• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuktian Complicated Dikaitakan Dengan Kompetensi Relatif Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuktian Complicated Dikaitakan Dengan Kompetensi Relatif Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

A B S T R A K

Penanganan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga, tidak terlepas dari bukti awal yang dimiliki oleh Pemohon Pailit, apakah alat-alat bukti yang dimiliki oleh Pemohon Pailit tersebut sudah merupakan bukti yang membuktikan berdasarkan fakta dan keadaan hukum yang bersifat sederhana, sesuai dengan apa yang dimaksud bunyi Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU. Peran pembuktian dalam suatu proses hukum di Pengadilan Niaga sangatlah penting, karena keputusan-keputusan yang dibuat oleh Hakim Niaga selalu dan terfokus kepada alat-alat bukti formal yang terungkap dipersidangan, Hal ini disebabkan hukum acara yang digunakan dalam pemeriksaan perkara-perkara niaga adalah hukum acara perdata sesuai dengan bunyi Pasal 299 UUK-PKPU. Kenyataannya dalam praktik di Pengadilan Niaga tidaklah seindah yang dilukiskan oleh hukum, karena peranan alat bukti adalah salah satu faktor penting yang dimiliki oleh Pemohon Pailit untuk mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit di Pengadilan Niaga. Hakim Niaga sangat sensitif dan tajam dalam memberikan penilaian pada setiap pertimbangan hukum keputusannya. Batasan tentang pembuktian yang sederhana tidak secara tegas disebutkan didalamUndang-undang Pailit, sehingga kewenangan Hakim Pengadilan Niaga sangat besar tanpa batasan yang jelas diberikan oleh Undang-undang.

Penelitian yang berjudul “Pembuktian Complicated Dikaitkan dengan Kompetensi Relatif Pengadilan Niaga dalam Perkara Kepailitan”, memiliki beberapa permasalahan hukum yang harus dikaji, meliputi : (a) bagaimanakah pembuktian yang bersifat sederhana (sumir) dan yang bersifat complicated dalam perkara kepailitan?; (b) mengapa Undang-Undang Kepailitan mensyaratkan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan?; dan (c) bagaimanakah Hakim melakukan pembuktian dalam perkara kepailitan yang mengandung unsur complicated dikaitkan dengan kompetensi relatif Pengadilan Niaga? Penelitian ini dilakukan secara Juridis Normatif. Pendekatan ini digunakan untuk mengadakan pendekatan terhadap permasalahan dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum pembuktian yaitu tentang Pembuktian yang bersifat sederhana atau complicated .

(2)

menghasilkan kesepakatan bahwa pemeriksaan perkara permohonan kepailitan tidak mengenal adanya eksepsi, jawaban, replik, duplik dan kesimpulan, seperti halnya dalam gugatan yang bersifat partai. Sedangkan Pembuktian complicated merupakan bagian dari hukum acara yang dikenal dan berlaku dalam proses penyelesaian perkara perdata (disamping perkara pidana).

Hakekatnya pembuktian itu dilakukan sendiri oleh pihak yang mengajukan permohonan pailit, dan Hakim hanya bertugas mendengar, menilai dan menyimpulkan saja semua pembuktian yang dilakukan oleh pemohon tersebut dan hakim tidak wajib mendengarkan keterangan (pembuktian) dari termohon, karena sifat pembuktian dalam perkara kepailitan adalah pembuktian sepihak, yang tidak mengenal jawab-menjawab, replik, duplik sebagaimana yang berlaku dalam perkara perdata biasa. Eksistensi Pengadilan Niaga telah menimbulkan pergeseran pada kompetensi relatif Pengadilan Negeri. Ketika muncul sengketa komersial yang berhubungan kepailitan, maka tidak serta merta hal itu menjadi kompetensi Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan menyelesaikannya, karena harus dibuktikan lebih dahulu, apakah sengketa/perkara itu pembuktiannya bersifat sederhana atau complicated. Bila setelah dilakukan pemeriksaan dengan cara mendengarkan keterangan-keterangan dari pemohon pailit dan eksepsi dari termohon pailit, maka hakim Pengadilan Niaga bisa menarik kesimpulan dan memutuskan apakah perkara itu dikabulkan atau sebaliknya ditolak. Bila dikabulkan, hal itu berarti bahwa perkara itu adalah perkara yang menjadi kompetensi Pengadilan Niaga. Sedangkan bila permohonan pailit yang diajukan oleh pemohon ditolak, maka hal itu berarti bahwa perkara tersebut bukanlah perkara yang termasuk kompetensi Pengadilan Niaga, melainkan merupakan perkara perdata biasa yang wajib diselesaikan melalui proses pengajuan gugatan perdata dan merupakan kompetensi Pengadilan Negeri.

(3)

A B S T R A C T

(4)
(5)

Commercial Court, but rather an ordinary civil case should be settled through the process of filing a civil suit and the competence of the District Court.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan Penelitian ini adalah Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga memeriksa perkara Kepailitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

Seorangt debitor dapat dikatakan dalam keadaan jatuh pailit setelah adanya pernyataan kepailitan oleh pengadilan negeri dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga

Seorang debitur dapat dikatakan dalam keadaan jatuh pailit setelah adanya pernyataan kepailitan oleh Pengadilan Negeri yang dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) penerapan Pembuktian Sederhana dalam praktik di Pengadilan Niaga atas perkara kepailitan, dan (2) Hambatan yang terjadi

Hal ini dapat dilihat dalam suatu putusan tentang kepailitan yang tiap tingkatan peradilan diputus berbeda, pada tingkat Pengadilan Niaga terbukti sederhana kemudian pada

Tidak perlu diragukan lagi bahwa Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat

Tidak perlu diragukan lagi bahwa Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat

Permasalahan Penelitian ini adalah Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga memeriksa perkara Kepailitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan