BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (2011),
dikatakan bahwa radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel
bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang
dilaluinya. Amsyari (1989) juga mendefinisikan radiasi sebagai suatu proses
dimana energi dilepaskan oleh atom-atom. Radiasi biasanya diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu: Radiasi Korpuskuler (corpuscular radiation),
adalah suatu pancaran atau aliran dari atom-atom dan/atau partikel sub-atom, yang
mempunyai kemampuan untuk memindahkan energi geraknya atau energi
kinetiknya (kinetic energy) ke bahan-bahan yang mereka tumbuk/bentur; Radiasi
Elektromagnetis, adalah suatu pancaran gelombang (gangguan medan elektris dan
magnetis) yang dilaluinya (medium).
Akhadi (2000) dalam Sari (2012) mengatakan bahwa radiasi yang diterima
oleh manusia dapat berasal dari sumber eksternal maupun internal. Sumber
eksternal adalah sumber yang berada di luar tubuh manusia, sedangkan sumber
internal adalah sumber radiasi yang berada di dalam tubuh manusia. Berikut
merupakan uraiannya:
1. Sumber radiasi eksternal, contoh sumber radiasi ekternal adalah:
a. Radiasi alamiah
Radiasi alamiah dapat berupa radiasi yang berasal dari luar angkasa,
lapisan kerak bumi. Radiasi yang berada di lapisan kerak bumi ini adalah
zat radioaktif yang sudah ada sejak terbentuknya bumi dan tersimpan di
lapisan kerak bumi.
b. Penyinaran medik
Radiasi medik adalah radiasi yang sengaja diberikan kepada manusia
(pasien), yaitu radiasi yang digunakan bagi keperluan diagnosa ataupun
terapi. Dalam dunia kedokteran dikenal penyianaran luar dan dalam.
c. Penyinaran dari kegiatan industri
Dalam jaman teknologi modern dewasa ini pesawat sinar-X atau sistem
yang mengandung zat radioaktif banyak digunakan dalam kegiatan
radiografi industri, dan dalam industri lain, juga banyak digunakan dalam
irradiator untuk sterilisasi, dan dalam kegiatan hidrologi.
2. Sumber radiasi internal
Sumber radiasi internal berupa unsur-unsur radioaktif yang masuk dan terikat
oleh organ tertentu oleh tubuh. Terikatnya unsur tersebut disebabkan oleh
unsur radioaktif tersebut memiliki sifat kimia yang sama dengan unsur yang
stabil. Karena sifat kimia yang sama, maka organ tubuh tidak mampu
membedakan antara unsur-unsur radioaktif dan unsur stabil. Sumber ini akan
memancarkan radiasinya ke sekeliling organ dimana sumber tersebut terikat.
Jika suatu unsur radioaktif yang tidak diperlukan masuk ke dalam tubuh,
maka unsur tersebut tidak akan terikat oleh organ tertentu melainkan akan
Akhadi (2000) dalam Helena (2010) mengatakan bahwa jenis-jenis dari
radiasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat mengionisasi atom-atom atau
materi yang dilaluinya. Karena terjadinya proses ionisasi ini maka pada
materi yang dilalui radiasi akan terbentuk pasangan ionisasi postif dan
ionisasi negatif. Secara garis besar radiasi pengion dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik dikelompokkan berdasarkan frekuensi atau
panjang gelombang. Saah satu contoh dari radiasi elektromagnetik ini
adalah sinar-X.
b. Radiasi partikel
Radiasi partikel merupakan radiasi yang dipancarkan oleh inti-inti atom
atau partikel radioaktif. Contohnya adalah positron, neutron, dan inti-inti
ringan. Radiasi partikel umumnya dibuat oleh manusia, seperti reaktor
nuklir, akselator, dan iridiator.
2. Radiasi bukan pengion
Radiasi bukan pengion adalah jenis radiasi yang tidak mampu mengionisasi
materi yang dilaluinya. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi cahaya
2.1.1 Efek Radiasi
Mayerni, dkk (2013) mengatakan bahwa jika radiasi mengenai tubuh
manusia, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yakni: berinteraksi dengan
tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Interaksi radiasi dengan materi biologi
diawali dengan terjadinya interaksi fisik yaitu terjadinya proses eksitasi dan atau
ionisasi, yang terjadi dalam waktu 10 detik setelah paparan radiasi. Radiasi (dalam
hal ini radiasi pengion) dapat memutuskan ikatan dalam molekul DNA yang
mengakibatkan mutasi, kematian sel atau karsinogenesis.
Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses
perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat
berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan
tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi bila kerusakan yang terjadi
terlalu banyak melebihi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan
tidak dapat berlangsung secara tepat dan sempurna sehingga menghasilkan DNA
dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi. Bila proses perbaikan
berlangsung dengan baik dan sempurna dan juga tingkat kerusakan yang dialami
sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaan sebelum
terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat, maka akan
dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi mengalami perubahan. Artinya sel
tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi sudah menjadi sel yang baru atau
abnormal yang hidup. Selain itu bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat
parah atau bila proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik maka sel akan
Radiasi juga dapat memberikan efek deterministik pada organ reproduksi
atau gonad, yaitu sterilitas atau kemandulan. Pengaruh radiasi pada sel telur
sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi.
Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopause dini sebagai akibat dari
gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis terendah yang diketahui dapat
menyebabkan sterilisitas sementara adalah 0,65 Gy. Dosis ambang sterilitas
menurut ICRP 60 adalah 2,5-6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an) sterilitas
permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu 12-15 Gy. Tetapi pada usia
40-an dibutuhkan dosis 5-7 Gy. Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal
dengan efek pewarisan yang terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel
pembawa keturunan (sel sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik yang
terjadi akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan individu yang
terpapar. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang
terjadi bervariasi, dari ringan hingga kehilangan fungsi, atau kelainan anatomi
yang parah dan bahkan kematian prematur. Dalam hal ini pria lebih sensitif
terhadap paparan radiasi jika dibandingkan dengan wanita (Dwipana, 2015).
Selain itu, radiasi juga dapat memberikan efek pada janin dalam
kandungan. Hal ini sangat tergantung pada usia kehamilan pada saat terpapar
radiasi. Dosis ambang yang dapat menimbulkan efek pada janin adalah 0.05 Gy.
Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas tiga tahap, yakni: tahap
satu yaitu pre-implantasi dan implantasi yang dimulai dari proses pembuahan
sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai usia
janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2-7 minggu. Efek
yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap
ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu dengan pengaruh
radiasi berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Janin juga beresiko
terhadap efek stokastik dan yang paling besar adalah resiko terjadinya leukemia
pada masa anak-anak. Kemunduran mental diduga terjadi karena malformasi
sel-sel saraf di otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang
diperkirakan 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8-15 minggu dan sekitar 0,4-0,6 Gy
untuk usia kehamilan 6-25 minggu. Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja
selama dosis radiasi yang mungkin diterimanya harus selalu dikontrol secara
tepat. ICRP merekomendasikan pembatas dosis yang diterima permukaan perut
wanita hamil tidak lebih dari 1 mSv (Dwipayana, 2015).
Menurut Anwar (2011) efek dari radiasi pengion dapat dibagi menjadi 3
jenis, antara lain:
1. Efek somatik (non stokastik) adalah efek yang secara pasti dapat terjadi pada
seseorang yang menerima penyinaran dan pasti penyebabnya adalah radiasi
yang diberikan pada orang tersebut. Efek ini termasuk ke dalam efek segera.
Efek ini timbul dengan masa tenggang yang bergantung pada dosis yang
diberikan pada seseorang dan juga bergantung pada karakter biologi dari
gejala yang muncul. Misalnya eritema kulit, akan muncul kira-kira jangka
waktu tiga minggu setelah diberikan penyinaran dengan dosis beberapa ratus
setelah penyinaran jika dosis yang diberikan lebih dari 1000 rad. Timbulnya
efek deterministik (efek somatik) menurut jangka waktu terbagi 2, yaitu:
a. Efek somatik jangka pendek, yaitu efek yang timbul dalam waktu
beberapa menit, jam, minggu sejak penyinaran radiasi. Dosis radiasi
ionisasi tertentu dibutuhkan untuk menghasilkan efek biologi segera
setelah radiasi.
b. Efek somatik jangka panjang, yaitu efek yang timbul setelah beberapa
bulan atau tahun setelah penyinaran radiasi ionisasi. Efek ini timbul dari
dosis radiasi seluruh atau sebagian tubuh yang tinggi, atau karena dosis
rendah yang kronis selama bertahun-tahun.
2. Efek somatik-stokastik adalah efek yang dialami sel-sel somatik pada orang
yang menerima penyinaran. Secara statistik beberapa efek tertunda tidak
dapat dipastikan akan diderita oleh orang yang menerima penyinaran, karena
itu efek ini disebut efek somatik-stokastik, misalnya tingginya kejadian
leukimia dikalangan ahli radiologi secara statistik tidak dapat diduga secara
pasti karena para ahli tersebut selalu mendapat medan radiasi. Hal ini berarti
bahwa tidak semua ahli radiologi akan mengalami efek somatik (segera
maupun tertunda), tetapi dapat diduga bahwa jumlah penderita leukemia yang
kemungkinan dialami para ahli radiologi akan lebih banyak jika dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak menerima radiasi penyinaran.
3. Efek stokastik adalah efek genetik yang disebabkan oleh rusaknya sel genetik,
oleh karena itu tidak diderita oleh yang menerima penyinaran, tetapi
Efek genetik ini terdistribusi pada anggota suatu kelompok secara acak dan
konsekuensi kliniknya merupakan konsekuensi tertunda.
2.2 Pemanfaatan Sumber Radiasi
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008, dikatakan bahwa
salah satu kegiatan yang termasuk dalam pemanfaatan sumber radiasi (dalam hal
ini radiasi pengion) adalah penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan
dalam radiologi diagnostik dan intervensional. Dalam peraturan ini, diatur bahwa
setiap orang atau badan yang akan melaksanakan pemanfaatan sumber radiasi
pengion dan bahan nuklir wajib memiliki izin dari Kepala Bapeten. Adapun
persyaratan dalam memperoleh izin tersebut adalah:
1. Administrasi, yang meliputi: identitas pemohon izin; akta pendirian badan
hukum atau badan usaha; Izin dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh
instansi lain yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan lokasi Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir.
