• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file HUBUNGAN KADAR HBA1C DENGAN KEJADIAN SINDROM MATA KERING PADA PASIEN DM TIPE 2 DI KLINIK KIMIA FARMA HUSADA SARIO MANADO | Tuda | JURNAL KEPERAWATAN 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file HUBUNGAN KADAR HBA1C DENGAN KEJADIAN SINDROM MATA KERING PADA PASIEN DM TIPE 2 DI KLINIK KIMIA FARMA HUSADA SARIO MANADO | Tuda | JURNAL KEPERAWATAN 1 SM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

H UB UNG A N K A D A R H B A 1C DE NG A N K E J A D I A N S I ND R O M M A T A

K E R I NG PA D A PA SI E N DM T I PE 2 DI K L I NI K K I M I A F A R M A

H USA DA SA R I O M A NA D O

J ocel T uda H endr o B idj uni

J ane R egar

Program S tudi Ilmu K eperawatan F akultas K edokteran Universitas S am R atulangi

E mail: J oceltuda23@ gmail.com

A bstract : D iabetes Mellitus (D M) is a metabolic disease with characteristics of hypeglycemia that occurs due to abnormalities of insulin secretion, insulin progress or both. D iabetes is a major problem of blindness, heart attack, stroke, kidney failure and leg amputation. A common complication of diabetes is blurred vision due to refraction changes, and also causes dry eyes of the surface. Purpose: T o find out the correlation between HbA1c L evel and D ry E ye Syndrome Incidence of Patients with T ype 2 D M at K imia F arma Husada C linic Sario Manado. S ample: the sample was 31 respondents. D esign: T his research is a descriptive cross-sectional study taken with total sampling. R esults: the test used in this research is Spearman C orrelation T est, with α 0.05, and the results found that p-value = 0,000 and r-value = 0.653 with strong category. C onclusion: T here is a significant correlation between HbA1c L evel and D ry E ye Syndrome Incidence of Patients with T ype 2 D M at K imia F arma Husada C linic Sario Manado. K eywords : HbA1c L evel, D ry E ye Syndrome Incidence

A bstr ak : D iabetes Melitus (D M) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. D iabetes merupakan masalah utama kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan amputasi kaki. K omplikasi diabetes yang sering terjadi adalah penglihatan kabur akibat perubahan refraksi, dan juga mengakibatkan permukaan mata pasien menjadi kering. T uj uan: Untuk Mengetahui Hubungan kadar HbA 1c dengan kejadian sindrom mata kering pada pasien D M T ipe 2 di K link K imia F arma Husada Manado. S ampel: S ampel dalam penelitian ini adalah 31 responden. D esain Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif korelatif. T eknik sampling dalam penelitian ini adalah total sampling. H asil: Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi S pearman, dengan α 0.05 dan berdasarkan hasil uji diperoleh p=0.000 dengan nilai keeratan r=0.653, dengan kategori kuat. K esimpulan: D isimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kadar HbA 1c dengan K ejadian S indrom Mata K ering pada pasien D M T ipe 2 di K linik K imia F arma Husada S ario Manado.

K ata K unci : K adar HbA 1c, S indrom Mata K ering. PE ND A H UL UA N

D iabetes Melitus (D M) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. S eseorang didiagnosa menyandang diabetes mellitus jika kadar gula darah sewaktu >200mg/dl dan kadar gula darah puasa >126mg/dl (A D A , 2010).

(2)

wilayah regional A sia ( ID F 2015). Prevalansi D M tahun 2015 di Indonesia yaitu sekitar 10 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 14,1 juta jiwa pada tahun 2035, dan Indonesia merupakan urutan ke-7 penyandang D M terbanyak di dunia setelah C ina, India, A merika S erikat, B rasil, R usia, Meksiko, ( ID F 2015) . Menurut hasil R iset K esehatan D asar (R IS K E S D A S , 2013), proporsi penduduk ≥15 tahun dengan D M adalah 6,9%. Menurut jenis kelamin, proporsi penderita diabetes mellitus lebih tinggi pada wanita (7,70%), sedangkan laki-laki sebesar (5,50). Prevalensi D M yang terdiagnosis dokter dan atau gejala tertinggi, di S ulawesi T engah (3,7%), S ulawesi Utara (3,6%), dan S ulawesi S elatan (3,4%). Proporsi T GT (T oleransi Glukosa T erganggu) meningkat seiring usia hingga tertinggi pada usia 65-74 tahun sebesar (36,5%) kemudain menurun pada usai ≥75 tahun sebesar (34,6%). Hal ini menunjukan akan semakin banyak penduduk yang beresiko tinggi terkena D iabetes Melitus (R iskesdas 2013, K ementrian K esehatan).

