• Tidak ada hasil yang ditemukan

fullpapers kklke8ac3378d32full

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "fullpapers kklke8ac3378d32full"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

144

Gadis Wisudawati Yunia Putri, Abdul Rohim Tualeka Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

E-mail: gadiswyp@windowslive.com

ABSTRACT

Job stress was a part of life stress. Demands of the job do not match the capabilities or skills of workers and unfulfilled desire were a cause of job stress. So it can affect the level of labor productivity. This study was a descriptive study with cross sectional design. while the samples were taken with a total sampling principle that all workers who totaled 35 people. The data obtained were analyzed descriptively using Contingency Coeffisient. The result of this study was showed that the relationship of job stress with productivity levels. By using the contingency coefficient, a value association of 0.495. When viewed from the level of the relationship, the association values were 0.495 susceptible values from 0.26 to 0.50 which means a moderate level of relationship. Conclusion of job stress have a relationship with the level of labor productivity in the CV. “X”. Advice given, among others: increased attention to labor, one of them by measuring work climate that work can always be monitored and can be used as a basis to formulate company policies, provide advice on each of the workers to always maintain the cleanliness and neatness of work space and give rewards to workers who can produce high productivity.

Keywords: individual characteristics, job stress, the level of labor productivity

ABSTRAK

Stres kerja adalah bagian dari stres kehidupan. Tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau keterampilan dari pekerja dan keinginan yang tidak tersalurkan merupakan penyebab timbulnya stres kerja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sedangkan sampel diambil dengan prinsip total sampling yaitu semua tenaga kerja yang berjumlah 35 orang. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan kontingensi koefisien.Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara stres kerja dengan tingkat produktivitas. Dengan menggunakan analisis kontingensi koefisien, didapatkan nilai korelasinya sebesar 0,495. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495 berada pada rentang nilai 0,26 - 0,50 yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang. Kesimpulan yang diperoleh stres kerja mempunyai hubungan dengan tingkat produktivitas pada tenaga kerja di CV. SMI Surabaya. Saran yang diberikan antara lain: meningkatkan perhatiannya terhadap tenaga kerja, salah satunya dengan melakukan pengukuran iklim kerja sehingga tempat kerja selalu dapat dipantau dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan perusahaan, memberikan saran pada tiap tenaga kerjanya untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan memberikan reward kepada tenaga kerja yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi.

(2)

PENDAHULUAN

Pengembangan sumber daya

manusia di dalam pembangunan ekonomi sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa ahli ekonomi mengemukakan bahwa titik permulaan pertumbuhan ekonomi terletak pada meningkatnya

produktivitas tenaga kerja

(Sudrajat,dkk.,1998).

Dalam rangka peningkatan

produktivitas tersebut maka perhatian terhadap tenaga kerja sangat penting untuk dilakukan, disamping itu karena tenaga kerja juga mempunyai hak untuk mendapat perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan selama bekerja. Pemerintah menunjukkan perhatiannya terhadap tenaga kerja diwujudkan dengan adanya Undang-undang dan peraturan pemerintahan dalam praktek hygiene perusahaan.

Penjelasan umum pasal ini menyatakan agar aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional, tenaga kerja harus dilindungi dari berbagai soal di sekitarnya serta pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya (Sudirman,1989). Perhatian yang kurang terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, penurunan produktivitas dan gangguan kesehatan baik fisik maupun psikologis. Gangguan fisik mudah dideteksi karena dapat dilihat oleh indera secara langsung, sedangkan gangguan psikologis sulit untuk dideteksi karena biasanya tidak disadari adanya dan tidak dapat dilihat oleh indera secara langsung tetapi dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan bagi tenaga kerja itu sendiri.

Salah satu gangguan psikologis adalah stres. Masalah stres yang tidak segera diatasi dapat menurunkan

