BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Dalam ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan
teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian di
rumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk
melaksanakan penelitian (Sugiyono, 2005: 55).
Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun
suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana
peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka
teorinya adalah sebagai berikut:
2.1.1 Kebijakan Publik
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang
biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai
wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat dan bertanggungjawab melayani
kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian public itu sendiri dalam Bahasa Indonesia
yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum (Abidin, 2004: 17).
Menurut Carl. I. Friedrich dalam Dwijowijoto (2004:4) mendefenisikan kebijakan
diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai
suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu. Sedangkan menurut
Dimock, kebijakan publik adalah perpaduan dan kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan
keinginan-keinginan banyak orang atau golongan dalam masyarakat (Soenarko, 2003: 42-43).
Dalam melakukan kebijakan publik terlebih dahulu harus mengetahui proses
kebijakan publik. James Anderson dalam Subarsono (2005:12-13) sebagai pakar publik
menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:
1. Formulasi masalah (problem formulation): apa masalahnya, apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan, dan bagaimana masalah tersebut dapat masuk
dalam agenda pemerintah.
2. Formulasi kebijkan (formulation): bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dan siapa saja yang
berpartisipasi dalam formulasi kebijakan.
3. Penentuan kebijakan (adaption): bagaimana alternatif ditetapkan, persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi, siapa yang akan melaksanakan kebijakan,
bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan, dan apa isi dari
kebijakan yang telah ditetapkan.
4. Implementasi (implementation): siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, apa yang mereka kerjakan dan apa dampak dari isi kebijakan.
5. Evaluasi (evaluation): bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan, siapa yang mengevaluasi kebijakan, apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan, dan
Proses kebijakan ini berperan untuk memastikan bahwa kebijakan yang hendak
diambil benar-benar dilandaskan atas manfaat optimal yang akan diterima oleh publik dan
bukan asal menguntungkan pengambil kebijakan.
2.1.2 Implementasi Kebijakan
2.1.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi kebijakan merupakan
rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka
suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu, implementasi
kebijakan mempunyai kedudukan yang penting didalam kebijakan publik (Tangkilisan, 2003:
17).
James E. Anderson menjelaskan implementasi adalah menyangkut Siapa dan Apa
(apa yang dilakukan dan apa dampaknya) serta sebagai aplikasi dari kebijakan oleh pelaksana
administrasi. Sedangkan Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi
adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku
atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat
atau kejadian-kejadian (Wahab, 2001:65).
dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang
mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga
kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu:
1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam
pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menepatkan program ke dalam
tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan
lain-lainnya. Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya
menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,
melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial
yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak
yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik
yang negatif maupun yang positif (Tangkilisan, 2003:19).
2.1.2.2 Model Implementasi Menurut Para Ahli
Model implementasi dapat digunakan untuk memudahkan pelaksana kegiatan yang
telah direncanakan sebelumnya.
a. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin, maka perlu
diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan
kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan
segala sumber daya berupa dan maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi
secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik,
motivasi,kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
b. Model Grindle
Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan dan
hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi
kebijakan yang terdiri dari : (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi. (2) jenis atau tipe
manfaat yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak pengambilan
keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh
selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor
yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.
c. Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn di pengaruhi oleh enam faktor,
yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan
secara menyeluruh, (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, (3)
komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk
memakai tujuan yang hendak dicapai, (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik
organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program,
(5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6)
2.1.3 Keselamatan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris
celakaan (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan
maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, maupun di udara. Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada
segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan
umum, jasa, dan lain-lain. Keselamatan kerja menyangkut segenap poses produksi dan
distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja,
mengingat risiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju
dan mutakhir.
2.1.3.2 Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Kansil, 1997:26). Hubungan kerja di sini dapat
pekerjaan. Dalam hal ini, kecelakaan yang terjadi merupakan akibat langsung dari pekerjaan
atau terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena
kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja atau perbuatan yang tidak selamat. Dengan
kata lain kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat
mengakibatkan kecelakaan. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja kadang-kadang diperluas,
sehingga meliputi juga kecelakaan yang terjadi saat perjalanan atau transport ke dan dari
tempat kerja.