2. Teknis, yang meliputi:
a. Prosedur operasi;
b. Spesifikasi teknis Sumber Radiasi Pengion atau Bahan Nuklir yang
digunakan, sesuai dengan standar keselamatan atau proteksi radasi;
c. Perlengkapan proteksi radiasi dan/atau peralatan keamanan Sumber
Radioaktif;
d. Program proteksi dan keselamatan radiasi dan/atau program keamanan
e. Laporan verifikasi keselamatan radiasi dan/atau keamanan Sumber
Radioaktif;
f. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan oleh dokter
yang memiliki kompetensi, yang ditunjuk pemohon izin, dan disetujui
oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan dan/atau
g. Data kualifikasi personil, yang meliputi:
1) Petugas proteksi radiasi dan personil lain yang memiliki kompetensi;
2) Personil yang menangani Sumber Radiasi Pengion; dan/atau
3) Petugas keamanan Sumber Radioaktif atau Bahan Nuklir.
3. Khusus, persyaratan ini hanya berlaku untuk pemanfaatan sumber radiasi
pengion jenis tertentu saja.
2.2.1 Radiologi
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan
dengan studi dan penerapan teknologi pencitraan seperti x-ray dan radiasi untuk
mendiagnosa dan mengobati penyakit. Pelayanan radiologi merupakan pelayanan
medis yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan
terapi, termasuk teknik pencitranaan dan penggunaan emisi radiasi dengan
sinar-X, radioaktif, ultrasonografi, dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1014/MENKES/SK/XI/2008, pelayanan radiologi merupakan sebagai bagian yang
terintegrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari
fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi
sudak selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas.
Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik
khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan sederhana,
seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan
yang berskala besar seperti Rumah Sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan
berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi
diagnostik, yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion
(Kepmenkes RI, 2008).
2.2.2 Jenis-jenis Pemerikasaan Radiologi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 780 Tahun 2008, ruang
lingkup dari pelayanan radiologi meliputi: palayanan radiologi diagnostik,
radioterapi, dan kedokteran nuklir.
1. Radiologi Diagnostik
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana
a. Pelayanan Radiodiagnostik
Pelayanan radiodiagnostik merupakan pelayanan untuk melakukan
diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi: pelayanan
X-ray konvensional, CT Scan, dan mammografi.
b. Pelayanan Imejing Diagnostik
Pelayanan imejing diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan:
diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain
pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging/MRI, USG.
c. Pelayanan Radiologi Intervensional.
Pelayanan radiologi intervensional menggunakan peralatan radiologi
X-ray (Angiografi, CT). Pelayanan ini menggunakan radiasi pengion dan
non pengion. Menurut Muniarty, dkk (2006), radiologi intervensional
merupakan suatu tindakan atau prosedur yang menggunakan sinar-X
sebagai panduan untuk melakukan diagnosa maupun intervensi non
bedah dalam ilmu kedokteran.
Jenis pesawat sinar-X untuk diagnostik meliputi:
a. Pesawat Sinar-X Terpasang Tetap;
b. Pesawat Sinar-X Mobile, yang ditempatkan dalam:
1) Ruangan; dan
2) Mobile station.
c. Pesawat Sinar-X Tomografi;
d. Pesawat Sinar-X Pengukur Densitas Tulang;
1) C-Arm; dan
2) Konvensional.
f. Pesawat Sinar-X C-Arm Penunjang Bedah;
g. Pesawat Sinar-X Mamografi, yang ditempatkan dalam:
1) Ruangan; dan
2) Mobile station.
h. Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi, meliputi:
1) Intraoral Konvensional;
2) Intraoral Digital;
3) Ekstraoral Konvensional;
4) Ekstraoral Digital; dan
5) CBCT-Scan.
i. Pesawat Sinar-X Fluoroskopi; dan
j. Pesawat Sinar-X CT-Scan.
2. Radioterapi
Pelayanan radioterapi ini hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis,
atau dokter gigi spesialis. Pelayanan radioterapi harus memperhatikan
penempatan peralatan radioterapi untuk menjamin sistem rujukan di suatu
wilayah propinsi tertentu. Jenis pesawat sinar-X untuk penunjang radioterapi
meliputi:
a. Pesawat Sinar-X Simulator;
c. Pesawat Sinar-X CT-Scan Simulator; dan
d. Pesawat Sinar-X C-Arm untuk Brakhiterapi.
3. Kedokteran Nuklir
Pelayanan kedokteran nuklir ini hanya dapat diselenggarakan di Rumah Sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. Jenis
pesawat sinar-X yang digunakan untuk kedokteran nuklir adalah pesawat
Sinar-X CT-Scan.
2.2.3 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014 Tahun 2008,
diatur sumber daya manuasia yang ada di unit radiologi dalam hal ini adalah
radiologi diagnostik digolongkan berdasarkan jenis pelayanan kesehatannya.
Berikut merupakan uraiannya.
1. Rumah Sakit Kelas A atau setara
Tabel 2.1 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas A atau Setara
No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah
1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 6 orang
2. Radiografer D-III teknik
5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 2 orang 6. Tenaga Teknik Informasi S-1 1 orang 7. Perawat D-III Keperawatan
Memiliki SIP
4 orang
2. Rumah Sakit Kelas B atau setara
Tabel 2.2 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas B atau Setara
No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah
1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 2 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi
Memiliki SIKR
5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 6. Perawat D-III Keperawatan
Memiliki SIP
2 orang
7. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap
SMU/Sederajat 3 orang
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No. 1014 Tahun 2008
3. Rumah Sakit Kelas C atau setara
Tabel 2.3 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas C atau Setara
No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah
1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi
Memiliki SIKR
5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 6. Perawat D-III Keperawatan
Memiliki SIP
1 orang
7. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap
SMU/Sederajat 2 orang
4. Rumah Sakit Kelas D atau setara
Tabel 2.4 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas D atau Setara
No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah
1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi
Memiliki SIKR
4. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 5. Tenaga Admnistrasi
dan kamar gelap
SMU/Sederajat 1 orang
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No. 1014 Tahun 2008
5. Puskesmas perawatan plus dan sarana kesehatan lain selain Rumah Sakit
Tabel 2.5 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Puskesmas Perawatan Plus dan Sarana Kesehatan Lain selain Rumah Sakit
No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah
1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi
Memiliki SIKR
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No. 1014 Tahun 2008
2.3 Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (Perkabapeten, 2013).
Proteksi radiasi ditujukan agar kelompok/orang yang berhubungan atau
bekerja dengan radiasi pengion diusahakan agar:
1. Dapat mempunyai apresiasi tentang proteksi radiasi dan sekaligus
2. Dapat menjadi kawan yang baik dari radiasi pengion sehingga dapat
memperoleh manfaat secara maksimum dari radiasi tersebut dengan
kemungkinan menderita kerugian atau resiko yang minimum (Akhadi, 2000).
Anwar (2011) mengatakan bahwa, karena adanya efek-efek yang sangat
membahayakan bagi manusia yang terkena paparan radiasi maka untuk
mengeliminir efek yang diakibatkan maka perlunya sistem proteksi radiasi. Untuk
menentukan sistem proteksi, pengawasan dan standar protesi radiasi maka
terdapat lembaga/badan-badan yang menetukan standar proteksi radiasi yaitu:
1. Komisi Internasional proteksi radiasi
Komisi internasional proteksi radiasi, International Commision on
Radiological Protection (ICRP) adalah badan yang mempunyai tugas untuk
menciptakan pedoman dalam hal proteksi radiasi, membahas prinsip-prinsip
dasar proteksi radiasi dan kepada berbagai komite proteksi nasional
memberikan tanggung jawab untuk memperkenalkan aturan-aturan teknis.
2. Badan tenaga atom internasional atau International Atomic Energi Agency
Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency
(IAEA) adalah sebuah organisasi independen yang didirikan pada tanggal 29
Juli 1957 dengan tujuan mempromosikan penggunaan energi nuklir secara
damai serta menangkal penggunaannya untuk keperluan militer.
3. Komisi satuan dan pengukuran radiologi internasional
Komisi satuan dan pengukuran radiologi internasional atau International
mengembangkan rekomendasi mengenai satuan dan pengukuran radiologi yg
secara internasional dapat diterima, terutama dalam masalah masalah:
a. Besaran dan satuan radiologi dan radioaktivitas
b. Prosedur yang tepat untuk pengukuran dan penerapan besaran-besaran
tesrsebut dalam radiologi klinis dan radiobiologi yg di perlukan dalam
penerapan prosedur tersebut yang bila digunakan akan menjamin
keseragaman dalam pelaporan.
4. BATAN (Badan Tenaga Nuklir), yang selanjutnya dikhususkan menjadi
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomr 33 Tahun 2007, persyaratan
keselamatan atau proteksi radiasi meliputi: persayaratan manajemen; persyaratan
proteksi radiasi; persyaratan teknik; dan persyaratan; verifikasi keselamatan.
2.3.1 Persyaratan Manajemen
Dalam Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011, dikatakan bahwa yang
menjadi persyaratan manajemen proteksi radiasi meliputi:
1. Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi
Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi adalah Pemegang Izin dan personil
yang terkait dengan penggunaan pesawat sinar-X. Adapun tanggung jawab
pemegang izin adalah:
a. Menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi dan
keselamatan radiasi;
b. Memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil yang sesuai
c. Menyelenggarakan pelatihan Proteksi Radiasi;
d. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi;
e. Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi; dan
f. Melaporkan kepada Kepala BAPETEN mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan.
2. Personil
Pemegang Izin harus menyediakan personil sesuai dengan jenis pesawat
sinar-X yang digunakan dan tujuan penggunaan. Personil tersebut terdiri dari:
a. Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten, dengan tugas
dan tanggung jawab:
1) Menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien;
2) Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau
intervensional dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan
sebelumnya;
3) Mengoperasikan pesawat sinar-X fluoroskopi;
4) Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk
mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan
mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik;
5) Menetapkan prosedur diagnosis dan Intervensional bersama dengan
fisikawan medik dan/atau radiografer;
6) Mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan
7) Menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anak-anak,
b. Kualifikasi Tenaga Ahli yang harus memiliki latar belakang pendidikan
paling kurang S2 (strata dua) fisika medik. Tugas dan tanggung jawab
dari Tenaga Ahli (Qualified Expert) adalah:
1) Meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan
2) Memberikan pertimbangan berdasarkan aspek keselamatan radiasi,
praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan secara
komprehensif untuk peningkatan layanan Radiologi Diagnostik dan
Intervensional kepada Pemegang Izin.
c. Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi, dengan tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:
1) Menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien;
2) Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanan diagnosis dengan
mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya;
3) Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk
mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan
mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik;
4) Menetapkan prosedur diagnosis mengevaluasi kecelakaan radiasi
dari sudut pandang klinis; dan
5) Menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anak-anak,
dan pemeriksaan kesehatan Pekerja Radiasi.
d. Kualifikasi Fisikawan Medik dengan latar belakang pendidikan paling
kurang S-1 (strata satu) fisika medik atau yang setara. Tugas dan
1) Berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus
keberadaan sumber daya manusia, peralatan, prosedur, dan
perlengkapan proteksi radiasi;
2) Menyelenggarakan uji kesesuaian pesawat sinar-X apabila instalasi
tersebut memiliki peralatan yang memadai;
3) Melakukan perhitungan dosis terutama untuk menentukan dosis
janin pada wanita hamil;
4) Merencanakan, melaksanakan, dan supervise prosedur jaminan mutu
apabila dimungkinkan;
5) Berpartisipasi dalam investigasi dan evaluasi kecelakaan radiasi;
2) Berpartisipasi pada penyusunan dan pelaksanaan program pelatihan
proteksi radiasi; dan
3) Bersama Dokter Spesialis Radiologi dan Radiografer, memastikan
kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan justifikasi dosis yang
diterima oleh pasien.
e. Petugas Proteksi Radiasi, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1) Membuat dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan
radiasi;
2) Memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan
radiasi;
3) Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi
4) Meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di
semua tempat di mana pesawat sinar-X digunakan;
5) Memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan
keselamatan radiasi;
6) Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi;
7) Memelihara rekaman;
8) Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan;
9) Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam
hal paparan darurat;
10) Melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi; dan
11) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi
dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan.
f. Radiografer, dengan harus memiliki latar belakang pendidikan paling
kurang D-III (diploma tiga) Radiologi. Sedangkan untuk operator
Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi harus memiliki latar belakang
pendidikan paling kurang SLTA atau setara dan telah mendapat pelatihan
khusus dalam pengoperasian Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi.
Radiografer dan Operator Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi memiliki
tugas dan tanggung jawab:
1) Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan
2) Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan
paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan
3) Melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap.
3. Pelatihan Proteksi Radiasi
Pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi harus diselenggarakan oleh
Pemegang Izin. Pelatihan paling kurang mencakup materi: peraturan
perundang-undangan ketenaganukliran; sumber Radiasi dalam pemanfaatan
tenaga nuklir; efek biologi radiasi; satuan dan besaran radiasi; prinsip proteksi
dan keselamatan radiasi; alat ukur Radiasi; dan tindakan dalam keadaan
kedaruratan.
4. Pemantuan Kesehatan
Pemantauan kesehatan adalah pemantauan secara sistematis terhadap
kesehatan pekerja untuk mengidentifikasi adanya gejala atau tanda kerusakan
awal akibat Paparan Radiasi dan menentukan tindakan pencegahan dampak
kesehatan jangka panjang atau permanen. Dalam Perkabapeten Nomor 6
Tahun 2010, dikatakan bahwa Pemegang Izin wajib untuk menyelenggarakan
pemantauan kesehatan. Pemantauan Kesehatan ini bertujuan untuk:
a. Menilai kesehatan pekerja radiasi baik dari aspek fisik maupun
psikologis;
b. Memastikan kesesuaian antara kesehatan pekerja dan kondisi
pekerjaannya;
c. Memberikan pertimbangan dalam menangani kejadian kontaminasi atau
d. Menyediakan Rekaman yang dapat memberikan informasi untuk:
1) Penanganan kasus paparan kecelakaan atau penyakit akibat kerja;
2) Evaluasi statistik mengenai penyakit yang mungkin berhubungan
dengan kondisi kerja;
3) Data medico legal; dan
4) Kajian terhadap manajemen proteksi radiasi.
Pemantauan Kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan Kesehatan, adalah pemeriksaan terhadap pekerja radiasi
yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk memastikan
bahwa pekerja dalam kondisi sehat atau fit dalam menjalankan tugasnya
terkait radiasi. Hasil pemeriksaan kesehatan berlaku paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal pemeriksaan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
1) Pemeriksaan Kesehatan Umum, dilaksanakan pada saat sebelum
bekerja, selama bekerja, dan pada saat akan memutuskan hubungan
kerja. Pemeriksaan kesehatan umum meliputi: anamnesis; riwayat
penyakit dan keluarga; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan
laboratorium. Dengan tujuan:
a) Memastikan bahwa kondisi atau status kesehatan pekerja
mampu untuk melaksanakan tugas sebagai pekerja radiasi yang
dibebankan kepadanya;
b) Memberikan informasi tentang data dasar status kesehatan
pekerja radiasi sebelum menjalankan tugasnya terkait dengan
c) Mengklasifikasi status kesehatan pekerja radiasi dalam kategori
sehat untuk bekerja, sehat untuk bekerja dalam kondisi tertentu
dan tidak sehat untuk bekerja.
2) Pemeriksaan Kesehatan Khusus, dilaksanakan pada saat pekerja
radiasi mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi
dan pada saat penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan
paparan radiasi berlebih. Pemeriksaan kesehatan khusus meliputi:
a) Pemeriksaan darah lengkap;
b) Pemeriksaan sperma; dan/atau
c) Pemeriksaan aberasi kromosom.
b. Konseling, dilaksanakan melalui:
1) Pemeriksaan psikologi; dan/atau
2) Konsultasi.
Konseling sebagaimana diberikan kepada:
1) Pekerja wanita yang sedang hamil atau diduga hamil;
2) Pekerja wanita yang sedang menyusui;
3) Pekerja yang menerima paparan radiasi berlebih; dan pekerja yang
berkehendak mengetahui tentang paparan radiasi yang diterimanya.
c. Penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan paparan radiasi
berlebih, yang diberikan melalui:
1) Kajian terhadap dosis yang diterima;
2) Konseling; dan
5. Rekaman dan laporan
Pemegang Izin harus membuat, memelihara dan menyimpan rekaman yang
terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi. Adapun rekaman tersebut
meliputi:
a. Data inventarisasi pesawat sinar-X;
b. Catatan dosis yang diterima personil setiap bulan;
c. Hasil pemantauan laju paparan radiasi di tempat kerja dan lingkungan;
d. Uji kesesuaian pesawat sinar-X;
e. Kalibrasi dosimeter perorangan pembacaan langsung;
f. Hasil pencarian fakta akibat kecelakaan radiasi;
g. Penggantian komponen pesawat sinar-X;
h. Pelatihan yang paling kurang memuat informasi:
1) Nama personil;
2) Tanggal dan jangka waktu pelatihan;
3) Topik yang diberikan; dan
4) Fotokopi sertifikat pelatihan atau surat keterangan.
i. Hasil pemantauan kesehatan personil.
Rekaman yang telah dirangkum harus dicantumkan dengan jelas di dalam
program proteksi dan keselamatan radiasi. Data inventarisasi pesawat sinar-X
tersebut paling kurang meliputi:
a. Komponen dan spesifikasi teknik pesawat sinar-X; dan
Adapun halnya dengan laporan meliputi laporan mengenai pelaksanaan:
a. Program proteksi dan keselamatan radiasi, verifikasi keselamatan; dan
b. Intervensi terhadap Paparan Darurat.
Laporan tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh Pemegang Izin kepada
Kepala Bapeten.
2.3.2 Persyaratan Proteksi Radiasi
Berdasarkan Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011, ditentukan hal-hal yang
menjadi persyaratan proteksi radiasi, hal tersebut antara lain: justifikasi
penggunaan pesawat sinar-X; limitasi Dosis; dan penerapan optimisasi proteksi
dan keselamatan radiasi. Persyaratan ini harus diterapkan pada tahap perencanaan,
desain, dan penggunaan fasilitas di instalasi untuk radiologi diagnostik dan
intervensional. Berikut ini merupakan uraian dari persyaratan proteksi radiasi:
1. Justifikasi penggunaan pesawat sinar-X
Justifikasi penggunaan pesawat sinar-X harus didasarkan pada pertimbangan
bahwa manfaat yang diperoleh jauh lebih besar daripada risiko bahaya radiasi
yang ditimbulkan. Menurut Akhadi yang dikutip oleh Sari (2012), justifikasi
menghendaki agar setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan paparan radiasi
hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian yang cukup
mendalam dan diketehui bahwa manfaat dari kegiatan tersebut cukup besar
dari kegiatan yang dapat ditimbulkannya.
2. Limitasi Dosis
Limitasi dosis menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Dengan menggunakan program
proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang
mengandung resiko cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga
nilai batas dosis yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui. Limitasi dosis
harus mengacu pada Nilai Batas Dosis. Nilai Batas Dosis tidak boleh
dilampaui dalam kondisi operasi normal. Nilai Batas Dosis ini berlaku untuk:
pekerja radiasi; dan anggota masyarakat. Nilai Batas Dosis untuk Pekerja
Radiasi tidak boleh melampaui:
a. Dosis efektif sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata
selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. Dosis efektif sebesar 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu;
c. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus lima puluh
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
d. Dosis ekuivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima
ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
Pemegang Izin harus memastikan Nilai Batas Dosis yang telah ditentukan
tidak terlampaui dengan cara:
a. Menyelenggarakan pemantauan paparan radiasi dengan survey meter;
b. Melakukan pemantauan dosis yang diterima personil dengan film badge
atau TLD badge, dan dosimeter perorangan pembacaan langsung yang
sudah dikalibrasi;
1) Peralatan pemantau dosis perorangan, yang meliputi:
a) Film Badge: disediakan oleh Balai Pengamanan Fasilitas
Kesehatan (BPFK)-Departemen Kesehatan atau Pusat Teknologi
Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)-Badan Tenaga
Nuklir Nasional.
Gambar 2.1 Film Badge Sumber: Properties of Radiation
b) Termoluminisensi Dosimeter (TLD): disediakan oleh Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Departemen
Kesehatan atau Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi
Radiasi (PTKMR)-Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Adapun penggunaan dari jenis alat pemantauan dosis yang telah
disebutkan diatas disesuaikan dengan jenis radioaktif. Pemantauan
dosis yang dilaksanakan untuk Paparan Radiasi eksterna harus
dilakukan oleh Pemegang Izin paling sedikit:
a) 1 kali dalam 1 bulan, apabila menggunakan Peralatan
b) 1 kali dalam 3 bulan, apabila menggunakan peralatan
pemantauan dosis perorangan jenis thermoluminisence
dosimeter (TLD) badge;
c) 1 kali dalam 3 bulan, apabila menggunakan peralatan
pemantauan dosis perorangan jenis radiophotoluminisence
dosimeter badge.
Untuk pemantauan dosis radiasi internal, pemantauan dosis melalui
pengukuran: in-vivo dengan whole body counter; dan/atau in-vitro
dengan teknik bioassay.
Gambar 2.2 TLD Sumber: Properties of Radiation
2) Peralatan protektif radiasi, yang meliputi:
a) Apron/celemek: yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm
Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi sinar-X, dan
0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional. Dengan menggunakannya, maka sebagian besar
b) Tabir radiasi/shielding portable: tabir yang harus dilapisi dengan
bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir: tinggi 2 m,
lebar 1 m yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara
dengan 1 mm Pb, digunakan pada saat pekerja melakukan
mobile X-ray di ruangan intensive care.
