• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL. Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL. Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

(KA-ANDAL)

PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL

Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur

KELOMPOK XI

ANANDA PUTRI PERMATASARI 1006680650 BERLIANA CAHYA NINGTIAS 1006680700

PRATIWIE AZSMI 1006660932

PUTRI ASTRID INDAH 0806459545 RIRIS KUSUMANINGSIH 1006660964

DEPARTEMEN TEKNK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2012

(2)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera untuk kita semua.

Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga hari ini, sampai makalah paruh semester berupa kerangka acuan mengenai proyek “SANITARY LANDFILL SIDOARJO“ selesai dikerjakan dengan penuh proses yang bermanfaat dan tepat waktu.

Kerangka acuan ini dibuat tidak lain untuk tujuan menganalisis dampak lingkungan atas dibangunnya infrastruktur pengelolaan sampah tersebut. selanjutnya, hasil daripad kerangka acuan ini digunakan untuk langkah selanjutnya guna menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut untuk direalisasikan.

Selanjutnya penulis mengucap terimakasih untuk pengajar mata kuliah AMDAL, yakni Dr. Ir. Setyo Sarwant Moersidik DEA dan Evi Novita Z. ST., M.Si. atas arahan dan segala cara memotivasi dalam belajar mengajar.

Kepada sahabat, rekan seangkatan Teknik Lingkungan, senior Teknik Lingkungan atas segala bantuan dan semangat yang dicurahkan untuk kami sehingga kami tetap kembali pada cita-cita kami dan belajar dengan sungguh-sungguh.

Tentunya serangkaian tulisan ini tidaklah sempurna dari segala sudut pandang. Oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima kriti serta masukan demi menghasilkankulitas makalah yang lebih baik.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

I.1 Latar Belakang 4

I.2 Tujuan dan Manfaat 4

I.3 Peraturan Perundangan 4

BAB II RUANG LINGKUP STUDI 7

II.1 Lingkup Rencana Kegiatan 7

II.2 Lingkup Rona Lingkungan Awal 17

II.3 Pelingkupan 25

II.4 Lingkup Wilayah Studi 31

BAB III METODE STUDI 33

III.1 Metode Pengumpulan dan Analisis Data 33

III.2 Metode Prakiraan Dampak Penting 36

III.3 Metode Evaluasi Dampak Penting 50

BAB IV PELAKSANAAN STUDI 53

IV.1 Pemrakarsa 53

IV.2 Tim Studi AMDAL 53

IV.3 Waktu Studi 53

IV.4 Biaya Studi 53

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Persoalan sampah dewasa ini telah menjadi pusat perhatian dari berbagai isu lingkungan yang sedang hangat. Banyak kawasan terutama yang padat penduduk mengalami kendala dalam pengelolaan sampah, terutama karena volumenya yang meningkat dari hari ke hari. Untuk mengatasinya, pemerintah telah mengeluarkan regulasi-regulasi terkait pengelolaan sampah, salah satunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sayangnya, pematuhan terhadap peraturan tersebut belum terimplementasikan dengan baik.

Tidak hanya kota besar yang mengalami permasalahan sampah. Bila Jakarta dengan penduduk 9.588.198 (BPS, 2010) jiwa menghasilkan sampah 24.773 m3 per hari (Dinas Kebersihan DKI, 2010), Sidoarjo yang merupakan kota kecil menghasilkan sampah 4.000 m3 per hari dengan penduduk 1.945.252 jiwa (BPS Sidoarjo, 2012). Bila dikalkulasikan, sampah yang dihasilkan per penduduk Jakarta dan Sidoarjo berturut-turut adalah 0,0026 m3/jiwa/hari dan 0.00206 m3/jiwa/hari. Kedua nilai tersebut menunjukkan sampah yang dihasilkan kota besar (Jakarta) dengan yang dihasilkan kota kecil (Sidoarjo) adalah 20% atau dengan kata lain sampah yang dihasilkan tetap tinggi relatif terhadap perilaku masyarakat kota yang termasuk konsumtif.

Oleh karena kebutuhan penampungan serta pengelolaan sampah tersebut, diperlukan adanya keseriusan lebih untuk mengelola sampah Sidoarjo. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 40, setiap kota/kabupaten diwajibkan menerapkan sanitary landfill. Bila tidak, penyelenggara penglola sampah dapat dikenakan sanksi pidana 4 – 10 tahun penjara. Alasan tersebut menjadi alasan utama dibangunnya pengelolaan sampah Sidoarjo berupa sanitary landfill dalam waktu dekat.

Pengadaan sistem sanitary landfill menggantikan open dumping dan/atau controlled landfill merupakan suatu urgensi karena open dumping maupun controlled landfill tidak cukup mampu mengelola sampah secara maksimal dari segi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Sanitary landfill meliputi pengolahan air lindi sampah menjadi gas metan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar dan tenaga listrik.

Dengan adanya suplai listrik dari sumber sampah, dimungkinkan adanya peningkatan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon ke atmosfer sehingga meminimalisir potensi pemanasan global yang makin parah. Selain itu, sanitary landfill unggul karena sampah

(5)

ditimbun dan dipadatkan di dalam tanah. Air permukaan juga terhindar dari kontaminasi lindi yang disebabkan oleh lindi yang sampai pada lapisan kedap air dalam tanah (ilmusipil.com).

Oleh karena berbagai kajian tersebut, pembangunan sanitary landfill Sidoarjo direncanakan, tepatnya di Kecamatan Porong, Desa Kebonagung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan setelah dilakukan studi kelayakan di beberapa tempat, seperti di Krembung dan Tambaksawah, Kecamatan Waru (beritajatim.com).

I.2. TUJUAN DAN MANFAAT 1.2.1. Tujuan Rencana Kegiatan

 Menyelesaikan masalah timbunan sampah berlebih di Sidoarjo.

 Mengelola sampah secara moderen (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah) dengan mengedepankan keberlanjutan lingkungan.

 Menerapkan sistem sanitary landfill yang merupakan sistem pengelolaan sampah terintegrasi dan ramah lingkungan.

 Mencegah adanya volum sampah berlebih yang dapat mengganngu aktivitas manusia. I.2.2. Manfaat Rencana Kegiatan

 Meningkatkan kontribusi terhadap adaptasi perubahan iklim.

 Memberikan kontribusi kepada mitigasi bencana akibat timbunan sampah.

 Membantu pemerintah dan stakeholders pembangunan lainnya dalam mewujudkan upaya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

I.3. REGULASI PERUNDANGAN

Peraturan yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan studi ANDAL proyek “SANITARY LANDFILL SODOARJO” meliputi berbagai stata payung hukum, yaitu undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan menteri, dan peraturan daerah.

1.3.1 Undang-Undang

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

(6)

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; digunakan sebagai dasar perlindungan sumber daya alam dan ekosistemnya.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; digunakan sebagai dasar pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; digunakan sebagai dasar analisa transportasi di kawasan saat pembangunan berlangsung.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air; digunakan sebagai dasar pelestarian sumber daya air.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; digunakan sebagai dasar penataan ruang.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; digunakan sebagai acuan pengolahan limbah padat di lokasi kegiatan.

1.3.2 Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; digunakan sebagai acuan penyusunan AMDAL. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air; digunakan sebagai acuan pengelolaan dan

pengendalian pencemaran air yang kemungkinan ditimbulkan selama proses kegiatan berlangsung.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.

1.3.3 Peraturan Daerah Sidoarjo

1. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan; digunakan sebagai acuan pengelolaah limbah padat di tempat kegiatan.

(7)

BAB II

RUANG LINGKUP STUDI

2.1 LINGKUP RENCANA KEGIATAN 2.1.1 Rencana Kegiatan

Kegiatan Pembangunan sanitary landfill Sidoarjo digunakan untuk memenuhi kebutuhan penampungan sampah di Sidoarjo, tepatnya di desa Kebonagung Kecamatan Porong. Proyek ini seluas 15 ha yang dibangun dengan dana hibah dari Pemerintah Jerman dengan kesepakatan Kementrian Pekerjaan Umum (PU).

2.1.2 Lingkup Rencana Usaha A. Tahap Pra – Konstruksi

1. Pemilihan Lokasi Sanitary Landfill

Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara

(8)

Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :

 Jarak dari perumahan terdekat 500 m  Jarak dari badan air 100 m

 Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)  Muka air tanah > 3 m

 Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det  Merupakan tanah tidak produktif

 Bebas banjir minimal periode 25 tahun

Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station. Dipilihnya Kebonagung karena lahannya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), kedalaman airnya lebih dari tiga meter serta lokasinya jauh dari permukiman penduduk

2. Survey dan pengukuran lapangan

Data untuk pembuatan TPA harus meliputi :  Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA  Komposisi dan karakteristik sampah

 Jumlah alat angkut (truk) dan jaringan akses jalan ke lokasi TPA

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti:

(9)

 Topografi dan Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah, anion dan kation) Sondir dan geophysic

 Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)

 Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain) Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.

 Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-lain. Kemudian Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan

lain-lain.

 Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m) 3. Perencanaan

Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut harus meliputi :

(10)

Gambar 1. Site Plan TPA Kebonagung (Sanitary Landfill)

 Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain).  Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah

untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.

 Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain

 Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.

 Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain.

4. Pembebasan Lahan

Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.

5. Pemberian izin

Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.

(11)

6. Sosialisasi

Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan

B. Tahap Konstruksi

1. Mobilisasi Tenaga dan Alat - Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.

- Alat

Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat. - Mobilisasi alat berat

2. Pembersihan lahan (land clearing)

Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green barrier yang memadai.

(12)

3. Pembangunan fasilitas umum - Akses Jalan TPA

Pembangunan TPA dikuti dengan pembangunan jalan yang akan mendukung pengoperasian TPA tersebut. Perencanaan pembangunan jalan meliputi :

 Jalan masuk.  Jalan kerja.

Cul-de-sac sementara, berfungsi sebagai jalan penghubung maupun untuk ruas perletakan jalan kerja.

 Tipping Area.

a) Jalan Masuk TPA

Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi. Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat mengurangi efisiensi pengangkutan. Jalan masuk/ jalan penghubung adalah jalan yang menghubungkan likasi TPA dengan dengan jaringan jalan kota (jalan utama). Jalan masuk ini mengikuti jalan yang telah tersedia di lokasi TPA dengan perbaikan-perbaikan guna mencapai kriteria yang telah ditentukan.

Perancangan dilaksanakan berdasarkan batasan desain sebagai berikut :

 Konstruksi permanen dan mampu menahan beban perlintasan minimal 10 ton (berat truk berisi sampah).

 Kecepatan rencana kendaraan yang melintas maksimum 10 km/jam.  Merupakan jalan dua arah.

 Lebar badan jalan minimum 6 m.  Kemiringan tanjakan dan turunan < 8%.

(13)

b) Jalan Kerja

Jalan kerja yang terdapat di dalam lahan TPA dan berfungsi sebagai lintasan terdekat yang menghubung sel dengan jalan penghubung. Di setiap akhir, ruas perletakan jalan kerja akan dilengkapi dengan suatu cul-de-sac tipe kepala-martil (hammerhead) dan terdiri dari susunan lempeng jalan kerja yang dilengkapi dengan pasangan con-bloc agar menutup bagian-bagian rongga antara yang terbuka.

Perletakan jalan kerja berdasarkan atas :

 Terletak di garis tepi batas utama subzona terakhir dari suatu fase pelaksanaan.  Lebar perletakan 6 m dengan susunan 3 lempeng per meter lari (melintang).  Panjang perletakan jalan kerja adalah 250 m.

c) Tipping Area

Tipping area adalah tempat dimana sampah diturunkan / dibongkar dari truk sampah. Terdapat 2 (dua) jenis lokasi penurunan yang khusus dibuat di dalam sanitary landfill zona ini, yaitu :

a. Jalur lahan kerja penurunan. b. Lapak penurunan.

Selain itu juga kendaraan pengangkut dapat menurunkan sampahnya dari lokasi lain yang ditentukan, seperti dari atas timbunan sampah yang sudah padat.

- Kantor TPA

Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air penerima.

(14)

- Saluran Drainase

Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi. Berfungsi untuk mencegah aliran air permukaan masuk ke dalam lahan atau keluar lahan efektif. Drainase ini terdiri dari :

a. Drainase isolasi lahan kerja.

Direncanakan terdapat disekeliling lokasi TPA. Saluran ini juga terletak dipinggir jalan yang berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dari jalan. Beban tampungan terbesar saluran ini berasal dari bagian sebelah barat.

b. Drainase lokal

Saluran drainase yang berada di dalam lokal berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan lahan efektif. Limpahan ini memungkinkan bercampur dengan timbunan sampah, karena itu diarahkan menuju pengolahan lindi. Drainase ini akan pula berfungsi untuk menampung lindi yang berasal dari rembesan tanah penutup di sisi timbunan sampah.

c. Drainase aliran air sebelum penimbunan.

Mengingat tidak seluruh lahan tersedia disiapkan untuk lahan penimbunan, maka dibutuhkan drainase untuk menyalurkan air permukaan di daerah tersebut. Prinsip dari drainase ini adalah menyalurkan air yang terkumpul di hulu penimbunan agar tidak bercampur dengan sampah. Air permukaan diarahkan menuju saluran ke sungai. Pada saat lahan beroperasi drainase ini akan berfungsi sebagai drainasae lindi.

Dalam menentukan arah aliran saluran drainase yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut :

a). Arah pengaliran dalam saluran mengikuti penurunan menerus garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi.

(15)

b). Pemanfaatan sungai/ anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang direncanakan, untuk drainase isolasi lahan kerja dan drainase aliran air sebesar penimbunan.

Perencanaan Saluran Drainase

Dalam menentukan arah jalur saluran drainase yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut :

 Arah Pengaliran dalam saluran mengikuti penurunan menerus garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi.

Pemanfaatan sungai/anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang direncanakan, untuk drainase lokasi lahan kerja dan drainase aliran air sebesar penimbunan.

a. Intensitas Curah Hujan (I) b. Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan dari titik terjauh menuju titik tertentu yang ditinjau. Waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah melimpah menuju ke saluran terdekat (overland time of flow = to) dan waktu untuk mengalir dalam saluran ke saluran tempat yang ditinjau.

c. Koefisien pengaliran (c)

Koefisien pengaliran ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisiensi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah yang mengalir pada tanah.

d. Kecepatan Aliran

Penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan minimum yang diperoleh agar tetap self cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman.

(16)

Untuk kecepatan minimum diambil sebesar 0,75 m/det, sedangkan maksimum 2,5 m/det.

e. Kemiringan Saluran dan Talud Saluran

Kemiringan saluran yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah kemiringan dasar saluran. Sedangkan talud saluran adalah kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran didasarkan pada pertimbangan kemiringan minimal untuk menghindari terjadi sendimentasi pada dasar saluran, dan kemiringan maksimal untuk menjaga kedalaman bagian hilir saluran agar tidak terlalu dalam.

