• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pasien Fraktur di RSUP H. Adam Malik Medan Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Pasien Fraktur di RSUP H. Adam Malik Medan Pasca Penanganan Awal oleh Pengobatan Tradisional"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur

2.1.1. Definisi Fraktur

Fraktur adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Mansjoer A, 2002).

2.1.2. Jenis – Jenis Fraktur

Menurut Mansjoer A (2002), ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:

1. Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

A) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.

B) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

C) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

D) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen.

2. Fraktur terbuka (open/compound fracture)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:

1) Derajat I

(2)

2) Derajat II

Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas. 3) Derajat III

Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Patah tulang lengkap (complete fracture)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.

2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture)

Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.

Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

Bentuk garis patahan dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5, yaitu:

1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.

4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain.

5. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

(3)

1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3. Fraktur Multipel : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

2.1.3. Etiologi Fraktur

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu: 1. Cidera atau benturan

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban

Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

2.1.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

(4)

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2001).

2.1.5. Komplikasi Fraktur 1. Sindrom emboli lemak

Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembunggelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah-pembuluh darah pulmonari yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dypsnea, perubahan dalam status mental (gaduh-gelisah, marah, bingung, stupor), tacypnea, tachycardia, demam dan ruam kulit ptechie. 2. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen, komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah 15 yang berat dan berikutnya menyebabakan kerusakan pada otot. Gejala - gejalanya mencakup rasa sakit karena terdapat ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat.

3. Nekrosis avaskular

(5)

avaskuler mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang cukup lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai pasien keluar dari sumah sakit.

4. Osteomyelitis

Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa eksogenous atau hematogeneus. Patogen dapat masuk melalui fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulang tulangnya, luka amputasi karena truma dan frakturfraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskuler memiliki resiko osteomyelitis yang lebih besar.

5. Perdarahan

Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma.

6. Ganggren gas

Ganggren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostodium welchi atau Clostridium perfringens. Clostodium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Monitor terus pasien apakah dia mengalami perubahan oada status mental, demam, menggigil, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut dan jumlah respiratori, serta apakah pasien terlihat letih dan lesu. Jika kondisi seperti itu terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung-gelembung gas pada tempat yang luka.

7. Neglected

(6)

setter (ahli patah tulang). Umumnya terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendah. Neglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:

a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan ± 1 tahun d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun 8. Delayed union, nonunion, mal union

Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan, nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur, sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur.

9. Dislokasi

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang yang lepas dari sendi). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Mansjoer A, 2002). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

2.2. Pengobatan Tradisional

2.2.1. Defenisi Pengobatan Tradisional

Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional ialah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek- praktek yang berdasarkan pada teori – teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.

(7)

dan pengalaman masyarakat adat – istiadat dan budaya yang berbeda, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan dan pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental. Obat tradisional mencakup berbagai terapi dan praktek yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di beberapa negara, hal ini disebut sebagai “alternatif” atau ‘komplementer’ obat (Complementary Alternative Medicine disingkat CAM). Seperti di Indonesia, pengobatan alternatif – komplementer diartikan sebagai pengobatan non – konvensional yang diajukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi dan berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional (KeMenKes , 2007). Dari pengertian tersebut, pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer dapat diartikan sebagai pengobatan yang berasal dari kepercayaan turun-temurun dan digunakan sampai sekarang dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Menurut KeMenKes (2007), pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/ atau perawatan dengan cara obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun secara empiris dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.

Upaya kesehatan tradisional adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara – teknik (metode), obat, sarana, dan pengobatannya (sumber daya manusia, penyelenggara) yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan turun – temurun, baik yang diperoleh dengan cara berguru atau melalui pendidikan.

2.2.2. Proporsi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional

(8)

Gambar 2.1. Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan, Indonesia 2013.

(9)

Tabel 2.1 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis yankestrad yang dimanfaatkan menurut

provinsi, Indonesia 2013.

Tabel 2.2 Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak memanfaatkan yankestrad, Indonesia 2013

(10)

2.2.3. Jenis – Jenis Pengobatan Tradisional

Jenis pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer (Permenkes RI. no: 1109/Menkes/Per/2007) adalah:

a. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention): hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.

b.Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur, neuropati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda.

c. Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, dan pijat urut.

d.Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, dan gurah

e. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makronutrien, mikronutrien.

f. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperborik, dan EECP.

Jenis pengobatan tradisional menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu: cara penyembuhan tradisional (traditional healing), yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional (traditional drugs) yaitu: menggunakan bahan – bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian – bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar – kelenjar, tulang – tulang maupun dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam – garam yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah.

2.2.4. Standarisasi Pengobatan Tradisional

(11)

dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan tradisional akan dapat ditingkatkan, tapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat dihindari (Zulkifli, 2004).

KepMenkes No.1076/Menkes/SK/VII/2003 pasal empat menyebutkan bahwa semua pengobat tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan, pengkajian, penelitian, dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan STPT oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Hal ini dimasukkan agar Dinas Kesehatan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengobatan tradisional tersebut. Misalnya di wilayah kecamatan, Puskesmas itu melakukan pengawasan dan memberi pembekalan terhadap kebersihan bahan-bahan yang dijadikan obat dan sehat dikonsumsi.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1076/Menkes/SK/VII/2003 telah mengatur dalam penyelenggaraan pengobatan tradisional mempunyai prinsip sebagai berikut : (1) tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia, (2) aman dan bermanfaat bagi kesehatan, (3) tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat, (4) tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat (Menkes RI, 2003).

Gambar

Gambar 2.1. Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad dalam 1
Tabel 2.2 Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar matematika adalah dari prestasi yang diperolehnya. Prestasi belajar matematika siswa, baik

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yaitu penggunaan sari cermai sebagai koagulan lateks pada karet sehingga menghasilkan mutu karet yang memenuhi standar

[r]

BUKU CATATAN UNJUK KERJA ANAK DIDIK TAMAN KANAK-KANAK. Kelompok

[r]

Arsitektur eropa pada abad itu bersifat Ekletik dengan banyak bangunan elitnya yang terjebak dalam gaya dari masa lalu atau disebut Neo-Klasikisme.. Arsitektur pada era

Penerapan tema pada bangunan adalah dengan membuat disain yang terdiri dari berbagai unsur-unsur yang tedapat pada bangunan tradisional Jepang yang kemudian digabungkan