Faktor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari dimensi pokok, yaitu:
1. Berkaitan dengan sistem kerja yang merupakan penyebab utama dan kebanyakan
kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor maupun di pabrik atau
ditempat kerja lainnya.
2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa yang dalam hal akibat dan
sistem kerja, tetapi bisa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja.
Pencegahan yang harus dilakukan untuk menghindari kecelakaan antara lain
mencakup tindakan:
a. Memperhatikan faktor-faktor keselamatan kerja
b. Melakukan pengawasan yang teratur
c. Melakukan tindakan koreksi terhadap kejadian
d. Melaksanakan program diklat keselamatan kerja dan menghindari cara kecelakaan
dan menghadapi kemungkinan timbulnya kecelakaan (Abdurrahmant, 2006:109).
2.1.3.3 Tujuan Keselamatan Kerja
• Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi secara produktivitas nasional
• Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja
• Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efesien
Di dalam peraturan perundang-undang ditetapkan bahwa syarat-syarat keselamatan
kerja yakni:
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan
- Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
- Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
- Memberi kesempatan, atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya
- Memberi pertolongan pada kecelakaan
- Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
- Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan getaran
- Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
- Menyelenggarakan udara yang cukup
- Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
- Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
- Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
- Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau
barang
- Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
- Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
- Mencegah terkenah aliran listrik yang berbahaya
- Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (UU No. 1 Pasal 3 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja).
2.1.4 Kesehatan Kerja
2.1.4.1 Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga
kerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun
sosial dengan usaha preventif dan kuratif. Di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spritual maupunsosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Bidang kesehatan kerja mempunyai implikasi luas baik secara mikro maupun makro.
Potensi munculnya berbagai penyakit akibat kerja yang dialami pekerja akan merugikan
perusahaan dari segi biaya kesehatan, absen kerja yang pada ujungnya menganggu
kenyamanan kerja. Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan resiko bahaya
di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar
sekelilingnya, agar diperoleh kenyamanan kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan
tenaga kerja.
Perusahaan yang mempunyai banyak pegawai, apalagi yang memukimkan
karyawannya disuatu daerah, sebaiknya menentukan jenis atau bentuk pelayanan kedokteran
(medical service) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Pelayanan
kesehatan (health service) adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit,
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/MEN/1982 pasal
1 tentang pelayanan kesehatan kerja bahwa pelayanan kesehatan adalah usaha kesehatan yang
dilaksanakan dengan tujuan:
1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun
mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.
2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
kerjaan atau lingkungan kerja
3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga
kerja
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang
menderita sakit.
Suatu pelayanan kesehatan perusahaan dapat dikatakan baik apabaila memenuhi
1. Tersediah (available), perusahaan harus menyediakan pelayanan kesehatan untuk
karyawannya dengan cara mempunyai poliklinik atau rumah sakit, bila tidak
menyerahkannya kepada pihak ketiga
2. Wajar (appropriate), pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan, misalnya suatu
perusahaan tambang haruslah menyediahkan pelayanan bedah, karena kemungkinan
akan sering terjadi kecelakaan akibat bekerja dengan alat-alat berat (dozer, crane,
shovel, excavator).
3. Berkesinambungan (continue), pelayanan kesehatan yang memerlukan kelanjutan
harus diberikan berkesinambungan. Pemeriksaan kesehatan berkala harus dilakukan
secara periodik sehingga keadaan kesehatan karyawan bisa di pantau terus menerus.
4. Dapat diterima (acceptable), suatu perusahaan besar dengan laba yang besar tentu saja
tidak layak bila memberikan fasilitas kesehatan yang minimal. Karyawan tidak akan
menerimanya. Itu berarti pelayanan tidak acceptable. Sedangkan perusahaan yang
belum mampu meberikan pelayanan kesehatan yang lengkap sesuai standar, bisa
memberikan pelayanan yang minimal tetapi dengan memberikan penjelasan kepada
karyawannya bahwa perusahaan belum mampu. Apabila alasan ini masuk akal, maka
karyawan akan bisa menerima layanan tersebut dengan iklas. Jadi walaupun
pelayanannya minimal, tetapi tetap acceptable.
