TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Tjitrosoepomo (1999) klasifikasi tanaman binahong adalah sebagai berikut Kingdom : Plantae ; Sub kingdom : Tracheobionta; Superdivisio : Spermatophyta; Divisio : Angiospermae; Kelas : Magnoliopsida Dicotyledoneae; Subkelas : Hamamelidae; Ordo : Caryophyllales; Familia : Basellaceae; Genus : Anredera; Species : Anredera cordifolia (Ten) Steenis.
Gambar 1. Akar binahong
Tanaman binahong memiliki batang yang lunak, berbentuk silindris dan saling membelit satu sama lain. Batang berwarna merah dan memiliki permukaan yang halus. Ada kalanya tanaman ini berbentuk seperti umbi – umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan memiliki tekstur yang kasar (Suseno, 2013).
Gambar 3. Daun binahong
Daun binahong merupakan salah satu tanaman yang berdaun tunggal, bertangkai sangat pendek, bertulang menyirip, tersusun berseling, berwarna hijau muda, berbentuk jantung (cordata), memilikipanjang sekitar 5-10 cm dan lebar sekitar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berbelah, tepi rata atau bergelombang, dan permukaan halus dan licin (Rachmawati, 2007).
Jenis bunga pada tanaman binahong ini adalah majemuk yang tertata rapi menyerupai tandan dengan tangkai yang panjang. Bunga tersebut muncul di ketiak daun. Mahkota bunga berwarna krem keputihan dengan jumlah kelopak sebanyak 5 helai. Bunga ini cukup menarik karena memiliki aroma wangi yang khas (Suseno, 2013).
Metabolit Sekunder Tanaman Binahong
Senyawa metabolit sekunder adalah suatu senyawa yang merupakan hasil dari proses metabolisme sekunder, yang mana proses terjadi pada suatu tumbuhan (Lubis, 2015). Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi
hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal (Verpoorte dan Alfermann, 2000).
Tanaman binahong mengandung fenol, flavonoid, saponin, triterpenoid,
steroid dan alkaloid, selain itu memiliki aktifitas sebagai antioksidan (Astuti, 2012). Zat aktif flavanoid merupakan senyawa polifenol yang bermanfaat
untuk melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengandung antiinflamasi (anti-radang), berfungsi sebagai antioksidan, membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan (Wahyudi, 2011).
Metabolit sekunder lainnya adalah saponin yang memiliki aktifitas pada permukaan. Tanaman binahong memiliki kandungan senyawa saponin yang lebih besar dari pada senyawa lainnya, terutama pada umbi. Saponin termasuk senyawa glikon (gula) dan senyawa aglikon, Adapun senyawa aglikon adalah termasuk golongan steroid dan terpenoid. Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik yang membantu proses sintesa organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Saponin mempunyai fungsi menurunkan kolesterol karena mempunyai aktifitas sebagai antioksidan (Astuti, 2012).
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan vitalitas (Wahyudi, 2011).
Kegunaan Tanaman Binahong
Binahong dipercaya memiliki khasiat untuk membantu pengobatan luka,
tipus, maag, radang usus, ambeien, pembengkakan, pembekuan darah,
rematik, luka memar, asam urat, stroke, dan diabetes melitus (Utami dan Puspaningtyas, 2013). Hasil penelitian Rahmawati et al. (2014), sari
daun binahong memiliki aktivitas antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif yaitu Bacillus cereus dan bakteri Gram negatif yaitu Salmonella enteritidis.
Akar dan daun tanaman binahong bermanfaat sebagai obat penyembuh luka bekas operasi, penyakit tiphus, radang usus, asam urat, disentri dan wasir (Astuti, 2012). Zat bioaktif dalam tanaman binahong dapat membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit degeneratif seperti kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, strok, wasir dan asam urat. Dalam penelitian lain tanaman binahong dapat mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bahkan ekstrak daun dan umbi binahong dapat mengobati infeksi penyakit kelamin seperti penyakit syphilis (Manoi, 2009).
Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Arsyad, 2015).
Binahong mempunyai khasiat yang sudah dirasakan oleh masyarakat yaitu dapat digunakan untuk mencegah stroke, penyembuh luka di dalam maupun luar tubuh, mengobati rematik, mencegah keputihan, menghaluskan kulit, penyubur kandungan, dan menambah vitalitas. Selain itu binahong juga mempunyai khasiat mengobati radang usus, typus, grastritis, maag, mempercepat pemulihan kesehatan setelah operasi, melahirkan, khitan, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, wazir, dan patah tulang (Julianti 2008).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah upaya perbanyakan tanaman dengan menggunakan bahan tanam mikro dalam media buatan dengan kondisi bebas mikroorganisme. Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin berperan penting untuk merangsang pembelahan sel dan auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ (Hatta et al., 2008).
untuk tumbuh menjadi individu baru jika berada pada lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan untuk kultur jaringan harus terkontrol baik dari segi suhu, kelembaban dan cahaya. Selain kondisi lingkungan yang terkontrol, suplai nutrisi dan penambahan zat pengatur tumbuh juga sangat penting (Sugiyarto, 2012).
Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu kultur jaringan sering dijadikan solusi sebagai metode perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar (Ma’rufah, 2008).
Kultur jaringan ini merupakan salah satu contoh perbanyakan secara vegetatif. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan teknik ini antara lain: 1. Memiliki tingkat multiplikasi yang tinggi 2. Sistem yang aseptik dan penyimpanan yang mudah dan bebas patogen 3. Ruang yang dibutuhkan tidak terlalu luas 4. Erosi genetik dapat dikurangi 5. Tanaman haploid dapat dihasilkan dari program inbreeding 6. Mendukung langkah konservasi (Khairunisa, 2009).
Media dasar yang banyak digunakan adalah Murashige & Skoog (MS), karena komposisi garamnya sesuai untuk morfogenesis, kultur meristem, dan regenerasi tanaman. Dalam media MS biasanya ditambahkan satu atau lebih vitamin yang berfungsi untuk proses katalis dalam metabolisme eksplan. Vitamin yang biasa digunakan adalah Myo-inositol, Piridoxin-HCl, Asam folat, Sianocobacilamin, Riboflafin, Betin, Kolin klorida, Kalsium pantetonut, Piridoxin fosfat, Thiamin-HCl, dan Nicotinamid (Wattimena et al., 1992).
Kultur kalus sering mengasilkan metabolit dengan kadar lebih tinggi dibandingkan yang diambil langsung dari tanamannya. Metabolit sekunder merupakan hasil dari proses-proses biokimia yang terjadi pada tubuh tanaman secara utuh dan hanya diproduksi pada kondisi-kondisi tertentu yang berfungsi untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang (Triana, 2015).
Kalus adalah massa amorf dari sel-sel parenkim berdinding tipis yang tersusun tidak rapat dan tidak teratur, yang berasal dari proliferasi sel eksplan dalam kultur. Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, misalnya akar, batang, daun, biji atau buah. Dengan kata lain semua bagian tanaman multiseluler merupakan sumber eksplan yang potensial untuk inisiasi kalus. Organ
yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan yang berbeda (Dodds dan Roberts, 1995).
kalus pada media 2,4-D (1 dan 2ppm), awalnya berwarna putih bening hingga minggu ke-4, kemudian memasuki minggu ke-5 warna kalus berubah warnanya menjadi coklat muda dan akhirnya kehitaman setelah di subkultur. Hal ini disebabkan adanya metabolisme senyawa fenol yang berlebihan pada jaringan yang mulai terbentuk (Sugiyarto dan Kuswandi, 2014).
Warna kalus yang bermacam-macam diakibatkan oleh adanya pigmentasi cahaya dan asal eksplan. Pigmentasi bisa merata keseluruh permukaan kalus atau hanya sebagian saja, bisa dilihat adanya perbedaan warna dalam satu kalus yaitu putih, hijau, coklat, putih kecoklatan, dan putih kehijauan. Warna putih kehijauan memungkinkan warna paling cerah dengan kandungan klorofil lebih sedikit. Warna hijau pada kalus akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil (Widyawati, 2010).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kultur Jaringan
Keberhasilan kultur jaringan tergantung dari beberapa faktor, meliputi faktor lingkungan dan faktor endogen dari eksplan. Faktor lingkungan meliputi kondisi media, zat pengatur tumbuh (ZPT = hormon sintetis, umumnya golongan auksin dan sitokinin), suhu, cahaya dan proporsi sukrosa. Faktor endogen meliputi kondisi eksplan seperti umur, keadaan fisiologis dan hormon, jenis organ dan ukuran eksplan (Suyitno dan Henuhili, 2011).
Keberhasilan dalam metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Komponen dasar media kultur ialah air, gula sebagai sumber karbon, garam inorganik, hara mikro dan makro, vitamin, dan hormon pertumbuhan. Komposisi media yang umum digunakan untuk perbanyakan tanaman adalah media Murashige-Skoog (MS) dan Gamborg‟s (B5). Untuk memudahkan pembuatan media, biasanya komponen tersebut dibuat dalam larutan stok.
Selain itu faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro adalah zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Sitokinin bersama-sama dengan auksin akan memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan dalam kultur jaringan tanaman (Hendaryono dan Wijayani 1994).
Hal penting yang harus diperhatikan dalam pencahayaan kultur adalah panjang gelombang, intensitas cahaya dan photoperiodism. Kekuatan penyinaran
lampu yang diperlukan selama 16 jam. Namun untuk pembentukan kalus yang maksimal dapat terjadi di tempat yang lebih gelap (Hendaryono dan Wijayani 1994).
Zat Pengatur Tumbuh
sintetik yang mempunyai sifat fisiologis dan biokimia yang serupa dengan hormon tanaman adalah ZPT (Rachmawati, 2007).
Zat pengatur tumbuh sangat penting digunakan untuk mengontrol organogenesis dan morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar, serta pembentukan kalus. Penggunaan ZPT tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Jenis dan konsentrasi ZPT untuk setiap tanaman berbeda tergantung pada genotip dan kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011).
Seringkali pemasokan zat pengatur tumbuh secara alami berada di bawah optimal dan dibutuhkan sumber dari luar untuk menghasilkan respon yang dikehendaki. Pada tahapan pembibitan secara vegetatif (metode stek), aplikasi zat pengatur tumbuh secara langsung dapat meningkatkan kualitas bibit serta mengurangi jumlah bibit yang pertumbuhannya abnormal. Terkait dengan aplikasi ZPT eksternal untuk penyetekan, beberapa faktor seperti macam dan konsentrasi perlu diperhatikan. Penggunaan tidak boleh sembarangan karena penggunaan ZPT
eksternal yang berlebihan justru dapat menghambat pertumbuhan (Leovici et al., 2014).
tepat antara sitokinin dan auksin akan memacu pertumbuhan eksplan kultur in vitro. Oleh karena itu, konsentrasi zat pengatur tumbuh perlu diperhatikan untuk keberhasilan teknik kultur jaringan (Robbiani et al., 2010).