• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

13

TINJAUAN PUSTAKA

Konservasi

UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Adapun beberapa definisi konservasi dari berbagai batasan, adalah sebagai berikut :

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).

2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).

3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

(2)

14

Tujuan Utama Konservasi, menurut 'Strategi Konservasi Sedunia' (World

Conservation Strategy), yaitu: memelihara proses ekologi yang esensial dan

pendukung kehidupan, mempertahankan keanekaragamanan genetis, menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan.

Perlindungan Satwa

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar, merupakan suatu pakta perjanjian yang berlaku sejak tahun 1975. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978. CITES merupakan perjanjian yang memuat tiga lampiran (appendix) yang terdiri dari :

a. Appendix I yang memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial,

b. Appendix II yang memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan,

c. Appendix III yang memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila suatu saat akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke

(3)

15

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural

Resources) merupakan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu

spesies. Tujuannya adalah untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies.

1. Punah (Extinct) adalah status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati.

2. Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild )adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka.

3. Kritis (Critically Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat.

4. Terancam (Endangered) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang.

5. Rentan (Vulnerable) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang.

6. Hampir Terancam (Near Threatened) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam.

7. Beresiko Rendah (Least Concern) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun.

(4)

16

8. Informasi Kurang (Data Deficient) adalah sebuah takson dinyatakan “informasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi.

9. Belum dievaluasi (Not Evaluated) adalah sebuah takson dinyatakan “belum dievaluasi” ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas.

Konservasi Ex-Situ

Ada berbagai kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi ex-situ. Kelebihannya antara lain dapat mencegah kepunahan lokal pada berbagai jenis tumbuhan akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia, dapat dipakai untuk arena perkenalan berbagai jenis tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis hewan dan tumbuhan; sedangkan kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan adalah untuk melihat kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan, di samping itu pada kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta tersedianya tenaga ahli dan berpengalaman (Nurhadi, 2001).

Taman Margasatwa atau Kebun Binatang Sejarah

Taman marga satwa dan budaya kinantan (TMS.BK), awalnya merupakan sebuah taman bunga yang dibangun tahun 1900-an, dengan luas + 3.362m2. terletak dissebuah built yang bernama Bukik Malambuang, satu dari beberapa

(5)

17

bukit yang ada di Bukittinggi, dengan ketinggian 942m dari permukaan laut. Oleh Gravenzande (Belanda), taman bungan ini dinamakan Strom Park.

Pada tanggal 3 Juli 1929, lahirlah Fort de Kocksche Dieren Park (kebun binatang Bukittinggi de Kock). Koleksi satwa di kebun binatang dilengkapi dan dengan mudah diperoleh karena Gravenzande yang bertugas sebagai asisten residen van Agam dengan wewenang dan kekuasaannya mendatangkan hewan-hewan dari berbagai daerah di Sumatera dan sekitarnya.

Seiring pergantian pemerintahan Belanda ke pemerintahan Indonesia, pengelolaan kebun binatang diserahkan ke pemerintahan Daerah. Tahun 1951, nama Fort de Kocksche Dieren Park diganti dengan nama Taman Puti Bungsu. Tanggal 10 bulan Maret 1970, berdasarkan surat keputusan DPRDGR Nomor2 Kpts/ DPRDGR/ 1970, nama Taman Puti Bungsu dirubah menjadi Taman Bundo Kanduang.

Pada tahun 1992 dibangun jembatan Limpapeh yang menghubungkan Benteng Fort de Kock dengan kebun binatang Bundo Kanduang dengan panjang + 100 m dengan berat + 2 ton sehingga para pelancong dengan mudah dating ke kebun binatang atau sebaliknya.

Dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan terhadap pengunjung dan untuk lebih efektif dan efisiennya pengelolaan Taman Bundo Kanduang dan pengelolaan Taman Benteng/ Fort de Kock yang telah dihubungkan dengan jembatan Limpapeh, dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1993 pada tanggal 26 Agustus 1993. Dengan dikeluarkannya Perda ini, maka Taman Bundo Kanduang dirubah menjadi Taman Marga Satwa Dan Budaya Kinantan Kotamadya Daerah Tingkat II Bukittinggi. Luas Taman Marga Satwa dan Budaya

(6)

18

Kinantan (hanya tiga hektar) dan Benteng Fort de Kock (hanya empat hektar) menjadi 7(tujuh) hektar. Kantor pengelola TMS.BK terletak di Jalan Cindua Mato Kelurahan Benteng Pasar Atas Kecamatan Guguak Panjang Kota Bukittinggi.

Koleksi satwa diperoleh melalui tukar menukar dengan kebun binatang lain, sumbangan masyarakat atau perorangan dari berbagai daerah di Sumatera, pembelian untuk jenis satwa yang tidak dilindungi dan hasil sitaan/ titipan dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Departemen Kehutanan Sumatera Barat. Jumlah koleksi satwa dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 1. Jumlah Koleksi Satwa TMS.BK

No Kelas Satwa Jumlah (spesies) Jumlah (ekor)

1 Mamalia 22 76

2 Aves 42 181

3 Reptil 6 20

Jumlah 70 277

Sumber : Data Sekunder Penelitian (2010)

Taman margasatwa atau kebun binatang adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan dan dipertunjukkan kepada publik. Selain tempat rekreasi, kebun binatan atau taman marga satwa berfungsi sebagai pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah. Binatang yang dipelihara sebagian besar adalah hewan yang hidup di darat, sedangkan satwa yang hidup di air dipelihara di akuarium, (Wikipedia, 2010).

Hak dan kewajiban kebun binatang di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 479/Kpts-II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam surat keputusan tersebut (pasal 9) dicantumkan tentang kewajiban kebun binatang, antara lain :

1. Membuat rencana karya pengelolaan

(7)

19

3. Memelihara dan Mengkarkan jenis tumbuhan dan satwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4. Memperkerjakan tenaga ahli sesuai bidangnya 5. Dilarang memperjualbelikan satwa yang dilindungi

6. Membuat laporan pengelolaan secara berkala termasuk mutasi jenis satwa Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2006 tentang lembaga Konservasi terdapat beberapa kriteria Kebun Binatang, yaitu : 1. Koleksi satwa yang dipelihara sekurang-kurangnya 3 kelas, baik yang

dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan

Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora and Fauna (CITES);

2. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar; 3. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup;

4. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain : kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang karantina, kandang pengembangbiakan, kandang sapih, kandang peragaan, naungan dan prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;

5. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung (termasuk pusat informasi);

6. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat dan tenaga keamanan.

Pendirian kebun binatang di Indonesia harus seijin Menteri Kehutanan dan mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah setempat serta PKBSI (Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia). Pengelola kebun binatang juga

(8)

20

diwajibkan untuk mengirimkan laporan secara rutin tentang pengelolaan satwa (termasuk penambahan dan pengurangan satwa) ke Menteri Kehutanan melalui staff di bawahnya (Direktorat PKA). Biasanya laporan tersebut dibuat setiap 3 bulan sekali. Setiap satu tahun sekali, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan akan melakukan evaluasi terhadap keberadaan kebun binatang yang ada di daerahnya.

Fungsi taman marga satwa yang telah dijadikan oleh Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia, dirincikan sebagai berikit :

1. Sebagai sarana untuk meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pentingnya masalah keanekaragaman hayati fauna di dunia dan di Indonesia. 2. Sebagai sarana konservasi ek-situ jenis-jenis satwa yang langka atau terancam

punah.

3. Sebagai sarana tempat penangkaran jenis-jenis satwa koleksi yang ada.

4. Sebagai sarana tempat dan objek penelitian aspek biologi/ ekologi jenis-jenis satwa koleksi dalam rangka melengkapi data.

5. Sebagai sarana untuk membantu penghijauan kota berupa taman karena banyaknya jenis pepohonan yang ditanam sebagai pelindung dan habitat semi alami.

6. Sebagai paru-paru kota karena banyaknya jenis tumbuhan hijau sebagai produsen oksigen serta pencegah erosi dan kekeringan.

