwa
24
dari penduduk yang bekerja di sektor informal yakni (perdagangan, rumah
makan, dan jasa akomodasi) status pekerjaan masih didominasi
buruh/karyawan/pegawai sebanyak 62.67 persen kemudian berusaha sendiri
20,35 persen termasuk kedalam UMKM (BPS Kota Depok: 2010). Namun
3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Depok
Adanya kondisi sosial budaya Kota Depok yang saat ini sudah mengarah
pada budaya metropolis yang multi etnis dan dari berbagai tingkat
intelektualitas, namun masih dalam ikatan satu homogenitas agama tanpa
mengucilkan agama minoritas. Di masa depan, kondisi sosial budaya yang ada
akan terus berkembang dan ikatan homogenitas agama akan masih ada dengan
kadar yang berbeda. Kondisi ekonomi Kota Depok berdasarkan data yang
diperoleh dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 hingga 2012
silam, Depok kini tercatat sebagai kota dengan perekonomian tertinggi di Jawa
Barat. Pasalnya, kota Depok telah mengalami kenaikan di bidang ekonomi
hingga 6,58 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya
25
Itulah sebabnya, Pemerintah Kota Depok berani menegaskan bahwa
Depok telah menjadi kota jasa dan perdagangan terbesar di Jawa Barat,
mengingat sektor ekonomi Depok paling tinggi dibandingkan kota-kota lain
yang terdapat di provinsi tersebut. Bahkan, Depok pun semakin gencar
melakukan aksi penambahan produk di bidang ekonomi. Hal ini bertujuan agar
kota Depok bisa lebih meningkatkan pertumbuhan secara signifikan di sektor
perekonomian. Perlu diketahui, jalannya usaha pembangunan itu sendiri
memang tak pernah lepas dari peran berbagai sektor tersier seperti perdagangan
jasa, properti, konstruksi, industri, dan hotel, dan restoran. Selain itu,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Depok diprediksi juga akan meningkat
sebanyak 50 persen atau senilai dengan Rp 300 miliar per tahun.
4. Gambaran Lokasi Pasar Kemiri Muka Kota Depok
Pasar Kemiri Muka Kota Depok dibangun pada tahun 1987 oleh
pemerintah Kabupaten Daerah tingkat II Bogor dan bekerjasama dengan PT
Petamburan Jaya Raya Jakarta. Terletak di Jl. Arif Rahman Hakim, Beji Kota
Depok. Pasar ini berdiri di atas lahan seluas 2,6 Ha dan luas bangunan 1,2 Ha
dengan rincian pembangunan sebagai berikut : Kios : 524 unit, Los : 480 unit,
Lahan parkir Timur dan Barat Dan fasilitas lainnya termasuk Musholah satu
unit. Kios, Los dan Awuning yang dibangun oleh PT. Petam,buran Jaya Raya
diperjualbelikan kepada para pedagang melalui Koperasi Pasar Bina Karya
dengan memberi Uang Muka 20 persen dari total harga kios, los, awuning dan
26
Pedagang Pasar Muka yang ada sampai saaat ini sebagian besar adalah
pindahan dari pasar Dewi Sartika atau Pasar Lama yang mana pada saat itu
Pemerintah Kota Depok menghimbau agar para pedagang yang ada di Pasar
Lama untuk segera pindah ke pasar Kemiri Muka Kota Depok karena lahan
pasar Lama akan digunakan untuk di jadikan sarana Taman Rekreasi Kota
Depok. Pasar Kemiri Muka belum dilengkapi oleh dengan sarana/prasarana
yang lengkap termasuk jalan masuk pasar yang mana sampai saat ini juga
belum ada yang memadai ( masih lintas Mall Depok ). Umur pasar sudah 24
tahun semenjak pembangunan tahun 1987.
Sejalan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat,
pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 15 tahun 1999, tanggal 27 April
tentang pembentukan kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya
Daerah Tingkat II Cilegon, maka pengelolaan Pasar Kemiri Muka yang berada
dalam wilayah administrasi Kota Depok Provinsi Jawa Barat diserahkan
kepada pemerintah kotmadya Depok oleh pemerintah kabupaten Bogor, dan
sejak saat itulah pengelolaan, pemanfaatan dan pendayagunaan aset pasar
Kemiri Muka berdasarkan HGB No. 68 Desa Pasar Kemiri Muka yang terletak
di Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji menjadi hak dan wewenang
pemerintah Kota Depok dan segala permasalahan yang ada termasuk proses
27
Tabel.II.A.3. Data pasar Kemiri Muka Kota Depok
Luas tanah 2.6 Ha
Luas bangunan 1,2 Ha
Jumlah Blok 6 Blok yaitu : a,b,c,d,e,f
Status kepemilikan Status Quo
Di bangun pada tahun 1987
Jumlah Kios
0-5 dan 6-10 524
Buka 0-5 dan 6-10 280
Tutup 0-5 dan 6-10 244
Jumlah Los 480
Buka 115
Tutup 365
Jumlah Lemparakan 672 Buka: 421
Tutup: 251
Jumlah Radius 160
Jumlah Pedagang 976 Orang
Jumlah Pedagang Pakaian 35 Orang
28 BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan dan menggambarkan sisi kehidupan
pedagang perempuan mulai dari kehidupan keluarga mereka sampai pada pola
hubungan kerja yang secara tidak langsung memberikan mereka strategi dalam
menjaga statusnya sebagai seorang ibu rumah tangga. Sehingga pada tulisan ini,
penulis menekankan pada gambaran kehidupan dan pandangan mereka tentang
dunia kerja yang digeluti, faktor pendorong mereka bekerja sebagai pedagang
perempuan, peran mereka dalam keluarga serta dunia publik, dan dampak yang
dialami sebagai pedagang pakaian dalam melaksanakan peran ganda mereka.
A.Motivasi Yang Mendorong Perempuan Bekerja Sebagai Pedagang Pakaian Di Pasar Tradisional Kemiri Muka Depok.
Feminis liberal menyatakan sebagaimana diungkapkan di muka,
fenomena di masyarakat beranggapan bahwa perempuan tidak mampu
menjalankan perannya di ranah publik dengan adanya keterbatasan
intelektualitas dan keterbatasan fisik jika dibanding dengan para kaum
laki-laki. Selain itu posisi perempuan di lingkungan publik tidak muncul atas
kesadaran dirinya sendiri. Pandangan ini di tolak oleh feminis liberal karena
tidak sesuai dengan realitas yang ada ( Ida dan Herawati, 2013:53). Bagi
feminis liberal perempuan memiliki kemampuan rasionalitas yang sama
dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada motivasi yang mendorong seorang
perempuan untuk bekerja. Kebanyakan dari mereka bekerja karena atas dasar
29
akan dijelaskan mengenai motivasi yang mendorong perempuan untuk bekerja
yaitu:
1. Membantu Pendapatan Suami
Secara sederhana, pemenuhan kebutuhan hidup merupakan hal yang
sulit dilakukan oleh manusia. Jika apa yang mereka hasilkan dari pekerjaan
mereka tidak sesuai dengan besarnya kebutuhan yang ingin dipenuhi,
kenyataan yang penuh dengan perjuangan hidup memberikan pandangan
tersendiri bagi mereka tentang apa yang mereka kerjakan. Selain itu, faktor
ekonomi merupakan salah satu motivasi yang kuat mengapa perempuan
bekerja sebagai pedagang pakaian. Motivasi berarti dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan sikap dengan tujuan
tertentu. Begitu pula dengan kegiatan perempuan sebagai pedagang pakaian,
segala aktivitas yang dilakukannya selalu didasari oleh beberapa motif yang
mendorong mereka melakukan aktivitas tersebut. Secara konseptual
motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau hasil yang dicapai (Partanto,
1994:120) orang yang memiliki motivasi tinggi dalam bekerja umumnya
akan memperoleh prestasi kerja yang lebih baik, begitu pula sebaliknya.
Kondisi tersebut nampak jelas pada sosok pedagang perempuan yang
rela bekerja keras meski pendapatan mereka kurang menentu. EV (40
Tahun) sebagai pedagang pakaian anak-anak menjelaskan kepada peneliti:
30
Dari pernyataan informan di atas, penulis dapat gambarkan bahwa apa
yang mereka kerjakan karena dorongan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Karena berdasarkan pernyataan informan suami yang
selama ini mencari nafkah untuk keluarga. Penghasilannya tidak mencukupi
untuk kebutuhan mereka sehari-sehari. Hal yang sama juga diungkapkan
oleh informan NH (38 Tahun) kepada peneliti:
“Untuk bantu-bantu perekonomian keluarga kalau mengandalkan suami pendapatannya tidak cukup saya harus ikut putar otak juga untuk tambah penghasilan, saya memilih untuk berdagang di sini (Pasar Kemiri Muka) soalnya disini sewanya masih murah sewa kiosnya. Soalnya belum mampu beli kios kadang,penghasilan
perbulan yang juga masih belum cukup” (wawancara 03 Desember 2013).
2. Menjadi Tulang Punggung Ekonomi Keluarga
Tidak sedikit perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga,
untuk dapat menghasilkan penghasilan bagi keluarganya, seperti yang
dialami oleh ED (35 Tahun) ia menuturkan dalam sebuah wawancara:
“Bekerja sebagai pedagang pakaian saya lakukan karena mengantikan peran suami saya untuk mencari nafkah bagi keluarga saya, karena suami saya baru saja berhenti dari pekerjaannya. Semua penghasilan didapat untuk menghidupi keluarga” (wawancara 12 Desember 2013).
Senada dengan ungkapan di atas, NI (45 Tahun) mengungkapkan
alasannya bekerja:
31
Perempuan bekerja karena pencari nafkah utama tidak mampu lagi
untuk bekerja, sehingga mereka menggantikan peran suami. Dalam konteks
ini menambah pendapatan keluarga serta menjadi pencari nafkah utama
pengganti suaminya, adalah bentuk kesadaran informan akan kebutuhan
keluarganya. Mereka bekerja karena ada “rasa sadar” akan tanggung
jawabnya yang ditandai dengan “andilnya” dalam menggeluti dunia kerja
(Mudzhar, 2001:34). Dalam penelitiannya mengatakan bahwa perempuan
bekerja hanya beralasan ekonomi, di mana mereka berupaya menambah
penghasilan suami relatif kecil atau istri mempunyai kemampuan untuk
bekerja dan memiliki waktu untuk usaha tersebut.
3. Kemandirian
Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, alasan lain mengapa
perempuan bekerja adalah “kemandirian” sebagian dari mereka
beranggapan bahwa perempuan berhak untuk mandiri dalam memenuhi
kebutuhan hidup pribadi mereka, seperti yang dijelaskan informan MR (32
Tahun) kepada peneliti:
“Saya minta modal sama suami untuk jualan pakaian, karena tidak mau bergantung pada penghasilan suami, karena dari kecil saya sudah terbiasa berdagang ikut orang tua” (wawancara 10 Desember 2013).
Pernyataan informan di atas menggambarkan tentang kebiasaan
informan yang dari kecil sudah terbiasa dengan hidup mandiri dan tidak
bergantung dengan orang lain, karena sudah terbiasa dari kecil mencari uang
dengan membantu orangtuanya di pasar, selain itu sikap tidak ingin
32
membuka usaha berdagang pakaian sendiri. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh informan EV (40 Tahun) dalam wawancara:
“Sekarang kan sudah jamannya modern, jadi perempuan berhak untuk untuk bekerja maunya sih usahanya lancar, siapa tau berkembang dan bisa maju karena pendapatan suami sebagai satpam rasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan serta biaya pendidikan anak” (wawancara 03 Desember 2013).
Perempuan juga berhak untuk bekerja mandiri serta bisa diandalkan
dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Terlebih pendapatan suami yang
hanya bekerja sebagai satpam sebuah pabrik, tidak cukup untuk memenuhi
kehidupan keluarga. Selain itu yang dikerjakan olehnya adalah bentuk
partisipasinya dalam keluarga untuk menambah pendapatan suami serta
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Begitu pula dengan
pernyataan LR 28 (Tahun) kepada peneliti:
“Dagang pakaian salah satunya untuk memenuhi kebutuhan saya pribadi, seperti beli alat make up, pakaian, arisan pokoknya kebutuhan wanita jadi lebih enak beli kebutuhan sendiri tanpa minta sama suami ” (wawancara 04 Desember 2013).
4. Mengisi Waktu Luang
Ada beberapa faktor lain yang mendorong perempuan bekerja. Di
antaranya adalah pekerjaan ini cukup mudah untuk dikerjakan dan
pendapatan yang didapat bisa membantu perekonomian keluarga, selain itu
pekerjaan menjadi pedagang pakaian terhitung santai sehingga mereka
masih bisa melakukan pekerjaan yang lain seperti pekerjaan rumah terlebih
dahulu. Seperti penuturan informan MR 32 (Tahun) kepada peneliti:
33
kecil-kecilan selain itu juga untuk mengisi waktu luang daripada di rumah tapi tidak menghasilkan uang” (wawancara 10 Desember 2013).
Sama dengan hal ini, mereka perempuan pedagang pekerja hanya
untuk mencari tambahan penghasilan dimana aturan-aturan santai dan tidak
mengikat mereka yang membuatnya memilih profesi pedagang pakaian
sebagai pekerjaan yang cocok bagi mereka, selanjutnya dijelaskan oleh EN
(35 Tahun) kepada peneliti:
“Saya juga untuk mencari kesibukan, berdagang pakaian sendiri enak bisa atur waktu jadi kerjaan rumah kepegang sendiri biar capek juga, selain itu di pasar tradisional tidak selalu ramai seperti mall pada umumnya dan sampai malam harus jaga tokonya” (wawancara 27 November 2013).
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa selain faktor ekonomi, ia
berdagang untuk mengisi waktu luang dan pekerjaan yang dipilih termasuk
santai dan mudah dikerjakan selain itu pekerjaan rumah yang dikerjakan
sendiri pun bisa dikerjakan setelah berjualan ataupun sebelum berangkat ke
pasar.
5. Meningkatkan Status Sosial
Selain itu faktor yang mendorong perempuan untuk bekerja adalah
untuk meningkatkan status sosial. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial
selalu mencerminkan konsep-konsep tindakan sosial, pola interaksi, sturktur
sosial dan nilai-nilai atau norma-norma yang kesemuanya terintegrasi
kedalam satu sistem kekeluarga mengatur pelaksanaan perkawinan
reproduksi). Sistem ini sangat bervariasi dari masyarakat yang satu dengan
34
prinsip-prinsip keturunan. Umumnya dikenal tiga prinsip keturunan yang
berlaku dalam masyarakat, yaitu patrilineal, matrilineal dan bilineal
(Sanderson, 2004:45).
Pada masyarakat, sistem kekerabatan yang kebanyakan dianut adalah
sistem kekerabatan patrilineal, di mana pada sistem ini laki-laki menempati
posisi yang lebih tinggi dan secara hukum adat sebagai pewaris harta
kekayaan keluarga, sedangkan perempuan pada posisi yang lebih rendah
dan tidak berstatus sebagai pewaris harta keluarga. Perempuan hanya
mempunyai hak sebagai pemakai hak harta orang tua atau suaminya.
Meskipun hampir sebagian besar informan perempuan pedagang pakaian
mengikuti sistem matrilineal, yakni garis kekerabatan dimana perempuan
statusnya lebih tinggi daripada laki-laki. Nyatanya kebanyakan mereka tidak
terlalu berpengaruh dengan garis kekerabatan matrilineal seperti pernyataan
EN (35 Tahun):
“Saya asalnya padang suami juga dari padang, tapi di keluarga saya gak berlaku sistem matrilineal kayagitu tetep aja suami di atas kedudukannya istri dibawah, keluarga juga gitu karena sudah lama tinggal di Depok jadi tidak terlalu mengikuti adat yang ada malah kebawa-bawa kebiasaan orang sini. Saya bekerja karena memang ingin bukan karena paksaan dari siapapun lagipula jika saya bekerja saya jadi punya penghasilan seperti suami saya dan saya jadi terlihat sama dengan perempuan yang bekerja menjadi pegawai ” (wawancara 27 November 2013).
Dari pernyataan informan dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini,
adat dan garis keturunan tidak begitu dianggap penting, karena konstruk
sosial yang ada di masyarakat bahwa laki-laki tetap memegang kekuasaan
35
berusaha mencari penghasilan sendiri sehingga mereka terjun ke dunia
publik (mencari nafkah).
Terjunnya perempuan ke ranah publik akan memungkinkan
perempuan memperoleh sumber daya pribadi, berupa penghasilan yang
nantinya dapat merubah posisinya dalam keluarga. Sebagai seorang
perempuan yang pada mulanya dipandang hanya bisa meminta belas
kasihan dari suami menjadi bergeser, dan ini juga secara sosial akan
merubah pandangan individu di sekitarnya. Perempuan akan dipandang
lebih berarti, jika tidak bergantung sepenuhnya secara ekonomi pada suami.
