• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Gasohol dari Bioetanol Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Untuk Menurunkan Emisi Gas CO dan HC Pada Kendaraan Bermotor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Gasohol dari Bioetanol Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Untuk Menurunkan Emisi Gas CO dan HC Pada Kendaraan Bermotor"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar

Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran disertai dengan pengeluaran kalor disebut sebagai bahan bakar. Tujuan dari pembakaran bahan bakar yang dilakukan adalah untuk memperoleh kalor untuk digunakan secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun beberapa contoh penggunaan kalor secara langsung dalam proses pembakaran adalah bahan bakar. Beberapa macam bahan bakar tersebut yaitu :

a. Bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi, dan gas bumi.

b. Bahan bakar nuklir, seperti: uranium dan plutonium. Pada bahan bakar nuklir, kalor diperoleh dari hasil reaksi rantai penguraian atom-atom melalui peristiwa radioaktif.

c. Bahan bakar lain, seperti: sisa tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, dan minyak hewani (Setyawan.2015).

Bahan bakar (fuel) adalah segala sesuatu yang dapat dibakar misalnya kertas, kain, batu bara, minyak tanah, bensin. Untuk melakukan pembakaran diperlukan 3 (tiga) unsur, yaitu: bahan bakar, udara dan suhu. Untuk memulai pembakaran Kriteria utama yang harus dipenuhi bahan bakar yang akan digunakan dalam motor bakar adalah sebagai berikut:

1. Proses pembakaran bahan bakar dalam silinder harus secepat mungkin dan panas yang dihasilkan harus tinggi.

2. Bahan bakar yang digunakan harus tidak meninggalkan endapan atau deposit setelah pembakaran karena akan menyebabkan kerusakan pada dinding silinder.

3. Gas sisa pembakaran harus tidak berbahaya pada saat dilepas ke atmosfer. Jenis bahan bakar (Surbhakty.1978).

(2)

2.2 Bensin

Motor bensin umumnya menggunakan bahan bakar cair berupa bensin. Pada suhu 60 derajat celcius bensin sudah menguap sekitar 35-60% dan pada suhu 100 derajat celcius bensin sudah menuap 100% sehingga bensin dapat dikatakan bahan bakar cair yang memiliki sifat mudah menguap (G.Haryono.1997). Bahan bakar yang digunakan pada motor bakar dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni berwujud padat, cair dan gas (Surbhakty.1978).

2.2.1. Bahan Bakar Premium

Premium merupakan senyawa organik (iso oktana dan normal heptana) yang dibutuhkan dalam proses pembakaran. Premium adalah bahan bakar minyak dari Pertamina dengan RON 88. Premium diproduksi dari hasil proses destilasi minyak bumi menjadi fraksi yang diinginkan. Kandungan bahan yang berbahaya seperti timbal, sulfur, dan senyawa-senyawa nitrogen yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan terdapat dalam premium. Menurut Setyawan (2015), karakteristik umum yang perlu diketahui untuk menilai kinerja dari bahan bakar bensin antara lain:

1. Premium (C8H18)

2. Mudah menguap pada temperatur normal 3. Tidak berwarna, tembus pandang, dan berbau 4. Mempunyai titik nyala rendah (-10°C sampai -15°C) 5. Mempunyai berat jenis yang rendah (0,6 – 0,78 gr/mm3 ) 6. Mempunyai nilai oktan 88

7. Dapat melarutkan oli dan karet

8. Menghasilkan jumlah panas yang besar (9.500 – 10.500 kcal/kg) Sedikit meninggalkan karbon setelah dibakar.

Energi, gas CO2 dan air H2O adalah merupakan produk yang dihasilkan oleh oktana yang terbakar secara sempurna. Reaksi pembakaran tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi berikut ini.

C8H18 + 12,5 O2 8 CO2 + 9 H2O

(3)

2.2.2. Bahan bakar Pertamax

Pertamax merupakan jenis bahan bakar dengan angka oktan 92. Pertamax dianjurkan digunakan untuk kendaraan bahan bakar bensin yang mempunyai perbandingan kompresi tinggi (9,1 : 1 sampai 10,0 : 1). Bensin dengan bilangan oktana tinggi mempunyai periode penundaan yang panjang (arismunandar.2002). Pada bahan bakar pertamax ditambahkan aditif sehingga mampu membersihkan mesin dari timbunan deposit pada fuel injector dan ruang pembakaran. Bahan bakar pertamax sudah tidak menggunakan campuran timbal sehingga dapat mengurangi racun gas buang kendaraan bermotor seperti nitrogen oksida karbon monoksida. Bensin pertamax berwarna kebiruan dan memiliki kandungan maksimum sulfur (S) 0,1%, oksigen (O) 2,72%, pewarna 0,13 gr/100, titik didih 205 ºC (Arismunandar.2002).

2.2.3 Bahan Bakar Pertalite

Pertalite dihasilkan dengan penambahan zat aditif dalam proses pengolahannya di kilang minyak, diluncurkan tanggal 24 Juli 2015 sebagai varian baru bagi konsumen yang ingin BBM dengan kualitas diatas Premium tetapi lebih murah dari pada Pertamax. Pertalite adalah bahan bakar minyak dari Pertamina dengan RON 90. Pertalite diuji coba di 101 SPBU yang tersebar pada sekitar kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Selain itu, Pertalite memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan Premium. Selain itu, RON 90 membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini lebih baik dibandingkan dengan Premium yang memiliki RON 88. Sehingga sesuai digunakan untuk kendaraan roda dua, hingga kendaraan multi purpose vehicle ukuran menengah. Komposisi bahan untuk membuat Pertalite adalah heptana 10% dan oktana 90% selain itu juga ditambahkan zat aditif

ecosave. Zat aditif ecosave ini bukan untuk meningkatkan RON tetapi pembakaran lebih bersih, ramah lingkungan, dan lebih hemat.

C7H16 + 90 C8H18 + 1235 (O2 + 3,7 N2) 790 CO2 + 890 H2O + 4569,5 N2 (Setyawan.2015)

2.2.4 Bioetanol

(4)

ini perusahaan-perusahaan otomotif sudah memproduksi mobil dengan bahan bakar etanol seperti

Volswagen AG. Bahkan di Brasil telah mengembangkankan pesawat terbang kecil EMB 202, yang merupakan pesawat terbang pertama di dunia menggunakan bahan bakar etanol (alkohol) dan saat ini lebih dari 300 pesawat terbang kecil di Brasil telah memakai etanol sebagai bahan bakar. Bioetanol merupakan cairan tak berwarna, mudah menguap dan memiliki bau yang khas. Berat jenisnya adalah 0.7939 g/mL, titik didih pada suhu 78,3ºC, mudah larut dalam air, serta mempunyai kalor pembakaran 7093,72 Kkal (Zenius.2016). Selain itu gas buang dari mesin yang menggunakan bioetanol mempunyai emisi yang lebih rendah dibanding dengan minyak premium maupun pertamax. Pada umumnya mesin yang bisa memproses bahan bakar bioetanol disebut FlexFuel dan mesin yang menggunakan bahan bakar minimal nilai oktan 90 dapat juga dikonversi pemakaian bahan bakarnya dengan komposisi Premium 80%-90% (perkiraan nilai oktan 88) ditambah bioetanol 10%-20% (dengan nilai oktan 129) sehingga dapat menghasilkan nilai oktan 91-93. Berdasarkan alkoholnya, etanol terbagi menjadi 3 grade sebagai berikut :

a. Grade Industri dengan kadar alkohol 90 - 94 %

b. Netral dengan kadar alkohol 96 - 99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi.

c. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 % ( Zenius,2016)

Tabel 2.1 Karakteristik kadar etanol, kadar gula, dan kadar pH etanol

No Uraian Etanol kasar dari nira aren

Etanol hasil destilasi-dehidrasi

Etanol komersial dari molasses

1 Etanol (%) 30.8a 94.8b 95.0a

2 Gula (%) 10.1a 18.3b 18.3b

3 pH 4.37a 7.14b 7.07b

4 Cuprum (ppm) 0.11a 0.08a 0.31b

5 Chlor (ppm) 433.9a 65.9b 70.6b

6 Timbal (ppm) Negatif Negatif Negatif

7 Metanol (ppm) Negatif Negatif Negatif

(5)

Hasil fermentasi (proses pemecahan gula) baik gula yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa oleh ragi saccharomyces sp dan zymonas mobilis berupa bioetanol. Pada proses fermentasi tersebut, gula akan dikonversikan menjadi bioetanol dengan reaksi sebagai berikut.

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Secara umum, produksi bioetanol mencangkup 3 (tiga) rangkain proses, yaitu persiapan bahan baku, fermentasi, dan destilasi (pemurnian).

Bahan baku bioetanol dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia. Bahan bergula, berupa molase (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren (enau), gewang, nira lontar dan bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah Gula Etanol Karbon Dioksida (Gas) pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (zenius.2016).

Saccharomyces cereviceae yang merupakan jenis mikroba fakultatif anaerob akan membentuk alkohol dalam kondisi anaerob. Untuk mendapatkan energi, mikroba tersebut mempunyai dua mekanisme. Respirasi aerob akan menghasilkan energi atau tenaga jika terdapat udara pada prosesnya, sehingga hal tersebut tidak membentuk alkohol melainkan untuk pertumbuhan dan perkembangan selnya. Sedangkan proses respirasi anaerob menghasilkan energi atau tenaga dan sebagian hasilnya digunakan dalam pembentukan alkohol (Judoamidjojo et.al.1990). Cepat lambatnya pertumbuhan sel ragi yang digunakan sebagai media pada bahan yang akan difermentasikan mempengaruhi tinggi rendahnya kadar bioetanol yang dihasilkan. Cepat lambatnya pertumbuhan khamir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya komposisi media yang digunakan sebagai media pengembangbiakan mikroba mulai persiapan sampai fermentasi dapat berjalan optimum ketika pertumbuhan enzim maksimum dan ketersediaan substrat cukup. Suhu yang digunakan selama proses fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang berperan dalam proses fermentasi. Suhu yang baik untuk fermentasi maksimum adalah 30 °C. Makin rendah suhu fermentasi makin banyak alkohol yang dihasilkan, karena pada suhu rendah fermentasi akan lebih kompleks dan kehilangan alkohol yang dibawa gas CO2 akan lebih sikit, pada suhu yang tinggi akan mematikan mikroba dan menghentikan proses fermentasi (Jaworski.2008).

Untuk memproduksi bioetanol, terdapat langkah langkah yang harus dilakukan agar bahan baku yang digunakan dapat menghasilkan bioetanol, langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut :

(6)

selulosa, cara mempersiapkannya adalah dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dihancurkan. Setelah itu, dilakukan proses pengawetan dengan cara pengeringan sampai kadar air tertentu. 2. Proses pemasakan (Tahap Liquefaction dan Sakarifikasi). Dengan penambahan air, enzim serta

panas (enzim hidrolisis) pada suhu 80-90OC, Tepung dikonversi menjadi gula dengan melalui proses pemecahan gula kompleks (saccharifikasi) dan liquefaction.

3. Proses fermentasi. Fermentasi adalah aktivitas mikroba yang terdapat pada bahan baku sehingga menghasilkan produk yang diinginkan. Mikroba yang dapat merubah glukosa menjadi etanol salah satunya adalah saccharomyces cereviceae. Reaksi kimia yang terjadi selama proses fermentasi dapat dilihat pada reaksi berikut ini :

C6H12O6 (gula) → 2C2H5OH (etanol) + 2CO2 (gas karbondioksida)

4. Proses pemisahan. Pada proses akhir pembuatan bioetanol, dilakukan proses pemisahan, yang bertujuan untuk memisahkan etanol yang telah diperoleh dari proses fermentasi untuk kemudian dipekatkan. Proses pemisahan dilakukan dengan metode destilasi atau penyulingan dengan memisahkan dua atau lebih cairan dalam larutan yang didasarkan pada relatif volatilnya serta berdasarkan perbedaan titik didihnya (Syauqiah, Isna.2015).

Beberapa keunggulan Bioetanol adalah :

a. Meningkatkan bilangan oktan dapat menggantikan TEL (Tetra Ethyl Lead) sebagai aditif, sehingga mengurangi emisi logam berat timbal yang sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna (mengurangi emisi karbonmonoksida) .

c. Mengurangi emisi gas buang karbon dioksida (penelitian menunjukkan pegurangan hingga 40– 80 %), dan senyawa sulfur (mengurangi hujan asam).

d. Mengurangi pengikisan lapisan ozon melalui penurunan emisi oksida karbon di udara. e. Bahannya dapat diperbaharui

(7)

Sifat fisika bioetanol dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini (Frita,dkk.2015)

Tabel 2.2 Sifat Fisika Bioetanol

No Sifat Fisika Bioetanol Keterangan

1 Berat Molekul 46.06%

2 Titik Didih 78.4oC

3 Densitas 0.7893 gr/mol

4 Indeks Bias 1.36143 cP

5 Viskosivitas 20oC 1.17 cP

6 Panas Penguapan 200.6 kal/gr

7 Warna Cairan Tidak berwarna

8 Kelarutan Larut dalam air dan eter

9 Aroma Memiliki aroma yang khas

Sumber : Frita,dkk.2015

2.3 Nira Aren

(8)

terdapat pada nira kelapa dan nira siwalan (Simanjuntak,dkk.2015). Untuk melihat perbandingan kandungan komposisi kimia dari nira aren, nira kelapa dan nira siwalan dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palma

Komponen (%) Nira Aren Nira Kelapa Nira Siwalan

Kadar air 87,66 88,40 87,66

Kadar gula 12,04 10,27 10,96

Protein 0,36 0,41 0,28

Lemak 0,02 0,17 0,02

Abu 0,21 0,38 0,10

Sumber : Simanjuntak,dkk.2015

Khamir yang terdapat dalam jumlah besar pada nira adalah saccharomyces cereviceae, sedangkan bakteri bakteri dari genus acetobacter, sarcina, leuconostoc, brevibacterium, serratia, dan pediococus

merupakan jenis bakteri yang terdapat di dalam nira aren tersebut (Muchtadi,dkk.2010). Pada nira aren segar yang manis, fermentasi secara alami akan terjadi karena dalam nira aren tersebut terdapat sel sel khamir seperti saccharomyces sp dan bakteri acetobacter aceti (Timotius.1982). Mikroorganisme yang dapat memfermentasikan glukosa dan mengubahnya menjadi bioetanol dikenal sebagai mikroorganisme dari genus saccharomyces cereviceae, sedangkan proses oksidasi etanol menjadi asam asetat dilakukan oleh bakteri dari genus acetobacter (Dwidjoseputro.1985). Bakteri acetobacter aceti ini mampu bertahan dalam alkohol yang dihasilkan oleh saccharomyces cereviceae yaitu pada konsentrasi 10-13% (Pelczar dan chan.2008).

(9)

Tabel 2.4 Perkiraan Luas Tanaman Aren di Indonesia

No Propinsi Perkiraan Total Aren (ha)

1 NAD 4.081

2 Sumatera Utara 4.357

3 Sumatera Barat 1.830

4 Bengkulu 1.748

5 Jawa Barat 13.135

6 Banten 1.448

7 Jawa Tengah 3.078

8 Kalimantan Selatan 1.442

9 Sulawesi Utara 6.000

10 Sulawesi Selatan 7.293

11 Sulawesi Tenggara 3.070

12 Maluku 1.000

13 Maluku Utara 2.000

14 Papua 10.000

Total 60.482

Sumber : Mody Lempang.2012

2.4 Fermentasi

(10)

fermentasi pada industri membuatnya paling banyak digunakan untuk memproduksi etanol.

Saccharomyces cereviceae memiliki resistensi yang tinggi terhadap etanol, mengkonsumsi sejumlah besar substrat dalam kondisi buruk, dan menunjukkan resistensi yang tinggi untuk inhibitor yang terdapat dalam medium (Canilha,et.al.2012). Proses Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anerobik (tanpa oksigen), atau aerob dengan batuan bakteri pengurai. Fermentasi merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik dari kompleks menjadi sederhana atau sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi. Dalam proses fermentasi, mikroorganisme pertama kali menyerang karbohidrat, kemudian protein, dan selanjutnya lemak. Bahkan terjadi tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat yaitu terhadap gula, kemudian alkohol, setelah itu terhadap asam (Zenius.2016).

Reaksi kimia yang terjadi selama proses fermentasi adalah :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

yang umum dalam proses fermentasi adalah gula. Etanol, asam laktat dan hidrogen merupakan hasil dari proses fermentasi. Namun, asam butirat dan aseton juga dapat dihasilkan pada proses fermentasi (Fardiaz.1988). Fermentasi adalah suatu proses dimana komponen komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan (Wasito.2005). Konsentrasi inokulum, lama fermentasi, nutrien dan pH merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi alkohol. Sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa dan maltose merupakan sumber karbon bagi saccharomyces cereviceae. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu dari beberapa faktor penting yang mempengaruhi fermentasi alkohol. Derajat keasaman optimum untuk proses fermentasi adalah antara 4 - 5. Pada pH di bawah 3, proses fermentasi alkohol akan berkurang kecepatannya (Buckle et.al.2007).

2.4.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Keberhasilan fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Nutrisi. Konversi sukrosa menjadi etanol lebih rendah apabila tidak adanya penambahan nutrisi yang dilakukan. Penambahan NPK sebesar 0.4% sebagai nutrisi dapat meningkatkan reduksi gula dari 25% menjadi 37.5% dengan waktu selama 2 jam ( Kismurtono, Muhammad 2012).

2. Biokatalis. Biokatalis yang paling umum digunakan adalah S.cereviceae, karena S. cereviceae

(11)

3. Pengadukan. Adanya pengaruh pengadukan terhdap produksi etanol sebenarnya tidak terlalu besar, namun proses pengadukan akan mempercepat waktu fermentasi dan dapat mendistribusikan nutrisi bagi sel biokatalis secara merata (Meilani.2016).

4. Lama fermentasi. Pada proses fermentasi, waktu yang dibutuhkan adalah 2-3 hari. Etanol yang optimum akan dihasilkan apabila waktu fermentasi yang dilakukan sesuai. Kadar alkohol akan optimum seiring dengan lamanya waktu fermentasi, namun setelah mencapai waktu yang optimal, etanol yang dihasilkan akan menurun. Hal ini karena kadar etanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada tahap awal sel khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase stasioner dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun (Apriwinda.2013)

5. Konsentrasi inokulum. Dalam fermentasi, konsentrasi inokulum yang terlibat sangat mempengaruhi efektifitas penghasil produk. Proses fermentasi berjalan dengan lambat jika konsentrasi inokulum yang digunakan terlalu sedikit, sedangkan konsentrasi inokulum yang terlalu banyak akan mempengaruhi persaingan pengambilan nutrisi oleh khamir, sehingga sangat berpengaruh pada pertumbuhan khamir dan kadar alkohol yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan konsentrasi inokulum belum tentu menghasilkan kadar alkohol yang tinggi (Apriwinda.2013)

6. Substrat. Sumber energi yang diperlukan bagi mikroba dalam proses fermentasi dalah substrat. Substrat yang berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat gizi lainnya merupakan energi yang dibutuhkan selama proses fermentasi. Glukosa merupakan bahan energi yang banyak digunakan oleh mikroorganisme. Mikroba fermentasi harus mampu tumbuh pada substrat dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Apriwinda.2013).

7. Suhu. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30°C untuk pertumbuhan mikroorganisme.S. cerevisiae

dapat melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32°C. S. Cerevisiae dapat tumbuh optimum pada suhu 28 – 30oC (Apriwinda.2013).

8. Oksigen. Selama proses fermentasi Ketersediaan oksigen harus diatur karena hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme fakultatif anaerob yang dapat hidup dalam kondisi aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi (Apriwinda.2013).