5. Dapat tercapai (accessible), pelayanan kesehatan yang diupayakan harus muda
dicapai. Karyawan yang lokasi kerjanya jauh dari tempat fasilitas kesehatan haru
mendapat jemputan untuk pemeriksaaan kesehatan, atau apabila ada kecelakaan harus
bisa cepat dijemput dengan ambulance untuk medical evacuation
6. Terjangkau (affordable), perusahaan bisa memilih pelayanan kesehatan yang sesuai
pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien, namun tidak setiap cara cocok untuk
suatu perusahaan.
2.1.5 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.5.1 Pengertian program keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu program yang dibuat pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan
dari dibuatnya program K3 adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah usaha perlindungan, pencegahan dan
penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan sebagai berikut:
• Perlindungan terhadap kecelakaan yang dapat menimpah:
- Tenaga kerja (pegawai dan non pegawai) dan orang lain yang berada ditempat
kerja/ berhubungan dengan kegiatan Perseroan (umum dan pelanggan)
- Sumber produksi seperti material, peralatan, bangunan, instalasi dan aset
perseroan lainnya
- Proses produksi, seperti pembangunan, pembangkitan, penyaluran, dan
distribusi tenaga listrik
- Hasil produksi, seperti pemanfaatan tenaga listrik oleh pelanggan
yang artinya keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Aspek lingkungan dalam kaitannya
dengan kesehatan dan keselamatan kerja juga merupakan hal yang sangat penting, namun
dalam pembahasan berikut yang akan menjadi fokus utamanya adalah keselamatan dan
kesehatan kerja (Suria, 2011:130).
Menurut Sedarmayanti (2000), mengemukakan bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja adalah pengawasan terhadap manusia, mesin, material dan metode yang mencakup
lingkungan kerja agar karyawan tidak mengalami cidera. Keselamatan dan kesehatan kerja
juga memiliki sasaran yang hendak dicapai yaitu:
1. Didokumentasikan, diterapkan dan dirawat.
2. Terukur, dapat diterapkan dan sesuai denga
3. Mengacu pada pemenuhan peraturan perundang-undangan terkait
pada pilihan teknologi, pendanaan, persyaratan bisnis dan operasional serta
pandangan pihak ke tiga yang berhubungan dengan aktivitas operasional
organisasi/perusahaan).
2.1.5.2 Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penerapan K3
pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tenta
Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
Dari penjabaran tujuan penerapan K3 di tempat kerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja di atas terdapat harmoni mengenai
penerapan K3 di tempat kerja antara Pengusaha, Tenaga Kerja dan Pemerintah/Negara.
Sehingga di masa yang akan datang, baik dalam waktu dekat ataupun nanti, penerapan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Indonesia dapat dilaksanakan secara nasional
menyeluruh dari Sabang sampai Meraoke. Seluruh masyarakat Indonesia sadar dan paham
betul mengenai pentingnya K3 sehingga dapat melaksanakannya dalam kegiatan sehari-hari
baik di tempat kerja maupun di lingkungan tempat tinggal.
2.1.6 Kenyamanan
2.1.6.1 Pengertian Kenyamanan
Menurut KamusBesarBahasaIndonesia, nyaman adalah segar; sehatsedangkan
kenyamananadalah keadaannyaman;kesegaran;kesejukan. Kolcaba(2003) menjelaskanbahwa
kenyamaansebagaisuatukeadaantelahterpenuhinya kebutuhandasarmanusiayang
bersifatindividualdanholistik.Dengan terpenuhinya kenyamanan dapat menyebakan
perasaan sejahtera pada diri individu tersebut.
