• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Tekanan Darah pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2012 Penderita Obesitas dan Non-Obesitas Setelah Melakukan Aktivitas Fisik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Tekanan Darah pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2012 Penderita Obesitas dan Non-Obesitas Setelah Melakukan Aktivitas Fisik"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah

2.1.1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan hasil perkalian curah jantung dan tahanan

vaskuler perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer

menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika curah jantung meningkat

sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan sebaliknya, maka tekanan

darah tidak akan meninggi (Nelson, 2007).

Tekanan sisitolik adalah tekanan pada pembuluh darah yang lebih besar

ketika jantung berkontraksi. Tekanan sistolik menyatakan puncak tekanan yang

dicapai selama jantung menguncup atau tekanan yang terjadi bila otot jantung

berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Dimana

tekanan ini berkisar antara 95-140mmHg (Beevers,2002).

Tekanan diastolik adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di

antara tiap denyutan. Tekanan diastolik menyatakan tekanan terendah selama

jantung mengembang. Dimana tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg

(Beevers,2002).

2.1.2. Klasifikasi Tekanan Darah

Dari laporan Seventh Report of the Joint National Commitee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

VII) tahun 2003, tekanan darah di kategorikan:

a. Tekanan darah normal (normotensi jika tekanan sistolik ≤ 120 mmHg

dan tekanan diastolik ≤ 80 mmHg)

b. pra-hipertensi (jika tekanan sistolik 120-139 mmHg atau tekanan

diastolik 80-89 mmHg)

c. tahap hipertensi 1 (hipertensi ringan jika tekanan sistolik 140-159

(2)

d. tahap hipertensi 2 (jika tekanansistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan

diastolik ≥ 100 mmHg)

Tekanan darah dapat terlalu tinggi (hipertensi jika di atas 140/90 mmHg)

atau terlalu rendah (hipotensi jika di bawah 100/60 mmHg). Hipotensi berat

berkepanjangan yang menyebabkan penyaluran darah ke seluruh jaringan tidak

adekuat dikenal sebagai syok sirkulasi (Sherwood, 2011).

2.1.3. Resistensi aliran darah

Resistensi merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh, tetapi tidak

dapat diukur secara langsung dengan cara apapun. Sebaliknya resistensi harus

dihitung dari pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan darah antara dua

titik di dalam pembuluh. Bila perbedaan tekanan antara dua titik adalah 1

ml/detik, resistensinya dikatakan sebesar 1 satuan resistensi perifer, biasanya

disingkat PRU (peripheral resistance unit)(Guyton and Hall,2007).

Satuan fisik dasar yang disebut satuan CGS (sentimeter, gram, detik)

dipakai untuk menyatakan resistensi. Satuan ini adalah dyne detik/sentimeter5.

Resistensi dalam satuan ini dapat dihitung dengan rumus berikut (Guyton and

Hall, 2007) :

det

/

1333

ml

mmHg

R

Keterangan :

R : resistensi aliran darah dalam dyne detik/cm5

mmHg : menyatakan tekanan darah

(3)

2.1.4. Tekanan arteri rerata (Mean Arterial Pressure)

Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan

darah ke jaringan. Tekanan ini dipantau dan diatur di tubuh, bukan tekanan

sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian

lain pohon vascular (Sherwood, 2011).

Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan

ini harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang optimal, tanpa

tekanan ini, otak dan jaringan lainnya tidak akan menerima aliran yang memadai.

Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus. Oleh karena

itu, peningkatan atau penurunan tekanan ini akan berpengaruh kepada homeostatis

tubuh (Sherwood, 2011).

Tekanan arteri rerata sedikit kurang daripada nilai-nilai tengah antara

tekanan sistole dan diastole. Besar nilai pada orang dewasa sekitar 90 mmHg yang

sedikit lebih kecil dari rata-rata tekanan sistole dan diastole. Tekanan arteri rerata

dapat ditentukan dengan rumus berikut (Sherwood, 2011):

Tekanan arteri rerata (mmHg) = tekanan diastole (mmHg) + 1/3 tekanan nadi.

2.1.5. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Menurut Kozier (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

tekanan darah, diantaranya adalah:

1. Umur

Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg.

Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia

hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang

fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan

sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah

(4)

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan

bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan

wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga

menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih

tinggi.

3. Olahraga

Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.

4. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan

tekanan darah.

5. Ras

Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah

yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.

6. Obesitas

Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor

predisposisi hipertensi.

2.1.6. Metode pengukuran tekanan darah

Tekanan darah tiap orang sangat bervariasi. Tekanan darah akan dapat

meningkat jika seseorang merasa cemas atau stres. Jadi cobalah untuk serileks

mungkin ketika dilakukan pengukuran (Smeltzer and Bare, 2001).