S ulawesi Utara merupakan penyandang diabetes ke-2 terbanyak dengan prevelensi 3,6%. sebanyak > 1,69 juta jiwa penduduk yang berusia ≥15 tahun, terdapat 40,77 ribu jiwa yang pernah didiagnosis oleh dokter mengalami D M dan 20,39 ribu jiwa yang belum pernah didiagnosis oleh dokter mengalami D M tetapi dalam 1 bulan terakir mengalami gejala D M (R iskesdas 2013). L aporan dari D inas K esehatan Provinsi S ulawesi utara menyatakan bahwa prevalensi kasus D M di Manado tahun 2016 sebanyak 5652 kasus (Dinkes S ulawesi Utara, 2016).

(3)

data sekaligus pada satu waktu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan pada bulan D esember 2017 di K linik K imia F arma Husada S ario Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien D iabetes Melitus tipe 2 yang memeriksa kadar HbA 1c di K linik K imia F arma Husada S ario Manado sebanyak 31 orang. S ampel diambil dengan menggunakan total sampling. Menurut S ugiyono (2013), teknik penentuan sampel dengan cara mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. S ampel dalam penelitian adalah seluruh pasien D M T ipe2 yang memeriksa kadar HbA 1c diK linik K imia F arma Husada S ario Manado yang berjumlah 31 orang. Instrument pengumpulan data yaitu kuesioner OS D I ( Ocular S urface D isease Index) yang terdiri dari 12 pertanyaan yang terdiri atas 4 untuk jawaban “selalu”, 3 untuk jawaban “sering”, poin 2 untuk jawaban “sebagian waktu” dan poin 1 untuk jawaban “kadang-kadang”. S ehingga total poin tertinggi yaitu 48, dan poin terendah yaitu 0. ( L uthfiah, 2017), ini juga merupakan alat pengukur dari setiap variabel.

A nalisa bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). A nalisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dianalisis dengan uji statistik S pearman dan menggunakan komputerisasi dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. A nalisa ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variable independen dan variabel dependen. T eknik pengumpulan dalam penelitian ini yaitu terdiri atas proses editing, coding, entry data dan cleaning data.

E tika dalam penelitian ini dilakukan kepada responden dengan meminta persetujuan kepada responden terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian (informed concent), menjaga kerahassiaan dari data yang didapatkan dari responden (anonymity & confidentially).

(4)

T abel 3. H ubungan K adar H bA 1c memiliki kadar HbA 1c ti dak terkontrol atau > 7% dengan frekuensi 20 (64.5%) dan memiliki gejala S MK derajat berat sebanyak 17 (54.8%) responden. HbA 1c yang normal dapat mengontrol komplikasi akibat D M tipe2 dan mencegah kerusakan lebih luas pada komponen unit fungsional lakrimal akibat keadaan hiperglikemiya kronik, ( L uthifah 2017). Pasien D M tipe 2 dengan kontrol glikemik buruk ( kadar HbA 1c > 7%), sekresi air mata cenderung menurun secara kuantitas, sehingga pasien mengeluhkan gejala S MK dengan derajat keparahan berbanding lurus oleh semakin buruknya kontrol glikemik, ( L uthifah 2017).

D istribusi S MK berdasarkan jenis kelamin. D alam studi lain dikatakan bahwa wanita cenderung mengalami gejala S MK lebih awal dibandingkan laki-laki, sekitar usia 45, dan prevalensinya meningkat saat memasuki masa menopause. J enis kelamin perempuan merupakan faktor resiko dari kejadian S MK . Hubungan jenis kelamin dengan peningkatan kejadian S MK dikaitkan dengan perbedaan hormone pada laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi kejadian neuropati. T ingginya kadar esterogen juga menginduksi regresi dari kelenjar lakrimal dan melbomian ( L uthifa, 2017). D istribusi gejala S MK berdasarkan kelompok usia, dominan pada usia 56-65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made (2014),

tentang kontrol buruknya glikiemik ditandai dengan tingginya kadar HbA 1c yaitu lebih dari 7% atau <7% terkontrol dan > 7% tidak terkontrol. Penelitian menurut Oktaviani dkk (2011), Prevalensi sindrom mata kering adalah 54,3% dari seluruh pasien diabetes mellitus yang di teliti. D alam satu penelitian, korelasi ditemukan antara glikohemoglobin (HbA 1C ) dengan D M tipe 2 dan memiliki tingkat keeratan yg kuat dengan nilai r= 0.653. Menurut teori S uri dkk (2015), mengatakan bahwa hiperglikemi kronik menyebabkan mikroangiopati yang mendasari timbulnya neuropati. Mikroangiopati dan neuropati pada struktur komponen unit fungsional lakrimal mengganggu homeostatis sekresi lapisan air mata.

(5)

diperoleh peneliti, dimana ternyata kadar HbA 1c ini menjadi salah satu acuan atau memiliki hubungan dengan terjadinya komplik pada mata, khususnya kejadian mata kering.

S I M PUL A N

R esponden dalam penelitian ini, yaitu pasien yang menderita D M T ipe 2 yang telah dilakukan pemeriksaan K adar HbA 1c sebagian besar memiliki kadar HbA 1c yang tidak terkontrol (>7%). D an setelah dilakukan penelitian untu melihat apakah terdapat S MK pada para responden dengan kadar HbA 1c yang tidak terkontrol, dan didapati sebagian besar responden masuk dalam katogori derajat berat berdasarkan hasil pengukuran OS D I. D engan demikian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara kadar HbA 1c dengan kejadian sindrom mata kering (S MK ) pada pasien D M T ipe 2 di K linik K imia F arma Husada Manado. D A F T A R PUST A K A

A merican D iabetes A ssociation. S tandards of medical care in diabetes 2010. D iabetes care 2010.

D inkes Provinsi S ulut. (2016). Surveilans terpadu penyaki ttidak menular Berbasis puskesmas (K asus). Manado: D inas kesehatan Provinsi S ulawesi Utara.

E rni I, D jiwatmo, A ri S utjahjo. C orrelation B etween B lood Glucose L evel and HbA 1c with L ens T hickness in T ype 2 D iabetes Mellitus Patients, F aculty of Medicine A irlangga University/D r. S oetomo General Hospital, S urabaya V ol. 7. No. 4 D esember 2010 International D iabetes F ederation ( ID F ).

2015. ID F D iabetes A tlas 7

th

E dition 2015. D iakses dari www.idf.org diperoleh tanggal 19 Oktober 2017 L uthfiah S ,A ., (2017); Hubungan K adar

HbA 1C D engan G ejala S indroma

Mata K ering Pada Pasien D M T ipe 2 D i Poliklinik E ndokrin R S UD dr. Z ainoel A bidin B anda A ceh.

Ni Made A yu S urasmiati. HbA 1c yang T inggi S ebagai F aktor R isiko R endahnya S ekresi A ir Mata Pasien D iabetes Melitus Pasca F akoemulsifikasi. D enpasar: Universitas Udayana; 2014. 1-70 p Notoatmodjo,S . 2012. Metodologi

Penelitian K esehatan. J akarta: R ineka C ipta

Oktaviani L I, S upono T S , S uharno. K orelasi K adar Glikohemoglobin (HbA 1c) dengan K uantitas S ekresi A ir Mata pada Pasien D iabetes Melitus S tudi di R S UD Margono S oekarjo. Mandala Heal. 2011;5(S eptember) ;390-4. Paputungan S R , S anusi H. Peranan

Pemeriksaan Hemoglobin A 1c pada Pengelolaan D iabetes Melitus. C ermin D unia

K edokteran-220.2014;41:650–5

R iset K ementerian D asar. (2013). S ituasi dan analisis diabetes. Pusat D ata dan Informasi K ementerian K esehatan R I. J akarta.

S urasmiati.,N, M, A (2014); HbA 1c Y ang T inggi S ebagai F aktor R isiko R endahnya S ekresi A ir Mata Pasien D M Pasca F akoemulsifikasi.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mix design berbagai macam kadar batu apung dan batu pecah serta bahan yang lain dan dengan analisa kurva mix design maka didapat kadar batu apung 8%, kadar batu pecah 92%

Selanjutnya apabila dikaitkan tentang dengan keberadaan kapal berbendera di ZEE Indonesia yang melakukan pelayaran sesuai kebebasan pelayaran di ZEEI dan melakukan tindak

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa waktu penyuntikan imunisasi BCG dengan kejadian PKTB pada anak 1-3 tahun di RSUD Wates sebagian besar

Pada tabel 8 dapat diketahui setiap tahunnya terjadi kenaikan konsentrasi, namun persentase penambahan konsentrasi setiap tahunnya mengalami penurunan dari

Dalam penelitian ini dilakukan 5 pengujian yaitu, pengujian akuisisi data dari Sensor Ultrasonik untuk mengetahui lebar jarak jalan yang ada pada maket, RFID

Menyatakan sanggup sebagai wajib retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang kami dirikan dan sewakan di lokasi tersebut.. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan

dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsif akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata

Kekurangan yang masih dimiliki oleh SMAN 1 Baleendah adalah pencatatan peminjaman dan pengembalian yang masih bersifat manual sehingga rentan kehilangan sarana