4.3.5. Sub Agenda Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran
Perempuan Serta kesejahteraan dan Perlindungan Perempuan dan
Anak
A. KONDISI UMUM
Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan
perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam pembangunan, di samping
masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap
perempuan, serta masih kurangnya yang mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.
Berdasarkan Biro Pusat Statistik tahun 2000, jumlah perempuan di
Indonesia adalah 101.625.816 jiwa atau 51% dari jumlah penduduk. Dengan jumlah lebih dari separo penduduk Indonensia tersebut, kaum
perempuan sebenarnya memiliki potensi besar dalam menunjang
pelaksanaan pembangunan. Namun dalam kenyataan, kualitas kehidupan perempuan jauh tertinggal dibanding laki-laki, bahkan
masih menempatkan perempuan sebagai beban bagi pembangunan.
Berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pemberdayaan perempuan secara garis besar diuraikan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 diantaranya adalah:
 Masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan disamping masih adanya berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan;
 Adanya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan;
 Rendahnya kualitas kehidupan perempuan dan anak;
 Tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak;
 Rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (Gender Related Development Index, GDI) dan angka Indeks Pemberdayaan Gender
 Masih adanya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender,
 Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender termasuk kesediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.
Permasalahan dan tantangan di atas perlu dicermati dan dicari
solusinya, melalui upaya penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang responsif gender melalui pengarusutamaan
gender.
Sedangkan jumlah anak usia 0-18 tahun, di Indonesia pada tahun 2000 sekitar 91.153.927 jiwa (diolah dari data Balitbang Diknas ttg APM SD, SLTP, SLTA dan Pendidikan usia Dini). Dari jumlah tersebut
terdapat anak usia 0-6 tahun sebanyak 28 juta anak, namun yang tertampung pada Pendidikan Usia Dini (PAUD) hanya 17 juta anak,
sedangkan anak usia pendidikan dasar sebanyak 46.670.541 jiwa,
yang tertampung dalam dunia pendidikan 37.562.731 jiwa, sehingga masih terdapat sekitar 9.107.810 anak usia pendidikan dasar yang
tidak terlayani pendidikannya. Bahkan dari anak yang tertampung di
pendidikan dasar tersebut terdapat 1.267.740 anak yang drop out.
Anak-anak yang tidak tertampung di pendidikan dasar dan drop out diatas, sebagian besar memasuki dunia kerja sejak usia dini, terlantar
di jalanan, menjadi korban perdagangan dan ekploitasi seksual
komersial anak dll.
Sejumlah studi dan laporan lokal mengindikasikan, banyak anak
Indonesia-terutama anak perempuan-terjebak dalam perdagangan
anak dan banyak di antara mereka dijadikan pekerja anak dan bahkan pekerja seksual anak. Mereka tidak hanya diperdagangkan di dalam
negeri, bahkan dijadikan "komoditas ekspor" ke luar negeri.
terampas hak-hak lainnya, seperti: Hak mendapatkan akte lahir, hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, anak-anak yang berkonflik dengan hukum, dll.
Kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jatim Tahun 2005, dari
hasil Kompilasi PPT Jatim dari berbagai sumber (LPA, WCC, Savi Amira, Genta dll), sebanyak 1.011 kasus:
NO JENIS KASUS TOTAL PROSENTASE
1. KDRT 526 52.03
2. PERKOSAAN 147 14.54
3. PENGANIAYAAN 125 12.36
4. PENCABULAN 70 6.92
5. TRAFIKING 52 5.14
6. KTA 35 3.46
7. KDP 33 3.26
8. KEKERASAN PUBLIK 4 0.40
9. LAIN-LAIN 19 1.88
JUMLAH 1.011 100.00
Usia korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
NO USIA JUMLAH PROSENTASE
1. 0 – 9 Tahun 45 4.45
2. 10 – 18 Tahun 116 11.47
3. 19 – 28 Tahun 342 33.83
4. 29 – 38 Tahun 276 27.30
5. 39 – 48 Tahun 143 14.14
6. > 49 Tahun 20 1.98
7. Tidak diketahui 69 6.82
Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih banyak yang
bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan. Perangkat hukum pidana yang ada belum cukup lengkap dalam melindungi setiap
individu, terutama dari tindak kekerasan. Di samping itu, peraturan
perundang-undangan yang ada juga belum dilaksanakan secara konsekuen untuk menjamin dan melindungi hak-hak perempuan dan
anak, termasuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Masalah lainnya
adalah belum tersedianya data pembangunan yang terpilah menurut
jenis kelamin, sehingga sulit dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada. Partisipasi masyarakat belum maksimal dalam
meningkatkan kualitas hidup perempuan dan meningkatkan
kesejahteraan dan perlindungan anak.
B. SASARAN TAHUN 2007
Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2007 dalam
rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak adalah:
1. Peningkatan kualitas kehidupan dan Peran Perempuan
a. Terjaminnya keadilan gender khususnya dalam upaya pemberdayaan ekonomi kaum perempuan ;
b. Meningkatnya perbaikan kualitas hidup dan peran perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum,
ketenagakerjaan, lingkungan hidup, sosial budaya dan politik;
c. Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan ;
d. Terbentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan
terhadap Perempuan dan Anak berbasis rumah sakit dan
berbasis masyarakat pada setiap Kabupaten dan Kota di Jawa Timur serta terbentuknya Shelter bagi perempuan dan anak
e. Terbentuknya kelembagaan dan jaringan di daerah terkait
dengan terutama yang menangani masalah-masalah Perlindungan Perempuan .
2. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
a. Terhapusnya bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak ; b. Menurunnya tindak kekerasan terhadap anak;
c. Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak ;
d. Tersusunnya profil dan data base tentang perlindungan bagi
anak dari tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
e. Terbentuknya kelembagaan dan jaringan di kabupaten/kota, terutama yang menangani masalah-masalah Perlindungan
Anak.
C. ARAH KEBIJAKAN
Dengan adanya kondisi yang bersifat kultural (terkait dengan nilai-nilai
budaya patriarkal) dan sekaligus bersifat struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada) tersebut, maka diperlukan tindakan
pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan
gender di berbagai bidang pembangunan. Untuk itu, diperlukan kemauan politik yang kuat agar semua kebijakan dan program
pembangunan memperhitungkan kesetaraan dan keadilan gender, mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak serta
mengimplementasikan Perda no. 9 tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, maka Prioritas dan arah kebijakan pembangunan yang
akan dilakukan adalah:
1. Mengeliminir berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, serta menyelenggarakan perlindungan dan pelayanan
bagi perempuan dan anak dari korban kekerasan
2. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan;
3. Meningkatkan kampanye anti trafficking dan anti kekerasan
4. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak serta
penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak ; 6. Memperkuat kelembagaan, jaringan pengarusutamaan gender dan
anak baik di propinsi maupun di Kabupaten/Kota, dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di
segala bidang, termasuk pemenuhan komitmen-komitmen internasional, penyediaan data dan statistik gender, serta
peningkatan partisipasi masyarakat.