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Pada metode langsung, pengukuran dilakukan dengan menggunakan

kateter arteri yang dimasukkan ke dalam arteri dan dihubungkan ke manometer.

Walaupun hasilnya sangat tepat, tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya.

Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan alat

sphygmomanometer dan stetoscope (Smeltzer and Bare, 2001).

Adapun cara pengukuran tidak langsung dimulai dengan membalutkan

manset sphygmomanometer dengan kencang pada lengan atas. Tekanan dalam

(5)

arteri radialis atau brachialis menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan

bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup.

Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya

denyutan arteri radialis. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan

pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat

mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur

tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat dengan menggunakan

stetoscope (Smeltzer and Bare, 2001).

Auskultasi dengan stetoscope dilakukan dengan meletakkan diafragma

stetoscope pada daerah arteri brakialis, tepat dibawah lipatan siku (rongga

antekubital). Saaat tekanan manset diturunkan perlahan, pemeriksa mendengarkan

bunyi detak pertama yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut

dikenal dengan bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung,

dan akan terus terdengar sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan

diastolik dan bunyi akan menghilang (Smeltzer and Bare, 2001).

2.2. Obesitas

2.2.1. Definisi Obesitas

Obesitas dapat diartikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penanda

kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks massa tubuh (BMI).

Obesitas biasanya dinyatakan dengan adanya 25% lemak tubuh total atau lebih

pada pria dan sebanyak 35% atau lebih pada wanita (Guyton and Hall, 2007).

2.2.2. Faktor Genetik Sebagai Penyebab Obesitas

Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti

untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga

umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan

tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20% sampai 25% kasus obesitas dapat

(6)

Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu

atau lebih jaras yang mengatur pusat makan, pengeluaran energi, dan

penyimpanan lemak. Ketiga penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas

adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang

ditemukan sejauh ini; defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen,

yang sangat jarang dijumpai; dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.

Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil

persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinteraksi

dengan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak

(Guyton and Hall, 2007).

2.2.3. Penurunan Aktivitas Fisik dan Pengaturan Makan yang Tidak Baik sebagai Penyebab Obesitas

Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Dari berbagai faktor tersebut

gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Aktivitas

fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi

massa lemak, sebaliknya aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan

pengurangan massa otot dan peningkatan massa lemak. Oleh karena itu,

peningkatan aktivitas fisik merupakan cara yang efektif untuk mengurangi

simpanan lemak tubuh (Guyton and Hall, 2007).

Faktor lain yang juga sangat penting sebagai penyebab obesitas adalah

perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik ini diduga

disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena faktor lingkungan dan

sosial. Hal ini terbukti dengan peningkatan prevalensi obesitas yang cepat dalam

kurun waktu 20 sampai 30 tahun terakhir, sehingga memperkuat peran faktor

lingkungan sebagai penyebab dari obesitas, karena perubahan genetik tidak dapat

timbul secepat itu. Penyebab lain yang mengakibatkan perilaku makan yang tidak

baik adalah karena faktor psikologis, dimana sering kali dijumpai berat badan

orang meningkat selama atau setelah orang tersebut mengalami stress (Guyton

(7)

2.2.4. Pengukuran Obesitas

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendefinisikan obesitas, tetapi

cara yang paling sering digunakan adalah IMT (indeks massa tubuh) atau BMI

(body mass index) yang dapat dihitung dengan rumus:

)

TB= tinggi badan dalam meter kuadrat

Tetapi BMI bukan merupakan suatu pengukuran langsung terhadap

adipositas dan terutama pada individu dengan BMI yang tinggi akibat besarnya

massa otot. Cara yang lebih baik mendefinisikan obesitas adalah dengan cara

mengukur persentase lemak tubuh total yang mana dikatakan obese jika dengan

adanya 25% lemak tubuh total atau lebih pada pria dan sebanyak 35% atau lebih

pada wanita (Guyton and Hall, 2007).

Cara untuk mengukur persentase lemak tubuh total dapat dilakukan

dengan berbagai cara, seperti pengukuran tebal lipatan kulit, impedansi

bioelektrik, atau pengukuran berat badan di dalam air. Namun, metode-metode

tersebut sangat jarang digunakan karena BMI merupakan cara termudah dan

tersederhana sehingga sering digunakan untuk menilai obesitas (Guyton and Hall,

2007).

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT yang diusulkan untuk penduduk Asia dewasa

(8)

Tabel 2.2. Klasifikasi Obesitas berdasarkan BMI, Lingkar Pinggang, dan Risiko

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang

meningkatkan pengeluaran tenaga / energi dan pembakaran energi (Depkes,

2011).

2.3.2. Klasifikasi Aktivitas Fisik

Menurut Statistik Kesehatan (2004) dalam Arvianti (2009), aktivitas fisik

dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu aktivitas fisik ringan, sedang,

berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

menggerakkan tubuh yang hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak

menyebabkan perubahan dalam pernafasan atau ketahanan (endurance). Aktivitas

fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

intens atau terus menerus dan menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari

(9)

menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori) dan

membutuhkan kekuatan (strength) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

Tabel 2.3. Klasifikasi Aktivitas Fisik (Statistik Kesehatan 2004)

Klasifikasi Pengeluaran Energi Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik

Ringan

Aktivitas Fisik

Sedang

Aktivitas Fisik Berat

2,5 – 4,9 kcal/menit

5 – 7,4 kcal/menit

7,5 – 12 kcal/menit

Berjalan kaki, tenis meja,

golf, membersihkan kamar,

berbelanja, mencuci, nonton.

Bersepeda, jalan cepat,

menari, tennis, naik tangga.

Berlari, basket, sepak bola,

berenang, angkat beban,

aerobik.

Sedangkan klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan METs(Metabolic

Equivalent) menurut Depkes 2011 adalah:

1. Vigorous : aktivitas vigorous (dengan METs > 6 dan membutuhkan

penggunaan otot-otot besar secara ritmis) minimal 3 kali/minggu

dengan waktu minimal 20 menit per sesi.

Contoh: Jogging 8,1 km/jam (8,0 METs), lari 11,3 km/jam (11,5

METs), basket-game (8,0 METs), sepak bola kompetisi (10,0 METs),

tenis-tunggal (8,0 METs).

2. Adekuat : aktivitas fisik sedang (moderate-intensity physical activity)

minimal 3 jam dan terbagi dalam minimal 5 sesi seminggu dengan

intensitas aktivitas sedang (3-6 METs).

Contoh: jalan 4,8 km/jam (4,5 METs), badminton-santai (4,5 METs),

bersepeda- lahan datar, dan pelan 16,1-19,3 km/jam (6,0 METs),

dansa-slow (3,0 METs), tenis double (5,9 METs).

3. Inadekuat : Aktivitas fisik ringan (low intensity physical activity): 0-3

(10)

Kategori vigorous dan adekuat dikelompokkan sebagai aktif dan kategori

inadekuat dikelompokkan sebagai pasif.

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik

Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik

(Karim, 2002), diantaranya adalah:

a. Umur

Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai

maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas

fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila

rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.

b. Jenis kelamin

Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama

dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya

mempunyai nilai yang jauh lebih besar.

c. Penyakit / kelainan pada tubuh

Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas,

hemoglobin / sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di

atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan

sel darah merah, maka orang tersebut tidak di perbolehkan untuk melakukan

olah raga yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitan dalam melakukan

aktivitas fisik.

2.4. Hubungan Tekanan Darah Dengan Obesitas

Mekanisme terjadinya hipertensi pada obesitas telah lama diketahui,

namun mekanisme yang pasti bagaimana terjadinya hingga saat ini belum jelas.

Tetapi sebagian besar penelitian memfokuskan pada beberapa hal seperti: a) efek

langsung obesitas terhadap hemodinamik meliputi peningkatan volume darah,

peningkatan curah jantung dan peningkatan isi sekuncup (stroke volume); b)

adanya mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan peningkatan resistensi

(11)

subtansi yang dikeluarkan oleh adiposa seperti Interleukin-6 (IL-6) dan TNF-α

(Poirir, 2006).

Pada obesitas, pertambahan ukuran dan jumlah sel adiposa dapat

menyebabkan dan menimbulkan gangguan metabolisme. Selain sebagai tempat

penyimpanan lemak, sel adiposa merupakan organ yang memproduksi molekul

biologi aktif (adipokin) seperti sitokin proinflamasi, hormon anti inflamasi dan

substansi biologi lain. Obesitas menyebabkan ekspresi sitokin proinflamasi

meningkat di dalam sirkulasi sehingga menyebabkan inflamasi dinding vaskular.

Mekanisme inflamasi pada hipertensi diduga melalui peningkatan beberapa

mediator, termasuk molekul adhesi lekosit, kemokin, faktor pertumbuhan spesifik,

heat shock protein, endotelin-1 dan angiotensin (Gantini, 2005).