Gambar 2. Saluran Drainase - Pagar TPA

Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan cepat tumbuh seperti pohon angsana. Merupakan pagar hijau pelindung dibuat mengelilingi lokasi TPA. Bentuk dari pagar hijau merupakan pepohonan yang tinggi dan berdaun lebat. Rentang buffer direncanakan mencapai 40 m dari batas lokasi, kecuali di beberapa daerah memiliki rentang yang berbeda karena alasan tertentu.

Fungsi dari pagar hijau adalah :

 Sebagai daerah resapan yang akan mengurangi aliran air permukaan ke dalam lahan urug.

(17)

 Menghalangi pandangan langsung ke arah sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya.

 Mengurangi kecepatan angin.

Meminimasi pengaruh bau dari sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Sebagai pencegahan bau, diperlukan minimal 1000 m2 lahan aktif biologis untuk setiap hektarnya. Dengan demikian pada pemanfaatan lokasi TPA Regional Mamminasata diperlukan 4,3 ha lahan untuk pengurang bau, namun pada perencanaan dialokasikan sekitar 25 ha sebagai buffer area.

Pembatas pada pembagian tata guna lahan sanitary landfill.

Pemagaran merupakan batas dari lokasi yang menjadi bagian dari zone penyangga dan memiliki fungsi sebagai berikut:

 Menjaga estetika lokasi. Pagar direncanakan tidak memberikan pandangan secara jelas kegiatan di lokasi TPA.

 Berfungsi juga sebagai pembatas lokasi TPA.

 Pada pintu masuk direncanakan terdapat pintu dorong. 4. Pengurugan Tanah

Kegiatan penggalian tanah dengan menggunakan alat berat. Penyiapan lapisan dasar merupakan faktor yang sangat penting dalam penyiapan TPA. Lapisan ini harus mampu menahan pencemaran agar tidak keluar dari lokasi landfilling. Pencegahan ini terutama untuk menghindari kontaminasi terhadap air tanah yang digunakan oleh penduduk sebagai salah satu sumber air bersih.

Dasar sebuah lahan urug akan terdiri dari :

1. Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran keluar lahan-urug.

2. Sistem pengumpul lindi.

(18)

1. Pemeriksaan dan Penimbangan

Sebelum melakukan tahap-tahap operasional penimbunan, setiap kendaraan pengangkut harus melalui tahap berikut:

 Pemeriksaan izin masuk ke TPA

 Penimbangan kendaraan pengangkut sampah

Setiap kendaraan yang masuk harus memiliki izin penimbangan dari Dinas Kebersihan. Surat Izin ini bertujuan untuk mencegah adanya kendaraan pengangkutan liar yang ingin melakukan pembuangan di dalam lahan TPA. Di dalam surat izin tercantum data sebagai berikut:

 Nomor Polisi

 Nomor daftar kendaraan pengangkut  Jenis kendaraan pengangkut

 Berat Kosong pengangkut  Nama pengemudi

 Tanda pengesahan dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta. 2. Pembuangan dan Penimbunan Sampah

Operasi penurunan sampah (unloading), yang dilakukan dilokasi penurunan (titik buang). Untuk menghindari antrian truk pengangkut sampah pada lokasi penurunan (titik buang) maka harus disediakan titik lokasi penurunan (titik buang) lebih dari satu. Dari hasil pengamatan di lapangan rata-rata truk sampah masuk 500 truk. Waktu unloading sampah rata-rata 5 menit, satu hari dengan asumsi efisiensi kerja 20 jam, satu lokasi penurunan samah melayani 200 truk sampah, sehingga untuk melayani 500 truk sampah harus disediakan 3 lokasi penurunan sampah.

Operasi penimbunan sampah, merupakan operasi yang bertujuan memindahkan sampah menuju ke dalam lokasi kerja penimbunan. Operasi ini meliputi pengambilan dan penyebaran sampah serta pemadatan.

(19)

Operasi penutupan sampah (covering), merupakan operasi yang bertujuan untuk melapisi atau menutup timbunan sampah padat dengan tanah penutup. Operasi ini merupakan kegiatan terakhir dalam satu hari kerja.

Terdapat tiga jenis penutupan sampah dengan lapisan tanah, yaitu : 1. Lapisan Penutup Harian

Dipergunakan pada setiap hari akhir operasi. Lapisan ini mempunyai fungsi untuk kontrol kelembaban sampah, mencegah tersebarnya sampah, mencegah timbulnya bau, mencegah pertumbuhan binatang/vektor penyakit dan mencegah kebakaran. Ketebalan lapisan adalah 20-30 cm dalam keadaan padat. Dalam sistem controlled landfill tidak dipergunakan.

2. Lapisan Penutup Antara (Intermediate Cover)

Selain fungsi-fungsi seperti lapisan harian di atas, lapisan antara ini mempunyai fungsi lain yaitu :

a). Sebagai kontrol terhadap pembentukan gas akibat proses dekomposisi sampah yang memungkinkan pencegahan kebakaran.

b). Pelintasan kendaraan di atasnya.

Lapisan ini mempunyai ketebalan antara 30 cm - 50 cm dalam keadaan padat. Lapisan ini dilakukan setelah telah terjadi tiga lapis sel harian. Lapisan antara ini dapat dibiarkan selama 1/2 sampai 1 tahun.

3. Lapisan Lapisan Akhir (Final Cover)

Merupakan penutupan tanah terakhir setelah kapasitas terpenuhi. Ketebalan minimum yang disyaratkan adalah 50 cm dalam keadaan padat. Tanah penutup akhir ini juga akan berfungsi sebagai tempat dari akar tumbuhan penutup. Lapisan penutup tanah akhir terdiri dari :

a). Lapisan pendukung, berfungsi untuk meratakan muka tanah penutup timbunan antara sebelumnya dan memberikan kemiringan permukaan bukit. Tebal hingga 10 cm dan dapat menggunakan tanah sekitar lokasi. b). Lapisan kedap, berfungsi untuk mencegah resapan air hujan atau air permukaan lainnya. Terdiri dari tanah lempung atau bentukannya

(20)

dengan persyaratan yang sama dengan pembentukan lapisan dasar. Memiliki ketebalan lapisan 50 cm.

c). Lapisan penutup, berfungsi untuk menunjang perkembangan tumbuhan penutup bukit. Kualitas tanah penutup yang diharapkan adalah mudah dalam pengerjaan, ikatan partikel cukup baik dan kuat. Untuk bahan yang sesuai adalah campuran antara pasir, lanau dan lempung dengan prosentase perbandingan lanau. lempung, dan pasir yang hampir sama. Tanah ini harus memiliki kapasitas kelembaban (moisture holding capacity) yang tinggi. Tebal lapisan minimal 15 cm. Sebaiknya lapisan ini diberikan tambahan kandungan bahan organik (pupuk). Namun demikian, pada pasca operasi direncanakan penanaman pohon dengan akar yang dalam, maka ketebalan harus mencapai (1,5 - 2 m) agar kondisi pohon cukup kuat dan pertumbuhan akarnya tidak terganggu oleh gas yang terperangkap dalam lapisan sampah.

Rekapitulasi Rencana Penutupan :

1. Tanah penutup dengan kelulusan maksimum 1 x 10-6 cm/det. 2. Tanah penutup final dengan kelulusan maksimum 10-7 cm/det. 3. Tebak tanah penutup antara = 0,30 – 0,50 m.

4. Tebal tanah penutup final = 0,50 - 0,60 m. 5. Rasio tanah penutup = 15 - 20 %.

6. Tanah penutup mempunyai grading dengan kemiringan tidak lebih dari 30o untuk mencegah terjadinya erosi.

3. Sistem Pengolahan Produk Akhir Landfill - Lapisan Dasar Kedap Air

(21)

Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung”. Sebagai contoh dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.

