• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Mahasiswa Degeng KARAKTERISTIK BELAJAR MAHASISWA DI BERBAGAI PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA: Temuan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karakteristik Mahasiswa Degeng KARAKTERISTIK BELAJAR MAHASISWA DI BERBAGAI PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA: Temuan Penelitian"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BELAJAR MAHASISWA DI BERBAGAI PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA: Temuan Penelitian

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan informasi tentang karakteristik belajar mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia. Khususnya yang berkaitan dengan karakteristik gaya kognitif, motivasi berprestasi, dan cara belajar. Ditemukan bahwa mahasiswa yang belajar di jurusan-jurusan eksakta cenderung lebih field independent jika dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar di jurusan-jurusan noneksakta. Di samping itu, mahasiwa laki-laki cenderung lebih field independent daripada mahasiswa perempuan. Temuan lainnya adalah bahwa mahasiswa jurusan eksakta cenderung memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi jika dibandingan dengan mahasiswa jurusan noneksakta. Mahasiswa perempuan memperlihatkan motivasi berprestasi lebih tinggi daripada mahasiswa laki.

Kata-kata Kunci: Karaktertik Belajar, Gaya Kognitif, Motivasi Beprestasi, Cara Belajar PENDAHULUAN

Teori-teori dan prinsip-prinsip pengajaran yang telah dikembangkan dewasa ini lebih berpijak pada karakteristik mahasiswa dimana teori itu dikembangkan. Lebih tegas lagi, pada karakteristik mahasiswa di negara-negara barat, khususnya mahasiswa Amerika Serikat. Adopsi teori-teori dan

prinsip-prinsip pengajaran ini oleh perancang pengajaran di perguruan tinggi Indonesia seringkali menemui kegagalan. Ini kemungkinan disebabkan oleh dasar pijakan yang berbeda atau variabel kondisional yang berbeda, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik mahasiswa sebagai subyek yang belajar.

Teori-teori dan prinsip-prinsip pengajaran yang digunakan di Indonesia seharusnya dikembangkan berpijak pada informasi tentang bagaimana karakteristik belajar mahasiswa Indonesia. Terutama informasi yang berkaitan dengan gaya kognitif mahasiswa Indonesia, motivasi mencapai tujuan (motivasi berprestasi), dan cara belajarnya.

Informasi mengenai gaya kognitif mahasiswa Indonesia (field dependent vs field independent) akan bermanfaat untuk keperluan pembangunan teori-teori tentang pengembangan dan produksi bahan-bahan pengajaran. Khususnya, yang berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi isi/pesan pengajaran. Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent lebih memiliki kemampuan untuk menstruktur/mengorganisasi isi pengajaran secara mandiri, sedangkan yang memiliki gaya kognitif field dependent akan lebih mudah belajar jika isi pengajaran sudah distruktur/diorganisasi lebih dulu (Vander Zanden, 1980; Entwistle, 1981; Smith, 1978; Witkin, 1976; Witkin, Moore, Goodenough, dan Cox, 1977; Messick, 1976).

Informasi mengenai motivasi mahasiswa Indonesia untuk berprestasi sangat diperlukan dalam pengembangan strategi pengajaran. Khususnya yang berkaitan dengan strategi penyampaian (dilivery strategy) isi pengajaran dan strategi pengelolaan motivasional (Degeng, 1989a; 1989b).

Informasi mengenai cara-cara belajar yang digunakan oleh mahasiswa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan cara-cara mengikuti kuliah, membaca buku, menandai bagian-bagian penting isi buku, membuat catatan kuliah, membuat ringkasan, mempersiapkan ujian, pengaturan jadual belajar,

(2)

pengaturan fasilitas belajar, dan cara-cara memahami serta menghapal isi kuliah, amat diperlukan dalam pengembangan sumber-sumber belajar. Penulisan bukuteks untuk perguruan tinggi, umpamanya, membutuhkan informasi tentang bagaimana cara mahasiswa membaca buku, cara menandai bagian-bagian penting isi buku, cara memuat ringkasan isi buku, dan cara-cara memahami serta menghapal isi buku. Kalau mahasiswa cenderung menggunakan analogi untuk memudahkan memahami suatu konsep, maka isi bukuteks perlu menyertakan analogi yang cocok untuk konsep-konsep tertentu. Kalau mahasiswa cenderung menggunakan mnemonik untuk menghapalkan suatu informasi, maka mnemonik perlu dikemukakan dalam bukuteks.

Informasi mengenai gaya kognitif mahasiswa juga penting bagi penulis bukuteks, khususnya dalam rangka penataan struktur isi bukuteks. Informasi ini akan dapat memberi petunjuk apakah dalam suatu bukuteks perlu disertai dengan kerangka isi atau advance organizer (Ausubel, 1968), atau epitome (Reigeluth dan Stein, 1983; Degeng, 1990), atau skema (Mayer, 1977; 1979) yang memuat keseluruhan isi. Pentingnya hal ini telah dikemukakan secara tegas oleh Reigeluth dan Sari (1980).

Informasi mengenai gaya kognitif juga amat dibutuhkan dalam perancangan pengajaran. Informasi ini akan memberi petunjuk cara mengorganisasi dan menyampaikan isi pengajaran. Ausubel (1963; 1968) menekankan petingnya pemberian advance organizer, sementara Reigeluth (1979; 1983; Reigeluth dan Merrill, 1979; Reigeluth dan Stein, 1983) menekankan pentingnya pemberian epitome pada tahap paling awal dari keseluruhan peristiwa pengajaran. Untuk keperluan yang sama, Mayer (1977; 1979) menekankan pentingnya penataan isi pengajaran dalam bentuk skema. Teori-teori pengajaran ini dikembangkan karena adanya informasi yang

jelas tentang perilaku belajar mahasiswa yang disebabkan oleh karakteristik gaya kognitifnya.

Informasi mengenai variabel karakteristik belajar mahasiswa Indonesia, seperti yang telah dikemukakan secara ringkas di atas, hingga kini belum tersedia. Oleh karena itu, kesahihan teori-teori dan prinsip-prinsip pengajaran khas Indonesia yang telah dikembangkan dewasa ini masih amat rendah.

Oleh karena itu, urgen diadakan penelitian yang berupaya untuk menyediakan informasi tentang variabel ini. Penelitian ini secara khusus dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik gaya kognitif mahasiswa Indonesia, motivasi berprestasinya, dan cara belajarnya. Pada penelitian ini, deskripsi setiap variabel dilakukan secara terpisah. Artinya, tidak dicari hubungan antar variabel. Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap dan rinci mengenai variabel-variabel ini, maka deskripsi setiap variabel dipilah berdasarkan jurusan yang ditekuni oleh mahasiswa dan jenis kelaminnya. Dengan cara ini, akan dapat diperoleh informasi apakah jurusan yang ditekuni dan jenis kelamin yang berbeda menunjukkan informasi yang berbeda dalam gaya kognitif, motivasi berprestasi, dan cara belajar mahasiswa.

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik belajar mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Indonesia?

1.1 Karakteristik Gaya Kognitif? 1.2 Karakteristik Motivasi berprestasi? 1.3 Karakteristik Cara Belajar?

1.3.1 Cara mengikuti kuliah? 1.3.2 Cara membuat catatan? 1.3.3 Cara membaca buku? 1.3.4 Cara menandai buku? 1.3.5 Cara membuat ringkasan?

(3)

1.3.6 Cara mempersiapkan ujian? 1.3.7 Cara pengaturan jadual belajar? 1.3.8 Cara pengaturan tempat belajar? 1.3.9 Cara memahami dan menghapal isi

kuliah?

2. Apakah Jurusan yang ditekuni oleh dan jenis kelamin mahasiswa dapat dijadikan indikator adanya perbedaan gaya kognitif, motivasi berprestasi, dan cara belajar mahasiswa?