Kenyamanandanperasaannyamanadalahpenilaian komprehensif seseorang terhadap
lingkungannya. Manusiamenilai kondisi lingkungan berdasarkanrangsangan
yangmasukkedalamdirinyamelaluikeenamindera
melaluisyarafdandicernaolehotakuntukdinilai.Dalamhaliniyangterlibat tidakhanya
masalahfisikbiologis,namunjuga perasaan. Suara,cahaya,bau,suhu
danlain-lainrangsanganditangkapsekaligus,laludiolaholehotak.Kemudian otak
akanmemberikanpenilaian relatifapakahkondisiitunyamanatautidak.
kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung padaorangyang
mengalamisituasitersebut.Kitatidakdapatmengetahuitingkat kenyamananyang dirasakanorang
lainsecaralangsung ataudenganobservasi melainkanharusmenanyakanlangsung padaorang
tersebutmengenaiseberapa nyaman dirimereka, biasanyadenganmenggunakan istilah-istilah
sepertiagak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman,atau mengkhawatirkan.
Berdasarkanuraiandiatasdapatdisimpulkanbahwa kenyamananadalah
suatukontinumperasaandaripaling nyamansampaidenganpalingtidaknyaman yang
dinilaiberdasarkanpersepsimasing-masing individupadasuatu halyang dimananyaman
padaindividu tertentu mungkinberbedadengan individulainnya.
Aspek Dalam Kenyamanan
Menurut Kolcaba (2003)aspekkenyamanan terdiri dari:
a. Kenyamananfisikberkenaandengansensasitubuhyangdirasakanoleh individu
itu sendiri.
b. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang
meliputikonsepdiri,harga diri,maknakehidupan,seksualitashingga
hubunganyangsangat dekat dan lebih tinggi.
c.Kenyamanan lingkungan berkenaandenganlingkungan,kondisidan
pengaruhdariluarkepada manusia sepertitemperatur,warna,suhu,
pencahayaan.
2.1.6.2 Faktor-faktoryang Mempengaruhi Kenyamanan
a. Sirkulasi
Kenyamanandapatberkurang karenasirkulasiyangkurangbaik,sepertitidak
adanyapembagianruangyang jelasuntuksirkulasimanusiadan kendaraan
bermotor,atautidakadapembagiansirkulasiantararuang satudenganlainnya.
Sirkulasidibedakanmenjadiduayaitusirkulasididalamruangdansirkulasidi luarruang
atauperalihanantaradalamdanluarsepertifoyerataulobby,koridor, atau hall.
b. Daya alam atau iklim
1. Radiasi matahari
Dapatmengurangikenyamananterutamapadasiang hari,sehinggaperluadanya peneduh.
2. Angin
Perlu memperhatikan arah angin dalam menata ruang sehingga tercipta
pergerakananginmikroyangsejukdanmemberikankenyamanan.Padaruang
yang luas perlu diadakan elemen-elemen penghalang angin supaya kecepatan
anginyangkencangdapat dikurangi.
3. Curah hujan
Faktucurahsering menimbulkangangguanpadaaktivitasmanusiadiruang luar
sehinggaperlu di sediakan tempat berteduh apabilaterjadi hujan (shelter,gazebo).
4. Temperatur
Jikatemperaturruangsangatrendahmaka temperaturpermukaankulitakan
menurundansebaliknyajikatemperatur dalam ruang tinggiakanmengalami
kenaikanpula. Pengaruhbagiaktivitaskerja adalahbahwa temperaturyangterlalu
dinginakanmenurunkangairahkerjadantemperaturyang terlampaupanasdapat membuat
c. Kebisingan
Pada daerahyangpadatsepertiperkantoranatauindustri,kebisinganadalahsalah
satumasalahpokokyangbisamengganggukenyamananpara pekerjayangberada
disekitarnya.Salahsatucara untukmengurangikebisinganadalahdengan menggunakan
alat pelindungdiri (ear muff, ear plug).
d. Aroma atau bau-bauan
Jikaruang kerjadekatdengantempatpembuangansampahmakabauyang tidak
sedapakanterciumolehorangyang melaluinya.Haltersebutdapatdiatasidengan
memindahkansumberbautersebutdanditempatkanpadaareayangtertutupdari
pandanganvisualsertadihalangioleh tanamanpepohonanatausemakataupun dengan
peninggian mukatanah.
e. Bentuk
Bentuk dari rencana konstruksiharusdisesuaikandenganukuranstandarmanusia agar
dapat menimbulkanrasanyaman.
f. Keamanan
Keamananmerupakanmasalah terpenting,karena ini dapatmengganggudan
menghambataktivitasyangakandilakukan.Keamananbukansajaberartidari
segikejahatan(kriminal),tapijugatermasukkekuatan konstruksi,bentukruang, dan
kejelasanfungsi.
nyamankarenabebasdarikotoransampahataupunbau-bauanyang tidaksedap.