Tabel Karakteristik Fisik Tanah sebagai Bahan Lapisan Kedap

Parameter Persyaratan Bahan

Pelapisan

Karakteristik Tanah Lokasi

Jenis tanah MH,ML,CH,CL Memenuhi

Prosentase butiran halus > 50 % Memenuhi

Liquid limit 35 - 60 Tidak Memenuhi

Indeks plastisitas vs liquid limit

> garis A Memenuhi

Koefisien permeabilitas < 4 x 10 -5 (cm/detik) Memenuhi Sumber : Parametrix, Inc

Keterangan : Jenis tanah berdasarkan Unified Solid Classification.

- Jaringan Pengumpul Lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang

(22)

dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain. Sebagai contoh :

Perancangan pengumpulan lindi meliputi: 1. Pemilihan liner.

2. Perencanaan.

- Peletakan pengumpul lindi - Penyalur lindi

- Pembuangan lindi 3. Lay out dan perancangan

Alternatif sistem pengumpulan lindi :

a). Menggunakan pipa berlubang, kemudian diselubungi dengan batuan. Cara ini banyak dipergunakan dalam konstruksi pipa lindi di beberapa TPA dengan sistem lahan urug.

b). Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis, dan didalamnya disusun batu kali kosong.

Pada perancangan ini direncanakan pipa pengumpul menggunakan sistem perpipaan. Faktor pemilihan material pipa meliputi :

 Tipe lindi

 Kebutuhan pengaliran  Korosi

(23)

 Pengikisan

 Karakteristik produk  Kondisi fisik

 Inst`alasi yang dibutuhkan  Efektivitas biaya

 Perlakuan khusus yang dibutuhkan

Perancangan pipa pengumpul lindi TPA Kebonagung menggunakan jenis pipa PVC dengan berbagai pertimbangan yang telah dijabarkan dan berdasarkan kemudahannya dalam penyediaan. Pipa jenis ini memiliki kerentanan terhadap asam dan senyawa organik seperti asam asetat, hydroclorida, benzaldehida, carbon tetraklorida.

Dengan sistem pengumpul lindi, diharapkan sebagian besar air sampah yang mengalir kebawah dapat tertangkap, guna selanjutnya dialirkan ke pengolahan lindi sebelum dibuang ke badan air. Saluran pengumpul lindi direncanakan terdiri dari :

a). Saluran pengumpul, merupakan saluran yang mengumpulkan leachate dari timbunan sampah dan mengalirkannya menuju hilir saluran. Saluran ini dipasang memanjang di setiap garis setiap zone.

b). Saluran sekunder, merupakan saluran yang mengalirkan lindi yang terkumpul hingga ke bak kontrol. Merupakan saluran berupa rangkaian pipa pada pertemuan antara pengumpul dan pengalir digunakan strip drainase plastik.

c). Saluran primer, merupakan saluran yang mengaliran lindi dari akhir saluran pengalir di bak kontrol ke lokasi inlet bangunan pengolah lindi di bak pengumpul lindi.

Sistem perpipaan pengumpul lindi juga berfungsi sebagai pengumpul air hujan pada saat lahan belum beroperasi. Saat lahan telah beroperasi, saluran pipa pembuangan ke sungai ditutup dan lindi dialirkan ke instalasi pengolahan lindi.

(24)

Untuk mencegah terjadinya pencemaran air tanah dan air permukaan setelah lindi terkumpul direncanakan pengolahan yang terdiri dari :

 Kolam penyeimbang yang merangkap sebagai kolam stabilisasi.  Kolam maturasi

Sistem Pengolahan Lindi ini meliputi komponen-komponen :  Pengumpul lindi

 Pengatur aliran  Perpipaan

 Bangunan pengolahan lindi  Fasilitas pembuangan

Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 - 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). BOD influen diasumsikan sebesar 4000-5000 mg/l, sedangkan efluen untuk dibuang ke badan air sedapat mungkin mendekati Baku Mutu Air Golongan III yaitu 150 mg/l. Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penenutan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi. Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan penting.

Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :

 Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul

 Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %

 Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %

(25)

 Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses 80 %

 Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan polutan.

Gambar 3. Instalasi Pengolah Leachate - Ventilasi Gas

Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect). Pemasangan pipa

(26)

gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.

Dekomposisi sampah, khususnya zat organik dalam kondisi anaerobik mengakibatkan produksi gas. Sebagian besar gas yang dihasilkan adalah metan dan karbondioksida dan sisanya berupa hidrogen sulfida. Strategi pengelolaan gas pada perencanaan sanitary landfill TPA Kebonagung ini adalah pada usaha untuk melakukan pengamanan lingkungan.

Beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dengan produksi gas ini, diantaranya :  Gangguan terhadap tanaman sekitar lokasi. Hali ini disebabkan terdesaknya

oksigen pada zone akar oleh produksi gas landfill. Masalah lainnya adalah peningkatan suhu tanah, efek toxic pada fisiologi tanaman.

 Gas Methane merupakan gas yang mudah terbakar dan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemanasan global.

 Karbondioksida yang dihasilkan mengganggu saluran pernapasan dan dapat meningkatkan kesadahan.

 Masalah yang cukup mengganggu lainnya adalah timbulnya bau. Bau ini disebabkan produksi gas H2S, mercaptane, dan gas organik.

Bentuk pengamanan terhadap gas yang timbul dari sanitary landfill ini adalah : a. Pengamanan selama pengoperasian.

Bertujuan untuk melepaskan gas yang terperangkap di dalam timbunan ke udara lepas, yaitu dengan pengadaan :

Saluran ventilasi vertikal, atau saluran pada dinding-dinding bukit yang berbatasan langsung dengan udara.

Saluran ventilasi horizontal atau saluran pada lapisan tanah penutup harian.

b. Pengamanan setelah pengoperasian (setelah mencapai bentuk bukit akhir). Merupakan saluran ventilasi akhir yang berupa sumuran terbuat dari pipa PVC dan dipasang pada jarak-jarak tertentu. Pada ujung-ujung sumuran bila perlu akan dipasang burner atau pembakar.

Adapun kriteria desain untuk perpipaan gas antara lain sebagai berikut, Jarak antar pipa : - Vertikal : 25 m

(27)

- Horizontal : 30 m

Guna mengalirkan gas yang terbentuk ke udara dibutuhkan suatu sistem ventilasi. Sistem ini dapat dilakukan dengan :

a). Secara Aktif

Terdiri dari pipa berlubang dalam sumuran berisi kerikil atau pipa berlubang yang diletakkan secara horisontal dalam saluran berisi kerikil. Saluran atau sumuran ini dihubungkan dengan pipa utama ke suatu exhaust blower yang menciptakan keadaan vakum. Pada sistem ini pergerakan gas lebih terkontrol tetapi lebih mahal. Lebih lazim digunakan pada sistem yang mendayagunakan methane.

b). Secara Pasif

Sistem ini mengandalkan pada materi permeabel yang ditempatkan pada jalan aliran gas. Agar efektif pasir harus gradien tekanan alami. Saluran atau sumuran yang permeabel bertindak sebagai daerah dengan tekanan lebih rendah sehingga akan terjadi aliran konveksi. Pengendalian dari sekeliling lahan tidak dapat mengendalikan pergerakan gas ke udara tetapi hanya pergerakan dalam tanah (lateral).

Alternatif Sistem Pengumpulan Gas : a) Sistem Perpipaan Gas Horizontal

Sistem perpipaan gas horizontal adalah alternatif lain pengumpulan gas. An Hua (1981) telah menunjukkan bahwa aliran gas dalam arah horisontal adalah 37,5 kali lebih besar dibandingkan dengan aliran gas dalam arah vertikal. Sistem pengumpul gas horizontal ini dibangun setelah terbentuk 2 (dua) lapisan atau lebih kemudian diteruskan hingga selesainya timbunan. Pipa-pipa gas tersebut dalam konstruksinya dapat dipasang dan diangkut dengan alat berat backhoe. Sistem pengumpul horizontal dengan perpipaan lebih diutamakan pada landfill yang luas. Oleh karena itu didalam perancangan ini tidak digunakan sistem pengumpul horisontal.

(28)

Perpipaan gas terdiri dari pipa vertikal dan horizontal. Pipa gas horizontal dalam hal ini bukan merupakan sistem khusus penangkapan gas tetapi dikaitkan dengan pipa pengumpul lindi. Karenanya, di setiap ujung pipa pengumpul lindi dibuat pipa vertikal untuk menyalurkan gas yang terakumulasi di dalam pipa horisontal.

Bertolak dari kriteria dan rekomendasi perancangan di atas, berikut ini perancangan sistem pengumpulan gas untuk TPA Kebonagung ini:

Desain Sumur Pengumpul Vertikal

 Diisi dengan material permeable misalnya : gravel.  Ditutup untuk mencegah masuknya udara.

 Diameter lubang sumur berkisar antara 12 - 36 inchi (300 -900 mm).  masing-masing diberi pompa vakum (aliran udara konveksi).

 Kedalaman pipa pada perancangan ini 100% (mencapai dasar).

Pipa vertikal direncanakan dengan sistem “progessive well” dengan rancangan:  Diameter casing = 250 mm

 Diameter PVC berlubang = 100 mm  Jarak antar pipa = 30 m

 Radius rencana = 15 m atau area layan + 700m2  Perforasi pipa = 8 mm

 Material pengisi antara casing - pipa PVC : kerikil diameter 5 - 7 cm.

Di dalam perancangan ini pipa vertikal :  Mencapai dasar landfill.

 Dapat dibuang air terkumpul ke dalamnya.  Perforasi pipa hingga 4 m dibawah muka tanah.

 Terbuat dari material anti korosi, garam, alkohol, gasoline, amonium, hidroksida, sulfida, nitrida dan asam hidroklorida. Untuk PVC tahan hingga suhu 140 derajat F.

(29)

Pada masa akhir operasi, maka pada pipa gas akhir dipergunakan penutupan gas dengan fleksibel joint. Gambar 4 akan memperlihatkan penempatan saluran gas vertikal yang digunakan, sedangkan detailnya dapat dilihat pada Gambar 5. Untuk perencanaan TPA Kebonagung ini akan dirancang sistem perpipaan untuk pengumpulan gas untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Alternatif Pemanfaatan Gas

Prinsip dalam desain pemanfaatan gas adalah :

1. Kualitas gas yang dihasilkan dan kualitas gas yang termanfaatkan. 2. Kapasitas sistem yang direncanakan.

Gas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik ataupun digunakan dalam pembakaran. Keberadaan gas-gas selain gas methane dalam pemanfaatan tersebut tidak menjadikan masalah yang terlalu besar.

Kapasitas sistem yang akan direncanakan akan berdasar kepada :  Proyeksi gas yang dapat dihasilkan.

 Laju produktivitas gas.

 Estimasi presentasi gas yang dapat dimanfaatkan dan keinginan pemakai.

Dalam perencanaan gas yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar atau akan dibakar. Pengelolaan gas TPA dengan tidak dimanfaatkan kembali pada akhir operasi akan membutuhkan pembangunan pipa beton berlubang-lubang diujung pipa vertikal. Tinggi elevasi pipa adalah 1 m dari elevasi akhir. Pemanfaatan 1 m3 gas bio (50 % methane) ekivalen dengan :

- 0,58 liter bensin. - 1,07 liter alkohol. - 0,53 M gas alam. - 2,24 kg kayu bakar. - 5,80 kWH listrik.

Komponen-komponen di dalam sistem pengelolaan gas meliputi :  Perpipaan horisontal dan vertikal : pembawa gas.

 Kompresor : penyedot gas bio.

 Storage : pengumpul/penyimpan gas bio.

(30)

Gambar 4. Penempatan Perpipaan Leachate dan Pipa Gas Vertikal

(31)

4. Green Barrier

Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana.

Fungsi dari pagar hijau adalah :

 Sebagai daerah resapan yang akan mengurangi aliran air permukaan ke dalam lahan urug.

Menghalangi pandangan langsung ke arah sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya.

 Mengurangi kecepatan angin.

Meminimalisasi pengaruh bau dari sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Sebagai pencegahan bau, diperlukan minimal 1000 m2 lahan aktif biologis untuk setiap hektarnya. Dengan demikian pada pemanfaatan lokasi TPA Kebonagung diperlukan 4,3 ha lahan untuk pengurang bau.

Pembatas pada pembagian tata guna lahan sanitary landfill.

5. Sumur Uji

Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran). Sarana penimbunan limbah padat perkotaan sebaiknya dilengkapi dengan sistem pemantauan kualitas air tanah zona jenuh dan tak jenuh serta air permukaan di sekitar lokasi. Sistem pemantauan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Jumlah, kedalaman, dan lokasi sumur pantau air tanah harus dipasang sesuai dengan kondisi hidrogeologi setemapat (jumlah minimum sumur pantau 3 buah, satu sumur pantau up-stream dan 2 sumur pantau down-stream dan harus mendapat persetujuan Bapedal.

(32)

b. Contoh air tanah harus diambil dari sumur pantau dan contoh air permukaan dari sungai berada di sekitar landfill, setiap bulan selama 2 tahun pertama beroperasinya kegiatan penimbunan limbah padat perkotaan dan setiap 3 bulan untuk tahun-tahun berikutnya. Contoh air tanah tersebut dianalisis sesuai dengan parameter.

c. Hasil uji analisa contoh air tanah dan permukaan harus dicatat dan catatannya disimpan untuk dilaporkan ke Bapedal setiap 3 (tiga) bulan sekali.

Jika satu parameter atau lebih parameter indikator lindi, dari contoh air sumur pantau melewati batas kisaran air tanah alam maksimum yang diizinkan, maka harus dilakukan analisis total parameter. Kemudian dicari penyebab dilampauinya baku mutu maksimum tersebut dan harus dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Langkah-langkah perbaikan yang diambil ditetapkan bersama Bapedal atau oleh Bapedal.

D. Tahap Pasca Operasi

1. Reklamasi lahan bekas TPA

 Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun (Tchobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.

 Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau, ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk peruntukan bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi jalan dan faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku.

(33)

2. Monitoring (Pemantauan) TPA pasca operasi

Monitoring (pemaantauan) kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area penimbunan. Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :  Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat

 Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)  Kepadatan lalat

Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk parameter kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2 kali (musim kemarau dan hujan).

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penanganan operasional di suatu landfill limbah padat, selain pelaksanaan tahapan perencanaan dan pengoperasian yang baik, perlu ditunjang juga dengan berbagai kegiatan pasca operasi. Kegiatan pasca operasi ini bertujuan untuk melakukan pemantauan dan pemeliharaan site. Kegiatan pasca operasi meliputi hal-hal sebagai berikut :

 Inspeksi yang dilaksanakan secara rutin  Penanaman dan pemeliharaan tanaman di site

Pemeliharaan sarana pemanfaatan dan penelitian landfill limbah padatseperti pengolahan leachate, pengukur curah hujan san lain-lain

 Pemeliharaan dan kontrol struktur

 Pembersihan dan pemeliharaan saluran drainase  Pemeliharaan dan kontrol gas

 Pemeliharaan lapisan penutup dan pemantauan penurunan muka tanah  Sistem pemantauan lingkungan.

(34)

2.2 RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL 2.2.1 ASPEK FISIK DAN KIMIA

1. Topografi (geografi tanah)

Kabupaten Sidoarjo mempunyai morfologi berupa dataran rendah dengan topografi yang seragam dan tanahnya merupakan endapan aluvium dan batuan sedimen yang merupakan batuan induk. Sedangkan geologi struktur yang terdapat dalam kabupaten ini adalah pemunculan batuan kuarter bawah yang cenderung berumur tersier.

Topografi menentukan kecepatan air larian (run-off) yang akan mencapai badan air di sekitar lokasi proyek. Air hujan yang jatuh pada area yang memiliki kemiringan yang tajam akan mencapai sungai lebih cepat daripada area yang landai sehingga dalam melaksanakan proyek, pemrakarsa juga memerlukan data mengeni topografi wilayah.

2. Geologi (jenis dan sifat tanah)

Tanah di Kecamatan Porong Sidoardjo ini terdiri dari endapan aluvial delta Brantas (di sebelah utara sungai Porong) dan endapan vulkanik di selatan sungai Porong sehingga daerah ini sangat aman bila dijadikan sebagai daerah Landfill. Jenis tanah akan menentukan berapa banyak air yang mencapai sungai. Jenis tanah tertentu, seperti tanah berpasir akan lebih banyak menyerap air ke dalam tanah daripada tanah berlempung (clay). Namun, tanah memiliki kapasitas tertentu hingga berada dalam kondisi jenuh. Akan tetapi, tanah yang banyak mengandung lempung yang hampir tidak tembus air (impermeable) sehingga air akan menjadi air larian (run-off) dan berkontribusi pada volume banjir. Pemrakarsa di sini akan merencanakan sebuah sanitary landfill dengan mempertimbangkan aliran air di atas tanah yang akan melimpas ataupun mengalir ke badan air sehingga meminimalisir terjadinya kontaminasi limbah padat lebih lanjut dengan daerah sekitarnya.

3. Tata Guna Lahan

Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sidoarjo, lokasi pengembangan TPA Kebonagung telah sesuai dengan peruntukannya sebagai fasilitas sosial yang dalam hal ini dipakai sebagai tempat pembuangan akhir sampah.

(35)

4. Klimatologi

Keadaaan Iklim di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo terbagi menjadi dua musim, yairu musim hujan 4 bulan dan musim kemarau 8 bulan.

Menurut kepala seksi data dan informasi BMG Juanda Endro Tjahjono, rata-rata curah hujan di Porong dan sekitarnya pada bulan Januari mencapai 344 mm, bulan Februari 333 mm, dan bulan Maret 264 mm.

Suhu

Suhu udara Kota Sidoarjo berkisar antara 20oC sampai 35 oC Kelembaban

Kelembaban udara suatu wilayah akan bergantung pada suhu udara dan ketersediaan air di permukaan lahan. Wilayah Porong Sidoarjo merupakan dataran rendah sehingga banyak dijumpai adanya air permukaan. Kondisi demikian mengakibatkan wilayah tersebut mempunyai kelembaban udara rata-rata yang cukup tinggi. Kelembaban harian rata-rata antara tahun 2000-2006 berkisar antara 72,3-3,8%. Kelembaban terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Januari. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa wilayah Porong tergolong wilayah yang lembab, di mana kelembaban tercatat lebih dari 65%. Hasil pengukuran lapangan yang dilakukan pada setiap jam selama 24 jam pad bulan Mei 2008 memperlihatkan bahwa suhu udara harian berkisar antara 26,5-34,5 derajat Celcius. Kelembaban harian berkisar antara 43-92%, di mana kelembaban kurang dari 60% pada seluruh lokasi pengukuran relatif terbatas.

Kecepatan Angin

Kecepatan angin berkisar antara 3,7 m/detik – 4,8 m/detik, terendah pada bulan Juni/Juli sedangkan kecepatan rata-rata tertinggi pada bulan Desember.

5. Hidrologi Air Permukaan

Debit air sungai di sekitar Lokasi: saat musim kemarau, debit sungai Porong hanya 0,4 meter per detik. Sedangkan pada musim penghujan, air sungai memiliki debit hingga 2,5 meter per detik. Tinggi daratan Kecamatan Porong / Desa Kebonagung ini sekitar 4 m dari muka lautan sehingga dapat dikatakan dengan adanya pembangunan TPA Kebonagung tidak akan membawa pengaruh besar terhadap muka air tanah.

(36)

Sungai yang berada di perbatasan Sidoarjo dan Surabaya (Kali Brantas) dan di sungai Porong selama ini berfungsi sebagai saluran pengantar lumpur / partikel-partikel kea rah palung laut dalam di Selat Sunda sehingga bila terjadi kontaminasi produk akhir Landfill nantinya ke badan air, maka bukan tidak mungkin hal tersebut akan menyebabkan sumbatan-sumbatan / pencemaran terhadap air baku Kota Sidoarjo. Kapasitas Kali Porong untuk menyalurkan debit banjir selalu menunjukkan dinamika bila benar terjadi kontaminasi karena itu akan menambah kapasitas sungai secara tidak langsung dan akan terakumulasi. Besarnya debit yang dapat disalurkan sangat tergantung dari volume lumpur dan partikel kontaminan Landfill yang terbawa yang ada di alur Kali Porong. Besarnya debit air di Kali Porong juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan Kali Porong untuk mengalirkan partikel kontaminan terakumulasi di badan air dan lumpur (khususnya Lumpur Lapindo yang kini melanda kota tersebut dan sekitarnya) ke laut, oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi debit sungai Kali Porong secara bulanan.

Air Tanah 6. Kualitas Udara

Guna mengetahui kualitas udara di sekitar lokasi pembangunan TPA Kebonagung maka dilakukanlah uji kualitas udara ambient dengan terlebih dulu melakukan pengambilan sample pada 3 (tiga) buah titik yaitu titik pertama (U1) sebelum lokasi TPA (Up Wind), titik dua (U2) di dalam lokasi dan titik ketiga (U3) sesudah lokasi TPA (Down Wind) TPA Kebonagung. (Lihat Tabel 3.4)

Parameter kualitas udara yang dianalisa meliputi Sulfur Dioksida (S02), Karbon

Monoksida (C0), Nitrogen Dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidrokarbon (HC), Debu

(TSP), Timbal (Pb), Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S).

Tabel 3.4

Hasil Analisis Kualitas Udara di Sekitar Tapak Proyek TPA Kebonagung

NO. Parameter

Hasil Uji

Satuan Metode Uji/Alat

Baku Mutu Udara Ambien MnLH RI No. 41 Th 1999 Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

(37)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monokisda (CO) Nitrogen Dioksida (NO2) Oksidan (O3) Hidrokarbon (HC) Debu (TSP) Timbal (Pb) Amonia (NH3) Hidrogen Sulfida (H2S) 9,80 1375 7,85 24,69 125 58 < 0,03 0,08420 <0.00072 11,62 2864 13.99 24.95 230 1134 0.27 0.20445 0.00291 10,31 1260 8.90 18.03 157 115 0.16 0.06723 0.00221 9,15 1260 10.16 16.03 131 81 <0.03 0.06205 0.00263 14,08 1718 15.89 17.02 157 116 0.08 0.30028 0.00331 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 ppm ppm SNI-19-4147-1996 Cox meter ex Sibata SNI 19-7119.2-2005 SNI-19-4842-1998 SNI 19-4843-1992 SNI 19-7119.3-2005 SNI 19-7119.4-2005 SNI 19-7119.1-2005 SNI 19-4844-1998 365 10.000 150 235 160 230 2 2**) 0.02**)

Sumber: Hasil laboratorium lingkungan hidup PT. Unilab Perdana, Oktober 2007

Keterangan:

*) = PRRI No. 41 Tahun 1999 baku Mutu Udara Ambient Nasional **) = Kep-50/MenLH/11/1996 Baku Mutu Tingkat Kebauan

N = Kondisi Normal (hasil dikoreksi pada kondisi 250 C 76 cm Hg) < = lebih kecil

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa rona lingkungan kualitas udara outdoor di sekitar tapak TPA Kebonagung masih dalam keadaan baik. Pengukuran terhadap parameter Debu, HC, CO, NO2, OX, Pb, NH3, H2S konsentrasinya masih di bawah baku mutu udara ambient

sesuai PPRI No. 41 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri LH No. 50/MENLH/XI/1996 tentang baku mutu tingkat kebauan. Kandungan konsentrasi parameter yang ada tersebut di atas masih rendah, ini disebabkan oleh disperse emisi kendaraan bermotor yang melintas di sekitar depan tapak TPA Kebonagung dan pengolahan sampah hanya sekitar 2-3 mobil/menit. Untuk pengolahan sampah itu sendiri, dispersinya cukup kuat dimungkinkan oleh karena lokasi TPA tersebut cukup luas tanpa pneghalang di kanan kirinya, sementara tiupan angin juga cukup kuat. Kecuali sampel yang di dalam lokasi TPA, untuk parameter Hidro Carbon dan Debu belum malampaui Nab. Tingginya parameter di titik tersebut mungkin karena pengambilan sampel memang di tengah-tengah pengadukan sampah. Sehingga sangat mungkin karena konsentrasinya debu yang sangat tinggi. Sedangkan untuk parameter

(38)

hidrokarbon yang melebihi NAB itu kemungkinan diakibatkan oleh adanya pembakaran sampah di lokasi TPA.

7. Kebisingan

Kualitas kebisingan yang diukur di dalam dan di luar TPA adalah disajian pada Tabel 3.5 sebagai berikut.

Tabel 3.5

Tingkat Kebisingan Di Sekitar Lokasi TPA Kebonagung No. Lokasi Pengukuran Satuan Hasil Pengukuran BML

PENGUKURAN OUTDOOR 1. 2. 3. 4. 5.

Sebelum lokasi TPA UD (up Wind)

Sesudah lokasi TPA UD (Down Wind)

Di dalam lokasi TPA UD Kampung Sambi Buhut Kampung Lebak gebang

dB(A) dB(A) dB(A) dB(A) dB(A) 62.0 51.7 58.5 57.9 57.1 55 55 55 55 55

Sumber : Hasil kebisingan pengujian lab. Lingkungan hidup PT. Unilab Perdana, Oktober 2007

Keterangan:

Nilai kebisingan adalah Nilai Equivalen selama waktu pengukuran 10 menit dengan interval 5 detik.

KEP. 48/MENLH/XI/1996 Lampiran I, Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.

Pengukuran kebisingan di sekitar tapak pembangunan TPA Kebonagung diuraikan sebagai berikut: titik pengukuran tingkat kebisingan yang diambil sebelum, sesudah dan di dalam lokasi tapak proyek yang menunjukkan kebisingan masing-masing 62.0 dB(A), 51.7 dB(A), 58.5 dB(A), 57.9 dB(A) dan 57.1 dB(A). Kondisi rona awal kebisingan dari ke lima titik sampel menunjukkan bahwa hanya di lokasi setelah TPA (downwind) yang masih di bawah NAB. Selebihnya telah melebihi baku mutu yang disyaratkan. Tingginya intensitas kebisingan ini disebabkan karena aktivitas pengoperasian peralatan pembangunan ruang parker dozer serta aktifitas alat berat yang mengelola sampah Kebonagung (contoh : mesin Backhoe, dozer, truk yang

(39)

bongkar sampah dsb) dan aktivitas kendaraan berat seperti dump truck pengangkut bahan bangunan dan sebagainya.

2.2.2 Aspek Biologis / Hayati

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai tempat habitat vegetasi di lokasi proyek. Jenis tanaman di dalam dan di sekitar lokasi merupakan tanaman yang umum dijumpai di daerah perkotaan.

2.2.3. Aspek Sosial Ekonomi Budaya Kependudukan

Jumlah penduduk kota Sidoarjo di pertengahan tahun 2010 mencapai 65.791 orang. Ketenagakerjaan

Dari jumlah penduduk usia kerja di Kota Sidoarjo (usia 15 tahun ke atas), 61,55 persen diantaranya termasuk dalam angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja). Sedangkan sisanya sebesar 38,45 % adalah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja yaitu mereka yang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Berdasarkan sektor usaha, sebagian besar pekerja di Kota Sidoarjo bekerja di sektor Jasa (Services).

Tingkat Kemiskinan

Selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 pertumbuhan ekonomi di Kota Sidoarjo rata-rata tumbuh sebesar 5,11 persen per tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan rata-rata tertinggi adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 5,95 persen. Sedangkan sektor Jasa Jasa pertumbuhan rata-ratanya terendah yaitu sebesar 3,43 persen.

Tingkat Pendidikan

Rata-rata lama sekolah di Kota Sidoarjo terus meningkat. Pada tahun 2009 untuk penduduk laki-laki rata-rata lama sekolah mencapai 10,10 tahun, yang berarti rata-rata penduduk laki-laki di Kota Sidoarjo berpendidikan kelas 1 SLTA. Sedangkan penduduk perempuan rata-rata lama sekolahnya hanya mencapai 8,85 tahun, yang berarti penduduk perempuan di Kota Sidoarjo rata-rata berpendidikan kelas 2 SMP.

(40)

Kesehatan Masyarakat

Derajat kesehatan di Kota Sidoarjo dapat dilihat salah satunya dari angka harapan hidup. Angka harapan hidup di Kota Sidoarjo selama beberapa tahun terakhir terus meningkat. Jika di tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 66,65 tahun, maka pada tahun 2009 telah meningkat menjadi 67,04 tahun. Persentase tertinggi penolong kelahiran di Kota Sidoarjo dilakukan oleh bidan dengan angka persentase yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Budaya (Persepsi Masyarakat)

Dari hasil wawancara dengan 60 warga yang hadir pada saat sosialisasi yang diadakan di Kelurahan Kebonagung serta isian questioner yang dibagikan kepada 40 responden penduduk yang tinggal di sekitar lokasi kegiatan diperoleh gambaran tentang Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TPA. Adapun karakteristik warga/responden secara rinci disajikan dalam uraian di lampiran.

1) Pengetahuan responden terhadap jenis kegiatan TPA Kebonagung

Pada umumnya (100%) pengetahuan responden akan jenis kegiatan pelayanan TPA Kebonagung sudah cukup memahami bahwa kegiatan TPA adalah untuk melayani pembuangan sampah dari seluruh kota CIlegon.

2) Persepsi terhadap gangguan penanganan sampah dari TPA Kebonagung

100% responden tidak merasa terganggu oleh rencana kegiatan penanganan sampah oleh TPA Kebonagung. Hal ini wajar karena lokasi penduduk dan tempat penanganan sampah berjauhan dan penanganan sampah ini dilakukan dengan tingkat kebersihan yang baik serta adanya prosedur penampungan sampah dengan kantong plastik sehingga gangguan baud an vector penyakit (khususnya lalat) dapat dikurangi.

3) Persepsi terhadap gangguan pembuangan air limbah dari TPA Kebonagung

2,5% responden mengatakan mereka merasa terganggu dengan penanganan air limbah TPA Kebonagung, sedang 97,5% responden merasa tidak terganggu. Alas an responden mengatakan terganggu terutama yang tinggal di seberang TPA dan depan TPA, karena buangan air limbah di saluran alirannya diperkirakan akan dialirkan menuju ke sungai yang mengalir kea rah Desa Kebonagung (mendekati lokasi penduduk), alas an responden mengatakan terganggu karena pembuangan air limbah akan menyebabkan gangguan penyakit dari air limbah yang dibuang.

(41)

Kekhawatiran ini menunjukkan pengetahuan masyarakat akan lingkungan hidup dan kesehatan sudah cukup baik, namun pengetahuan mereka tentang penanganan air limbah di TPA Kebonagung yang akan dilakukan pengolahan dalam IPAL masih rendah. Hal ini diperkirakan karena factor minimnya informasi kepada masyarakat sekitar TPA tentang karakteristik air limbah TPA.

4) Persepsi terhadap manfaat dan keberadaan TPA Kebonagung

Menanggapi atas manfaat keberadaan TPA Kebonagung, pada umumnya (100%) responden mengatakan tidak keberatan dengan keberadaan TPA Kebonagung (0%) responden mengatakan keberatan. Alas an responden setuju dengan keberadaan TPA Kebonagung akan memberikan manfaat berupa :

- Kemudahan membuang sampah, - Lingkungan semakin ramai,

- Peningkatan penghasilan dari usaha kontrakkan bagi karyawan Dinas Kebersihan,

- Manfaat peluang bekerja bagi penduduk local di TPA, - Manfaat peluang usaha informal di sekitar TPA. 5) Harapan responden terhadap TPA Kebonagung

Dengan akan beroperasinya TPA Kebonagung, responden memberikan harapan kepada TPA sebagai berikut :

- TPA agar tetap menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungannya termasuk penanganan limbah cair (Leacheate) dan gas yang ditimbulkan.

- Untuk pembuangan air limbah sebaiknya salurannya menjauhi permukiman penduduk, sehingga meminimalkan kekhawatiran penduduk akan gangguan penyakit/kesehatan.

- Mengingat keberadaan masyarakat dengan ekonomi rendah, diharapkan DInas Kebersihan TPA Kebonagung memberikan pengobatan minimal tiga bulan sekali.

- Masyarakat menghendaki agar pemuda produktif (local) yang masih menganggur di sekitar TPA dapat diberdayakan di TPA.

- Mengharapkan agar TPA tetap memberikan bantuan sosial kemayarakatan (ke majelis ta’lim, masjid/musholah dan pengajian).

(42)

2.2.4 Aspek Transportasi

1. Jaringan Jalan: lokasi rencana proyek pembangunan TPA Kebonagung melewati jalan Porong Raya dan Jalan Macan Mati-Limposeseri. Dalam sistem jaringan transportasi Kota Sidoarjo, ruas jalan Porong Raya Sidoarjo merupakan jalan penghubung utama yang menghubungkan antar kecamatan dengan Jalan Raya ke arah wilayah Kota Sidoarjo. Kondisi jalan raya maupun gang-gang di Kota Sidoarjo ini merupakan jalan beraspal dan diperuntukkan dua jalur pulang pergi.

2. Angkutan Umum Penumpang

a. Kendaraan umum yang menghubungkan Desa Kebonagung dengan daerah lain di sekitar desa tersebut adalah berupa angkutan umum dan ojek.

3. Volume Lalu Lintas

a. Volume / arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada jalan raya per satuan waktu. Yang menjadi parameter pengukuran di sini adalah volume dan komposisinya untuk mengetahui terhadap lalu lintas akibat adanya komponen tambahan (arus pulang pergi truk). Dari hasil penelitian / survey penghitungan lalu lintas (traffic counting), maka didapatlah keimpulan bahwa kepadatan lalu lintas dari dan ke arah TPA Kebonagung belum menunjukkan angka kepadatan yang berarti.

4. Kinerja Ruas Jalan

a. Kinerja lalu lintas ruas jalan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas lainnya, seperti berikut ini:

 Ratio volume per kapasitas menunjukkan kondisi ruas jalan dalam melayani volume lalu lintas yang ada.

 Kecepatan rata-rata menunjukkan waktu tempuh dari satu titik ke titik tujuan di dalam wilayah pengaruh yang akan menjadi tolak ukur dalam pemilihan rute jalan menuju lokasi proyek.

 Tingkat pelayanan merupakan indikator yang menckup gabungan beberapa parameter, baik secara kualitatif dan kuantitatif ruas jalan.

(43)

2.3. PELINGKUPAN

2.3.1. IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL

Evaluasi dampak potensial dilakukan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang dalam hal ini dapat diwakili oleh konsultan penyusun AMDAL dengan mempertimbangkan hasil konsultasi dan diskusi dengan pakar, instansi yang bertanggung jawab serta masyarakat yang berkepentingan. Tujuan kegiatan ini adalah menghilangkan dampak potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak penting hipotetik yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL.

A. Tahap Pra-Konstruksi 1. Pembebasan Lahan

Kegiatan pembebasan lahan berpotensi menimbulkan dampak terhadap perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Bila kegiatan pembebasan lahan tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat maka dapat menimbulkan dampak penting terhadap persepsi masyarakat yang berada di sekitar tapak proyek.

2. Sosialisasi

Sosialisasi dapat menimbulkan dampak negatif maupun positif yang akan merubah sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek pembangunan sanitary landfill yang akan dibangun oleh Pemrakarsa.

B. Tahap Konstruksi

1. Mobilisasi Tenaga dan Alat - Tenaga Kerja

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap pendapatan masyarakat, kesempatan kerja/berusaha, faktor keamanan dan ketertiban masyarakat.

- Alat

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap lalu lintas kendaraan, kerusakan badan jalan, kulitas udara, dan kebisingan.

2. Pembersihan lahan

Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kuaitas udara, kebisingan, kualitas air permukaan, dan vegetasi.

Gambar

Gambar 2. Saluran Drainase  -    Pagar TPA
Tabel Karakteristik Fisik Tanah sebagai Bahan Lapisan Kedap
Gambar 3.  Instalasi Pengolah Leachate -  Ventilasi Gas
Gambar 5. Pertemuan Pipa Gas dan Drainase Lindi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Desa Oro-Oro Ombo, Kota Batu Malang memiliki potensi untuk

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan secara studi kasus menggunakan desain deskriptif, yaitu dengan menggambarkan suatu kasus peran lembaga perbankan mengatasi

Pasien memilik kartu BPJS dan asuransi jasa raharja, bagaimanakah biaya pengobatannya.. Jasa raharja dan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan yaitu: perbedaan antara daun sehat dengan daun yang terserang penyakit garis kuning pada tanaman kelapa

Tanggapan responden mengenai Konflik mandor dengan pengusaha dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden atau 13,33 % berpendapat tidak setuju, 7 responden atau 23,33 %

Wawancara dengan Desbenneri Sinaga, Hakim PN Sidoarjo tanggal 17 Mei 2013.. 10 hakim berhak memberikan pertimbangan sebagai alasan pemberat bagi terdakwa. Tindak pidana

Oleh karena itu, belum banyak hal yang bisa diungkapkan mengenai hubungan antar cara belajar dengan variabel lain yang dilibatkan dalam penelitian ini (gaya kognitif dan

Oleh karena itu, pertimbangan kafa&gt;‘ah dalam tujuannya dalam membangun rumah tangga merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan, dan akibat dari tidak adanya pertimbangan