Penelitian ini urgen dilaksanakan untuk menemukan bukti-bukti empirik mengenai karakteristik belajar mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Informasi ini amat dibutuhkan oleh para teknolog dan ilmuwan di bidang pengajaran untuk:

(1) Landasan pijak pengembangan teori-teori pengajaran yang sesuai dengan kondisi belajar mahasiswa Indonesia.

(2) Landasan pijak dalam merancang pengajaran di perguruan tinggi.

(3) Landasan pijak bagi perancangan dan produksi bahan-bahan pengajaran di perguruan tinggi, seperti bukuteks serta media pengajaran lainnya. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan disain deskriptif-eksploratif dengan melibatkan sampel dari 7 perguruan tinggi di Indonesia. Dua perguruan tinggi mewakili, masing-masing, wilayah timur dan tiga perguruan tinggi mewakili wilayah barat. Ketujuh perguruan tinggi tersebut adalah: Universitas Cendrawasih, Universitas Patimura, IKIP Manado, Universitas Udayana, IKIP Malang, Universitas 11 Maret, dan IKIP Medan. Dari setiap perguruan tinggi diambil 2 kelompok sampel, masing-masing mewakili jurusan eksakta dan noneksakta. Jumlah sampel yang dilibatkan adalah 525 mahasiswa.

Untuk mengukur karakteristik gaya kognitif digunakan tes gaya kognitif (Group Embedded Figures Test). Karakteristik motivasi berprestasi dengan tes motivasi berprestasi, dan karakteristik cara belajar dengan angket. Dua instrumen yang disebutkan pertama merupakan adaptasi, sedangkan instrumen yang ketiga disusun dan dikembangkan khusus untuk keperluan ini.

Data karakteristik gaya kognitif dan motivasi berprestasi dianalisis untuk mengungkapkan kecenderungan dengan nilai rata-rata, dan karakteristik cara belajar dengan persentase. Setiap analisis, di samping mengungkapkan kecenderung umum (melibatkan semua sampel), juga mengungkapkan kecenderungan berdasarkan jenis kelamin dan jurusan yang ditekuni mahasiswa.

HASIL

Simpulan-simpulan yang bisa ditarik dari analisis data adalah berikut ini:

(1) Mahasiswa yang belajar di jurusan-jurusan eksakta cenderung lebih field independent jika dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar di jurusan-jurusan noneksakta. Di samping itu, mahasiwa laki-laki cenderung lebih field independent daripada mahasiswa perempuan. (2) Mahasiswa jurusan eksakta cenderung memiliki

motivasi berprestasi yang lebih tinggi jika dibandingan dengan mahasiswa jurusan noneksakta.

(3) Mahasiswa perempuan memperlihatkan motivasi berprestasi lebih tinggi daripada mahasiswa laki. (4) Cara mengikuti kuliah:

(4)

(41) Hampir semua mahasiswa memiliki angka kehadiran kuliah 80% ke atas.

(42) Ketika mengikuti kuliah, mahasiswa cenderung melakukan kegiatan mendengarkan dan membuat catatan. (43) Mahasiswa yang cenderung bertanya ketika

mengikuti kuliah lebih banyak jika dibandingkan dengan mereka yang cenderung menjawab atau diam (tidak memberikan respon bertanya/menjawab). (44) Mahasiswa cenderung memilih tempat

duduk di kursi deretan tengah ke depan. (5) Cara Membuat Catatan:

(51) Kelengkapan catatan kuliah yang dibuat sendiri oleh mahasiswa bergerak 80-100%. (52) Mahasiswa lebih cenderung mengandalkan

pada catatan sendiri daripada memfotokopi catatan teman.

(53) Mahasiswa cenderung membuat catatan kuliah di buku tertentu untuk satu matakuliah.

(54) Mahasiswa cenderung mencatat sebagian besar penjelasan dosen.

(55) Apabila ada informasi penting yang perlu ditambahkan pada catatan kuliah, lebih banyak mahasiswa yang cenderung menempatkannnya pada lembaran berikutnya dari buku catatan kuliah daripada mencatat pada halaman-halaman kosong di catatan kuliah yang lalu yang sengaja disiapkan.

Mahasiswa eksakta lebih cenderung mencatat informasi tambahan pada

halaman-halaman kosong yang sengaja disiapkan daripada mahasiswa noneksakta. Mahasiswa noneksakta lebih cenderung sebaliknya.

(6) Cara Membaca Buku Teks:

(61) Apabila mahasiswa dihadapkan pada sebuah buku teks yang perlu dibaca, maka kecenderungan urutan prosedural yang ditempuhnya adalah membaca buku itu secara lengkap setiap bab secara berurutan. Mahasiswa noneksakta lebih cenderung membaca pokok-pokok pikiran dari keseluruhan bab daripada kelompok eksakta.

(62) Kegiatan bersamaan yang dilakukan oleh mahasiwa ketika membaca suatu buku teks lebih banyak menandai bagian-bagian penting buku teks itu daripada membuat rangkuman.

(63) Apabila membuat rangkuman isi kuliah atau isi buku teks, mahasiswa cenderung memilih bentuk uraian verbal daripada bentuk diagram atau struktur (uraian diagramatik). Kombinasi keduanya juga cenderung digunakan oleh mahasiswa. (64) Cara yang paling banyak dipakai oleh

mahasiswa menandai bagian-bagian penting isi buku teks adalah dengan membuat garis bawah.

(7) Cara Mempersiapkan Ujian:

(5)

(71) Untuk mempersiapkan ujian, mahasiswa cenderung belajar sungguh-sungguh secara kontinyu daripada belajar sungguh-sungguh menjelang ujian.

(72) Sumber belajar utama yang cenderung dipakai untuk mempersiapkan ujian oleh mahasiswa adalah catatan kuliah daripada menggunakan catatan khusus persiapan ujian atau buku teks.

(8) Tempat dan Jadwal Belajar:

(81) Mahasiswa lebih cenderung belajar di rumuh daripada diruang kelas dan laboratorium, atau diperpustakaan.

(82) Waktu yang dipilih untuk kegiatan belajar cenderung malam hari.

(83) Jumlah waktu belajar per hari yang digunakan oleh mahasiswa di rumah rata-rata 1-4 jam, dan di perpustakaan rata-rata-rata-rata 1 jam.

(9) Untuk menghapalkan dan/atau memahami isi kuliah, mahasiwa lebih cenderung membuat rangkuman isi kuliah dengan uraian verbal daripada menggunakan rangkuman berupa diagram/struktur isi kuliah yang lebih menunjukkan kaitan-kaitan antar isi yang penting.

PEMBAHASAN

Ditemukan dalam penelitian ini bahwa mahasiswa yang menekuni jurusan eksakta cenderung memiliki gaya kognitif field independent daripada mereka yang menekuni jurusan

noneksakta. Temuan ini nampaknya sejalan dengan apa yang telah dikaji dalam literatur-literatur psikologi pendidikan, seperti dalam Entwistle (1981). Dikemukakan bahwa individu yang termasuk kelompok field dependent lebih menaruh perhatian pada hubungan sosial dengan berkecimpung banyak pada bidang humaniora dan ilmu sosial lainnya. Ia cenderung melepaskan diri dari bidang matematika dan ilmu alam. Sebaliknya, individu yang field independent lebih berminat pada bidang sains dan matematika.

Variabel yang diduga dapat memodifikasi keterkaitan antara variabel gaya kognitif dengan jurusan yang ditekuni mahasiswa adalah jenis kelamin mahasiswa. Secara khusus, variabel ini dilibatkan dalam penelitian ini agar dapat dibuat deskripsi yang lebih lengkap mengenai karakteristik gaya kognitif mahasiswa. Penelitian ini menemukan bahwa mahasiswa laki-laki cenderung memperlihatkan skor lebih tinggi dalam tes gaya kognitif daripada mahasiswa perempuan. Atau, mahasiswa laki-laki cenderung memiliki gaya kognitif field independent daripada mahasiswa perempuan.

Telah dikemukakan dalam kajian teoritik bahwa apabila dilihat dari dimensi gaya kognitif, perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam mengambil resiko. Mahasiswa perempuan yang field independent nampak kurang berani dalam mengambil resiko jika dibandingkan dengan mahasiswa perempuan yang field dependent (Entwistle, 1981). Hal yang sebaliknya terjadi pada mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki. Mahasiswa laki-laki yang field independent lebih berani mengambil resiko.

Keberanian dalam mengambil resiko banyak sekali didasari oleh kemampuan seseorang dalam melakukan analisis kondisi. Semakin mampu seseorang melakukan analisis, semakin berani ia mengambil resiko dari keputusan yang diambilnya. Dalam kaitannya dengan karakteristik gaya

(6)

kognitif, seseorang yang memiliki gaya kognitif field independent lebih mampu dalam melakukan analisis kondisi daripada yang memiliki gaya kognitif field dependent. Atas dasar ini, maka temuan penelitian bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih field independent mendukung kajian teoritik di atas.

Temuan yang berkaitan dengan karakteristik motivasi berprestasi menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan motivasi berprestasi yang diperlihatkan oleh mahasiswa laki-laki. Kecenderungan ini belum banyak dikaji dalam literatur pendidikan. Mungkin ada kaitannya dengan keinginan mahasiswa perempuan untuk bersaing dengan lawan jenis kelaminnya.

Sudah diungkapkan dalam bagian sebelumnya bahwa salah satu indikator yang dipakai dalam pengukuran variabel motivasi berprestasi adalah kecenderungan seseorang terlibat dalam situasi yang penuh persaingan. Makin suka seseorang terlibat dalam situasi seperti itu, makin tinggi mitivasinya untuk mencapai prestasi setinggi mungkin. Nampaknya kecenderungan mahasiswa perempuan bersaing dengan lawan jenisnya, juga mungkin dipengaruhi oleh adanya gerakan kelompok ini menyejajarkan diri dengan kelompok laki-laki. Hal ini sudah banyak dikaji dalam literatur yang membicarakan emansipasi wanita. Kalau asumsi ini dapat diterima, maka temuan penelitian mengenai karakteristik motivasi berprestasi mahasiswa punya pijakan yang jelas, yaitu gerakan emansipasi wanita. Mahasiswa perempuan cenderung lebih suka terlibat dalam situasi yang penuh persaingan.

Indikator lain yang dipakai sebagai dasar pengukuran variabel motivasi berprestasi adalah kecenderungan menilai diri sendiri secara realistis. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi akan menilai kemampuannya secara realistis

dan menyesuaikan apa yang dikerjakannya dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam konteks kajian ini, nampak bahwa temuan penelitian mendukung kemungkinan ini. Mahasiswa laki-laki memiliki kecenderungan mengambil keputusan-keputusan yang idealis, yang memiliki jangkauan jauh ke depan. Keputusan-keputusan ini, seringkali jauh melampaui apa yang mungkin bisa dicapainya. Di sisi lain, mahasiswa perempuan lebih cenderung bertindak dan mengambil keputusan-keputusan yang realistis, yaitu keputusan-keputusan yang berada dalam kontrolnya. Itu pula yang menyebabkan seseorang yang memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi lebih suka mengontrol kemajuan yang dicapainya sendiri daripada oleh orang lain. Dalam hal ini, mahasiswa perempuanlah yang menunjukkan karakteristik seperti itu.

Temuan lain yang menarik dalam penelitian adalah mengenai cara belajar mahasiswa. Cara yang biasa digunakan oleh mahasiswa untuk belajar amat unik, karena banyak sekali tergantung pada karakteristik perseorangan yang melekat pada dirinya. Telah dikaji sebelumnya bahwa gaya kognitif seseorang akan banyak memberi pengaruh pada cara membuat catatan kuliah, membuat rangkuman, membaca buku teks, dan menandai bagian-bagian penting yang ada dalam buku teks, termasuk pula pada cara memahami dan menghapal isi kuliah. Individu yang memiliki gaya kognitif field independent (articulated) dalam membuat catatan kuliah cenderung akan memilih bagian-bagian yang amat penting dari isi kuliah untuk dicatat, sedangkan individu yang termasuk field dependent (global) cenderung mencatat seluruh isi kuliah, tanpa memilah mana bagian yang penting dan kurang penting.

Dalam membuat rangkuman, individu yang field independent akan lebih memusatkan pada pembuatan struktur dari isi kuliah yang paling penting, sedangkan individu yang field dependent akan lebih memusatkan pada hal-hal yang lebih

(7)

rinci. Perbedaan-perbedaan yang serupa bila dilihat dari karakteristik gaya kognitif mahasiswa juga akan nampak dalam unjuk-kerja membaca buku teks, menandai isi-isi penting buku teks, cara memahami dan menghapal isi kuliah dan/atau buku teks.

Keunikan cara belajar yang ditampilkan oleh seorang mahasiswa juga banyak dipengaruhi oleh motivasi berprestasinya. Mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung berusaha mengikuti perkuliahan lebih sering (dengan persentase lebih tinggi), jika dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Catatan kuliah cenderung dibuat sendiri, lebih lengkap dengan kualitas yang lebih baik. Menggunakan waktu belajar secara teratur dengan jumlah satuan yang lebih banyak. Demikian pula, mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung melibatkan sumber belajar yang lebih banyak. Karakteristik belajar ini, seperti yang diperlihatkan oleh mahasiswa yang bermotivasi tinggi untuk berhasil, jarang ditampilkan oleh mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah.

Semua kemungkinan yang telah dikemukakan di atas belum dikonfirmasi oleh temuan penelitian ini. Dalam arti bahwa analisis data penelitian belum sampai ke hal rinci seperti itu. Deskripsi karakteristik cara belajar, dalam penelitian eksploratif ini, dikaji secara terpisah dari variabel lainnya. Oleh karena itu, belum banyak hal yang bisa diungkapkan mengenai hubungan antar cara belajar dengan variabel lain yang dilibatkan dalam penelitian ini (gaya kognitif dan motivasi berprestasi).

Temuan penting yang telah disimpulkan adalah bahwa perbedaan jurusan yang ditekuni mahasiswa (eksakta-noneksakta) tidak dapat dipakai sebagai indikator adanya perbedaan karakteristik cara belajar mahasiswa. Pada semua analisis ditemukan tidak ada perbedaan karakteristik cara belajar antara kedua kelompok mahasiswa. Artinya, mahasiswa jurusan

eksakta dan noneksakta menunjukkan karakteristik cara belajar yang serupa.

SARAN

Penelitian ini bersifat deskriptif-eksploratif, yaitu mendeskripsikan variabel-variabel tunggal tanpa upaya mengungkapkan hubungan antar variabel itu. Informasi mengenai karakteristik mahasiswa, bagaimanapun juga, tidak akan lengkap kalau upaya penelitian tidak diteruskan ke pengungkapan hubungan antar variabel yang menjadi karakteristik mahasiswa. Oleh karena itu, hendaknya dilakukan penelitian lanjutan untuk memenuhi maksud ini. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diangkat, umpamanya, adalah "Apakah ada korelasi antara gaya kognitif dengan cara belajar mahasiswa?" Atau, pertanyaan yang lebih khusus, Apakah cara mahasiswa membuat rangkuman dapat dijadikan sebagai indikator karakteristik gaya kognitifnya? Pertanyaan-pertanyaan serupa dapat dijabarkan lebih lanjut.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ausubel, D.P., (1963). The Psychology of Meaningful Verbal

Learning. New York: Grune & Stratton

Ausubel, D.P., (1968). Educational Psychology: A cognitive

view. New York: Holt, Rinehart and Winston21 22

(8)

Degeng, I Nyoman Sudana, (1989a). Ilmu Pengajaran:

Taksonomi variabel. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, P2LPTK

Degeng, I Nyoman Sudana, (1989b). "Taksonomi Variabel Pengajaran". Forum Penelitian, Tahun 1, No. 2, hlm. 133-151

Degeng, I Nyoman Sudana, (1990). Disain Pembelajaran: Teori

ke terapan. P2T IKIP Malang, tidak diterbitkan.

