• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Salah satu tantangan paling berat di bidang peternakan adalah pencegahan penyakit. Daya tahan tubuh ternak merupakan benteng utama untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Daya tahan adalah kemampuan tubuh untuk menangkal dan melawan penyakit. Daya tahan terkait erat dengan sistem pertahanan kekebalan (imunitas) tubuh yang ditunjang oleh sel imun serta antibodi.

Kinerja dan penampilan ternak yang terjangkit penyakit akan diperburuk oleh kesalahan penyusunan ransum. Selama ini, penyusunan ransum pada dasarnya hanya ditekankan kepada terpenuhinya kebutuhan energi, protein vitamin dan mineral. Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) jarang menjadi perhatian dalam penyusunan ransum, padahal PUFA merupakan prekursor dari beberapa zat yang mempengaruhi sistem imun. Asam lemak n-6 merupakan prekursor dari prostaglandin E2 (PGE2), dan prostasiklin I2 (PGI2), sedangkan

asam lemak n-3 merupakan prekursor dari prostaglandin E3 (PGE3), dan

prostasiklin I3 (PGI3).

Terhadap sistem pertahanan tubuh, aktivitas PGE2 menyebabkan

imunosupresif yang secara anatomis diperlihatkan oleh atrofi organ limfoid (Husband 1995). Hal ini bergantung pada kekuatan aktifitas prostasiklin I2 yang

mempunyai peran sebagai imunostimulan dalam jaringan organ limfoid (Lowenthal et al. 1994). PGE2 dan PGI2 disintesa dari asam arakhidonat (AA)

yang metabolismenya meningkat pada reaksi pertahanan tubuh.

Metabolisme AA dihambat oleh asam linolenat (LNA), karena keduanya dikatalisis oleh enzim yang sama. Sifat penghambatan ini menjadi kuat jika LNA sudah dimetabolisme menjadi asam eikosa pentaenoat (EPA) (Hwang et al. 1988). Dalam mengadakan sistem pertahanan tubuh EPA akan dimetabolisme lebih lanjut menghasilkan senyawa prostaglandin seri tiga diantaranya adalah PGE3, yang bersifat anti radang dan PGI3 yang mempunyai peran sama dengan

PGI2 tetapi bersifat lebih lemah (Beaur 1993)

Perlu dipertimbangkan penambahan asam lemak n-3 ke dalam ransum ayam broiler, karena lebih dari 50 % bahan pakan dalam ransum ayam broiler adalah jagung. Pakan jagung kaya akan asam lemak n-6, sehingga dengan ditambahkannya minyak yang kaya asam lemak n-3 diharapkan dapat menekan metabolisme asam lemak n-6. Minyak ikan dapat dijadikan salah satu alternatif

(2)

pakan sumber asam lemak n-3. Rusmana et al. (2000), melaporkan bahwa penambahan minyak ikan tuna sebesar 6 % dalam ransum ayam kampung dapat meningkatkan kandungan asam lemak n-3, EPA dan asam dokosa heksaenoat (DHA), dan menekan kandungan AA dalam jaringan.

Minyak ikan yang sangat potensial di Indonesia adalah minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps). Minyak ikan lemuru merupakan salah satu sumber asam lemak n-3 (Cahyanto et al. 1997). Minyak ikan lemuru merupakan hasil sampingan pembuatan tepung ikan dan pengalengan ikan lemuru. Proses pengalengan ikan lemuru diperoleh rendemen berupa minyak sebesar 5% (b/b) dan dari proses penepungan sebesar 10% (b/b) (Setiabudi 1990).

Penambahan minyak ikan yang kaya asam lemak n-3 sampai 2 % dalam ransum yang berbasis pakan jagung tidak meningkatkan titer antibodi yang dihasilkan ayam broiler yang divaksinasi, tetapi pada tingkat tersebut dapat menekan efek peradangan apabila diinfeksi (Korver & Klasing 1997; Wander et al. 1997). Pada tingkat penambahan minyak ikan sampai 7 % dalam ransum respon titer antibodi terhadap eritrosit domba lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan lemak hewan, minyak jagung, dan minyak kelapa (Fristsche et al. 1991a). Penambahan minyak ikan yang tinggi dalam ransum memberikan efek yang kurang menguntungkan. Asam lemak tak jenuh ganda sangat mudah teroksidasi, berdasarkan hasil penelitian Wander et al. (1997) pemberian asam lemak tak jenuh ganda menurunkan vitamin E dan meningkatkan peroksidasi lemak dalam plasma. Pada gilirannya defisiensi vitamin E akan mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. Defisiensi vitamin E telah menunjukkan penekanan respon imun pada semua spesies (Meydani 1995). Konsekuensinya, peningkatan konsentrasi vitamin E dibutuhkan ketika mengkonsumsi asam lemak n-3.

Berdasarkan pemikiran diatas serangkaian penelitian perlu dilakukan, mengenai peranan minyak ikan lemuru dan penambahan vitamin E dalam ransum ayam broiler sebagai imunomodulator dan pengaruhnya terhadap daya tahan tubuh ayam broiler.

(3)

Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk :

1. Mempelajari pengaruh interaksi penambahan minyak ikan lemuru dan penambahan vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap imunomodulator.

2. Mengetahui kombinasi penambahan minyak ikan lemuru dan penambahan vitamin E yang optimum yang dapat meningkatkan daya tahan ayam broiler terhadap penyakit

Kerangka Pemikiran:

Penggunaan bahan pakan jagung tidak dapat dihindari penggunaannya dalam penyusunan ransum ayam. Jagung adalah sumber energi utama dalam penyusunan ransum, lebih dari 50 % bahan pakan dalam ransum ayam broiler adalah jagung. Selain penyumbang energi dalam ransum, jagung juga penyumbang asam lemak esensial yaitu asam lemak linoleat (LA). Asam lemak LA yang dikandung dalam lemak jagung bisa mencapai 60 % (Suprijana 1995). Lemak yang dikandung jagung bisa mencapai 4 % (NRC 1994), sehingga dengan penggunaan 50 % jagung dalam ransum, kandungan LA dalam ransum bisa mencapai 1.2 %.

Asam lemak LA dalam tubuh ternak dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi AA . AA merupakan perkursor dari beberapa ecosanoid yaitu PGE2,

PGI2, TXA2, dan LTA4. Didalam jaringan otot, AA dimetabolisme melalui dua

buah jalur. Melalui jalur siklooksigenase AA dimetabolisme menjadi prostaglandin endoperoksida (PGH2) yang selanjutnya oleh enzim PGH2-PGE2

isomerase, PGH2-PGD2 isomerase, PGH2-PGF2α reduktase, PGI2 sintase dan

TXA2 berturut-turut berubah menjadi PGE2, PGD2, PGF2α , PGI2 dan Tromboxan

A2 (TXA2). Melalui jalur lipooksigenase, AA dimetabolisme menjadi leukotrine A4

(LTA4).

Terhadap sistem pertahanan tubuh, aktivitas PGE2 menyebabkan

imunosupresif yang secara anatomis diperlihatkan oleh atrofi organ limfoid (Husband 1995). Hal ini bergantung pada kekuatan aktifitas prostasiklin I2 yang

mempunyai peran sebagai imunostimulan dalam jaringan organ limfoid (Lowenthal et al. 1994).

Metabolisme AA dihambat oleh LNA, karena keduanya dikatalisis oleh enzim yang sama. Sifat penghambatan ini menjadi kuat jika LNA sudah

(4)

dimetabolisme menjadi EPA ( Hwang et al. 1988). EPA pada keadaan tubuh aktif dalam mengadakan reaksi pertahanan akan dimetabolisme lebih lanjut menghasilkan senyawa prostaglandin seri tiga diantaranya adalah PGE3, yang

bersifat anti radang dan PGI3 yang mempunyai peran sama dengan PGI2 tetapi

bersifat lemah (Beaur 1993).

Salah satu sumber bahan yang banyak mengandung EPA adalah minyak ikan lemuru. Ikan mampu mensintesa EPA walaupun prazatnya harus diperoleh dari makanan, sedang tumbuhan walaupun dapat mengautosintesa LNA tetapi belum ada bukti bahwa tumbuhan dapat mengautosintesa EPA.

Sumber lemak dan komposisi asam lemak yang dikonsumsi oleh ayam broiler, bisa mempengaruhi komposisi jaringan limfoid dan fungsi sel imun (Fritsche et al. 1991a; Fritsche et al. 1991b; Fritsche & Cassity 1992). Korver dan Klasing (1997) melaporkan peningkatan penambahan minyak ikan (0.5 , 1.0 , dan 2 %) dalam ransum meningkatkan performans dan dapat menurunkan dampak respon peradangan tetapi tidak mengubah respon imun pada ayam yang sedang tumbuh.

Respon minyak ikan terhadap antibodi dilaporkan oleh Fritsche et al. (1991 a), bahwa ayam yang diberi ransum mengandung 7 g menhaden oil/100 g ransum mempunyai respon antibodi tertinggi terhadap eritrosit domba dibanding ayam yang diberi ransum yang mengandung lemak hewan, minyak jagung atau minyak kanola. Respon sel imun yang diukur dengan antibody dependent cell cytotoxicity dari splenocytes pada broiler yang diberi makan 7g minyak ikan lebih rendah dibanding yang diberi 7 g minyak jagung/100g ransum, meskipun cytotoxicity dari peripheral blood leukocytes tidak dipengaruhi oleh perlakuan tersebut ( Fritsche & Cassity 1992).