(12)

dilakukan pada pH rendah. Dalam fermentasi, kontrol pH penting sekali dilakukan karena pH yang optimum harus dipertahankan selama fermentasi. PH optimum untuk pertumbuhan

saccharomyces cereviceae adalah sebesar 4-5 (Akhir.2015)

2.5 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan Salah satu jenis khamir yang biasa dipakai pada produk alkohol secara fermentasi. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang paling penting pada fermentasi utama dan akhir, karena mampu memproduksi alkohol dengan konsentrasi tinggi dan fermentasi spontan. Proses fermentasi umumnya dipilih Saccharomyces cerevisiae, karena dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak (Buckle et.al.2007). Sel yang dimiliki oleh Saccharomyces cerevisiae adalah sel berbentuk ellipsoid atau silindris. Sedangkan ukuran sel antara 5 - 20 mikron, biasanya 5 - 10 kali lebih besar dari ukuran bakteri dan merupakan mikroorganisme bersel tunggal, Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir uniseluler. Karena khamir ini bersifat nonpatogenik dan nontoksik, maka sejak dahulu banyak digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti dan alkohol. Saccharomyces cerevisiae tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32 °C. Nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH optimum 4 - 5, temperatur optimum 28 – 30 ºC serta kebutuhan akan oksigen terutama pada awal pertumbuhan merupakan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae (Hidayat et.al.2006). Hal yang menarik adalah proses fermentasi etanol pada ragi tersebut berlangsung pada kondisi anaerob. Menurut Pasteur, keberadaan oksigen akan menghambat jalur fermentasi didalam sel ragi, sehingga sumber karbon yang ada akan digunakan menjadi jalur respirasi. Fenomena ini sering disebut sebagai Pasteur effect (Walker.1998). Manusia memanfaatkan mikroba Saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alkohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alkohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K.1989). Proses metabolisme pada

(13)

2.6 Ragi

Dalam fermentasi, Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi mempunyai arti yang penting dalam makanan yang diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya.

Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah S.cereviceae yang pada umumnya dinamakan ragi roti. Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya (Kavanagh.2005). Ragi adalah makhluk hidup dan berada di udara sekitar kita. Ragi adalah anggota dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species Saccharomyces cerevisiae. Ragi segar berwarna gading kekuning - kuningan, lunak dan basah, harus mudah hancur, berbau segar dan tidak ada warna gelap atau bagian yang kering (Jaworski.2008). Peningkatan kualitas maupun kuantitas bioetanol dapat dipengaruhi oleh jumlah atau konsentrasi ragi yang digunakan harus tepat, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal, karena ragi digunakan untuk mengkonversi glukosa menjadi alkohol, jika jumlah ragi sedikit maka kemampuan ragi untuk fermentasi menjadi berkurang. Jika ragi yang digunakan berlebihan akan menghambat proses fermentasi akan terjadi fase pertumbuhan lagi (lambat). Perbedaan kadar bioetanol sangat berkaitan dengan kinetika sel ragi yang diinginkan untuk memfermentasi bahan, sedangkan pertumbuhan dari sel ragi (khamir) itu sendiri juga dipengaruhi oleh media dan kondisi media, pemilihan khamir, nutrien, kandungan gula, keasaman (pH), oksigen dan suhu (Budiyanto.2003).

2.7 Urea

Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa. Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyldiamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme (Fanindi et.al.2005).

2.8 Pemurnian Bioetanol 2.8.1 Destilasi

(14)

dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78-100°C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume (Zenius.2016). Jenis jenis destilasi yang umum digunakan adalah :

1. Destilasi konvensional (sederhana) yaitu proses destilasi yang berlangsung dengan memanaskan campuran sehingga sebagian komponen volatil menguap naik dan didinginkan sampai membentuk embun di dinding kondensor. Pada destilasi sederhana tidak terjadi fraksionasi pada saat kondensasi karena komponen campuran tidak banyak. Destilasi sederhana sering digunakan untuk tujuan pemurnian sampel dan bukan pemisahan kimia dalam arti sebenarnya (Zenius.2016). 2. Destilasi fraksional atau destilasi bertingkat yaitu proses komponennya dilakukan secara bertingkat dengan diuapkan dan diembunkan. Terjadi perbedaan penyulingan diandingkan dengan destilasi biasa, perbedaan tersebut karena terdapatnya kolom fraksinasi dimana ada proses refluks. Penggunaan Refluks pada proses penyulingan bertujuan untuk memisahkan campuran bioetanol dan air agar dapat terjadi dengan baik. Fungsi kolom fraksinasi agar kontak antara cairan dengan uap terjadi sedikit lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan dengan titik didih yang lebih rendah akan terus menguap ke kondensor. Distilasi jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan zat yang mempunyai rentang perbedaan titik didih hingga di bawah 300oC. Destilasi ini biasa digunakan dalam pengolahan minyak bumi karena sangat berguna untuk memisahkan kandungan minyak bumi (Zenius.2016).

3. Destilasi vakum, merupakan destilasi yang menguapkan cairan pada tekanan rendah yang bertujuan untuk menurunkan titik didih cairan sehingga volatilitas relatif meningkat jika tekanan diturunkan. Alat destilasi vakum termasuk alat yang tidak sederhana karena memerlukan sistem tertutup (Zenius.2016).

4. Destilasi Uap, Tujuan dilakukannya destilasi uap adalah untuk memisahkan komponen campuran pada temperatur lebih rendah dari titik didih normalnya. Pemisahan ini dapat berlangsung tanpa merusak komponen komponen yang akan dipisahkan. Ada dua cara melakukan destilasi uap. Yang pertama dengan menghembuskan uap secara kontinu diatas campuran yang sedang diuapkan. Cara kedua dengan cara memdidihkan senyawa yang dipisahkan bersamaan dengan pelarutnya. Dalam model destilasi uap temperatur dari komponen yang dipisahkan dapat diturunkan dengan cara menguapkanya. Temperatur penguapan dalam hal ini lebih rendah dari temperatur didih senyawa yang dipisahkan. Hal ini juga untuk menjaga agar senyawa-senyawa yang dipisahkan tidak rusak karena panas (Zenius.2016).

(15)

dengan komposisi fase cair, maka pemisahan dengan jalan distilasi tidak dapat dilakukan. Destilasi ini sering digunakan dalam proses isolasi komponen, pemekatan larutan, dan juga pemurnian komponen cair (Zenius.2016).

6. Destilasi ekstraktif, yaitu proses destilasi yang menggunakan penambahan senyawa lain dalam proses pemisahannya yang sama seperti pada proses destilasi azeotrop. Pada prosesnya,pelarut melakukan ekstraksi disebabkan karena senyawa yang ditargetkan dapat larut dengan baik dalam pelarut yang dipilih (Delly,Jenny.dkk.2016)

7. Distilasi Atmosferik, yaitu destilasi dengan proses menggunakan minyak yang dipanaskan sampa suhu tertentu sebelum terjadinya perengkahan dan dilakukan pada tekanan atmosfir (Afriani.dkk.2015).

2.8.2 Adsorben

Adsorben atau kebanyakan zat pengadsorpsi adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Suatu adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi/ pengeringan adsorben. Makin cepat dua varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut (Jauhar et al.2007 dalam Khairunisa.2008). Menurut Khairunisa, (2008), Kriteria adsorben yang baik adalah:

1. Adsorben-adsorben yang digunakan biasanya dalam wujud butir berbentuk bola, belakang dan depan, papan hias tembok, atau monolit-monolit dengan garis tengah yang hidrodinamik antara 5 dan 10 juta.

2. Harus mempunyai hambatan abrasi tinggi. 3. Kemantapan termal tinggi.

4. Diameter pori kecil, yang mengakibatkan luas permukaan yang ditunjukkan yang lebih tinggi dan kapasitas permukaan tinggi karenanya untuk adsorbsi.

5. Adsorben-adsorben itu harus pula mempunyai suatu struktur pori yang terpisah jelas yang memungkinkan dengan cepat pengangkutan dari uap air yang berupa gas.

2.8.2.1 Mekanisme adsorben

(16)

2.8.2.2 Penggolongan Adsorben

Menurut Khairunisa (2008), Adsorben dapat dibedakan menjadi: 1.1 Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air

Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya (zeolit dan silikat) dan sifat dari molecular sieve adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah ditemukan baik dalam bentuk sintetis ataupun alami.

1.2 Berdasarkan Bahannya.

Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Adsorben Organik Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan.

b. Adsorben Anorganik Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama.

2.8.2.3 Tinjauan tentang Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas atau cair (adsorbat) (Greg dan Sing, (1967) dalam Basuki, 2007). Menurut Reynold (1982) dalam Basuki, (2007), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda, sehingga akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adapun mekanisme penyerapan menurut Basuki (2007), adalah sebagai berikut:

1. Molekul adsorbat berpindah menuju lapisan terluar dari adsorben.

2. Karbon aktif dalam kesatuan kelompok mempunyai luas permukaan pori yang besar sehingga dapat mengadakan penyerapan terhadap adsorbat.

3. Sebagian adsorbat ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar teradsorpsi di dalam pori-pori adsorben dengan cara difusi.

(17)

a. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya.

b. Tidak terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi akan terus berdifusi keluar pori.

Distilasi alkohol hanya menghasilkan kemurnian sebesar 95-96%, pada kondisi tersebut, campuran membentuk azeotrop, kondisi tersebut membuat campuran alkohol dan air sukar dipisahkan. Untuk memperoleh kemurnian yang lebih tinggi, digunakan cara lain yaitu proses anhydrous alkohol, yaitu suatu proses pemecahan kondisi azeotrop dengan bantuan senyawa lain seperti benzene, atau n-hexane yang selanjutnya alkohol dipisahkan lebih lanjut dari campurannya. Selain itu, proses pemecahan kondisi azeotrop dapat dilakukan secara fisika dan kimia (Afriani.dkk.2015). Pemurian bioetanol secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan batu gamping. Pemakaian batu gamping memiliki kelebihan dan juga kekurangan, kelebihannya adalah karena batu gamping memiliki biaya yang relatif murah dan pengaplikasiannya yang sederhana membuat batu gamping tersebut cocok digunakan dalam skala rumah tangga. Sedangkan kekurangannya adalah kehilangan etanol yang besar akibat dari penggunaan batu gamping tersebut. Cara lain dengan menggunakan pemisahan kimiawi yang paling konvensional adalah dengan menggunakan kalsium oksida (CaO) . Bahan kimia CaO akan bereaksi kuat dengan air membentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) memiliki sifat tidak mudah larut dalam alkohol sehingga dapat dengan mudah memisahkan antara air dan alkohol dengan proses destilasi langsung diikuti dengan filtrasi (Wahyuni.2012). Sedangkan pemurnian secara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan zeolit sintetis. Zeolit sintetis memiliki keunggulan dibandingkan dengan zeolit alam, karena zeolit sintetis akan mengikat air dengan kuat, sementara zeolit alam akan melepaskan air yang telah diserapnya secara perlahan dan kemudian dilepaskan kembali. Jenis zeolit sintetis yang baik untuk digunakan dalam pemurnian bioetanol adalah zeolit sintetis 3A (ukuran 3 angstrom), hal ini disebabkan karena zeolit ini mampu mengikat air lebih banyak, sehingga waktu yang dibutuhkan semakin pendek dan kehilangan etanol hanya sebesar 10% (Wijaya,dkk.2012).

2.9 Gasohol

(18)

Alternatif bahan bakar terbarukan seperti bahan bakar gasohol menjadi penting karena meningkatnya harga minyak, masalah lingkungan dan kegiatan pertanian. Gasohol yang memiliki nilai oktan tinggi sudah dapat digunakan sebagai pengganti dari bahan bakar bensin (M.K and B.G.2012).

Etanol dan bensin mempunyai kelas kimia yang berbeda, namun hal yang terpenting dari percampuran gasohol tersebut adalah jumlah energi yang dicapai ketika terjadi proses pembakaran.Etanol menjadi bahan bakar yang popular karena menghasilkan pembakaran yang bersih. Etanol digunakan sebagai bahan bakar maupun bahan aditif pada rasio kompresi yang tinggi untuk meningkatkan performa mesin dan mengurangi emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar bensin. Reaksi kimia yang terdapat pada pembakaran oleh etanol adalah sebagai berikut :

C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O

Campuran gasohol yang bernilai rendah yaitu campuran E5 dan E10 dapat meningkatkan nilai oktan bahan bakar yang digunakan pada mesin bensin konvensional tanpa dilakukannya modifikasi terhadap mesin tersebut. Campuran yang paling banyak digunakan di Negara Brazil adalah campuran gasohol E85. Etanol memiliki nilai oktan yang tinggi namun memiliki kalori yang rendah, sedangkan bensin memiliki nilai oktan yang rendah namun memiliki kalori yang tinggi. Sehingga tujuan dari percampuran antara etanol dan bensin adalah untuk mencapai titik optimum dimana apabila kedua campuran tersebut dicampurkan, akan meningkatkan nilai oktan dan nilai kalor sehingga memberikan performa yang baik sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan (Khattak.et.al.2016). Perbandingan fisika dan kimia antara etanol dan bensin ditunjukkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Perbandingan Sifat Fisika dan Kimia antara Etanol dengan Bensin

Komponen Metode Etanol Bensin

Rumus C2H5OH C4-C12

Berat Molekul 46.07 100-105

Panas Spesifik (Kj/Kg K) 2.4 2.0

Viskositas pada suhu 20OC 1.19 0.37-0.44

Nilai Pemanasan Terendah (MJ/m³) 21.1 30-33

(19)

Suhu Pengapian Otomatis (OC) 423 257

Research Octane Number (RON) ASTM D 2699 120-135 95.5

Motor Octane Number (MON) ASTM D 2700 100-106 85

Densitas (pada suhu 15OC) g/ml ASTM D 4052 0.79 0.739

Nilai Pemanasan Terendah MJ/Kg SS 155135 26.7 43.8

Sumber : Khattak.et.al.2016

Dengan menggunakan campuran gasohol, keuntungan yang dapat diperoleh adalah dapat menggunakan bahan bakar yang berkualitas bagus dan memiliki nilai oktan yang tinggi namun dengan harga yang relatif murah. Sedangkan kerugiannya adalah alkohol yang akan dicampurkan dengan bensin harus benar benar kering. Alkohol tersebut harus memiliki kemurnian minimal 95% yang artinya kandungan air harus dilepas dan hanya boleh tertinggal sebesar 5% di dalam campuran (Bhetalu.et.al.2012). Komposisi dari beberapa campuran gasohol dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini.

Tabel 2.6 Komposisi dari Beberapa Campuran Gasohol

Tes Standar Bensin E10 E20 E30 E50

Densitas kg/m³ ASTM D 4052 746 755 761 768 785

Nilai Pemanasan terendah (k/kg)

ASTM D 240 43.594 42.63 42.125 41.798 39.585

Engine Octane Number ASTM D 2700 86.59 87.28 87.09 87.1 89.8

Research Octane Number ASTM D 2699 96.47 97.85 97.89 98.3 98.7

Titik Beku (OC) ASTM D 6749 -52 ≤ 50 ≤ 50 ≤ 50 ≤ 50

(20)

2.8 Konsep Reaksi Pembakaran

Reaksi pembakaran adalah reaksi kimia bahan bakar dan oksigen yang diperoleh dari udara yang akan menghasilkan panas dan gas sisa pembakaran yang berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Reaksi pembakaran tersebut akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi. Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut :

C8H18 + 12,5 ( O2 + 3,7 N2 ) 8 CO2 + 9 H2O + 47 N2 (sumber: Al Muhajir dkk.2012)

Pembakaran akan dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, sehingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran kurus dan hasil pembakarannya menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (tidak cukup oksigen), dikatakan campuran kaya (rich) sehingga pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar tersebut dinyalakan dalam silinder oleh bunga api dari busi sebelum tititk mati atas (TMA).

2.10 Air Fuel Ratio

Perbandingan massa udara dengan bahan bakar pada internal combustion engine adalah defenisi dari air fuel ratio. Dengan melihat kondisi motor dibagian ruang bakar dan performa saat dinyalakan maka akan dapat diketahui apakah campuran bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar mempunyai ratio yang tepat.Apabila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan yang dikehendaki maka dapat dikatakan bahwa proses pembakaran tersebut terjadi secara sempurna. Selain itu, bila seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O maka dapat dikatakan juga sebagai pembakaran yang sempurna. Berikut ini adalah reaksi pembakaran yang terjadi secara sempurna :

C8H18 + 12.5 (O2 +3.76N2) 8CO2 + 9H2O +47N2

AFR = Ai el =

. x x . + . x x .

x . + x . =

.

. = 15.02

Dengan memasukkan bilangan Avogadro maka didapat perhitungan AFR untuk reaksi pembakaran bensin (C8H18) dengan udara secara sempurna adalah 15.02.

(21)

C8H18 + 7O2 6CO + 8H2O + 2HC

Untuk medapatkan ratio yang tepat, karburator disetting agar aliran udara yang masuk sesuai dengan bahan bakar yang dikabutkan. Secara teoritis, untuk membakar bensin secara sempurna, ratio udara banding bahan bakar yang tepat adalah 15:1. Namun mesin memerlukan kondisi campuran yang berbeda bergantung pada kondisi kerja. Secara umum peruntukan ratio yang baik adalah sebagai berikut.

a. 12-13 : 1 adalah rasio yang menghasilkan tenaga yang paling besaratau maksimal b. 15 : 1 adalah rasio yang memungkinkan pembakaran bensin secara sempurna. c. 16-17 :1 adalah rasio untuk pembakaran bensin yang paling irit.

Secara stokiometri AFR 15.02 : 1 adalah yang paling sempurna.

Campuran yang terlalu sedikit oksigen dapat ditandai dengan kondisi sebagai berikut. a. Elektroda pada busi berwarna putih

b. Stasioner atau langsam tidak stabil c. Mesin terasa cepat panas

d. Mesin sulit di start e. Detonasi

Campuran yang terlalu banyak oksigen dapat ditandai dengan kondisi sebagai berikut. a. Elektrode pada busi berwarna hitam dan basah (knalpot berasap hitam)

b. Bahan bakar sangat boros c. Putaran mesin tidak stabil

d. Banyak deposit karbon di dalam ruang bakar e. Mesin sulit di start

Campuran yang tepat akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga busi berwarna coklat ke abu abuan dan kering, deposit karbon tidak banyak terbentuk, putaran mesin stabil dan mesin mudah distart. Sedangkan untuk reaksi pembakaran gasohol (etanol + bensin) dengan udara secara stokiometri dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut.

0.9C8H18 + 0.1 C2H5OH + 11.5 (O2 +3.76N2) 7.4CO2 + 8.4H2O + 43.428N2

AFR = Ai

a li e+ a l =

. x x . + . x x .

. [ x . + x . ]+ . [ � . + � . + . ]

= .

(22)

Dari perhitungan diatas AFR untuk reaksi pembakaran E10 dengan udara secara sempurna sebesar 14.76 (Yamin,Iqbal.2013)

2.11 Emisi Gas Buang

Menurut Joko Winarno (2014),emisi gas buang kendaraan merupakan gas yang dihasilkan dari sisa hasil pembakaran bahan bakar yang terjadi didalam mesin kendaraan yang selanjutnya dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. Pembakaran yang terjadi merupakan reaksi kimia antara oksigen di dalam udara dengan senyawa hidrokarbon di dalam bahan bakar yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga untuk mesin kendaraan. Pembakaran yang terjadi sebaiknya terjadi secara sempurna karena reaksi pembakaran yang terjadi menghasilkan sisa hasil pembakaran berupa gas buang yang mengandung karbondioksida (CO2), uap air (H2O), oksigen (O2) dan nitrogen (N2). Namun kenyataannya, pembakaran yang terjadi di dalam mesin kendaraan sering berupa pembakaran tidak sempurna sehingga senyawa gas buang yang dihasilkan mengandung senyawa yang berbahaya seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogenoksida (NOX) dan partikulat, Sedangkan hasil pembakaran oleh bahan bakar yang mengandung timbal dan sulfur menghasilkan gas buang berupa sulfurdioksida (SO2) dan logam berat (Pb). Emisi mesin kendaraan terbagi menjadi tiga kategori yaitu emisi gas buang, emisi penguapan dan emisi bak mesin, unsur unsur utama yang berkontribusi terhadap polusi udara adalah hidrokarbon (CO), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) yang berasal dari knalpot mesin. Penguapan bahan bakar yang terdapat dalam tangki bahan bakar tetap terjadi meskipun mesin telah dimatikan, penguapan ini menghasilkan hidrokarbon yang tidak terbakar (Sharaf, Juhi.2013).