tingkat kesehatan. Apabila stres ini terjadi di tempat kerja dapat mengakibatkan masalah kerja yang serius yang dapat mempengaruhi kinerja dari tenaga kerja. Stres kerja berdampak sangat besar terhadap tenaga kerja. Akibat stres kerja lebih dari 14.000 tenaga kerja mati tiap tahun dalam kecelakaan industri (hampir 55 orang per hari atau 7 orang per jam kerja) dan lebih dari 100.000 orang tenaga kerja menjadi cacat permanen setiap tahun dan karyawan melaporkan lebih dari 5 juta kecelakaan pekerjaan yang terjadi tiap tahunnya (Gibson, 1995). Menurut Risnawati (2002), stres kerja merupakan suatu hal yang paling ditakuti oleh dunia usaha maupun pemerintah. Hal tersebut dampaknya berimplikasi pada masyarakat luas dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena dapat menurunkan produktivitas kerja. Dalam artikel tentang migrasi tenaga kerja (khususnya tenaga kerja kasar) dengan peningkatan produktivitas dan kualitas tenaga kerja nasional yang dimuat di kompas 31 Desember 1994 disebutkan bahwa berdasarkan data empiris produktivitas tenaga kerja Indonesia menduduki peringkat terendah di antara negara-negara di Asia.

(3)

Stres kerja juga memberikan dampak pada tingkat produktivitas terhadap tenaga kerja di CV.”X”. Belum ada penelitian dampak stres kerja dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di CV. “X”. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang hubungan stres kerja dengan tingkat produktivitas tenaga kerja.

Identifikasi masalah penelitian adalah berdasarkan survei awal yang dilakukan didapatkan bahwa industri ini secara formal tidak mempunyai jam kerja yang tetap. Jam kerja di industri ini tergantung oleh ramai atau tidaknya order yang diterima oleh industri. Terkadang para pekerja masuk jam 09.00 pagi dan pulang jam 17.00, tetapi apabila keadaan industri sedang sepi maka pekerja dapat pulang jam 14.00 bahkan diliburkan apabila industri tidak ada orderan.

Sebagian kecil pekerja di industri ini mempunyai latar belakang ekonomi yang cukup dan sebagian besar sudah berkeluarga yang menyebabkan mereka mempunyai beban ekonomi yang lebih berat. Sistem upah yang diterapkan di industri ini yaitu tergantung oleh jumlah kursi yang dihasilkan oleh tenaga kerja dalam seminggu. Apabila jumlah yang mereka hasilkan banyak, maka upah yang mereka dapatkan juga banyak begitu juga sebaliknya apabila jumlah yang mereka hasilkan sedikit, maka upah yang mereka dapatkan sedikit pula.

Dilihat dari lingkungan kerjanya, CV. “X” mempunyai kerawanan terhadap terjadinya stres di tempat kerja. Hal ini dapat dilihat dari ruang kerja yang kurang sesuai dengan syarat-syarat kesehatan yaitu ruang kerja yang penerangannya kurang sehingga dapat menyebabkan kelelahan mata, suhu udara di ruang kerja yang panas karena kurangnya ventilasi udara dan atap industri terbuat dari asbes, keadaan ruang kerja yang kurang bersih dan tidak rapi dapat menambah beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja yang dapat menyebabkan munculnya stres kerja sehingga akan

berpengaruh terhadap tingkat

produktivitas industri ini. Batasan masalah penelitian ini adalah stres kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor dari lingkungan kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi, psikologi, faktor kondisi di luar lingkungan kerja (life stresor), yaitu perubahan-perubahan dasar dalam kehidupan seseorang seperti perceraian, perkawinan dan kematian serta faktor dari diri pribadi yaitu tipe kepribadian A atau B.

Selain itu juga terdapat faktor yang dapat merubah pengalaman stres individu yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, jenis kelamin, intelegensia, status ekonomi, suku, kebudayaan, dan kondisi fisik. Dalam penelitian ini dibatasi pada variabel faktor fisik dari lingkungan kerja yang meliputi persepsi tenaga kerja mengenai suhu, penerangan dan kebersihan serta kerapian ruang kerja dan faktor yang dapat merubah pengalaman stres individu yaitu umur, pendidikan, dan masa kerja. Pengambilan variabel dari lingkungan kerja karena untuk mengetahui seberapa jauh lingkungan kerja berpengaruh terhadap individu.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah hubungan antara stres kerja dengan tingkat produktivitas pada tenaga kerja di CV. “X”.

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara stres kerja dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di CV. “X”.

METODE

Berdasarkan tidak adanya

perlakuan pada objek, penelitian ini termasuk penelitian observasional karena penelitian ini dilakukan dengan mengamati objek penelitian tanpa memberikan perlakuan.

(4)

koefisien. sampel dari penelitian ini adalah semua tenaga kerja di CV. “X” yang berjumlah 35 orang (Notoatmodjo, 1997).

Sampel di ambil dengan prinsip total sampling karena jumlah yang tidak terlalu banyak dan waktu yang memungkinkan untuk menggunakan seluruh populasi menjadi sampel.

Variabel pada penelitian ini adalah karakteristik individu (umur, masa kerja dan pendidikan), stres kerja, produktivitas kerja dan lingkungan fisik kerja. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan bantuan kuisioner dan teknik wawancara kepada pimpinan industri dan tenaga kerja serta penggunaan lembar observasi untuk mengamati lingkungan fisik yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari data yang telah ada pada industri yang bersangkutan. Data yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara diolah pada penilaian kuesioner yang dilakukan skoring untuk mengetahui stress dan tingkat produktivitas.

Untuk mengetahui hubungan stres dengan tingkat produktivitas dilakukan analisis data dengan menggunakan tabulasi silang (cross tab). Data yang didapatkan dari kuesioner, wawancara dan pengukuran langsung kemudian dianalisis dengan tabel narasi. Untuk mengetahui kuat hubungan menggunakan

Contingency Coefficient (C).

HASIL

Gambaran Umum Perusahaan

CV. “X” merupakan industri mebel. Misi visi industri ini adalah menghasilkan produk mebel yang berkualitas. Proses produksi di industri ini dimulai dari proses pembuatan kursi yaitu menyusun kerangka kursi, lalu pemberian spon daan setelah itu pemberian kain yang sudah dijahit dan dibentuk sesuai kursi

yang diinginkan. Setelah kursi jadi, lalu kursi tersebut dibungkus dengan plastik atau yang biasa disebut dengan pengepakan. Setelah pengepakan selesai, kursi siap di kirim dan dijual.

Karakteristik Responden Umur Responden

terlihat bahwa sebagian besar responden berumur antara 41–50 tahun yaitu sebanyak 15 orang (42,9%) dan hanya 4 orang responden (11,4%) yang berumur antara 21 – 30 tahun.

Pendidikan Responden

terlihat bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah SMP yaitu sebanyak 18 orang (51,4%) dan hanya 2

orang responden (5,7%) yang

berpendidikan SD.

Masa Kerja Responden

terlihat bahwa sebagian besar masa kerja responden antara 11 – 15 tahun yaitu sebanyak 20 orang (57,1%) dan hanya 1 orang responden (2,9%) yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun.

Lingkungan Fisik Kerja Responden terlihat bahwa sebagian besar responden yaitu 32 orang (91,4%) merasa tidak nyaman di lingkungan kerjanya, dan yang mengalami kenyamanan di lingkungan kerja hanya 3 orang (8,6%).

Stres Kerja

besar responden mengalami stres kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan 8 orang responden (22,9%) yang tidak mengalami stres kerja.

Tingkat Produktivitas Kerja

Sebagaian besar responden

(5)

Hubungan Antara Umur Responden Dengan Stres Kerja

Tabel 1. Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja Tenaga Kerja di CV. “X” 2014

Umur Responden

Stres Kerja

Jumlah (n%) Tidak

Stres (n%)

Stres (n%)

21-30 tahun 2 (50,0) 2 (50,0) 4 (100,0) 31-40 tahun 2 (20,0) 8 (80,0) 10(100,0) 41-50 tahun 3 (20,0) 12(80,0) 15(100,0) > 50 tahun 1 (16,7) 5 (83,3) 6 (100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Dapat diketahui bahwa yang paling banyak mengalami stres kerja adalah responden dengan umur > 50 tahun yaitu sebesar 83,3%. Sedangkan responden yang paling sedikit mengalami stres kerja yaitu responden dengan umur rentang umurnya 21-30 tahun sebesar 50,0%.

Hubungan Antara Pendidikan

Responden dengan Stres Kerja

Tabel 2. Hubungan Antara pendidikan dengan Stres Kerja Tenaga kerja di CV. “X” 2014

Pendidikan Responden

Stres Kerja

Jumlah (n%) Tidak

Stres (n%)

Stres (n%)

SD 0 (0,0) 2(100,0) 2 (100,0) SMP 6 (33,3) 12(66,7) 18(100,0) SMA 2 (13,3) 13(86,7) 15(100,0) Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling banyak mengalami stres kerja adalah responden dengan pendidikan SD sebesar 100,0%. Sedangkan responden yang paling sedikit mengalami stres kerja yaitu responden dengan pendidikan SMP sebesar 66,7%.