Gambar 2.3 (a) Apron Pb dan (b)Tabir Radiasi Sumber: Properties of Radiation
c) Kacamata Pb: yang terbuat dari timbal dengan daya serap setara
Gambar 2.4 Kacamata Pb Sumber: Properties of Radiation
d) Sarung tangan Pb: digunakan untuk fluoroskopi. Sarung tangan
ini harus memberikan kesetaraan atenuasi minimal 0,25 mm Pb
pada 150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara
keseluruhan tangan.
Gambar 2.5 Sarung Tangan Pb Sumber: Properties of Radiation
e) Pelindung tiroid: terbuat dari karet timbal, dengan bahan yang
setara dengan 1 mm Pb. Digunakan untuk melindungi daerah
tyroid yang tidak tertutup body apron/celemek. Pelindung
Gambar 2.6 Pelindung Tiroid Sumber: Properties of Radiation
f) Pelindung gonad: setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb
untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik, dan
0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional. Proteksi harus dengan ukuran dan bentuk yang
sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan
berkas utama.
3. Optimasi
Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar
pekerja radiasi di instalasi radiologi dan anggota masyarakat di sekitar
instalasi radiologi menerima paparan radiasi serendah mungkin yang dapat
dicapai. Prinsip optimasi ini juga dikenal dengan sebuatan konsep ALARA
ini diperkenalkan oleh National Committee on Radiation Protection pada
tahun 1954 (Edward, 1990).
Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui prinsip optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi yang meliputi:
a. Pembatas Dosis untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat; dan
b. Tingkat panduan paparan medik untuk pasien.
2.3.3 Persayaratan Teknik
Yang menjadi persyaratan teknik dalam proteksi radiasi adalah sebagai
berikut:
1. Pesawat Sinar-X
Pemegang Izin hanya boleh menggunakan pesawat sinar-X yang memenuhi
ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur
yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi atau sertifikat yang dikeluarkan oleh
pabrikan. Pesawat sinar-X paling kurang terdiri atas komponen utama, yaitu:
a. Tabung;
b. Pembangkit tegangan tinggi;
c. Panel kontrol; dan/atau
Citra Radiografi yang dihasilkan pesawat sinar-X harus diinterpretasikan oleh
Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten.
2. Peralatan Penunjang Pesawat Sinar-X
Pemegang Izin hanya boleh menggunakan peralatan penunjang pesawat
sinar-X yang memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi atau sertifikat
yang dikeluarkan oleh pabrikan. Peralatan penunjang pesawat sinar-X ini
paling kurang terdiri atas komponen:
a. Tiang penyangga tabung;
b. Kolimator; dan
c. Instrumentasi tegangan.
3. Bangunan Fasilitas
Disain bangunan fasilitas pesawat sinar-X harus memenuhi persyaratan
berikut:
a. Pembatas dosis untuk pekerja radiasi, untuk perisai pada dinding ruangan
dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan ruang kerja pekerja
radiasi; dan
b. Pembatas dosis untuk anggota masyarakat, untuk perisai pada dinding
ruangan dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan akses anggota
masyarakat.
Setiap perencanaan fasilitas pesawat sinar-X harus mempertimbangkan
kemungkinan perubahan di masa mendatang dalam setiap parameter atau
modifikasi teknis yang mungkin memerlukan tambahan pesawat sinar-X, dan
bertambahnya tingkat penempatan daerah sekitar fasilitas.
Fasilitas pesawat sinar-X paling kurang harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Ukuran ruangan pesawat sinar-X dan mobile station harus sesuai dengan
spesifikasi teknik pesawat sinar-X dari pabrik atau rekomendasi standar
internasional. Berikut ini merupakan ukuran minimum ruangan yang
Tabel 2.6 Ukuran Minimum Ruangan Pesawat Sinar-X
No Jenis Pesawat Sinar-X Ukuran Minimum Ruangan: panjang (m) x lebar (m) x tinggi (m) 1. a. Terpasang tetap
b. Mobile dalam ruangan, tidak termasuk instalasi
Sumber: Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional
b. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruanganpaling kurang
terletak pada ketinggian 2 m (dua meter) dari lantai;
c. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari bata
merah ketebalan 25 cm (duapuluh lima sentimeter) atau beton dengan
dengan ketebalan 20 cm (duapuluh sentimeter) atau setara dengan 2 mm
(dua milimeter) timah hitam (Pb), dan pintu ruangan pesawat sinar-X
harus dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu;
d. Kamar gelap atau alat pengolahan film;
e. Ruang tunggu pasien;
f. Ruang ganti pakaian; dan
g. Tanda Radiasi, poster peringatan bahaya Radiasi, dan lampu merah
Gambar 2.8 (a) Tanda Radiasi dan (b) Peringatan Bahaya Radiasi Sumber: Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011
2.3.4 Verifikasi Keselamatan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 diatur bahwa
pemegang izin, dalam rangka menjamin keselamatan sumber (pesawat sinar-X)
diwajibkan untuk melakukan verifikasi keselamatan.