Level tinggi konsumsi minyak ikan, rupanya mempunyai perbedaan efek pengaturan immunomodulator dibanding level rendah. Respon antibodi terhadap eritrosit domba pada tikus yang diberi 17 g minyak ikan + 3 g minyak jagung/100g ransum dan disuplementasi dengan 30 atau 90 mg vitamin E/100 g ransum nyata lebih tinggi dibanding yang diberi ransum yang mengandung minyak jagung dengan suplementasi vitamin E yang sama (Fritsche et al. 1992). Pada tikus yang tidak diinfeksi, pemberian (n-3) PUFA yang tinggi dalam ransum (20 g minyak ikan/100 g ransum) menghasilkan persentase sel T yang tertinggi ,tetapi pada tikus yang diinfeksi dengan Listeria, pemberian ransum ini menghasilkan persentase sel T terendah dibandingkan dengan tikus yang diberi

(5)

ransum yang mengandung minyak biji bunga matahari dan minyak kelapa. Populasi sel B tidak dipengaruhi oleh pemberian lemak pada tikus yang tidak diinfeksi, tetapi pemberian minyak ikan menghasilkan persentase sel B tertinggi pada tikus yang diinfeksi (Huang et al. 1992). Pada manusia, penambahan minyak ikan 0.54 % dari total energi pada ransum rendah lemak menurunkan proliferasi sel T dibandingkan dengan penambahan minyak ikan 0.13 % dari total energi ransum bila direspon oleh Concanavalin A dan PHA, dan pada level minyak ikan yang tinggi delayed-type hypersensivity menurun dibanding tanpa minyak ikan, tetapi tidak ada perubahan pada level minyak ikan yang rendah (Meydani et al 1993).

Penambahan minyak ikan yang kaya asam lemak n-3 sampai 2 % dalam ransum yang berbasis pakan jagung tidak meningkatkan titer antibodi yang dihasilkan ayam broiler yang divaksinasi, tetapi pada tingkat tersebut dapat menekan efek peradangan apabila diinfeksi (Korver & Klasing 1997; Wander et al. 1997). Pada tingkat penambahan minyak ikan sampai 7 % dalam ransum respon titer antibodi terhadap eritrosit domba lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan lemak hewan, minyak jagung, dan minyak kelapa (Fristsche et al. 1991a). Penambahan minyak ikan yang tinggi dalam ransum memberikan efek yang kurang menguntungkan. Asam lemak tak jenuh ganda sangat mudah teroksidasi, berdasarkan hasil penelitian Wander et al. (1997) pemberian asam lemak tak jenuh ganda menurunkan vitamin E dan peningkatan peroksidasi lemak dalam plasma. Pada gilirannya defisiensi vitamin E akan mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. Defisiensi vitamin E telah menunjukkan penekanan respon imun pada semua spesies (Meydani 1995). Konsekuensinya, peningkatan konsentrasi vitamin E dibutuhkan ketika mengkonsumsi asam lemak n-3.

Menurut Piliang (2002), kebutuhan vitamin E untuk ayam periode starter adalah 30 IU/kg, sedangkan periode sedang tumbuh 10 IU/kg. Pemberian vitamin E yang melebihi kebutuhan normal dapat mempengaruhi mekanisme resistensi tubuh secara positif yakni dengan jalan meningkatkan pembentukan cairan antibodi secara efisien pada ayam muda maupun ayam dewasa. Dosis efektif penambahan vitamin E untuk meningkatkan titer antibodi tersebut adalah 130 – 150 ppm pada ransum yang telah mengandung 35 – 60 ppm (Parakkasi, 1988). Ayam yang diberi tambahan 150 – 300 ppm vitamin E ransum dapat meningkatkan proteksi terhadap Escherichia Coli (Parakkasi 1988).

(6)

Hipotesis

1. Terdapat interaksi positif antara penambahan minyak ikan lemuru dengan penambahan vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap sistem imunomodulator

2. Kombinasi penambahan minyak ikan dengan vitamin E dalam ransum ayam broiler dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit

Kegunaan Penelitian

Memberikan informasi peranan minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler sebagai imunomodulator dalam upaya meningkatkan daya tahan tubuh ternak.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam ilmu Teknik Sipil, struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari dua bahan atau lebih yang berbeda secara sifat dan fisik (misalnya baja dengan beton) yang “bekerja

1) Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi dan sesuai dengan sifat serta klarifikasinya. 2) Pembagian zoning diberi identitas yang jelas. 3) Penyedian tempat khusus

Materi penelitian adalah daging burung puyuh yang telah mendapatkan perlakuan pemberian ransum yang ditambahkan dengan tepung siap pakai temulawak dan kunyit.. Ransum

 Mengutamakan pendidikan dan latihan semula dengan menganjurkan kuliah, bengkel, ceramah, seminar, forum, apresiasi filem dan sebagainya di seluruh negeri.  Networking

Sementara pengambilan strategi akhir dengan metode QSPM dari beberapa dengan metode yang telah digunakan maka strategi yang baik digunakan oleh KUB Mitra Bahari dalam

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. © Rima Nur Iman 2016

secara nyata dalam menjalani kehidupan.Berangkat dari hal tersebut banyak dari muallaf Tionghoa setelah masuk Islam mengalami kemerosotan dari sektor ekonomi.Hal

– Untuk menjamin bahwa hanya data yang diotorisasikan saja yang diproses, maka dokumen tersebut harus menunjukkan adanya otorisasi, misalnya dengan adanya tanda tangan pejabat yang