Keterlibatan perempuan ke dunia nafkah, tidak berarti mereka dapat
melepaskan segala kewajiban pada sektor domestik dan kegiatan domestik
pada dasarnya sangat mempengaruhi pengambilan keputusan perempuan
bekerja (Sanderson, 2000:75). Kondisi ini menyebabkan perempuan dalam
memilih pekerjaan akan memadukan antara kerja nafkah dengan kerja
rumah tangga. Konstruksi sosial yang menempatkan perempuan dalam
struktur subordinat dalam berbagai kegiatan, telah menjadi penghalang
utama bagi perempuan untuk memperoleh kesempatan yang lebih baik.
Wilayah perempuan yang berkisar sekitar tugas-tugas rumah tangga
seringkali tidak dihargai atau dianggap tidak bernilai ekonomi. Tugas rumah
tangga bagi perempuan merupakan suatu titah, perempuan adalah ratu
rumah tangga (Budiman dalam Abdullah, 1997:151). Keadaan ini
36
Paradigma ini memotivasi perempuan untuk bekerja, dengan bekerja
mereka akan memperoleh penghasilan sendiri dengaan demikian mereka
akan mampu merubah status sosialnya menjadi lebih tinggi dibandingkan
mereka yang tidak bekerja atau mencari nafkah, karena itulah mereka
merasa terdorong untuk menekuni pekerjaan yang menghasilkan uang.
Mereka tidak mau hidupnya hanya berkutat disekitar dapur, seperti
penuturan LR (28 Tahun):
“Saya bekerja agar tidak dianggap sebelah mata oleh suami, walaupun kebutuhan keluarga sudah ditanggung oleh suami saya” (wawancara 04 Desember 2013).
Penuturan yang sama diucapkan oleh EV (40 Tahun):
“Sekarang kan zamannya sudah modern, jadi menurut saya perempuan berhak untuk bekerja, soalnya kebanyakan di daerah rumah saya kebanyakan para istri hanya jadi ibu rumah tangga dan hanya mengandalkan pendapatan suami, karena kebanyakan ibu-ibu yang seumur saya hanya tamatan SD, mereka bingung mau kerja apa saya tidak ingin dicap seperti itu meskipun saya hanya lulusan SMP” (wawancara 03 Desember 2013).
Apa yang diungkapkan oleh Ibu LR dan EV di atas, merupakan salah
satu model perjuangan perempuan untuk keluar dari sektor domestik.
Perempuan merasa tidak tenang jika hanya tinggal di lingkungan tempat
tinggalnya, mereka lebih senang keluar rumah dan bertemu dengan
teman-teman seprofesi di pasar (Abdullah, 2001:143).
Salah satu jenis pekerjaan tersebut adalah sebagai pedagang pakaian.
Bagi mereka bekerja sebagai pedagang pakaian dapat dilakukan setelah
37
seluruh responden menyatakan faktor inilah yang menjadi salah satu alasan
mereka memilih pekerjaan sebagai pedagang pakaian.
6. Faktor lainnya ( kenyamanan, alasan kedaerahan, pasar yang tergolong
murah untuk sewa kios, informasi usaha perdagangan).
Penjelasan pada faktor ini, wawancara dilakukan oleh empat orang
informan yang memiliki jawaban berbeda-beda, tentang alasan mereka
bekerja menjadi pedagang pakaian. Berikut adalah data wawancara dari para
informan, yang pertama adalah informan EV (40 Tahun):
“Mulai berdagang sejak tahun 2000, sudah 13 tahun selain itu saya sudah nyaman berdagang, karena merasa lebih pandai berjualan pakaian” (wawancara dilakukan pada tanggal 03 Desember 2013).
Menurut informan EV alasan dia bekerja adalah karena informan
merasa sudah nyaman dengan bekerja sebagai pedagang pakaian sehingga
informan tidak berani untuk berspekulasi untuk mencari pekerjaan lainnya.
Hal yang berbeda diungkapkan oleh AH (25 Tahun) dan EY (43 (Tahun)
alasan mereka selain ekonomi adalah karena faktor dari daerah mana
mereka berasal mempengaruhi mereka berdagang pakaian berikut penuturan
informan kepada peneliti:
“Karena biasanya rata-rata orang padang berjualan pakaian, selain itu jualan baju selalu banyak model baru tidak seperti lainnya, apalagi sayuran yang memang ada waktu busuknya kalau pakaian kan tidak” (wawancara 27 November 2013).
Penuturan yang sama disampaikan oleh informan EY (43 Tahun)
kepada peneliti:
38
masing-masing daerah mempunyai keahlian
masing-masing”(wawancara 03 Desember 2013).
Banyaknya perempuan yang bekerja karena tuntutan dan dorongan
ekonomi serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk tetap
melanjutkan hidup, dirasakan oleh beberapa perempuan yang bekerja
dengan pendapatan yang pas-pasan menuntut mereka memilih tempat
berdagang yang sesuai dengan pendapatan mereka, informan NH (38
Tahun) menjelaskan kepada peneliti:
“Saya memilih berdagang disini (Pasar Kemiri Muka) soalnya disini sewanya masih kiosnya masih murah, saya belum mampu membeli lapak karena penghasilan perbulan saya masih belum cukup” (wawancara dilakukan pada tanggal 03 Desember 2013).
Tidak dipungkiri bahwa apa yang menjadi standar hidup seseorang
adalah, bagaimana kebutuhan itu terpenuhi dan hasil yang didapatkan dari
pekerjaan mereka dapat ditabung atau digunakan untuk hari esok.
Selanjutnya RD (40 Tahun) menjelaskan kepada peneliti alasan dia bekerja
sebagai pedagang pakaian di Pasar Kemiri Muka, berikut penuturannya:
“Awalnya ditawari oleh saudara dari suami dipinjami modal untuk
berdagang, pelan-pelan diajari caranya berdagang karena
kebanyakan saudara suami sebagian berjualan pakaian dan berhasil” (wawancara 11 Desember 2013).
Informasi akan usaha perdagangan merupakan faktor pendorong RD
untuk terjun dalam usaha yang digelutinya, selain dorongan akan
pemenuhan kebutuhan yang lebih kompleks. Pengalaman akan keberhasilan
lingkungan keluarga merupakan pelajaran baginya yang mendorongnya
39
informan tertarik menggeluti usaha perdagangan adalah karena tertarik
dengan keberhasilan saudaranya dengan bekerja sebagai pedagang pakaian,
sehingga ia berusaha untuk bekerja dan berharap berhasil seperti
saudaranya.
Tabel.II.A.4. Tabel Alasan Perempuan Bekerja Sebagai Pedagang Pakaian
No
Keterangan faktor Sumber: Hasil wawancara 2013.
Dari penjelasan tabel di atas, maka hal yang dapat ditarik adalah yang
mendasari perempuan bekerja sebagian besar adalah faktor ekonomi. Hal ini
dikarenakan keadaan yang memaksa mereka untuk bekerja. Temuan di atas
mendukung teori feminis liberal yang menyatakan tentang pilihan
rasionalitas, di mana mereka bekerja atas dasar pilihan mereka sendiri dan
didorong pemikiran secara rasional seperti mereka bekerja (Ida dan
Hermawati, 2013:53). Mereka tidak ingin dipandang sebelah mata oleh
suami mereka. Mereka berpikir bagaimana caranya untuk membantu
40
tulang punggung ekonomi keluarga. Motivasi yang mendorong mereka
bekerja membuktikan bahwa, seorang perempuan yang digambarkan
sebagai sosok yang lemah, emosional, sensitif, dan kurang akal dianggap
pas untuk berada di ranah domestik itu ternyata tidak benar. feminisme
liberal menyatakan bahwa perempuan harus bisa keluar dari ruang domestik
dengan melakukan perubahan, indikator perubahan pada perempuan dapat
diukur bila perempuan memiliki otonomi diri sendiri. Sehingga, dia mampu
menentukan dirinya sendiri, bukan menjadi alat dan media untuk
kesenangan orang lain, karena perempuan harus menjadi agen rasional yang
mempunyai kemampuan dan kehendak sendiri (Ida dan Hermawati,
2013:54). Oleh karena itu mereka berusaha untuk keluar dari ranah
domestik, karena adanya kesadaran gender yang timbul dari dalam diri
mereka.
B.Beban Ganda Perempuan Dalam Ranah Domestik, Publik Dan Sosial. Perempuan mengalami beban ganda yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan adanya budaya
patriarki dalam masyarakat yang menempatkan laki-laki pada posisi yang
lebih tinggi, sehingga beban pekerjaan rumah tangga senantiasa disematkan
kepada kaum perempuan. Menurut Moser (Moser, 1993:27) untuk
mengetahui beban ganda perempuan, maka harus melihat triple roles yang
meliputi peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial. Dari kacamata
triple roles tersebut dapat membantu dalam menganalisa mengenai