Knalpot dan mesin kendaraan menghasilkan persentase emisi sebesar 70% dan 20% dari total polusi kendaraan, sedangkan persentase emisi lainnya dihasilkan oleh penguapan dari tangki dan karburator. Penelitian yang dilakukan oleh CRRI menyebutkan bahwa polusi mobil berbahan bakar bensin sebesar 49.61 kg total polutan/100 km, diikuti oleh bus dan truk sebesar 38.05 kg, kendaraan roda tiga sebesar 35.79 kg, kendaraan roda dua sebesar 27.29 kg, dan mobil diesel sebesar 3.21 kg. Namun, total emisi gas hidrokarbon (CO) tertinggi dihasilkan oleh mobil patrol sebesar 80.62%, diikuti kendaraan roda tiga sebesar 71.32%, kendaraan roda dua sebesar 62.29%, mobil diesel sebesar 34.26%, bus dan truk sebesar 33.37% (B,Saini.et.al.2013).

2.11.1 Komposisi Emisi Gas Buang a. Hidrokarbon (HC)

(23)

kendaraan bermotor (Muziansyah, Devianti,dkk.2015). Pada lingkungan, hidrokarbon bereaksi dengan oksida nitrogen dan sinar matahari untuk membentuk lapisan ozon di permukaan tanah yang merupakan komponen utama pembentuk asap. Hidrokarbon tersebut dapat menggangu mata, hidung, tenggorokan dan dapat menyebabkan kerusakan paru paru serta kanker (Amaechi, Joseph.2015).

b. Nitrogen Oksida

Nitrogen oksida adalah senyawa yang terdiri dari nitrogen (N2) dan oksigen (O2). Nitrogen oksida dihasilkan oleh tekanan tinggi, suhu tinggi dan surplus oksigen pada mesin selama terjadinya siklus pembakaran (Anonim.2012). Dibawah kondisi tekanan dan suhu yang tinggi dalam mesin, atom nitrogen dan oksigen bereaksi membentuk nitrogen dioksida (NO2), NO2 adalah gas beracun berwarna kecoklatan dan merupakan polutan udara. NO2 bergabung dengan dengan air di udara untuk membentuk asam nitratdan menyebabkan terjadinya hujan asam. Senyawa kimia kompleks yang melibatkan NO2 yang berekasi dengan hidrokarbon membentuk asap fotokimia yang dapat meracuni manusia (Amaechi, Joseph.2015).

c. Karbon Monoksida

Karbon monoksida adalah gas beracun yang tidak berwarna, tidak berbau yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa hidrokarbon. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon dan satu oksigen tunggal yang dihubungkan bersama dan terbentuk menjadi CO yang merupakan produk hasil pembakaran yang tidak sempurna. Sebagian besar CO diproduksi bila rasio udara ke bahan bakar di dalam mesin terlalu rendah saat kendaraan dihidupkan (Amaechi, Joseph.2015).Meskipun konsentrasi karbon monoksida di udara relatif rendah, namun Karbon monoksida dapat mengikat sel darah merah dari transportasi oksigen. Pada konsentrasi CO yang normal di udara bebas, karbon monoksida akan mengoksidasi karbon dioksida CO2 dalam waktu singkat (Anonim.2012)

d. Karbondioksida

(24)

(Catalytic Converter). Kebocoran exhaust pipe dapat ditunjukkan dengan kedadaan dimana CO2 terlalu rendah namun CO dan HC normal. Kesempurnaan pembakaran ditunjukkan oleh Persen karbondioksida dalam gas buang dipergunakan (Surbhakty 1978). Dalam beberapa tahun terakhir, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika (EPA), menyebutkan bahwa karbon dioksida sebagai produk hasil pembakaran sempurna merupakan polusi, karena karbon dioksida tidak secara langsung mengganggu kesehatan manusia,tetapi termasuk sebagai gas rumah kaca yang menyebabkan panas bumi dan berpotensi menyebabkan pemanasan global (Sharaf, Juhi.2013).

e. Oksigen

(25)

f. Sulfur dioksida

Sulur dioksida adalah gas yang tidak berwarna, menyengat dan tidak mudah terbakar (Anonim.2012). Sulfur dioksida dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan, seperti menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan gejala batuk, sesak nafas, bahkan dapat menyebabkan asma (Muziansyah, Devianti,dkk.2015). Emisi sulfur dioksida dapat diatasi dengan cara mengurangi kandungan belerang dalam pembuatan bahan bakar (Anonim.2012).

g. Partikulat

PM10 merupakan partikulat yang umumnya dihasilkan oleh mesin diesel (Anonim.2012). PM10 adalah debu partikulat yang berasal dari emisi gas buang kendaraan. Partikulat berdiameter 10 µm merupakan debu yang terkandung sekitar 50%-60 di dalam partikel yang melayang di udara. Karena debu PM10 sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru paru, maka PM10 dikategorikan sebagai

Respirable Particulate Matter ( RPM ). Hal tersebut mengakibatkan terganggunya sistem pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Penumpukan partikel kecil berukuran 10 µm pada alveoli dapat menyebabkan kerusakan sistem jaringan paru paru, sedangkan debu yang ukurannya lebih kecil dari 10 µm dapat mengakibatkan iritasi mata (Muziansyah,Devianti,dkk.2015).

2.11.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emisi Gas Buang

Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:

1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat ( eksponensial)

2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada (misalnya jalan yang sempit).

3. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terputusnya kegiatan kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota.

4. Masalah turunan akibat permasalahan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauh pusat kota.

5. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.

6. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.

(26)

2.12 Gas karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) adalah salah satu polutan udara yang paling umum dan tersebar luas. Ciri dari karbon monoksida adalah tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa yang kurang larut dalam air. Karbon monoksida memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan udara. Dalam tubuh manusia, karbon monoksida bereaksi denggan haemoglobin untuk membentuk carboxyhaemoglobin. Sejumlah kecil karbon monoksida juga diproduksi secara endogen. Paparan karbon monoksida merupakan salah satu penyebab utama keracunan dan menyebabkan sejumlah besar kematian setiap tahun yang terjadi di Eropa dan Amerika (WHO Regional Office for Europe, Copenhagen, Denmark, 2000).

Sumber utama bagi karbonmonoksida di berbagai perkotaan adalah asap kendaraan. Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di berbagai perkotaan. Fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar mesin diesel merupakan formasi CO. salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO adalah percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharger. Penggunaan 21 bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah polusi bagi kendaraan bermotor merupakan strategi penurunan kadar karbon monoksida. Banyak CO dari gas buang itu tergantung dari perbandingan bahan bakar dan udara (Arends&Berenschot 1980).

