• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HlPOTESIS. berlomba atau Bertanding. Istilah atletik ini juga kita jumpai dalam berbagai bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HlPOTESIS. berlomba atau Bertanding. Istilah atletik ini juga kita jumpai dalam berbagai bahasa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HlPOTESIS

2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Atletik

Istilah “atletik” berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu Athlon yang berarti “berlomba” atau “Bertanding”. Istilah atletik ini juga kita jumpai dalam berbagai bahasa antara lain dalam bahasa Inggris “athletic” dalam bahasa Perancis “ateletique” dalam bahasa Belanda “atletiek” dan bahasa Jerman “atheletik” (Soegito, 1993 :18 ).

Kalau kita mengatakan perlombaan atletik, pengertiannya adalah meliputi perlombaan jalan capat, lari, lompat dan lempar, yang dalam bahasa Inggris digunakan istilah “track and

field”. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perlombaan yang dilakukan

dilintasan (track) bersifat perlombaan dan dilapangan (field). Istilah “athletic” dalam bahasa Inggris dan “atletik” dalam bahasa Jerman mempunyai pengertian yang luas, meliputi berbagai cabang olahraga yang bersifat perlombaan atau pertandingan, termasuk renang, bola basket, tenis, sepak bola, senam dan lain-lain. (Muhajir, 2007 : 35).

Atletik merupakan jenis olahraga meliputi berbagai macam perlombaan dengan kealihan yang berbeda. Pada umumnya nomor-nomor yang diperlombakan telah diatur dalam peraturan perlombaan atletik sehingga jarak yang akan ditempuh dalam nomor jalan dan lari, berat alat yang digunakan dalam nomor lempar berbeda antara wanita dan pria.

Cabang atletik dilaksanakan di semua negara, karena nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya, memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan kondisi fisik sering pula menjadi dasar pokok untuk pengembangan / peningkatan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga lain bahkan dapat diperhitungkan sebagai suatu ukuran kemajuan suatu bangsa, (Komsim, 2005 : 3 ).

(2)

Dari uraian pendapat diatas maka atletik merupakan salah satu cabang olahraga perlombaan meliputi nomor-nomor jalan, lari, lompat dan lempar, yang dapat dilakukan di lintasan maupun dilapangan, disamping itu atletik merupakan dasar pokok pengembangan/peningkatan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga lain, karena melalui gerakan-gerakan atletik yang terprogram sangat efektif untuk meningkatkan kodisi fisik seseorang.

2.1.2 Pengertian Latihan

Berbicara tentang ”latihan atletik”, maka yang dimaksud dengan latihan adalah yang lazim disebut dengan istilah dalam bahasa Inggris ”Exsesansi”. Dalam kamus Bahasa Indonesia latihan adalah pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan, misalnya; gerak badan, menulis, olahraga dan sebagainya (Poewadarminta dalam Basuki, 2000: 13).

Dalam olahraga, latihan atau training dapat diartikan sebagai suatu proses penyesuaian tubuh terhadap tuntutan kerja yang lebih berat dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi pertandingan dan meningkatkan keterampilan, skill atlit untuk nomor-nomor tertentu atau cabang olahraga tertentu (Basuki, 2000: 13) mengatakan bahwa fungsi utama dari latihan adalah agar tubuh mampu menggerakkan tenaga untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan latihan-latihan, organ-organ vital seperti; otot-otot, jantung, paru-paru serta pusat susunan syaraf akan mengalami perkembangan sehingga prestasi akan meningkat.

Latihan menurut Harsono (1988: 100) adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja. Selanjutnya Bompa (1994: 3) memberi batasan bahwa latihan adalah aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan.

(3)

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses secara sistematis yang mengarah kepada fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai pembentukan perindividual secara keseluruhan dalam meningkatkan keterampilan gerak untuk berprestasi.

Selanjutnya Hamidsyah (1995: 89) mengatakan bahwa didalam olahraga prestasi, bentuk-bentuk aktivitas semacam itu belum dapat dikategorikan sebagai suatu latihan. Sebenarnya bila yang dimaksudkan dengan pengertian latihan seharunya mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan menggunakan metode-metode serta pola dan menggunakan prinsip-prinsip latihan yang mempunyai pengaruh terhadap tubuh.

Jadi pengertian dari latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan (Hamidsyah, 1995 : 89)

Selain pengertian di atas, maka dalam melakukan latihan pasti mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai. Dengan pemberian latihan yang sistematis berarti latihan-latihan disusun secara terencana dan teratur dengan pola, strategi dan metode latihan yang dimulai dari gerakan yang mudah kemudian meningkat ke gerakan-gerakan yang lebih sukar dan kompleks.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara continew dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan serta dapat dilakukan dengan usaha-usaha untuk mempertahankan kesegaran jasmani, kekuatan, kelenturan, kelincahan serta daya tahan tubuh akan dapat dicapai.

(4)

Tujuan dari latihan atau training adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin (Harsono, 1992 : 15). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih adalah sebagai berikut:

1) Latihan Fisik

Latihan ini khusus ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi fisik atlet, yang mencakup komponen-komponen fisik antara lain: kekuatan otot, daya tahan, kelenturan (fleksibilitas), stamina, kecepatan, power, stamina otot, aligitas, koordinasi, keseimbangan, dan lain-lain.

2) Latihan Teknik

Latihan untuk memahirkan teknik-teknik gerakan, misalnya teknik start jongkok, berdiri, duduk, baring, tengkurap,. Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neoromuskular. 3) Latihan Taktik

Latihan untuk menumbuhkan perkembangan interpretive atau daya tafsir pada atlet, pola-pola permainan, strategi, taktik pertahanan dan penyerangan, sehingga hampir tidak mungkin regu lawan akan dapat mengacaukan regu kita dengan suatu bentuk serangan atau pertahanan yang kita tidak kenal.

4) Latihan Mental

Perkembangan mental tidak kurang pentingnya dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Meski bagaimana pun sempurna perkembangan fisik, teknik, dan taktik seorang atlit, prestasi puncak tak mungkin tercapai jika mental tidak juga berkembang. Sebab, setiap pertandingan bukan hanya merupakan a battle of the body, akan tetapi juga a battle

(5)

Latihan mental lebih menekankan pada perkembangan matirasi (kedewasaan) atlit serta perkembangan emosional-impulsif, misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri, sportivitas, kematangan juara, keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan anxiet, dan sebagainya.

Keempat aspek di atas harus dibina secara serempak dan tak satu pun boleh diabaikan. Keempat aspek harus dilatih dengan cara dan metode yang benar agar setiap aspek dapat berkembang semaksimal mungkin sehingga prestasi yang dicapai juga bisa maksimal.

Untuk mencapai tujuan utama dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi, tingkat trampil maupun unjuk kerja dari si atlet,diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Tujuan yang dikemukakan dibawah ini dinyatakan dengan istilah yang lebih umum dengan harapan pembaca akan dapat memahami konsep secara keseluruhan sebagaimana dicapai (Bompa, 1994: 5) sebagai berikut:

1) Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh. Tujuan ini mencakup hal yang sangat penting, karena perkembangan fisik pada suatu tingkat yang tinggi merupakan dasar-dasar latihan.

2) Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktek olahraga. Pemenuhan tujuan ini akan diakibatkan oleh pengembangan kekuatan absolut dan relatif, masa otot dan elastisitasnya, perkembangan kekuatan khusus (power atau daya tahan otot) yang disesuaikan dengan tuntutan olahraganya, memperbaiki waktu gerakan dan reaksi dengan perkembangan selanjutnya terhadap koordinasi dan fleksibilitas.

3) Untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih melalui suatu upaya teknis, sekarang harus mengembangkan kapasitas penampilan lebih lanjut dengan teknik yang tepat secara keseluruhan, kesempurnaan teknik yang dituntut yang didasarkan atas suatu penampilan yang rasional dan ekonomis.

(6)

4) Memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat diperoleh dari belajar taktik secara optimal maupun variasinya sesuai dengan kemampuan atlet, menyempurnakan strategi menjadi satu modal berdasarkan pertimbangan lawan berikutnya.

5) Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta disiplin untuk tingkah laku.

6) Menjamin dan mengamalkan persiapan tim secara optimal.

7) Untuk mempertahankan kesehatan atlet. Realitas tujuan ini menuntut tes kesehatan yang teratur, tepat antara intensitas latihan dengan kapasitas usaha individual.

8) Untuk mencegah cedera melalui pengamatan terhadap penyebab dan juga meningkatkan fleksibilitas di atas tingkat tuntutan untuk melaksanakan gerakan yang penting.

9) Untuk menambah pengetahuan setiap atlet dengan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan dan perencanaan gizi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulan bahwa tujuan latihan pada dasarnya adalah untuk mempertahankan kesegaran jasmani, kekuatan otot, kelenturan otot, maupun kelincahan serta daya tahan tubuh sehingga seorang atlit mampu melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Latihan

Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan di sini adalah prinsip-prinsip dasar yang perlu diketahui serta diterapkan dalam setiap latihan cabang olahraga. Dengan mengetahui prinsip-prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlit akan cepat meningkat. Tanpa mengetahui hal ini seorang atlit/pelatih tidak mungkin dapat berhasil dalam latihannya.

Seluruh program latihan sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip latihan (Bompa, 1994: 29) sebagai berikut :

(7)

1. Prinsip beban-lebih (overload)

Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada penbebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit. Atlit harus selalu berusaha berlatihan dengan beban yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsangan. Kalau beban latihan terlalu ringan (di bawah ambang rangsangan), walaupun latihan sampai lelah, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai.

2. Prinsip perkembangan multilateral

Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlit-atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk menunjang keterampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit dengan program latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi yang sempit pada masa terlampau dini.

3. Prinsip intesitas latihan

Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah munkgin apabila atlit dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, di mana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.

4. Prinsip kuasa latihan

Berlatih secara intensif saja belumlah cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis napas dan tenaga, akan tetapi isi latihannya tidak bermutu. Latihan yang berkualitas adalah:

a. Apabila latihan dan dril-dril yang diberikan memang benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit;

(8)

b. Apabila koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif sering diberikan;

c. Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan, dan setiap kesalahan segera diperbaiki;

d. Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental. 5. Prinsip berpikir positif

Banyak atlit yang tidak mau atau tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang berat dari pada yang kita perkirakan. Pada biasanya atlit masalahnya terletak pada kata hatinya, bisikan kalbunya (inner speaking-nya).

6. Variasi dalam latihan

Latihan yang dilakukan dengan biasanya banyak menuntut waktu, pikiran, dan tenaga. Karena itu bukan mustahil kalau latihan yang intensif dan terus-menerus kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan (boredom) pada atlit. Kalau rasa bosan sudah berkecamuk pada atlit, maka gairah dan motivasinya untuk berlatih biasanya menurun atau bahkan hilang sama sekali. Jelas bahwa keadaan demikian dapat menyebabkan penurunan prestasinya.

7. Prinsip individualisasi

Setiap orang mempunyai perbedaan individu masing-masing. Demikian pula, setiap atlet berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik belajarnya. Oleh karena setiap individu berbeda dalam segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu beban latihan yang diberikan oleh pelatih.

8. Penetapan sasaran (Goal setting)

Beberapa alasan mengapa penetapan sasaran sangat penting bagi atlit adalah:

a. Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber untuk kegiatan serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih;

(9)

b. Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah kosentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih;

c. Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha-usaha untuk mencapai sasaran tersebut;

d. Atlit secara mental terikat dan merasa wajib untuk mencapai sasaran tersebut; e. Mendidik sifat positif;

f. Merupakan umpan balik bagi atlit maupun pelatih;

g. Kalau sasaran berhasil dicapai, atlit akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mecapai sasaran yang lebih tinggi.

9. Prinsip perbaikan kesalahan

Kalau atlit selalu melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus berusaha untuk secara cermat mencari dan menemukan sebab-sebab timbulnya kesalahan. Karena itu ada prinsip yang mengatakan coach couses, not symptoms. Maksudnya ialah. Latihlah sebab-sebab terjadinya kesalahan, bukan gejalanya.

2.1.5 Hakikat Latihan Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah interval waktu antara presentasi stimulus dan awal dari respon otot terhadap rangsangan itu. Faktor utama yang mempengaruhi respon adalah jumlah rangsangan yang mungkin, masing-masing memerlukan respons sendiri, yang dipresentasikan. Jika hanya ada satu respon yang mungkin (waktu reaksi sederhana) hanya akan memakan waktu yang singkat untuk bereaksi. Jika ada tanggapan beberapa kemungkinan (pilihan waktu reaksi) maka akan memakan waktu lebih lama untuk menentukan respon untuk melakukan. http://www.brianmac.co.uk/reaction.htm.

(10)

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon terhadap stimulus, yaitu jarak antara mulai diberikannya stimulus sampai terjadinya permulaan respon. Contoh : pada pelari sprint, jarak waktu antara letusan pistol pada saat start hingga pergerakan awal si pelari disebut waktu reaksi.

Waktu reaksi adalah sesuatu yang sulit untuk melatih, meskipun orang olahraga dapat dianggap memiliki waktu reaksi yang lebih baik dengan meningkatkan antisipasi mereka pemain lain dan dengan membuat pilihan yang lebih baik. http://www.topendsports.com/fitness/top-sport-reaction-time.htm

Waktu reaksi adalah jarak waktu antara pemberian stimulus kepada seseorang sampai terjadinya reaksi otot pertama kali atau terjadinya gerakan yang pertama kali. Waktu reaksi adalah kemampuan untuk merespon dengan cepat dengan postur tubuh yang tepat dan kontrol terhadap rangsangan seperti suara atau penglihatan. Dalam banyak kasus, kecepatan lebih penting daripada kecepatan lurus ke depan. http://sportsfitnesshut.blogspot.com

Waktu reaksi mempunyai 5 komponen menurut http://www.higher-faster-sports.com yaitu :

1. Munculnya stimulus pada tingat reseptor yaitu suatu struktur khusus yang sangat peka terhadap jenis-jenis rangsang tertentu.

2. Perambatan (propagation) stimulus ke susunan saraf pusat.

3. Pengiriman stimulus melalui jalur saraf dan produksi sinyal efektor yang bergerak memberi reaksi terhadap impuls yang tiba melewati neuron efferent yakni yang membawa impuls dari susunan saraf pusat.

4. Pengiriman sinyal oleh susunan saraf pusat ke otot.

5. Perangsangan/stimulus otot untuk melakukan kerja mekanis.

Waktu reaksi harus dibedakan dengan waktu refleks. Waktu reaksi dapat dilatih hingga terjadi otomasi, sedangkan waktu refleks tidak. Waktu reaksi adalah

(11)

respon terhadap tanda yang disadari sedangkan waktu refleks adalah reaksi terhadap respon yang tidak disadari terhadap stimulus.

Adapun jenis-jenis waktu reaksi yaitu: 1. Waktu reaksi sederhana

Suatu respon sadar terhadap signal yang nyata/jelas dan dilakukan secara mendadak (misalnya bunyi tembakan pistol untuk memulai sprint).

2. Waktu reaksi kompleks

Suatu respon sadar terhadap beberapa stimulus dan seseorang harus menentukan pilihannya (misalnya pada seseorang yang harus memencet tombol

merah saat lampu merah menyala, tombol hijau saat lampu hijau menyala).

2.1.6 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Reaksi

Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi waktu reaksi yaitu: 1. Usia

Usia subjek menunjukan tingkat kematangan berkaitan dengan tingkat pengalaman dan belajarnya (latihan). Menurut Karpovick, pada masa kanak-kanak, waktu reaksi lambat lalu kemudian meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya usia. Waktu reaksi ini mencapai puncaknya pada usia 21-30 tahun, setelah itu waktu reaksi seseorang akan melambat.

2. Jenis Kelamin

Pria memiliki kecepatan reaksi yang sedikit lebih cepat dibandingkan wanita, tetapi perbedaan ini sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas sehari-hari pada jenis kelamin pria memerlukan waktu reaksi yang lebih cepat dari pada aktivitas wanita. 3. Suhu tubuh

(12)

Waktu reaksi mencapai puncaknya pada awal malam hari, yaitu saat suhu tubuh mencapai titik maximum. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kenaikan kecepatan konduksi saraf sebesar 2,4 m/s setiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat Celsius.

Beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi waktu reaksi : 1. Banyaknya reseptor yang distimuli

Semakin banyak jumlah reseptor yang distimuli, semakin pendek waktu reaksinya. Telah ditemukan bahwa kombinasi atau gabungan cahaya, suara, dan

kejutan yang simultan menyebabkan meningkatnya waktu reaksi. Tetapi waktu reaksi akan diperlambat oleh stimulus yang terlalu kompleks dan tidak berkesinambungan sehingga akan mengacaukan sinyal.

2. Kesiapan bertindak

Imajinasi atau antisipasi untuk mempersiapkan otot sebelum bergerak akan meningkatkan kecepatan reaksi. Menurut Smith, waktu reaksi akan lebih cepat 7% pada otot yang dalam keadaan siap.

3. Pengaruh sinyal persiapan

Waktu reaksi akan meningkat bila persiapan diberikan sebelum stimulus. Waktu reaksi seorang atlet dapat memendek dengan otot yang telah lebih dulu melakukan pemanasan.

4. Efek kelelahan terhadap waktu reaksi

Kelelahan fisiologis akan memperpanjang waktu reaksi. Beberapa eksperimen menunjukan bahwa kurang tidur memiliki sedikit pengaruh terhadap waktu reaksi.

5. Indera penerima rangsang yang terlibat

Kepekaan indera penerima rangsang akan memperngaruhi waktu reaksi. Bila indera penerima rangsang peka terhadap stimulus, waktu reaksi akan semakin

(13)

pendek. Respon terhadap stimulus yang berupa bunyi atau sentuhan akan lebih cepat dibandingkan stimulus visual. 13 Ketiga indera tersebut (peraba, pendengaran dan

penglihatan) bekerja spesifik dalam menerima rangsang. Oleh karena itu, seseorang dengan waktu reaksi pendek terhadap stimulus visual, bisa saja memiliki waktu reaksi panjang terhadap stimulus audio.

a. Organ perasa (seomestesia)

Perasa adalah suatu interpretasi terhadap apa yang dirasakan akibat perangsangan dalam kehidupan sehari-hari, berbagai macam perasa dapat dirasakan. Seperti rasa panas bila menyentuh api, rasa nyeri bila ditusuk. Nyeri umumnya dapat diklasifikasikan sebagai nyeri menusuk, yang dirasakan bila kulit ditusuk dengan jarum atau dipotong dengan pisau. Nyeri yang membakar, dirasakan bila kulit dibakar, dan nyeri yang dalam, nyeri yang tidak dirasakan pada permukaan tubuh melainkan di dalam tubuh. Reseptor nyeri pada kulit dan jaringan lain adalah seluruhnya berupa ujung saraf bebas. Reseptor ini merupakan nosiseptor yang terletak pada lapisan superficial kulit, periosteum, dinding arteri, permukaan sendi dan sebagainya. Reseptor nyeri ini berbeda dengan reseptor sensoris yang lain yaitu tidak mengadakan adaptasi terhadap rangsangan. Reseptor nyeri dapat dirangsang oleh stimulus tertentu, sehingga dari sudut tersebut reseptor nyeri dapat dibagi atas reseptor nyeri mekanis, termal, dan khemis.

b. Penglihatan / Visual

Manusia melihat benda melalui jaras penglihatan di mata. Cahaya datang dan mengenai retina sebagai impuls. Impuls ini diteruskan melalui n.opticus. Di chiasma opticum, semua serabut dari bagian nasal retina menyebrangi garis tengah dan bergabung dengan serabut yang berasal dari temporal retina sehingga terbentuk tractus opticus. Serabut dari

tractus opticus bersinaps di corpus geniculatum lateral dan dari sini serabut-serabut

(14)

geniculocalcarina. Impuls yang berjalan melalui radiatio optica diteruskan menuju korteks

penglihatan primer yang terletak pada sulcus calcarinus lobus occipitalis.

Pada retina terdapat reseptor sel batang dan kerucut. Sel batang sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas rendah, sedangkan sel kerucut peka terhadap cahaya dengan intensitas tingi. Kemampuan mata untuk melihat warna lampu tergantung pada panjang gelombang yang dipantulkannya. Sel kerucut bertanggung jawab atas penglihatan yang terang dan membedakan satu warna dengan yang lain.

c. Pendengaran / Audio

Jalur pendengaran di telinga dimulai dari datangnya suara melalui udara menuju

canalis acusticus eksternus, kemudian menggetarkan gendang telinga. Getaran tersebut

dilanjutkan ke osikula auditiva (maleus, incus, stapes) yang akan

menyebabkan gerakan perilimfe. Gerakan perilimfe diteruskan ke membrana tektorial dan menyebabkan organon korti ikut bergetar. Di sini energi mekanik diubah menjadi energi listrik yang diteruskan ke nucleus coclearis. Dari nucleus coclearis impuls menuju gyrus

temporalis.

2.6.7 Cara Meningkatkan Waktu Reaksi

Meningkatkan waktu reaksi sederhana diantaranya: a) Reaksi berulang-ulang

Berdasarkan atas kesiapan individu terhadap datangnya stimulus, baik visual maupun pendengaran atau perubahan kondisi dalam melaksanakan suatu keterampilan. Contohnya pada pengulangan start dengan jarak waktu yang berbeda antara siap dan aba-aba start. Perubahan jarak waktu yang dilakukan oleh pelatih akan menyebabkan reaksi yang berbeda-beda.

(15)

Lebih diarahkan pada pelaksanaan keterampilan atau elemen teknik untuk mencapai kondisi yang lebih ringan (lebih mudah).

c) Metode sensomotor

Waktu reaksi seseorang pada jarak yang sangat kecil (micro interval). Setiap latihan seharusnya dapat dibedakan ke dalam tiga fase:

Fase 1 : Aba-aba dari pelatih, atlit akan melakukan start dengan kecepatan

maksimum pada jarak yang pendek (5m). Setelah pengulangan, pelatih memberitahu atlit kecepatannya.

Fase 2 : Aba-aba dari pelatih, atlit akan melakukan start dengan kecepatan maksimum tetapi atlit memperkirakan waktu reaksinya sebelum pelatih memberitahu waktu sebenarnya. Atlit belajar mengetahui waktu reaksinya.

Fase 3 : Atlit melakukan start dengan waktu reaksi yang ditentukan. Waktu reaksi berhubungan erat dengan konsentrasi atlit. Bila konsentrasi atlit tertuju pada gerakan yang akan dilakukan pada aba-aba start, maka waktu reaksinya memendek. Waktu reaksi juga memendek beberapa detik bila otot dalam keadaan

siap.

2.1.8 Hakikat Lari 60 Meter

Menurut Bahagia (2006: 28) secara umum gerak dasar dominan lari meliputi: start, gerak lari dan finish.

1) Start

Start pada lari sprint harus dilakukan dengan start jongkok, sedangkan untuk lari

jarak menengah dan jauh menggunakan start berdiri. Aba-aba start pada lari sprint ada tiga yaitu “Bersedia-Siap-Ya (tembakan pistol)”. Sedangkan pada lari jarak menengah dan jauh hanya dua yaitu “Bersedia dan Ya”. Tujuan start pada lari sprint adalah meninggalkan start blok secepat mungkin. Karena jarak larinya pendek dan sepanjang

(16)

jarak lari menggunakan kecepatan maksimum, maka teknik start menjadi salah satu kunci keberhasilan seorang pelari. Komponen fisik yang diperlukan pada waktu start adalah kecepatan reaksi dan kecepatan start. Pada gambar 1 di bawah ini diperlihatkan rangkaian gerak start jongkok

Gambar 1. Rangkaian Gerak Start Jongkok (Bahagia, 2006: 29)

Pada gambar 2 di bawah ini diperlihatkan sikap “Siap”

Gambar 2. Sikap “Siap” Tampak Depan (Bahagia, 2006: 29)

Untuk membiasakan bereaksi cepat terhadap suatu impuls atau rangsang, banyak juga bentuk permainan reaksi yang bisa diberikan. Misalnya latihan “hijau-hitam”, bereaksi atas aba-aba dari berbagai posisi untuk segera berlari atau bergerak kemana saja sesuai perintah. Dari posisi duduk, jongkok, tidur telungkup, telentang dan sebagainya.

2) Gerakan Lari

Gerak dominan yang utama dari gerak lari adalah gerakan langkah kaki dan ayunan lengan. Sedangkan aspek lain yang perlu diperhatikan pada saat berlari adalah:

(17)

kecondongan badan (disesuaikan dengan jenis /type lari), pengaturan napas, dan harmonisasi gerakan lengan dan tungkai. Sedangkan yang paling menentukan kecepatan lari seseorang adalah panjang langkah. Langkah kaki terdiri dari tahap menumpu dan tahap melayang. Sedangkan gerakan kaki mulai tahap menumpu kemudian mendorong (kaki tolak) sedangkan kaki ayun melakukan gerak pemulihan dan gerak ayunan.

Pada gambar di bawah ini diperlihatkan rangkaian gerak lari dan gerak langkah pada saat menumpu dan mendorong.

Gambar 3. Rangkaian Gerakan Lari Sprint (Bahagia, 2006: 30)

Kaki tumpu: Mendaratlah pada telapak kaki bagian depan, lurus ke depan. Mata kaki, lutut dan pinggul diluruskan penuh selama tahap mendorong

Kaki ayun: Kaki ditekuk selama masa pemulihan. Lutut angkat ke depan atas pada tahap mengayun

Gerakan lengan: Ayunkan lengan ke depan dan ke belakang, ke depan setinggi bahu, ke belakang lewat panggul. Sudut sikut sekitar 90 derajat.

3) Finish Teknik finish yaitu berlari terus, mendorongkan dada atau mendorong salah satu bahu ke depan.

Menurut Widya (2004: 13) mengemukakan bahwa lari adalah frekuensi langkah yang dipercepat sehingga pada waktu berlari ada kencenderungan badan melayang. Artinya, pada waktu lari kedua kaki tidak menyentuh tanah sekurang-kurangnya satu kaki tetap menyentuh tanah.

(18)

Lari 60 meter adalah suatu nomor perlombaan atletik yang termasuk dalam lari jarak pendek pada tingkat Sekoah Dasar. Pada perlombaan lari jarak pendek dengan sendirinya si pelari itu harus lari dengan kecepatan penuh dari star sampai dengan melewati garis finish. Basuki (1976: 57) mengatakan “yang dimaksud dengan lari cepat (spirit) adalah semua perlombaan lari dimana peserta lari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang harus ditempuh.

Cart (2003: 13) mengatakan bahwa sprint yang baik membutuhkan reaksi yan cepat, akselerasi yang baik dan jenis lari yang efisien. Oleh karena itu atlit juga harus mengembangkan star sprint yang baik dan mempertahankan kecepatan puncak selama mungkin.

Gerakan lari terdapat dalam setiap lomba, termasuk maraton. Karena jarak lomba meningkat dari sprint jarak terpendek (50 dan 60 meter) hingga jarak yang lebih jauh, tuntutan terhadap atlet berubah. Dalam sprint pendek, atlet berlomba dengan persediaan energi yang tersimpan (kapasitas non-aerobik). Karena jarak lomba bertambah, tuntutan terhadap kapasitas non-aerobik atlet pun meningkat, dan kapasitas non-aerobik mulai dipergunakan juga.

Selanjutnya Widya (2004: 13) menegaskan bahwa dalam gerakan-gerakan dasar lari (untuk lari jarak penedek) adalah sebagai berikut:

a) Gerakan menginjak-injak tanah gerakan dari pergelangan kaki, pinggul tidak bergerak. b) Gerakan mengangkat ujung kaki satu per satu ke depan lurus setinggi mata kaki dengan

frekuensi gerakan cepat dengan sikap permulaan jinjit.

c) Gerakan menekuk lutut hingga tumit menyentuh pantat oleh kaki kiri dan kanan berganti-ganti dengan frekuensi yang cepat.

d) Gerakan mengangkat lutut setinggi pangkal paha dengan frekuensi yang cepat. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan tidak bolah kaku dan harus rileks.

(19)

e) Hopping, artinya gerakan melompat dengan kaki ayun ditahan/ditekuk setinggi pangkal paha dan kaki menumpu terangkat dari permukaan tanah setinggi mungkin, dilakukan berganti-ganti tumpuan.

f) Hop jump atau melompat kijang, yaitu langkah yang panjang disertai gerak lompatan ke depan, kedua kaki saling berganti menumpu untuk mengangkat berat badan, kedua tangan mengayun menjaga keseimbangan.

g) Hopstep atau jingkring atau engklek dilakukan gerakan tersebut dengan tumpuan satu kaki dengan mengangkat lutut bergerak ke depan dengan frekuensi yang cepat dilakukan berganti-ganti kaki.

2.2 Kerangka Berpikir

Lari cepat (spirit) adalah semua perlombaan lari dimana peserta lari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang harus ditempuh. Dalam melakukan sprint atau lari 60 meter seorang atlit harus menguasai teknik-teknik jarak pendek. Teknik-teknik tersebut adalah teknik melakukan star, teknik garis finis. Selain teknik-teknik dasar lari jarak pendek diatas, seorang atlit harus menguasai unsur-unsur daripada lari 60 meter itu sendiri. dasar tersebut adalah harus mempunyai kecondongan badan sesuai dengan jarak yang akan ditempuhnya, harus dapat mengatur pernapasan secara wajar, ada koordinasi serta relaksasi diantara semua otot-otot yang mempunyai irama langkah dan ayunan tangan yang disesuaikan dengan kecepatan lari.

Aspek lain, waktu reaksi adalah jarak waktu antara pemberian stimulus kepada seseorang sampai terjadinya reaksi otot pertama kali atau terjadinya gerakan yang pertama kali. Waktu reaksi adalah kemampuan untuk merespon dengan cepat dengan postur tubuh yang tepat dan kontrol terhadap rangsangan seperti suara atau penglihatan. Dalam banyak kasus, kecepatan lebih penting daripada kecepatan lurus ke depan.

(20)

Makin baik program latihan, makin baik latihan yang dilakukan untuk membentuk kekuatan otot maka makin baik kemampuan prestasi siswa untuk melakukan lari 60 meter karena prestasi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sistematik dan metodik disertai dengan ketekunan dan kemauan keras.

2.3 Pengujian Hipotesis

Menurut Arikunto (2002 : 64) hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan atau dites atau diuji kebenarannya.

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dikemukakan “ Terdapat pengaruh positif antara latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60 meter pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo”.

(21)

Gambar

Gambar 1. Rangkaian Gerak Start Jongkok  (Bahagia, 2006: 29)
Gambar 3. Rangkaian Gerakan Lari Sprint  (Bahagia, 2006: 30)

Referensi

Dokumen terkait

○ Motorola dengan tipe 6800 Signetic dengan tipe 2650 ○ Rokwell dengan PPS8 Zilog dengan tipe Z80.  Digunakan

Demikian Berita Acara Penjelasan Pekerjaan ini dibuat dan merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari Berkas Pelelangan (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat) untuk

Pribadi dan Orang-orang yang Memiliki Pengaruh Terhadap Slamet Abdul Sjukur .... Pendidikan Formal Slamet Abdul Sjukur di

Dan seteah dihitung besar koefisien elastisitasnya, sifat elastisitas pada tahun 2007 adalah elastis, yang artinya persentase ( % ) perubahan kuantitas daging sapi lebih besar

Untuk mengontrol kadar glukosa darah yang tinggi pada kehamilan diperlukan suntikan insulin (Woodley dan Whelan, 1995).. Terapi DM merupakan upaya mencegah atau menghambat timbulnya

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 4 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Perijinan Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras yang disahkan

Udara Pengoperas ian slipway, shipyard dan docking kapal Terjadinya peningkata n dispersi debu melebihi baku mutu yang ditetapkan..  Baku Mutu Udara Ambien sesuai dengan

Produk yang kami buat adlah kue Mochi yang memiliki varian rasa yang berbeda, ketika biasanya isi kue moci adalah kacang tanah dan gula jawa saja, kue mocha ini