7. Sebagai sarana tempat objek rekreasi yang edukatif. Dengan mengunjungi taman satwa, masyarakat dapat memperoleh informasi tentang kehidupan dan perilaku satwa yang menarik.

(9)

21

Taman margasatwa merupakan sarana yang vital dari program pelestarian alam disamping fungsi-fungsi yang lain, diantaranya sebagai sarana untuk memberikan kesempatan yang luas dalam bidang pendidikan, penelitian dan rekreasi. Dengan demikian, kebun binatang atau taman margasatwa merupakan sarana penghubung satu-satunya antara masyarakat dan satwa liar, karena itu di tempat ini dapat melihat berbagai jenis dan perilaku dari satwa liar (Departemen Kehutanan, 1990).

Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare)

Kesejahteraan satwa mengukur baik kesenangan maupun kesehatan binatang. Ada beberapa ukuran berbeda untuk mengevaluasi kualitas hidupnya. Pertama, ada yang menganalisa perasaan binatang saja. Kedua, ada yang memeriksa jika binatang sehat dan jika binatang mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Ketiga, ada yang mengevaluasi jika binatang dibiarkan hidup di lingkungan aslinya agar dapat hidup sealami mungkin, jadi perilaku alamiah sebanyak mungkin dapat ditunjukkan.

Kesejahteraan satwa (animal welfare), adalah expresi yang berkenaan dengan moril. Semua manusia bertanggungjawab terhadap masing-masing binatang yang dipelihara atau bebas di alam. Dalam teori kesejahteraan binatang ada ajaran tentang kepedulian dan perlakuan manusia terhadap masing-masing hewan dan bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup hewan itu. Setiap jenis satwa liar dan hewan harus dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup yang berkualitas di lingkungan yang disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alamnya di kandang. Lagi pula, manusialah yang

(10)

22

bertanggungjawab untuk mewujudkannya (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Kesejahteraan satwa di lingkungan kebun binatang, (Dikutip Dari:

Standard Of Modern Zoo Practice, 2000) meliputi :

a. Penyediaan makanan dan air • Program pengkayaan makanan.

• Makanan yang diberikan oleh pengunjung tidak diizinkan karena makanan untuk satwa harus secara selektif dan disetujui oleh pihak manajemen pengelola.

• Penyediaan air yang bersih setiap waktu. b. Penyediaan lingkungan yang sesuai

• Kandang harus dilengkapi dengan kebutuhan spesies yang bersangkutan seperti bahan tempat tidur, bertengger, vegetasi, kotak bersarang dan kolam sehingga menyerupai habitat aslinya.

• Pembuatan lantai kandang dengan bahan material yang keras. c. Penyediaan kesehatan hewan

• Pemeriksaan kesehatan semua hewan di kebun binatang dilakukan sekali seminggu sekaligus pemberian multivitamin dan antiseptic.

• Pengendalian penyakit seperti pembersihan kandang dan drainase saluran air.

• Setiap satwa yang mengalami stres, sakit atau terluka langsung dilakukan pengobatan.

(11)

23

d. Penyediaan peluang mengekspresikan perilaku paling normal

• Penempatan spesies yang sejenis dalam satu kandang agar satwa tersebut dapat berinteraksi.

• Gerakan yang alami dari satwa.

e. Penyediaan perlindungan dari ketakutan dan stress

• Pembuatan pagar pembatas agar pengunjung tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan kandang satwa.

• Pembuatan gerbang ganda untuk mengantisipasi kaburnya satwa dari kandang.

• Koleksi yang baru tiba harus dikarantina dan pemeriksaan kesehatan sebelum ditempatkan dalam kandang koleksi

Kesejahteraan satwa ditegaskan dengan ukuran berbeda yang digunakan untuk memutuskan apakah satwa tertentu mempunyai kualitas hidup yang tinggi atau rendah. Sejak dasawarsa yang lalu, ada jauh lebih banyak metode untuk mengevaluasi kesejahteraan.

Menurut Webster, penderitaan ditimbulkan jika seekor binatang tidak dapat menyesuaikan diri dengan atau menanggulangi stres karena stres itu terlalu keras, terlalu diperpanjang atau binatang tidak diberi kesempatan untuk bertindak sesuai kebiasaannya. Selanjutnya, stres itu termasuk stres primitif seperti kelaparan dan kehausan, kesakitan dan sebagainya, dan mungkin atau mungkin tidak termasuk perasaan stres yang berkelanjutan seperti kebosanan dan frustrasi, kesepian, depresi belajar untuk keadaan tidak berdaya (Webster, 2005).

(12)

24 Pengunjung/ Wisatawan

Definisi wisatawan ini ditetapkan berdasarkan rekomendasi International

Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization

(WTO). Wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata.

Purba (1996), menegaskan motivasi pengunjung pada hakekatnya akan timbul lima kelompok kebutuhan, yaitu adanya daya tarik, angkutan dan jasa kemudahan yang melancarkan perjalanan, perjalanan, akomodasi, makanan dan minuman.

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi dimana perjalanan dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Wisatawan asing (Foreign Tourist)

Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, datang memasuki suatu negara lain, bukan merupakan negara di mana ia biasanya tinggal disebut wisatawan asing, yang disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat.

b. Wisatawan asing yang tinggal di suatu negara (Domestic Foreign Tourist)

Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal.

c. Wisatawan dalam negeri (Domestic Tourist)

Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Wisatawan ini disebut juga wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara.

(13)

25

d. Wisatawan asing pribumi (Sidigenous Foreign Tourist)

Warga negara suatu negara tertentu yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.

e. Perjalanan wisata (Transit Tourist)

Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan di negara tujuan.

f. Wiisatawan asing (Business Tourist)

Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai

(Karyono, 1997).

Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linier sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah Y = a + b1 X1 + b2 X2 + … + bn Xn. dengan Y adalah variabel

tak bebas, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah konstanta (intercept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas. Syaratnya yaitu variabel tak bebas dan variabel bebas harus berskala interval (Kriswanto, 2008).

Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable) dengan satu peubah tak bebas (dependent variable) dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau

(14)

26

meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (STIS, 2006).

Metode regresi linier berganda dapat digunakan untuk melihat pengaruh bebrapa peubah penjelas atau peubah bebas terhadap satu peubah tak bebas. Untuk menyatakan kuat tidaknya hubungan linier antar peubah tak bebas dan peubah bebas dapat diukur dari koefisienkorelasi (coefficient correlation) atau R, dan untuk melihat besarnya pengaruh dari peubah bebas terhadap peubah tak bebas dapat dilihat dari koefisien determinan (coefficient of determination) atau R2 (Kriswanto, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah sekumpulan jenis capung odonata yang terdapat di Kawasan Resort Habaring Hurung Taman Nasional

Permasalahan yang ada adalah pada saat ini belum tersedia informasi mengenai faktor penyebab kemiskinan wilayah pedesaan berdasarkan tipologi desa dan faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerja shift dapat meningkatkan kadar Glutamic Acid Decarboxylase 65 (GAD65) dalam serum darah yang merupakan penanda

Wawancara Dengan Ustadz Sanusi Selaku Pendidik Mata Pelajaran Hadits di SMP Islam Ar Ra’is Kecapi Jepara, Pada Hari Rabu, Tanggal :11 Nopember 2015, Jam : 10.00 WIB-Sampai

Pihak yang diwawancara yang kedua ; Siswa, dimana peneliti akan bertanya kepada siswa tentang bagaimana pembelajaran SKI dikelas mereka masing-masing dan bagaimana

Dalam tahapan sosialisasi ini, dilakukan diskusi dengan warga setempat dengan tujuan untuk; memberikan informasi tentang tujuan dan maksud program pengabdian kepada masyarakat

efikasi diri tinggi akan membuat rencana yang didalamnya terdapat panduan positif untuk menunjang kinerja mereka (Bandura, 1994). Sejalan dengan hal tersebut, subyek

Hasil Koefisien Determinasi atau R squere (r 2 ) adalah 0,620 yang menunjukkan bahwa variasi kinerja karyawan di AJB Bumiputera 1912 Manado dapat dijelaskan oleh variasi