Hubungan Antara Masa Kerja

Responden dengan Stres Kerja

Tabel 3. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja Tenaga Kerja di CV “X” 2014

Masa Kerja Responden

Stres Kerja

Jumlah (n%) Tidak

Stres (n%)

Stres (n%)

0-5 tahun 2 (33,3) 4 (66,7) 6 (100,0) 6-10 tahun 2 (22,2) 7 (77,8) 9 (100,0) 11-15 tahun 4 (20,0) 16(80,0) 20(100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling banyak mengalami stres kerja adalah responden dengan rentang lama kerja antara 11 – 15 tahun yaitu sebesar 80,0%. Sedangkan responden yang paling sedikit mengalami stres kerja yaitu responden dengan rentang lama kerja antara 0-5 tahun yaitu sebesar 66,7%.

Hubungan antara lingkungan Fisik Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 4. Hubungan Antara Lingkungan Fisik Kerja dengan Stres Kerja Tenaga Kerja di CV “X” 2014

Lingkungan Fisik Kerja

Stres Kerja

Jumlah (n%) Tidak

Stres (n%)

Stres (n%)

Tidak Nyaman

5 (15,6) 27(84,4) 32(100,0)

Nyaman 3(100,0) 0 (0,0) 3 (100,0) Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

(6)

Hubungan antara Stres Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja

Tabel 5. Hubungan Antara stres Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Tenaga Kerja di CV “X” 2014

Diketahui bahwa pada responden yang paling banyak mengalami stres

adalah responden yang tingkat

produktivitasnya tinggi yaitu sebesar 55,6 %. Sedangkan responden yang sedikit mengalami stres adalah responden yang tingkat produktivitasnya sedang yaitu sebesar 14,8%.

Hasil Observasi Terhadap Lingkungan Fisik Kerja

CV. “X” merupakan gudang besar yang tidak memiliki halaman dan tidak berpagar. Dinding ruang kerja terbuat dari tembok yang bahannya cukup kuat, jika terkena hujan terus menerus, tembok tersebut pun akan rapuh. Warna dinding cerah yaitu putih sehingga dapat membantu pencahayaan di ruang kerja ini.

CV ini memiliki sedikit ventilasi dan peralatan yg digunakan. Semua barang - barang ini ada yang tertata rapi dan ada pula yang tidak. Ruangan ini tidak mempunyai langit-langit, tetapi langsung beratapkan asbes. Lantai ruang kerja terbuat dari cor-coran semen yang sewaktu-waktu bisa retak. Ruang kerja tidak bersekat, akan tetapi terdapat 2 lantai pada ruang kerja ini. Lantai atas hanya

terbuat dari tumpukan triplek untuk meletakkan bahan-bahan produksi. Untuk kursi yang sudah jadi, diletakkan di bawah. Penerangan di ruangan ini berasal dari penerangan alami dan buatan. Sinar matahari masuk melalui ventilasi – ventilasi kecil di sepanjang dinding baik di lantai bawah maupun atas yang juga berfungsi sebagai jalan masuknya sinar matahari. Sedangkan penerangan buatan berasal dari lampu yang berkekuatan 20 watt dan 10 watt. Jumlah lampu disini ± 6 lampu. Masing-masing lantai terdapat 3 buah lampu yang terdiri dari 20 watt dan 10 watt. Untuk membantu kesejukan udara di dalam ruangan, masing-masing lantai diberi 1 buah kipas angin yang berdiameter ± 30 cm dan letaknya di tengah langit- langit. Walaupun letak kipas angin ini di tengah-tengah, suhu udara di ruang kerja masih saja terasa sedikit panas.

PEMBAHASAN

Karakteristik Tenaga Kerja Umur

Secara deskriptif dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang terbanyak berusia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 15 penurunan fungsi dan kemampuan tubuh. Adanya penurunan kemampuan tubuh menyebabkan jarang perusahaan yang mencari tenaga kerja di rentang usia ini, sehingga tenaga kerja pada rentang usia ini akan menekuni pekerjaan yang telah di jalaninya dan tidak akan berpindah untuk mencari pekerjaan lain.

(7)

setiap orang mempunyai banyak impian yang ingin dicapai dan sudah memikirkan kehidupan yang lebih matang, misalnya keinginan untuk menikah. Sehingga pada rentan umur ini tiap individu dituntut untuk berfikir secara luas, tegas dan bertanggung jawab jika ingin sukses. Misalnya mencari pekerjaan yang sesuai keinginan dan bekerja dengan rasa tanggungjawab. Pada rentang usia ini merupakan usia produktif dimana banyak dicari oleh perusahaan.

Pada pekerjaan mebel ini umur juga dapat dapat berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja. Semakin tua umur maka tenaga kerja akan semakin cepat merasa lelah selain itu keterampilan

tangan juga semakin berkurang

dibandingkan tenaga kerja yang lebih muda. Di dalam pekerjaan ini dibutuhkan orang yang cekatan dan terampil agar menghasilkan mebel (kursi) yang berkualitas.

Pendidikan

Pembuatan kursi pada perusahaan ini seperti dalam penelitian merupakan suatu pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan tingkat pendidikan. Sebenarnya pekerjaan ini bisa dipelajari oleh semua orang tanpa memandang tingkat pendidikan. Pekerjaan ini hanya memerlukan keterampilan yang cekatan. Keterampilan ini bisa didapat dari terbiasa membuat kursi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar responden adalah SMP yaitu sebanyak 18 orang (51,4%). Sedangkan yang paling rendah adalah tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 2 orang (5,7%).

Tingkat pendidikan ini juga tidak berpengaruh terhadap pencapaian hasil tenaga kerja, karena banyak sedikitnya hasil yang didapat tergantung dari keterampilan mereka dalam membuat kursi. Semakin terampil, maka semakin cepat mereka bekerja sehingga akan semakin banyak yang dihasilkan.

Masa Kerja

Sebagian besar tenaga kerja mempunyai masa kerja antara 11 – 15 tahun yaitu sebanyak 20 orang (57,1%). Hal ini berarti sebagian besar dari mereka bekerja sejak bertahun – tahun awal berdiri. Hanya 1 orang responden (2,9%) yang mempunyai masa kerja < 1 tahun.

Para tenaga kerja tetap bertahan dengan pekerjaannya ini karena tingkat pendidikan mereka yang pada umumnya rendah dan kurang mendukung untuk mendapatkan pekerjaan yang lain. Mereka berpikir bahwa pekerjaan ini sudah mencukupi untuk kehidupan mereka.

Lingkungan Fisik Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerjanya yaitu sebanyak 32 orang (91,4%) sedangkan yang merasa nyaman sebanyak 3 orang (8,6%).

Ketidaknyamanan ini meliputi suhu di dalam ruang kerja yang panas, pencahayaan kurang, ruang kerja yang berdebu dan sedikit tidak rapi di dalam ruang kerja. Ketidaknyamanan ini harus segera diperbaiki karena dapat berefek negatif terhadap tenaga kerja itu sendiri.

Menurut pendapat Nurmianto (1996), bahwa ketidaknyamanan dapat menjadi sebuah gangguan atau bahkan dapat menimbulkan efek – efek psikologis.

(8)

Stres Kerja Pada Tenaga Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami stres kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan 8 orang responden (22,9%) yang tidak mengalami stres kerja. Menurut Risnawati (2002) mengatakan bahwa dalam lingkup ketenagakerjaan stres kerja merupakan suatu ketidakseimbangan yang ada antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan individu bila kegagalan yang terjadi berdampak penting. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002) stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Perasaan tertekan ini bisa disebabkan oleh stresor fisik ataupun stresor sosial.

Dengan kata lain stres kerja adalah perasaan tertekan atau suatu ketegangan mental (psikologi) seseorang terkait dengan pekerjaannya yang terjadi karena pengaruh situasi atau peristiwa diri dan lingkungan, baik lingkungan pekerjaan maupun diluar pekerjaannya. Dari penelitian Cohen (1980) dalam Munandar (2001) faktor – faktor yag mempengaruhi stres kerja yaitu lingkungan kerja, kondisi diluar lingkungan kerja, dan diri pribadi.

Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat produktivitas tinggi yaitu sebanyak 17 orang (48,6%), sedangkan responden dengan tingkat produktivitas rendah mempunyai jumlah paling sedikit yaitu 8 orang (22,8%). Produktivitas tenaga kerja yaitu suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk (barang atau jasa) dari seseorang tenaga kerja.

Menurut Ravianto (1986)

mengatakan bahwa seorang tenaga kerja dinilai produktif jika ia mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dari tenaga kerja lain dalam waktu yang sama dengan menggunakan sumber daya yang sama atau lebih sedikit dengan mutu yang sesuai standar.

Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja

Ditinjau dari segi umur, responden yang paling banyak mengalami stres kerja adalah responden dengan umur > 50 tahun yaitu sebesar 83,3%. Secara garis besar persentase tenaga kerja yang mengalami stres kerja ditinjau dari umur, meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Semakin tua umur responden, semakin besar persentase yang mengalami stres kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Anoraga (1998), yaitu semakin tua umur

seseorang maka semakin besar

kemungkinan terjadinya stres kerja, mengingat dengan bertambahnya umur seseorang, maka semakin kompleks pula permasalahan yang akan dihadapi. Menurut Winarti (2001), menyatakan bahwa responden yang lebih rentan mengalami stres kerja adalah yang berusia ≥ 41 tahun.Berdasarkan pengujian yang

dilakukan dengan menggunakan

kontingensi koofisien di dapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,228. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,228 berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang berarti memiliki tingkat hubungan lemah.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan umur responden. Faktor umur memang sulit untuk di analisis tersendiri karena masih banyak faktor dalam individu lainnya yang ikut berpengaruh terhadap stres kerja. Selain itu dengan bertambahnya umur, pengalaman dan pengetahuan akan bertambah baik serta rasa tanggungjawab yang lebih besar dimana semuanya akan dapat menutupi kekurangan untuk beradaptasi.

Hubungan Antara Pendidikan dengan Stres Kerja

(9)

didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,257. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,257 berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang berarti memiliki tingkat hubungan lemah.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan pendidikan responden. Sesuai dengan pendapat Smet (1994), yaitu reaksi terhadap stres berbeda antara orang yang satu dengan yang lain.

Sesuai dengan pendapat Smet (1994), yaitu reaksi terhadap stres berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor – faktor yang dapat merubah dampak stressor, yaitu faktor umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor-faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi fisik.

Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang paling banyak mengalami stres kerja adalah responden yang lama kerjanya antara 11 – 15 tahun yaitu sebesar 80,0% dan yang paling sedikit adalah responden dengan lama kerja 0 – 5 tahun yaitu sebesar 66,7%.

Hasil ini tidak sesuai dengan Atkinson (1991), bahwa semakin sedikit masa kerja seseorang, semakin besar kemungkinan terjadinya stres mengingat masa kerja baru memerlukan adaptasi yang baik. Selain itu tiap individu memiliki daya tahan yang berbeda – beda untuk menghadapi stressor yang ada pada setiap individu, sehingga kerentanan turut berperan dalam terjadinya stres.

Hubungan antara kedua variabel tersebut dianalisis menggunakan kontingensi koefisien dan didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,184. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,184 berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang berarti memiliki tingkat hubungan lemah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan lama

kerja responden.

Hubungan Antara Lingkungan Fisik Kerja dengan Stres Kerja

Ivancevich dan Matteson mengatakan bahwa stres pada seseorang dapat bersumber dari faktor lingkungan atau yang datang dirinya sendiri (Hidayat, 1998). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang paling banyak mengalami stres kerja sebesar 84,4% adalah responden yang merasa tidak nyaman di lingkungan kerja.

Lingkungan fisik dimana seseorang bekerja dapat menjadi sumber timbulnya stres. Merasa senang atau tidak senang bekerja tergantung lingkungan fisik kerja yang mempengaruhi seperti intensitas penerangan, warna dinding, bising yang menganggu, suhu ruangan yang terlalu panas atau mungkin terlalu dingin, ruangan lembab dan bau serta pengaturan ruangan seperti bahan-bahan produksi, meja dan kursi ruang kerja yang tidak menyenangkan (Singgih dan Singgih, 1991).

Sebenarnya pihak perusahaan juga sudah melakukan upaya untuk membuat keadaan ruang kerja menjadi nyaman, diantaranya dengan menggunakan lampu sebagai penerangan dan tidak semuanya dinyalakan karena untuk mengurangi suhu panas di dalam ruang kerja.

Analisis terhadap kedua variabel ini menggunakan kontingensi koefisien dan didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,490. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,490 berada pada rentang nilai 0,26 – 0,50 yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang.

(10)

semakin buruk lingkungan fisik, semakin dapat menimbulkan stres.

Oleh karena itu sebaiknya

perusahaan lebih meningkatkan

perhatiannya terhadap tenaga kerja, diantaranya dengan melakukan pengukuran iklim kerja sehingga tempat kerja selalu dapat dipantau dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan perusahaan dalam rangka peningkatan pengendalian lingkungan kesehatan kerja, sehingga akan memberikan suasana kerja yang lebih nyaman bagi pekerjanya. Serta memberikan saran pada tiap tenaga kerjanya untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja.

Hubungan antara Stres Kerja Dengan Tingkat Produktivitas

Secara deskriptif dapat diketahui bahwa yang paling banyak mengalami stres kerja adalah tenaga kerja dengan tingkat produktivitas tinggi yaitu sebesar 55,6% dan yang paling sedikit mengalami stres kerja adalah tenaga kerja dengan tingkat produktivitas sedang yaitu sebesar 14,8%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa stres memberikan pengaruh terhadap produktivitas yang tinggi.

Akan tetapi stres yang diberikan tidak boleh terlalu banyak karena akan dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Selye dalam Munandar 2001, yaitu stres tidak selalu hal yang negatif, bila individu terganggu dan kelelahan maka dapat menimbulkan stres yang merugikan.

Berdasarkan analisis yang

dilakukan dengan menggunakan

kontingensi koefisien didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,495. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495 berada pada rentang nilai 0,26 - 0,50 yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara stres kerja dengan tingkat produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Anoraga (1998), yang menyatakan bahwa tekanan emosional yang kurang mendukung motovasi untuk bekerja pada akhirnya menghasilkan stres yang berdampak pada produktivitas dan variabilitas yang besar dalam prestasi kerja.

Oleh karena itu sebaiknya perusahaan memberikan reward kepada tenaga kerja yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi, sehingga reward ini akan memberikan motivasi kepada tenaga kerja untuk selalu bekerja yang produktif dan bertanggungjawab. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan perusahaan.

SIMPULAN

Sebagian besar responden berumur antara 41 – 50 tahun, responden dengan tingkat pendidikan SMP adalah yang terbanyak, serta sebagian besar masa kerja responden antara 11 – 15 tahun. Sebagian besar responden yaitu 32 orang (91,4%) merasa tidak nyaman di lingkungan

kerjanya, dan yang mengalami

kenyamanan di lingkungan kerja hanya 3 orang (8,6%).

Sebagian besar responden

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji.1998. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson, M.1991. Mengatasi Stres di Tempat Kerja. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Gibson, dkk.1995.Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga Hidayat, T.1998. Stres Dalam Lingkup

Pekerjaan. Majalah Psikiatri, tahun XXXI nomor 3

Mangkunegara P, Anwar.2002.

Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munandar, Ashar Sunyoto.2001. Psikologi Industri dan Organisa si. Jakarta: UI Press.

Notoatmodjo, Soekidjo.1997. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurmianto, Eko.1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Guna Widya

Ravianto, J.1986. Produktivitas dan Keluarga. Jakarta: Lembaga Sarana

Informasi Uasaha Dan

Produktivitas.

Risnawanti.2002. Hubungan Antara Iklim kerja Dengan Stres Di Tempat

Kerja. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Singgih dan Singgih.1991. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Smet, B.1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Sudirman.1989. Hiperkes dan Keselamatan Kerja Kaitannya dengan Ketenangan Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXII no 2 dan 3. Jakarta: Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja RI

Sudrajat, dkk.1998. Manajemen

Lingkungan Kerja. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumakmur P.K.1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: Haji Masagung

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Sekretariat Perwakilan, Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, Pejabat Pembuat Komitmen Program Dukungan

Vektor kloning ini mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya adalah (1) dapat digunakan untuk mengkloning fragmen hasil PCR yang menggunakan enzim DNA polimerase tertentu

Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang termasuk kategori nomina adalah ajaran, pengajar, pelajar, berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran,

Dalam konteks pemilihan presiden Indonesia tahun 2014, salah satu calon menggunakan fashion sebagai media komunikasi politik yang menunjukkan identitas dirinya, dan

Peningkatan pengetahuan tata cara berwudhu anak dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan kegiatan tata cara berwudhu melalui media puzzle dalam tiga

Besarnya peranan pembuktian matematis dalam pembelajaran matematika menjadikan penelitian terkait faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah pembuktian

Tilallinen kaksoismerkitys maalauksessa kaventaa eroa kokijan ja maalauksen välillä asettaen tai houkutellen kokijan ja teoksen samaan tilaan toistensa kanssa – ei