Dalam Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011 juga dikatakan bahwa
verifikasi keselamatan harus dilakukan melalui:
1. Pemantauan paparan radiasi, yang dilakukan oleh pemegang izin terhadap:
a. Fasilitas yang baru dimiliki sebelum digunakan; dan
Sedangkan Petugas Proteksi Radiasi harus melakukan pemantauan papara
radiasi pada:
a. Ruang kendali pesawat sinar-X;
b. Ruang di sekitar pesawat sinarX; dan
c. Personil yang sedang melaksanakan prosedur fluoroskopi,
2. Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X
Dalam Perkabapeten Nomor 9 Tahun 2011 tentang uji kesesuaian pesawat
sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional, diatur bahwa uji kesesuaian
pesawat sinar-X harus dilakukan oleh Pemegang Izin. Berikut ini merupakan
persyaratan uji keseuaian pesawat sinar-X:
a. Setiap orang atau badan yang mengajukan permohonan izin baru,
perpanjangan izin, dan/atau memiliki izin penggunaan pesawat sinar-X
wajib melaksanakan uji kesesuaian pesawat sinar-X.
b. Pesawat sinar-X yang dimaksud di atas meliputi:
1) Pesawat Sinar-X yang belum memiliki sertifikat uji kesesuaian;
2) Pesawat Sinar-X dengan masa berlaku sertifikat uji kesesuaian yang
telah berakhir; dan
3) Pesawat Sinar-X yang telah memiliki sertifikat Uji Kesesuaian,
tetapi mengalami perubahan spesifikasi teknis yang dikarenakan
perbaikan dan/atau penggantian komponen signifikan.
Pelaksanaan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X dilakukan oleh penguji
berkualifikasi. Hasil pelaksanaan Uji Kesesuaian akan dievaluasi oleh Tenaga
2.4 Jaminan Mutu Proteksi Radiasi
Program jaminan mutu keselamatan dan proteksi radiasi bertujuan untuk
menjamin bahwa tujuan proteksi radiasi akan dapat tercapai. Program jaminan
mutu proteksi radiasi berisi prosedur kaji ulang dan audit pelaksanaan program
proteksi radiasi (Perkabapeten, 2013). Program ini dirancang untuk memastikan
bahwa semua peralatan dan sistem keselamatan dicek dan diuji secara berkala,
dan bahwa semua defek atau defisiensi disampaikan ke pihak manajemen, untuk
kemudian diperbaiki. Program tersebut juga harus memastikan bahwa prosedur
operasi diikuti secara benar dan menjelaskan mengenai proses pengecekan, proses
audit, dan pembuatan dan penyimpanan rekaman. Program jaminan mutu proteksi
harus menjalankan mekanisme umpan balik dari kejadian kedaruratan dan insiden
yang terjadi, dan bagaimana hasil analisa ini dapat digunakan untuk meningkatkan
proteksi radiasi.
Pada program jaminan mutu, terdapat tim yang ditetapkan untuk
mengelola program ini. Tim terdiri dari dokter spesialis radiologi, fisikawan
medik, radiografer senior (Kepala Radiografer), radiografer QC, dan perwakilan
dari teknisi (Inhouse X-Ray service atau engineering). Tim ini akan mengadakan
pertemuan secara berkala dan memiliki program yang jelas, menentukan frekuensi
untuk mengontrol, miliki dokumentasi perawatan alat dan melakukan review
2.5 Landasan Teori
Pemanfaatan sinar-X dapat dilakukan dalam berbagai sektor. Salah
satunya adalah pemanfaatan dalam dunia medis atau yang biasa disebut dengan
pelayanan radiologi. Pemanfaatan sinar-X dalam dunia medis digunakan untuk
menunjang diagnosis dan prosedur terapi (Perkabapeten, 2011).
Dalam hal pemanfaatan sinar-X, pemerintah mengeluarkan ketetapan
tentang proteksi radiasi. Dengan pertimbangan bahwa pamanfaatan radiologi
dalam pelayanan kesehatan dapat memberikan efek negatif bagi pasien,
masyarakat, maupun pekerja radiasi. Proteksi radiasi adalah tindakan yang
dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup dari bahaya radiasi dan mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat
paparan radiasi (Perkabapeten, 2013).
Program proteksi radiasi ini dimaksudkan untuk menekan serendah
mungkin kemungkinan terjadinya kecelakaan radiasi dan melindungi para pekerja
radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi akibat penggunaan zat
radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya (Akhadi, 2000).
Proteksi radiasi mencakup persyaratan manajemen, persyaratan proteksi
radiasi, persyaratan teknik, dan persyaratan keselamatan.
Persyaratan manajemen meliputi penanggung jawab keselamatan radiasi,
personil, pelatihan proteksi radiasi, pemantauan kesehatan, rekaman dan laporan
(Perkabapeten, 2011).
Persyaratan proteksi radiasi mencakup justifikasi penggunaan pesawat
perencanaan, desain, dan penggunaan fasilitas di instalasi radiologi (Peraturan
Pemerintah, 2007).
Persyaratan teknik meliputi pemantauan terhadap pesawat sinar-X,
peralatan penunjang pesawat sinar-X, serta bangunan fasilitas (Perkabapeten,
2011).
Verifikasi keselamatan dilakukan melalui pemantauan paparan radiasi
danuji kesesuaian pesawat sinar-X (Peraturan Pemerintah, 2007).
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.9 Kerangka Konsep Proteksi Radiasi 1. Persyaratan
Manajemen 2. Persyaratan
proteksi radiasi 3. Persyaratan
teknik 4. Verifikasi
keselamatan
1. Personil
2. Pelatihan proteksi radiasi 3. Pemantauan kesehatan 4. Rekaman
5. Pemantauan dosis 6. Bangunan fasilitas