Padadaerahtertentuyang menututkebersihantinggi,pemilihanjenispohondan semak
harus memperhatikan kekuatan daya rontok daun dan buah.
h. Keindahan
Keindahan merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kenyamanankarena mencakupmasalahkepuasanbatindanpanca indera.Untuk menilai
keindahancukupsulitkarenasetiap orang memilikipersepsiyang berbeda
untukmenyatakansesuatuituadalah indah. Dalamhalkenyamanan,keindahan dapat
diperoleh dari segibentuk ataupun warna.
i. Penerangan
Untuk mendapatkanpenerangan yangbaik dalam ruangperlu memperhatikan
beberapa halyaitu cahayaalami,kuat penerangan,kualitascahaya,daya penerangan,
pemilihan dan perletakan lampu. Pencahayaan alami di sinidapat
membantupeneranganbuatan dalam batas-batas tertentu, baikdan kualitasnya maupun
jarak jangkauannyadalam ruangan.
2.2 Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2005:70).
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka penulis mengemukakan hipotesis
sebagai berikut:
Ada pengaruh antara pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) terhadap kenyamanan kerja karyawan.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh antara pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) terhadap kenyamanan kerja karyawan.
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial
(Singarimbun, 1987: 33).
Dengan konsep, maka akan dapat melakukan abstraksi dan menyederhanakan
pemikirannya melalui penggunaan suatu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu
dengan lainnya. Dan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kenyamanan kerja karyawan
sangat berpengaruh terhadap kenyamanan karyawan dimana tanpa adanya jaminan
keselamatan dan kesehatan maka karyawan akan merasa diri mereka tidak dilindungi dan
yang pada akhirnya membuat kinerja karyawan menurun karena tidak merasakan nyaman
dalam bekerja. Oleh sebab itu, konsep yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka konsep pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
kenyamanan kerja karyawan Keselamatan dan
Operasionalisasi secara sederhana mengacuh pada langkah-langkah,
prosedur-prosedur atau operasi-operasi yang akan melalui pengukuran dan identifikasi
variabel-variabel yang akan di observasi . definisi operasional menurut Singarimbun (2006:46) adalah
unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengatur suatu variabel. Dengan
kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Berdasarkan telaah pustaka dan perumusan hipotesis, maka
variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (x)
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat
bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan dan
penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian serta kondisi yang merujuk pada kondisi fisik
karyawan agar terhindar dari penyakit yang ditimbulkan akibat kerja yang dapat mengganggu
aktivitas karyawan (Serdamayanti, 2004).
Adapun indikator-indikator keselamatan dan kesehatan kerja yaitu sebagai berikut
- Ketersediaan alat-alat pelindung
- Pembinaan SDM melalui pendidikan dan training
- Pengetahuan
- Jaminan kecelakaan kerja dan frekuensi kecelakaan kerja
- Adanya kelengkapan unit perusahaan seperti alat pemadam kebakaran, kotak
P3K dan lain-lain
- Pelayanan kesehatan
- Kebersihan lingkungan, air dan udara di tempat kerja
- Fasilitas kesehatan yang diberikan oleh perusahaan seperti rumah sakit
2. Variabel Terikat (Y)
Kenyamanan adalah suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai dengan
paling tidak nyaman yang dinilai berdasarkan persepsi masing-masing individu pada suatu
hal yang dimana nyaman pada individu tertentu mungkin berbeda dengan individu
lainnya. (Sanders dan McCormick, 1993) (Kolcaba, 2003).
Kenyamanan kerja karyawan dengan indikator sebagai berikut:
- Sikap karyawan untuk meningkatkan kualitas kerja
- Keahlian dan keterampilan karyawan didalam bidang pekerjaan
- Kemampuan menyelesaikan pekerjaan
- Disiplin kerja
- Keluhan dan pujian atasan
- Keberhasilan dan kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan