KAJIAN ASPEK BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
DI SEKITAR DAS RANDANGAN KABUPATEN POHUWATO
PROVINSI GRONTALO
Ade MuharamDosen Jurusan Teknologi Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah atau kawasan yang menjadi penghubung antara ekosistem darat dan laut. Kawasan ini menjadi akumulasi dari berbagai permasalahan yang terkait dengan kerusakan biofisik yang berdampak kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, maupun di wilayah pesisir. DAS Randangan adalah salah satu DAS yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang sungai-sungainya bermuara di Pesisir Teluk Tomini. Saat ini tidak banyak pihak yang mempunyai perhatian besar terhadap kondisi DAS ini, walaupun pada kenyataannya tidak sedikit komunitas masyarakat yang sangat tergantung kepada ekosistem DAS tersebut. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui kondisi biofisik DAS Randangan yang mempunyai potensi terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menetap di sekitar DAS. Metode yang dilakasanakan dalam kajian ini adalah metode survey dan wawancara, sehingga diperoleh beberapa karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan DAS Randangan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh informasi bahwa kondisi biofisik DAS Randangan pada umumnya masih berada pada kisaran normal. Sedangkan dari hasil pengukuran kandungan logam berat ditemukan bahwa kandungan logam tembaga (Cu) dan nikel (Ni) berada di atas ambang batas normal. Terdapat korelasi yang kuat antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan yang korelasinya cenderung berbanding terbalik. Selain itu, sebagian besar mata pencaharian masyarakat setempat adalah sebagai nelayan, dengan penghasilan antara Rp. 200,000,- sampai Rp. 500,000,- per bulan, dan responden mengusulkan adanya penebaran bibit ikan disungai, pelarangan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktifitas penebangan hutan di daerah hulu dan program penanaman pohon disekitar tepian sungai serta pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai.
Kata Kunci: DAS Randangan, Biofisik, Sosial Ekonomi Masyarakat, Pengelolaan.
PENDAHULUAN
Dimensi wilayah pesisir sebagai penyedia sumberdaya alam dicirikan dengan terdapatnya berbagai ekosistem yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan pola biofisik yang erat. Terdapat pola interaksi yang terjadi, seperti interaksi organisme biologi termasuk flora dan fauna, kondisi fisik, termasuk bahan organik terlarut dan partikel, bahkan lebih luas lagi adanya interaksi aktifitas manusia dan kebijakan
pengelolaan. Interaksi ini membawa
konsekwensi tingginya tingkat dinamika di wilayah pesisir, bahkan terdapat potensi membawa dampak negatif terhadap kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di
wilayah tersebut, terutama apabila
pengeloaannya tidak dilakukan secara tepat dan berkelanjutan.
Salah satu kawasan yang
merupakan penghubung langsung antara wilayah darat dengan laut adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). Di kawasan inilah potensi terjadinya kerusakan biofisik sebagai akibat dari adanya aktivitas manusia seperti penebangan hutan, kegiatan pertanian, pertambangan, dan lain-lain yang pada
akhirnya akan membawa dampak negatif
terhadap ekosistem pesisir secara
kesuluruhan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menurut Notohadiprawiro (1985)
DaerahAliran Sungai merupakan
keseluruhankawasan pengumpul suatu
sistem tunggal, sehingga dapat disamakan dengan catchmentarea. Martopo (1994), memberi pengertianbahwa, Daerah Aliran
Sungai (DAS)merupakan daerah yang
dibatasi olehtopografi pemisah air yang terkeringkan olehsungai atau sistem saling
berhubungansedemikian rupa sehingga
semua aliransungai yang jatuh di dalam akan keluar darisaluran lepas tunggal dari wilayah tersebut.
Provinsi Gorontalo mempunyai tiga DAS utama, yaitu DAS Randangan,
Paguyaman dan Bonebolango. DAS
Randangan melintasi Kecamatan
Popayato, Marisa dan Paguat Kabupaten Pohuwato, dan bermuara di pantai Marisa. Luas DAS ini sekitar 290,000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 115 km. Pola aliran sungai DAS ini adalah berpola dendritik dan bersifat pararel, sehingga air yang mengalir di DAS ini akan sangat
cepat mencapai hilir. Hal ini disebabkan oleh topografi yang dilalui oleh DAS
Randangan berbukit dan bergunung
dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40%. Akibatnya, potensi erosi aliran sungai akan menjadi lebih besar, terutama di bagian hulu DAS, sedangkan di bagian tengah dan hilir (muara) DAS akan menjadi wilayah yang sangat rentan banjir. Tingkat kerusakan DAS Randangan
ini diperburuk lagi dengan adanya
kegiatan penebangan hutan dan
pembukaan lahan pertanian yang
menyebabkan tingginya tingkat
sedimentasi di wilayah hilir. Potensi permasalahan yang terdapat di DAS Randangan diduga akan mempengaruhi kondisi ekosistem pada sakala yang lebih luas lagi, yaitu perairan Teluk Tomini yang
menjadi sandaran hidup masyarakat
pesisir di wilayah Selatan Provinsi
Gorontalo.
Permasalahan utama dalam
pengelolaan DAS Randangan ini juga
diperaparah oleh belum mantapnya
institusi dan masih lemahnya sistem
perencanaan yang komprehensif.
Meskipun upaya-upaya pengelolaan DAS di Provinsi Gorontalo secara umum telah cukup lama dilaksanakan, namun karena
kompleksitas masalah yang dihadapi
hasilnya belum mencapai yang
diinginkan, terutama yang berkaitan
dengan pembangunan sumberdaya
manusia dan kelembagan masyarakat. Kemiskinan sering dianggap sebagai
salah satu penyebab kemerosotan
lingkungan dan dampak negatif dari pembangunan. Sebaliknya kemerosotan daya dukung lingkungan dapat menjadi penyebab muncul dan berkembangnya kemiskinan.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik DAS Randangan yang ditinjau dari aspek biofisik dan sosial
ekonomi masyarakat sekitar. Melalui
penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran mengenai kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar DAS Randangan yang dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk pengelolaan DAS secara terpadu dan berkelanjutan.
METODOLOGI
Pendekatan dan Ruang Lingkup
Penelitian
Berdasarkan tujuan dan sasaran dari kegiatan penelitian ini, maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan survey berbagai aspek yang terkait dengan biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar DAS Randangan, yaitu:
Kualitas Air (DO, Salinitas, Suhu, dan
pH)
Kedalaman dan kecerahan air sungai.
Jumlah dan kelimpahan ikan (ekor/m2)
yang terdapat di sungai.
Tingkat pemanfaatan masyarakat
sekitar, dan persepsinya dalam
pengelolaan sungai.
Lokasi Survey
Survey penelitian dilaksanakan pada tiga titik pengamatan di DAS Randangan, yaitu Lokasi Muara 1 dan 2, serta bagian tengah sungai (Gambar 1).
Lokasi Muara DAS Lokasi Bagian Tengah DAS
Gambar 1. Lokasi penelitian di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan
LOKASI BAGIAN TENGAH N 00”32.213’ E121”49.468’ LOKASI MUARA 1
N 00”26.196’ E 121”51.438’
LOKASI MUARA 2 N 00”26.197’ E 121”54.441’
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Aspek Biofisik
Kualitas Air
Tabel 1. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada tiga lokasi pengamatan
Parameter Kualitas Air Muara 1 Muara 2 Tengah DAS
Suhu 37oC 32oC 30oC
Salinitas 32 ppt 30 ppt 15 ppt
pH 6.5 7 6
DO 5 mg/l 5 mg/l 6 mg/l
Berdasarkan hasil pengukuran
kualitas air di tiga lokasi pengamatan, sesuai dengan parameter yang diukur, sejauh ini belum menunjukan kualitas air yang buruk. Kisaran nilai pada paremeter kualitas air
yang diukur tersebut masih dalam kategori
normal. Selain itu, dilakukan juga
pengukuran kandungan logam berat terlarut yang ditemukan di lokasi penelitian (Tabel 2 dan Gambar 2).
Tabel 2. Hasil pengukuran kandungan logam berat perairan (Metode SNI 01-3554-2006)
Logam Terlarut Bagian Tengah
Sungai
Muara 1 Muara 2 Nilai Baku Mutu
Air Tembaga (Cu) 0,108 0,106 0,089 0,008 Nikel (Ni) 0,09 0,39 0,5 0,05 Raksa (Hg) 0 0,0028 0 0,001 Kadmium (Cd) 0,00006 0,000057 0,00019 0,001 Timbal (Pb) 0,00333 0,00219 0,0031 0,008
Kandungan logam tembaga (Cu) dan nikel (Ni) secara umum nilainya berada di atas ambang batas yang telah ditentukan,
sedangkan kandungan logam lainnya
(Raksa, Kadmium dan Timbal) umumnya berada di bawah nilai batas. Kandungan logam Tembaga (Cu) dan Nikel (Ni) yang relative tertinggi, diduga disebabkan oleh aktivitas masyarakat di sekitar pesisir, terutama yang terkait dengan pembuatan dan perbaikan perahu yang berada di sekitar lokasi pengamatan ini. Clark (1989) menyatakan bahwa logam Tembaga (Cu) dipakai dalam bahan pengawet kayu dan cat
anti karat pada lambung perahu. Tidak diperoleh kepastian yang pasti dari observasi di lokasi penelitian mengenai penyebab tingginya kandungan logam-logam tersebut. Namun demikian, terdapat indikasi bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh aktifitas masyarakat di sekitar sungai dan muara, yaitu pendaratan perahu-perahu nelayan, pembuangan sampah dan limbah rumah tangga ke sungai. Hal ini dibuktikan dengan cukup banyaknya sampah (plastic, kertas, kain-kainan, botol, kayu dan lain sebagainya) yang berada di lokasi penelitian.
Gambar 2. Grafik kandungan logam berat perairan di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan
Kedalaman dan Kecerahan Air Sungai
Pengukuran kedalaman dan
kecerahan sungai delakukan dengan
membentangkan tali dari satu sisi ke sisi lain sungai di seberangnya. Sehingga tali dipasang melintang, kemudian pengukuran kedalaman dan kecerahan diukur pada setiap titik pada tali tersebut dengan interfal jarak antar titik 1 meter. Tanda (-) pada angka hasil pengukuran menunjukan bahwa
pengukuran kedalaman dan kecerahan
dimulai dengan titik nol di permukaan air, sehingga kedalaman yang berada di bawah permukaan air dianggap mempunyai nilai (-).Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman dan kecerahan di lokasi pengamatan Muara 1 dan Muara 2, terlihat bahwa kedalaman rata-rata di Muara 1 adalah 2.9 meter dan kecerahannya 0.4 meter. Sedangkan di Muara 2 kedalaman rata-ratanya adalah 4 meter dengan kecerahan rata-rata mencapai 1 meter.
Muara 1 Muara 2 Tengah DAS
Gambar 3. Grafik kedalaman dan kecerahan air sungai di Muara 1 dan 2 serta Bagian
Tengah DAS Randangan
Selanjutnya, hasil pengukuran
kedalaman dan kecerahan di lokasi
pengamatan bagian tengah DAS
Randangan, diperoleh hasil bahwa
kedalaman rata-rata di lokasi tersebut adalah 4.6 meter dengan kecerahan rata-rata 1.1 meter. Hasil pengukuran ini menunjukan bahwa kedalaman dan kecerahan di lokasi bagian tengah DAS Randangan ini lebih tinggi dibandingkan pengamatan di lokasi Muara 1 maupun Muara 2. Hal ini diduga sebagai pengaruh dari perbedaan kuat arus aliran air yang mengalir di bagian tengah
DAS Randangan relatif lebih kuat
dibandingkan dengan arus air yang terjadi di
bagian muara. Kuatnya arus ini
menyebabkan tingkat sedimentasi relatif
lebih rendah, karena material padatan akan cenderung hanyut terbawa aliran air menuju arah muara.
Jumlah dan Kelimpahan Ikan
Berdasarkan perhitungan
kelimpahan ikan yang terdapat di lokasi Muara 1 dan Muara 2, terlihat bahwa kelimpahan ikan di lokasi Muara 1 (0.6
ekor/m2) relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan kelimpahan ikan di Muara 2 (0.5
ekor/m2). Sedangkan kelimpahan ikan di
bagian tengah DAS Randangan adalah 0.27
ekor/m2. Nilai kelimpahan ini berada di
0 ,1 0 8 0 ,0 9 0 ,1 0 6 0 ,3 9 0 ,0 8 9 0 ,5 0 ,0 0 8 0 ,0 5 T e m b a g a ( C u ) N i k e l ( N i ) Bagian Tengah Sungai Muara 1
Muara 2 Nilai Baku Mutu Air
0 6E-05 0 ,0 0 3 3 3 0 ,0 0 28 5 ,7 E -05 0,0 0 2 1 9 0 0,0 00 19 0 ,0 0 3 1 0,0 01 0 ,0 0 1 0 ,0 0 8 R a k s a ( H g ) K a d m i u m ( C d ) T i m b a l ( P b ) Bagian Tengah Sungai Muara 1
Muara 2 Nilai Baku Mutu Air
(5,00) -Kedalaman (m) Kecerahan (m) (6,00) (4,00) (2,00) -Kedalaman (m) Kecerahan (m) (10,00) -Kedalaman (m) Kecerahan (m)
bawah nilai kelimpahan ikan di lokasi pengamatan bagian muara sungai. Hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Pola sirkulasi air di bagian muara
dipengaruhi oleh aliran air dari sungai dan aliran air laut melalui arus pasang surut yang bermanfaat bagi kehidupan ikan dan biota perairan. Sistim aliran air tawar dan arus pasang surut di muara merupakan faktor penting dalam suplai unsur
hara sehingga dikenal sebagai
kawasan perangkap hara (nutrien trap) yang mempunyai produktivitas yang relatif lebih tinggi. Kondisi perairan ini memungkinkan bagi kehidupan ikan yang lebih baik dibandingkan dengan bagian lain di sungai.
Arus air di bagian muara relatif lebih
tenang dibandingkan dengan pola arus air di bagian tengah DAS, sehingga ikan menjadi tidak terlalu
nyaman untuk menetap bagian
tengah tersebut.
Terdapatnya tanaman mangrove di
bagian muara yang dapat berfungsi
sebagai tempat singgah ikan.
Secara biologi yang menyangkut
rantai makanan, ekosistem
mangrove merupakan produsen
primer melalui serasah yang
dihasilkan. Serasah tanaman setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah
mikroorganisme, menghasilkan
detritus dan berbagai jenis
fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Selain itu, terdapat keterkaitan yang cukup erat antara nilai kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan sebagai salah satu indikasi kuantitas partikel padatan
terlarut dan zat hara di perairan. Pada bagian tengah DAS Randangan yang arusnya relatif lebih kuat, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, diduga tidak terlalu banyak mengandung partikel padatan di perairan, sehingga relatif perairan ini tingkat kecerahannya lebih tinggi. Tingginya tingkat kecerahan perairan alami merupakan salah satu indikasi rendahnya zat hara terlarut di
perairan tersebut, sehingga menjadi
penyebab rendahnya nilai kelimpahan ikan. Keterkaitan antara nilai kelimpahan dengan tingkat kecerahan perairan di bagian tengah DAS Randangan ini membentuk korelasi linear dengan persamaan y = -2,262x - 0,4 dan dengan nilai R² = 0,25.Sedangkan pada lokasi di Muara 1
ditemukan persamaan y= 0,4104x -
0,6452(R² = 0,8106) dan Muara 2 adalah y= -4,2308x + 1,3673(R² = 0,9064) (Gambar 3). Persamaan grafik tersebut mengindikasikan
bahwa terdapat kecenderungan bahwa
semakin tinggi tingkat kecerahan perairan, maka relatif semakin rendah nilai kelimpahan
ikan yang terdapat di perairan
tersebut.Berdasarkan penelitian ini
teridentifikasi bahwa terdapat beberapa perbedaan yang terkait dengan korelasi antara nilai kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan pada bagian sungai yang berbeda. Korelasi antara nilai kelimpahan dangan tingkat kecerahan air di bagian hilir
(muara) sungai relatif lebih sensitif
dibandingkan dengan yang terjadi di bagian tengah sampai hulu bagian sungai.
Hal ini mengindikasikan bahwa
kecerahan air yang juga berhubungan
kekeruhan perairan yang mengalami
perubahan sedikit saja pada bagian hulu sungai (muara) akan sangat mempengaruhi kelimpahan ikan di wilayah tersebut. Oleh karena itulah, wilayah sungai yang lebih ke arah hulu, mempunyai dinamika karakteristik dan pola keterkaitan antar ekosiistem yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah
bagian tengah dari sungai.
Muara 1 Muara 2 Tengah DAS
y = 0,4104x - 0,6452 R² = 0,8106 (,600) (,400) (,200) - ,500 1,00 y = -4,2308x + 1,3673 R² = 0,9064 (1,500) (1,00) (,500) - ,500 1,00 y = -2,262x - 0,4 R² = 0,25 (2,00) (1,500) (1,00) (,500) - ,200 ,400 ,600
Gambar 3. Grafik hubungan antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan
2. Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat
di Sekitar DAS Randangan
Pada dasarnya pengelolaan DAS
Randangan tidak dapat terlepas dari
pengelolaan sumberdaya alam, khususnya
sumberdaya alam pesisir, karena
berdasarkan fakat-fakta yang ditemukan melalui penelitian ini terbukti bahwa berbagai kondisi yang menyangkut DAS Randangan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas sumberdaya di pesisir. Oleh karena itu, sebagai bagian dari ekosistem, masyarakat di sekitar DAS Randangan sangat berperan
dalam memberikan kontribusi terhadap
berbagai perubahan kondisi lingkungan. Sebagai bagian dari penelitian, maka perlu diketahui sejauh mana tingkat pemanfaatan masyarakat sekitar dalam memanfaatkan sungai sebagai bagian dari kehidupannya.
Kegiatan observasi mendalam
terhadap pemanfaatan masyarakat dilakukan di lokasi bagian tengah DAS Randangan, karena di lokasi penelitian di bagian muara tidak ditemukan adanya pemukiman ataupun kelompok masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar DAS Randangan dicantumkan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil wawancara dengan masyarakat yang berada di sekitar DAS Randangan
Mata Pencaharian Masyarakat Penghasilan
Nelayan 73.33 < 200,000 40.00
Petani 13.33 200,000 - 500,000 53.33
Pedagang 6.67 500,000 - 1,000,000 6.67
Peternak 6.67 >1,000,000 -
Jarak Rumah Ke Sungai Pemanfaatan Langsung Dari Sungai
< 50 meter 20.00 Tidak Pernah 20.00
50 - 100 meter 53.33 Jarang -
100 - 200 meter 26.67 Kadang-kadang 20.00
>200 meter 20.00 Sering 60.00
Bencana Banjir Yang Disebabkan Dari Sungai Sosialisasi Atau Pelatihan Terkait Dengan
Pengelolaan Sungai
Tidak Pernah 46.67 Tidak Pernah 100.00
Jarang 6.67 Jarang -
Kadang-kadang 40.00 Kadang-kadang -
Sering 6.67 Sering -
Penilaian Terhadap Kondisi Sungai Upaya Perbaikan Kondisi Sungai
Masih Baik 20.00 Penanaman di sepanjang
sepadan sungai
20.00
Sudah Tercemar 26.67 Penebaran bibit ikan sungai 33.33
Terlalu Keruh 33.33 Pelarangan penebangan
hutan di hulu
26.67
Airnya Terlalu Deras 20.00 Pelarangan penggunaan
bahan kimia untuk
menangkap ikan
20.00
Berdasarkan hasil wawancara
dengan masyarakat, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat di sekitar DAS Randangan adalah sebagai nelayan (73.33%), selain itu sebagai petani (13.33%), pedagang dan peternak masing-masing sebanyak 6.67%. Nelayan yang tinggal di sekitar DAS Randangan pada umumnya adalah nelayan
perikanan tangkap, baik yang biasa
beroperasi di bagian tengah aliran sungai,
maupun yang beroperasi di sekitar muara sungai. Tingkat pendapatan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar DAS Randangan berkisar antara lebih kecil dari
Rp. 200,000,- sampai dengan Rp.
1,000,000,- Sebagian besar masyarakat berpenghasilan antara Rp. 200,000,- sampai Rp. 500,000,- yaitu sebanyak 53.33%, sedangkan yang berpenghasilan kurang dari Rp. 200,000,- jumlahnya 40.00%, sedangkan
yang berpenghasilan lebih dari Rp. 500,000,- hingga Rp. 1,000,000,- hanya ada 6.67%.
Berdasarkan data dari BPS Provinsi Gorontalo, persentase masyarakat miskin di Kabupaten Pohuwato pada tahun 2007
adalah sebesar 29.74%, dan garis
kemiskinan pada tahun 2006 sekitar Rp. 118,500,- Terkait dengan hasil observasi masyarakat di sekitar DAS Randangan, terutama masih terdapatnya masyarakat yang mempunyai penghasilan di bawah Rp. 200,000,- dalam sebulan, maka dapat diidentifikasi bahwa sebagian masyarakat tersebut masih termasuk dalam kelompok masyarakat miskin. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat, bahwa dikhawatirkan, tekanan terhadap kondisi sumberdaya alam khususnya sungai akan semakin berat di waktu-waktu mendatang dikarenakan alasan faktor ekonomi. Faktor
ekonomi pula yang akan mendorong
masyarakat melakukan eksploitasi
sumberdaya alam tanpa memperhatikan
dampak kerusakan yang ditimbulkan
terhadap ekosistem. Perhatian terhadap permasalahan ini perlu ditingkatkan karena terdapat sekitar 60% masyarakat di sekitar
DAS Randangan yang melakukan
pemanfaatan langsung dari berbagai
sumberdaya alam sungai.
Perkembangan pemukiman
masyarakat di sekitar DAS Randangan ini terlihat dangan cukup banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah yang hanya ber jarak
50 – 100 meter dari sungai (53.33%).
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat berdasarkan PP 47 Tahun 1997 tentang Tata Ruang Nasional dan Keppres 32/1990 tentang Kawasan Lindung, ditentukan bahwa sempadan sungai berada pada jarak antara 50 – 100 meter dari tepi sungai ke arah darat yang merupakan kawasan lindung. Artinya, pada kawasan tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas yang berimplikasi
kepada perubahan pemanfaatan ruang
dalam kawasan lindung tersebut. Pada lokasi pengamatan di bagian tengah DAS
Randangan ditemukan pula aktifitas
masyarakat di tepian sungai yang masih dalam kawasan lindung terutama aktifitas pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah daerah yang memang berkewajiban dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung masih sangat diperlukan dilakukan di lokasi ini.
Masih lemahnya pamahaman
masyarakat terhadap kondisi sungai dan pemanfaatannya, ternyata disebabkan oleh
masih rendahnya tingkat sosialisasi dan pembinaan mengenai pengelolaan sungai. Hal ini teridentifikasi berdasarkan pendapat
masyarakat di lokasi penelitian yang
menyatakan bahwa belum pernah ada kegiatan sosialisasi dan pembinaan baik dari pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, sebagai bagian pelaksanaan dari amanat PP 47 Tahun 1997
yang mewajibkan kepada Pemerintah
Daerah dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung tepian sungai, maka kegiatan sosialisasi dan pembinaan
terhadap masyrakat sekitar sungai
merupakan salah satu program prioritas yang harus segera direalisasikan.
Beberapa usulan dari masyarakat di sekitar sungai juga sempat teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu mengusulkan adanya penebaran bibit ikan disungai (33.33%) sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah ikan yang terdapat di sungai, sehingga diharapkan terjadi peningkatan jumlah tangkapan ikan di waktu-waktu mendatang. Sekitar 26.67% masyarakat mengharapkan adanya pelarangan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktifitas penebangan hutan di daearah hulu (26.67%). Sebagian masyarakat juga mengharapkan adanya program penanaman pohon disekitar tepian sungai (20.00%) dan pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai (20.00%).
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah berdasarkan hasil kajian biofisik
perairan yang meliputi pengukuran
parameter biologi dan fisika-kimia di lokasi penelitian pada umumnya masih berada pada kisaran normal. Sedangkan dari hasil
pengukuran kandungan logam berat
ditemukan bahwa kandungan logam
tembaga (Cu) dan nikel (Ni) berada di atas ambang batas normal. Terdapat korelasi yang kuat antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan yang korelasinya cenderung berbanding terbalik.
Berdasarkan wawancara sosial
ekonomi masyarakat diketahui bahwa
sebagian besar mata pencaharian
masyarakat setempat adalah sebagai
nelayan, dengan penghasilan antara Rp. 200,000,- sampai Rp. 500,000,- Beberapa usulan dari masyarakat di sekitar sungai juga sempat teridentifikasi dalam penelitian ini,
yaitu mengusulkan adanya penebaran bibit ikan di sungai, pelarangan dan pengawasan
yang lebih ketat terhadap aktifitas
penebangan hutan di daerah hulu dan program penanaman pohon disekitar tepian
sungai serta pelarangan terhadap
penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai.
Rekomendasi
Teridentifikasinya beberapa
indikator ekologis yang terdapat pada DAS
Randangan, walaupun belum terlalu
menunjukan kerusakan lingkungan yang sangat besar, namun demikian tetap perlu mendapat perhatian dari segenap pihak. Oleh karena itu, penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan DAS Randangan yang lebih menyeluruh sebaiknya harus segera disusun baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh pihak-pihak lain yang sabgat concern terhadap pengelolaan lingkungan.
Sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, maka pengelolaan lingkungan DAS Randangan
juga harus mengacu kepada tujuan
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga terpeliharanya daya dukung dan kualitas lingkungan secara proporsional demi tercapainya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang
terpadu (integrated) dan berkelanjutan
(sustainable).
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J.
Sitepu. 2001. Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan kedua, edisi revisi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi
dan Organisasi Ekosistem
Komunitas dan Lingkungan.
Cetakan pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Martopo, S. dkk. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.
Notohadiprawiro T. 1988. Tanah, Tataguna Lahan dan Tata Ruang dalam
Aanalisis Dampak Lingkungan.
PPLHUGM, Yogyakarta
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Supriharyono, 2000.a. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.