Entwistle, N., (1981). Styles of Learning and Teaching. New York: John Wiley & Sons

Mayer, R.E., (1977). "The Sequencing of Instruction and the Concept of Assimilation-to-Schema". Instructional

Science, 6, 369-388

Mayer, R.E., (1979). "Twenty Years of Research on Advance Organizer: Assimilation theory is still the best predictor of results". Instructional Science, 8, 133-167

Messick, S., dkk., (1976). Individuality in Learning. San Francisco: Jossey-Bass

Reigeluth, C.M., (1979). "In Search of a Better Way to Organize Instruction: The Elaboration theory". Journal of

Instructional Development, 2(3), 8-15

Reigeluth, C.M., (1983). "Meaningfulness and Instruction: Relating what is being learned to what a student knows".

Instructional Science, 12, 197-218

Reigeluth, C.M. dan Merrill, M.D., (1979). "Classes of Instructional Variables". Educational Technology, 19 (3), 5-24

Reigeluth, C.M. dan Sari, F., (1980). "From Better Tests to Better Texts: Instructional design models for writing better textbooks". NSPI Journal, 19(8), 4-9

Reigeluth, C.M. dan Stein, F.S., (1983). "The Elaboration Theory of Instruction". Dalam C.M. Reigeluth (Ed)

Instructional-Design Theories and Models: An overview of their current status. Hillsdale, N.J.: Lawrence

Erlbaum Associates, 335-381

Smith, M.D., (1978). Educational Psychology and Its

Classroom Applications. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Witkin, H.A., (1976). "Cognitive Style in Academic Performance and in Teacher-Student Relations". Dalam S. Messick (Ed.). Indivuality in Learning. San Francisco: Jossey-Bass

Witkin, H.A., Moore, C.A., Goodenough, D.R., dan Cox, P.W., (1977). "Field Dependent and Field Independent Cognitive Styles and Their Educational Implications".

Review of Educational Research, 47, 1-64

Vander Zanden, J.W., (1980). Educational Psychology: In

theory and practice. New York: Random House.

22

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas, coba sebutkan zat aktif dan fungsinya pada masing-masing bahan kimia rumah tangga tersebut dengan cara mebandingkan dengan Bahan Bacaan: “Kandungan Zat

Pagdinig-ang mega tunog at salita ay ating naririnig gamit an gating mega tainga.. Pakikinig-pagproseso ng mega tunog na ating naririnig sa ating isipan at sinisikap nating

Setiap tahunya upacara saparan yaaqowiyyu ini mengalami perkembangan – perkembangan atau tambahan - tambahan yang positif, baru sejak tahun kemarin 2012

 Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kemandirian masyarakat pedagang di kawasan wisata melalui penataan kawasan perdagangan dan penguatan kelompok

Dan dari hasil analisis kejadian refluks gastroesofagus didapat data bahwa responden bayi yang disendawakan dengan metode over your shoulder menunjukan tidak ada

Di samping itu, analisis perkembangan sosial ekonomi Metropolitan Sema- rang dilakukan dengan mempertimbangkan tiga variabel, yaitu kepadatan penduduk, rasio perempuan

Berdasarkan hasil penelitian, semakin banyak penambahan serat ampas tebu maka tekstur kertas akan semakin kasar dikarenakan serat yang terdapat pada ampas tebu lebih

Selama ini anggota kelompok Restu Abadi yang memproduksi baglog, tidak memiliki kumbung untuk budidaya jamur tiram.. Seluruh produksi baglognya untuk memenuhi