Selain itu, pada obesitas yang diikuti dengan peningkatan metabolisme

lemak, akan menyebabkan peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS)

di sirkulasi maupun di sel adiposa. ROS dapat merangsang mediator inflamasi,

mengaktivasi matriks metaloproteinase, menginduksi apoptosis, menyebabkan

agregrasi trombosit, dan menstimulasi otot polos. ROS juga berperan dalam

memodulasi tonus pertumbuhan dan remodeling vaskular. Peningkatan ROS

dalam sel adiposa akan menyebabkan terganggunya keseimbangan reaksi reduksi

oksidasi, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan

ini disebut stres oksidatif (Furukawa, 2004).

Stres oksidatif diyakini memiliki peran penting dalam patofisiologi

terjadinya hipertensi, sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres oksidatif

dapat menyebabkan disfungsi endotel dan hipertensi, melalui perangsangan

inaktivasi Nictric oxide (NO) yang dimediasi oleh ROS. Nitric oxide merupakan

senyawa endothelium derived relaxing factor yang berperan penting dalam

pengaturan homeostasis vaskular. Penurunan NO berhubungan dengan disfungsi

endotel (Stern,2004).

Pada obesitas juga terjadi peningkatan Free Fatty Acid (FFA), peningkatan

insulin, peningkatan leptin, aldosterone, dan peningkatan aktivitas renin

angiotensin akan menstimulasi peningkatan aktivitas system saraf simpatis.

(12)

Angiotensin (RAS) kemudian akan menyebabkan retensi cairan dan natrium yang

kemudian akan menyebabkan hipertensi. Dan peningkatan aldosteron dan aktivasi

Renin Angiotensin (RA), serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas

NO akan menimbulkan vasokontriksi yang kemudian akan mempredisposisi

terjadinya hipertensi (Aneja, 2004).

Subyek dengan obesitas mempunyai kandungan FFA yang tinggi, karena

adiposa viseral mempunyai aktivitas lipolysis yang tinggi sehingga meningkatkan

pelepasan FFA (Ellis, 1995). Kelebihan FFA selanjutnya akan dihantarkan ke

hati. Peristiwa ini akan mengaktivasi jaras aferen hati yang kemudian

mengakibatkan aktivasi simpatis dan resistensi insulin. Pada subyek obesitas,

aktivitas nervus aferen renalis akan distimulasi, yang kemudian mengakibatkan

peningkatan tekanan intra renal mendahului aktivasi mekano reseptor renal.

Aktivasi simpatis jangka panjang dapat meningkatkan tekanan darah dengan cara

vasokonstriksi perifer dan peningkatan reabsorbsi Natrium (Na) di tubulus ginjal

(Aneja, 2004).

Obesitas diketahui berhubungan dengan hiperleptinemia sirkulasi. Leptin

merupakan sebuah protein yang dikoding oleh gen obesitas yang akan

memodulasi metabolisme lipid, hemopoesis, fungsi sel b pankreas, dan

angiogenesis. Leptin secara langsung akan menurunkan distensibilitas arteri,

mempengaruhi tonus dan pertumbuhan pembuluh darah serta menstimulasi

proliferasi sel otot polos vaskular. Selain itu leptin juga akan meregulasi aktivitas

saraf simpatis dan vasomotion termasuk mekanisme dependen dan independen

NO. Stimulasi simpatis renal jangka panjang oleh leptin mengakibatkan

peningkatan tekanan darah, melalui aktivitas vasokonstriksi dan peningkatan

reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Leptin akan menstimulasi sitokin

profibriogenik di ginjal yang akan diaugmentasi oleh faktor pertumbuhan lain

seperti angiotensin II. Semua hal tersebut mempunyai peran dalam peningkatan

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT yang diusulkan untuk penduduk Asia dewasa
Tabel 2.2. Klasifikasi Obesitas berdasarkan BMI, Lingkar Pinggang, dan Risiko
Tabel 2.3. Klasifikasi Aktivitas Fisik (Statistik Kesehatan 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang peneliti kumpulkan baik melalui observasi, interview dan dokumentasi, peran dosen agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dapat dipetakan menjadi

Modulasi yang menyatakan sinyal digital 1 sebagai suatu nilai tegangan dengan frekuensi tertentu, sementara sinyal digital 0 dinyatakan sebagai suatu nilai tegangan dengan

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dari jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk setiap aset baru

Dengan adanya buku saku “ Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut” ini diharapkan agar apoteker yang bekerja di sarana

Untuk merancang aplikasi penjualan ini, penulis membuat struktur database dengan ERD dan Normalisasi untuk proses data, juga menggunakan Microsoft Access 2000 dan

Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi F, fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk mempelajari materi yang diuraikan secara singkat

jumlah anakan ratun per rumpun lebih banyak pada perlakuan tinggi pemotongan singgang 20-50 cm, karena kondisi singgang menyisakan lebih banyak ruas dan buku tempat

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris apakah debt default, kualitas audit, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional