• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usia lanjut

2.1.1 Definisi Usia Lanjut

Undang-undang RI No 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 tentang kesehatan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011)

Usia lanjut merupakan menurunnya kemampuan akal dan fisik, dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia dewasa, akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak berlanjut dengan usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia normal tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase kehidupan dan menyesuaikan diri dalam lingkungan (Darmojo, 2004)

2.1.2 Klasifikasi Usia Lanjut

Menurut World Health Organization, usia lanjut dibagi menjadi 4 bagian. Usia pertengahan (Middle age) berusia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Maryam et al (2008) mengklasifikasi usia lanjut menjadi 5 bagian. Pra lansia adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun. Lansia dengan seseorang berusia 60 tahun lebih. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

(2)

kesehatan. Lansia potensial adalah lansia yang masi mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang masih menghasilkan barang dan jasa. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.3 Perubahan-perubahan pada usia lanjut

Menurut Maryam et al (2008) usia mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :

a) Perubahan fisik 1) Sel

Terjadinya penurunan jumlah sel, perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2) Sistem Persyarafan

Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stres, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.

(3)

3) Sistem Pendengaran

Terjadinya presbiakusis yaitu gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis akibat atropi membran timpani. Pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

4) Sistem Penglihatan

Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.

(4)

5) Sistem Kardiovaskuler

Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.

6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35 °C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7) Sistem Respirasi

Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas

(5)

dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.

8) Sistem Pencernaan

Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

9) Sistem Perkemihan

Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urin menurun, berat jenis urin menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

(6)

10) Sistem Endokrin

Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun, produksi aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron menurun. 11) Sistem Integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

12) Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang.

b) Perubahan mental

Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk), I.Q (Intellegentian Quantion) tidak berubah dengan informasi matematika

(7)

dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu).

2.1.4 Sifat Penyakit pada Usia Lanjut 1. Penyebab penyakit

Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), dan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi organ-organ tubuh akibat kerusakan sel proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian lansia akan mudah mengalami infeksi, memiliki penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi).

2. Gejala penyakit tidak khas / tidak jelas

Misalnya pada penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat.

3. Memerlukan banyak obat (polifarmasi)

Banyaknya penyakit pada usia lanjut akan memerlukan beraneka ragam obat dibandingkan dengan orang dewasa. Fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang dan mengakibatkan penumpukan sehingga terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dosis yang sama

(8)

dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat pada lansia perlu dikurangi. Efek samping obat pada usia lanjut dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru. Misalnya, sering berkemih akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lainnya.

4. Mengalami gangguan jiwa

Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mepersulit penyembuhan penyakitnya.

2.2 Inkontinensia urin

2.2.1 Definisi Inkontinensia urin

Menurut Pranarka (2009), inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari serta dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan atau sosial. Menurut Lewis et al (2011), inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. Sedangkan menurut Saxer et al (2008), inkontinensia didefinisikan oleh International Contience Society (ICS) sebagai keluhan atas kebocoran urin yang tidak disadari. Selain itu, Mauk (2010) juga mendefinisikan inkontinensia urin sebagai pengeluaran urin yang tidak disengaja

(9)

dan merupakan masalah kesehatan umum yang bisa menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup (Henderson, 1996)

Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari dan tidak terkendali yang terjadi diluar keinginan dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering serta bisa menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup.

2.2.2 Tipe-tipe inkontinensia urin 1. Inkontinensia stres

Kondisi keluarnya urin ketika tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk, bersin, tertawa, atau latihan yang disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul. Melemahnya otot dasar panggul juga dapat disebabkan terlalu banyak latihan atau aktivitas, batuk yang terus menerus, konstipasi, luka pada dasar panggul atau uretra, melahirkan, atau masalah pada lapisan spinal belakang bawah (lumber disc syndrome). Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita usia lanjut walaupun pada pria dapat terjadi.

2. Inkontinensia Urgensi

Kondisi ketidakmampuan untuk menahan urin cukup lama untuk mencapai toilet, keinginan yang kuat dan tiba-tiba diikuti keluarnya urin tanpa dapat ditahan. Penyebabnya karena daya tampung kandung kemih yang menurun, iritasi pada reseptor peregang kandung kemih, konsumsi alkohol atau kafein, peningkatan asupan dan adanya infeksi (Potter&Perry, 2005)

(10)

3. Inkontinensia Overflow

Kondisi keluarnya urin dalam jumlah sedikit dari kandung kemih yang selalu penuh, kehilangan urin tanpa disengaja yang biasanya dihubungkan dengan overdistensi kandung kemih. Inkontinensia overflow lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita biasanya disebabkan oleh sumbatan anatomis, seperti pada hipertrofi prostat, akibat faktor saraf (pada diabetes) atau obat-obatan. Keluhan yang terjadi sedikitnya urin keluar tanpa ada sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

4. Inkontinensia fungsional

Kondisi keluarnya urin tanpa dikehendaki (mengompol) dan merupakan akibat di luar faktor saluran kemih sendiri. Faktor utama yang menyebabkan inkontinensia urin adalah gangguan mobilitas dan gangguan kognitif. Demensia berat, gangguan musculoskeletal, lingkungan tidak mendukung sehingga sulit untuk mencapai kamar mandi, dan adanya faktor psikologis seperti depresi dapat menyebabkan inkontinensia urin. Pada pasien geriatrik sering pula terjadi inkontinensia tidak satu tipe melainkan tipe campuran atau kombinasi dari dua tipe atau lebih.

5. Inkontinensia refleks

Kondisi keluarnya urin secara involunter terjadi pada interval atau jarak waktu tertentu yang dapat diprediksi bila isi kandung kemih terpenuhi. Biasanya terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, dalam hal ini pengosongan kandung kemih dipengaruhi reflek yang dirangsang oleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.

(11)

6. Inkontinensia total

Kondisi hilangnya urin yang berkelanjutan dan tidak dapat diprediksi. Menurut Potter dan Perry (2005) Inkontinensia total disebabkan karena adanya neuropati saraf sensorik, trauma/penyakit pada saraf spinalis atau spingter uretra, fistula yang berada diantara kandung kemih dan vagina. Gejalanya antara lain urin tetap mengalir pada waktu-waktu yang tidak dapat diperkirakan, nokturia, tidak menyadari bahwa kandung kemihnya terisi atau inkontinensia.

2.2.3 Dampak inkontinensia urin

Inkontinensia urin juga memiliki efek terhadap kualitas hidup, bahkan pada kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal, aktivitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien dengan inkontinensia urin juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah di setiap domain (fungsi fisik, fungsi peran, fungsi sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan, dan nyeri). Sedangkan dari segi ekonomi, biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan mencapai $16.3 miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah yang dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughlity, 2006)

Menurut Booker (2009), inkontinensia urin memiliki beberapa dampak, di antaranya:

a. Perubahan pada kesejahteraan emosi, sosial, fisik, dan ekonomi individu yang mengalami inkontinensia urin

b. Ketakutan akan kehilangan kontrol yang disaksikan oleh orang lain menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan

(12)

c. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya.

Adapun menurut Continence Essential Guide (2009), dampak inkontinensia urin yaitu jatuh, depresi, luka dekubitus, masalah bowel, infeksi kulit, isolasi, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan perhatian institusi kesehatan.

2.3 Depresi

2.3.1 Definisi Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa (Yosep, 2007). Menurut Hawari (2001) depresi merupakan gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Sedangkan menurut Nugroho (2000) depresi itu adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang ditunjukkan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.

2.3.2 Gejala Depresi

Menurut PPDGJ III (Depkes RI 2001) gejala depresi di bedakan menjadi 2 yaitu gejala utama dan gejala lainnya. Gejala utama dapat ditemukan afek depresi,

(13)

kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi dalam meningkatkan keadaan, rasa mudah lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja, dan menurunnya aktivitas. Sedangkan gejala lainnya ditandai dengan konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri rendah, merasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesemistis, perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

Menurut Stanley dan Beare (2006) gejala-gejala depresi, yang tetap sama selama rentang kehidupan, dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, sering disebut dengan triad depresif yaitu:

a) Gangguan alam perasaan pervasive

Diantaranya adalah adanya kesedihan, kehilangan semangat, menangis, ansietas, serangan panik, murung, iritabilitas, pernyataan merasa sedih, tertekan, rendah atau susah dan paranoid.

b) Gangguan persepsi diri, lingkungan dan masa depan

Menarik diri dari aktivitas biasa, penurunan gairah seks, ketidakmampuan mengekspresikan kesenangan, perasaan tidak berharga, ketakutan yang tidak beralasan, pendekatan diri kembali pada kegagalan kecil, delusi, halusinasikritik yang ditujukan pada diri sendiri dan orang lain.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi seseorang adalah: 1) Status ekonomi dan dukungan sosial

(14)

Banyak usia lanjut yang menghadapi berbagai stressor, seringkali kumulatif, yang dapat mencetuskan depresi. Stressor-stressor tersebut dapat berupa stressor ekonomi, sosial, fisik, emosional dan kehilangan aktivitas. Teori sosiologis mengemukakan bahwa stressor-stressor dan kehilangan tersebut dapat bergabung menghasilkan kehilangan status peran dan sistem pendukung sosial, suatu pandangan yang diperkuat dengan kerugian, sikap terhadap penuaan dari masyarakat. Perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan kehilangan makna dan tujuan hidup sehingga menyebabkan depresi (Stanley&Beare, 2006)

2) Penyakit fisik

Berbagai penyakit fisik yang sering terjadi pada usia lanjut dapat menyebabkan gejala-gejala depresi. Hal tersebut mencakup gangguan metabolik, gangguan endokrin, penyakit neurologis, kanker, infeksi virus dan bakteri, gangguan muskuloskeletal, gangguan gastrointestinal, gangguan genitourinaria, penyakit vaskuler kolagen dan anemia. Penyakit fisik juga dapat memicu depresi karena dapat menyebabkan nyeri kronis, disabilitas dan kehilangan fungsi, penurunan harga diri, peningkatan ketergantungan atau menyebabkan ketakutan terhadap nyeri atau kematian (Stanley&Beare, 2006) 3) Inkontinensia urin

Untuk usia lanjut, inkontinensia mungkin hanya merupakan gangguan pada waktu-waktu tertentu atau yang lebih signifikan adalah yang menyebabkan terjadinya depresi dan isolasi sosial (Stanley dan Beare, 2006)

(15)

4) Jenis kelamin

Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih sering mencari pengobatan sehingga depresi lebih sering terdiagnosis. Dan menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan ambangnya terhadap stressor lebih rendah dibandingkan pria. Adanya, depresi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita menambah prevalensi depresi pada wanita (Amir, 2005)

5) Status perkawinan

Gangguan depresi mayor lebih sering dialami individu yang bercerai atau berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi, hal ini juga dapat terjadi sebaliknya yaitu depresi menempatkan seseorang pada risiko perceraian. Depresi juga lebih sering pada orang yang tinggal sendiri dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lain (Amir, 2005)

6) Geografis

Di Negara maju, depresi lebih sering terjadi pada wanita. Penduduk kota lebih sering menderita depresi dibandingkan dengan yang di desa. Depresi lebih tinggi dalam institusi perawatan dibandingkan di dalam masyarakat. Sekitar 10%-15% penderita dalam perawatan akut menderita depresi mayor dan 20%-30% menderita depresi minor. Depresi di pusat kesehatan masyarakat lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum (Amir, 2005)

(16)

7) Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian yang lebih tertutup, mudah cemas, hipersensitif dan lebih bergantung pada orang lain lebih rentah terhadap depresi (Amir, 2005). Seseorang yang sehat jiwanya bisa saja jatuh dalam depresi apabila yang bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang dialaminya. Selain itu ada juga orang yang lebih rentan (vulnerable) jatuh dalam keadaan depresi dibandingkan dengan orang lain. Orang yang lebih rentan ini biasanya mempunyai corak kepribadian depresif (Amir, 2005)

8) Usia

Depresi meningkat secara drastis diantar lansia yang berada diinstitusi, sekitar 50%-70% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley&Beare, 2006)

2.3.4 Dampak Depresi

Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi pada usia lanjut. Tetapi hampir 80% penderita depresi serius berhasil diobati dan kembali sehat. Depresi dapat menguras habis emosi dan finansial seseorang yang terkena juga pada keluarga dan sistem pendukung sosial informal dan formal yang dimilikinya. Akhirnya angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekuensi yang serius dari depresi yang tidak ditangani (Stanley&Beare, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

TRANSFORMASI CERITA WAYANG KULIT KE DALAM BENTUK CERITA MINI SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN KARAKTER

Permasalahan puzzle yang diberikan haruslah memiliki jawaban yang unik (one solution). Metodologi Penelitian 2.1.. Puzzle hitori adalah puzzle logika yang diterbitkan tahun 1990

Model tanah pasir dipadatkan lapis demi lapis setebal 10 cm dipadatkan menggunakan gilasan dengan kepadatan yang dinginkan tercapai sampai ketinggian yang

Kelemahan teori ini yaitu hasil analisis sangat tergantung pada tingkat kesejahteraan individu mana yang dipilih dan tingkat kesejahteraan mana yang mula- mula dipilih;

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Penafsiran ayat-ayat al- Qur’an yang telah berlangsung sejak zaman Nabi sampai saat ini adalah proses pencarian pesan untuk mendialogkannya dengan realitas, meskipun