Akibat pembakaran yang tidak sempurna dalam proses kerja motor, terbentuk senyawa gas beracun yaitu gas karbon monoksida (CO). Pada saat beroperasi, kendaraan mengalami proses pembakaran. Dalam proses pembakaran yang terjadi, pembakaran sering terjadi tidak sempurna dan mengakibatkan terbentuknya polutan. Polutan yang dihasilkan akan semakin besar apabila persentase ketidaksempurnaan pembakaran semakin besar.Kurangnya jumlah udara dalam campuran yang masuk ke ruang bakar dan kurangnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan proses pembakaran menciptakan pembakaran yang tidak sempurna sehingga menghasilkan gas karbon monoksida. Ketika terjadinya pembakaran sempurna, reaksi kimia yang terjadi adalah :

C + O2 CO2

Sedangkan pembakaran tidak sempurna terjadi ketika oksigen yang dibutuhkan dalam proses pembakaran tidak cukup sehingga menghasilkan CO seperti yang terlihat pada reaksi kimia berikut ini :

(27)

Emisi karbon monoksida global tahunan diperkirakan lebih besar dari 2600 juta ton, dimana sekitar 60% berasal dari aktivitas manusia dan sekitar 40% dari proses alami dan Presentase terbesar penghasil emisi gas CO ini berasal dari proses pembakaran pada knalpot kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin (WHO Regional Office for Europe, Copenhagen, Denmark, 2000).

2.13 Gas hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon adalah polutan umum yang terdiri dari berbagai senyawa organik yang dibuang ke atmosfer yang berasal dari bahan bakar yang tidak terbakar secara sempurna selama terjadinya proses pembakaran. Emisi hidrokarbon yang tidak terbakar terjadi ketika bahan bakar yang ditransportasikan kedalam mesin selama proses pembakaran menyebabkan perpindahan panas keluar melalui silinder sehingga suhu campuran terlalu rendah untuk mendukung terjadinya proses pembakaran yang sempurna. Sebagian hidrokabron yang terbakar dapat terjadi karena homogenitas udara terhadap bahan bakar yang buruk akibat dari campuran yang tidak sempurna sebelum atau selama proses pembakaran dan rasio bahan bakar yang salah di dalam silinder selama proses pembakaran, juga disebabkan arena ketidakmampuan sistem bahan bakar udara, tetesan bahan bakar yang terlalu besar dan temperatur silinder yang terlalu rendah karena pendinginan yang berlebihan yang disebabkan karena pergerakan piston sebelum pembakaran terjadi secara sempurna.

Karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) adalah hasil reaksi yang dihasilkan oleh senyawa hidrokarbon yang terbakar secara sempurna. Emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi yang disebabkan oleh bensin yang seolah dapat “bersembunyi” dari api pada saat terjadinya proses pembakaran, meskipun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=air fuel ratio) sudah tepat serta didukung desain ruang bakar yang saat ini sudah mendekati ideal, Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=air fuel ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal. Katalisator untuk mempercepat pembakaran dengan oksigen menjadi CO2 dan H2O diperlukan untuk menurunkan emisi gas HC dalam gas buang (Arismunandar ,2002).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa efek yang ditimbulkan oleh hidrokarbon terhadap kesehatan meliputi iritasi mata dan sakit kepala, gejala asma, leukemia akut, leukemia mylogeneous akut dan myeloma multiple. Efek kesehatan lainnya juga meliputi kelainan darah dan efek imunologis serta iritasi hidung, tenggorokan, sulit bernafas dan gangguan sistem saraf (Okedere.et.al.2015).

2.14 Uji Emisi Gas Buang

(28)

yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor tersebut,sehingga hasil dari uji emisi tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk pengendalian dan penyusunan regulasi terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor yang dihasilkan. Negara yang memiliki standar emisi gas buang yang ketat memiliki 5 unsur uji yang terdapat pada gas buang kendaran, kelima unsur tersebut adalah HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara negara yang memiliki standar emisi gas buang tidak terlalu ketat, hanya memiliki 5 unsur uji yang terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor, unsur unsur tersebut adalah HC, CO, CO2 dan O2, salah satu Negara tersebut termasuk Indonesia. Di Indonesia, SNI 19-7118.1-2005 digunakan sebagai acuan untuk menguji emisi gas buang kendaraan bermesin bensin pada kondisi idle, yaitu suatu kondisi dimana mesin kendaraan pada putaran dengan :

a. Sistem kontrol bahan bakar (misal : choke, akselerator) tidak bekerja; b. Posisi transmisi netral untuk kendaraan manual atau semi otomatis; c. Posisi transmisi netral atau parkir untuk kendaraan otomatis;

d. Perlengkapan atau asesoris kendaraan yang dapat mempengaruhi putaran tidak dioperasikan atau dapat dijalankan atas rekomendasi manufaktur.

Pengujian idle dilakukan dengan cara menghisap gas buang kendaraan bermotor dengan alat uji gas analyzer kemudian diukur kandungan gas karbon monoksida (CO) dan juga hidrokarbon (HC)

A. Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dengan Metoda Uji NEDC

KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI L DENGAN PENGUJIAN TIPE I

Tabel 2.7 Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dengan Pengujian Tipe I

No Kategori Parameter Nilai Ambang Batas Gram/km Metode Uji

(29)

NOx 0.15 (Cold start)

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012

UDC :Urban Driving Cycle

EUDC : Extra Urban Driving Cycle Catatan:

1. NEDC: (New European Driving Cycle)

2. Pengukuran emisi idle CO dilakukan dengan metode Pengujian Tipe II UN Regulation R40. Hasil pengukuran dicatat dalam lembar hasil uji.

3. Kategori kendaraan L3 adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga

penggeraknya.

B. Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dengan Metoda Uji WMTC

Tabel 2.8 Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dengan Metode Uji WTMC

No Kategori Parameter Nilai Ambang Batas Gram/km

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012

(30)

2-2 115 km/jam Vmax < 130 km/jam

Kelas 3 3-1 130 km/jam Vmax < 140

km/jam

3-2 Vmax 140 km/jam

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012

Catatan:

1. WMTC: (Worldwide Harmonized Motorcycle Emissions Certification Procedure)

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik kadar etanol, kadar gula, dan kadar pH etanol
Tabel 2.2 Sifat Fisika Bioetanol
Tabel 2.3 Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palma
Tabel 2.4 Perkiraan Luas Tanaman Aren di Indonesia
+5

Referensi

Dokumen terkait

• Mahasiswa dapat mengetahui kegagalan yang terjadi pada manajemen basis data terdistribusi • Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan. Protokol reliability lokal, dan

Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran.. Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93,. Tambahan Lembaran Negara

Konsep dasar Staging database, I/O dan memory,Change Data Capture (CDC). Ceramah dan diskusi

[r]

[r]

[r]

sebuah karya instrumental yang terdiri dari tiga atau empat movement.. 1 Sonata juga mengarah pada sebuah komposisi yang dimainkan

3 Metode ini diperuntukan untuk materi nahwu sharaf /materi qawaid (tata bahasa) dengan sasaran komunitas akademik. Bila dibandingkan dengan metode-metode lain, metode