• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA POLIMORFEMIK YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA POLIMORFEMIK YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Dwi Supatmi

024114025

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Bapakku tercinta Beni Atmoko

Ibuku tercinta Painem

Kedua kakakku Mas Bowo & Mbak Trie

Dia yang memberiku semangat Andi Kristiawan

Mas Eko & Mbak Yantie yang selalu meluangkan waktu untukku

Yang selalu membuatku kacau Dyan imoet

Dan untuk orang-orang yang mengasihiku

.

(5)

v

dengan kesuksesan. Kita sering mengetahui apa yang akan kita buat, dengan

menentukan apa yang tidak akan kita buat. Orang yang tidak pernah membuat

kesalahan, mereka tidak pernah membuat penemuan.

(6)

vi

Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.

Pembahasan ini meliputi: bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna.

Keempat permasalahan tersebut dipecahkan secara terpadu dalam skripsi ini.

Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan proses pembentukan kata polimorfemik

yang berasal dari morfem ajar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini

dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii)

tahap analisis data, (iii) tahap penyajian analisis data. Dalam pengumpulan data

digunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa pada sumber data.

Penggunaan bahasa yang disimak adalah kalimat yang mengandung kata

polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar. Metode ini diterapkan dengan

teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC, yakni tidak berpartisipasi dan

hanya menyimak penggunaan bahasa saja.

Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih, yaitu

metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai alat penentunya.

Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, caranya dengan

membagi kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar. Setelah data

dianalisis dengan teknik bagi unsur langsung dilanjutkan dengan teknik perluas,

adalah teknik yang dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang

bersangkutan kekanan atau kekiri dan perluasan itu menggunakan unsur-unsur

tertentu, dan teknik parafrase, dengan cara memparafrase unsur satuan lingual

yang bersangkutan.

Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.

Penyajian dengan metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan

menggunakan kata-kata biasa. Penyajian dengan metode formal adalah perumusan

hasil analisis data dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:

tanda bintang (*) dan bagan. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan juga

diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal

dari morfem ajar.

Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut. Pertama,

ditemukan tiga puluh delapan kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar,

yaitu

mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan,

mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,

ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar,

membelajarkan, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,

kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku

ajar, buku pelejaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.

(7)

vii

dua tahap pembentukan adalah

mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari,

pelajari,

terajari,

terajarkan,

keterajaran,

kepelajaran,

kepengajaran,

berpelajaran, terpelajar, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, dan

mata pelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar yang

mengalami tiga tahap pembentukan adalah

mempelajari, dipelajari,

dan

membelajarkan.

Ketiga, pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar

terdiri dari tiga macam kategori kata, yaitu (1) kategori verba, (2) kategori

nomina, dan (3) kategori adjektiva. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar yang termasuk kategori verba adalah

mengajar, diajar, belajar, ajarkan,

ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari, mempelajari,

dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, pengajaran, pelajaran, membelajarkan,

pembelajaran,

dan pemelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar yang termasuk kategori nomina adalah

ajaran, pengajar, pelajar,

berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,

keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar,

dan

bintang pelajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar yang

termasuk kategori adjektiva adalah terpelajar dan kurang ajar.

(8)

viii

University.

This study discusses polymorphemic words derived from the morpheme

ajar. The discussion includes the form phase, formation, words category, and

meaning. In this study four issues are solved. The objective is to describe the

formation process of polymorphemic words derived from the morpheme ajar.

This study is a descriptive, i.e. a type of research that describes the object

of the study based on the fact. The research was conducted through three strategic

steps. Those are collecting data, analyzing data, and presenting data analysis.

Collecting the data, a complete attention method is used, that is examining the

language usage in the data sources. In the language uses is some sentences contain

the polymorphemic words derived from the morpheme

ajar. Are closely the

method applied using SBLC (or simak bebas libat cakap) technique.

The method applied in analyzing data was distribution (agih) method, i.e. a

research method which uses the language it self as the determiner. The apllied

technique was direct element division technique (teknik bagi unsur langsung) by

categorizing the polymorphemic words derived from the morpheme

ajar. After

being analyzed using the previous technique, the data were analyzed using

extending technique (teknik perluas) by extending the language unit

preceeding

on following the existing language using particular elements, and paraphrase

technique (teknik parafrase) usies was done by paraphrasing the related lingual

element unit.

The results of the data analysis are presented with both informal and

formal methods. The informal method of presentation is the data analysis result

in ordinary words, while the formal method of presentation is formulation of the

data analysis result using signs and symbols. The signs include the star (*) and

chart. In addition, this research also uses three diagrams for the presentation of

direct elements of the polymorphyemic words derived from the morpheme

ajar.

The research finds the following findings. First, thirty eight polymorphemic words

derived from the morpheme

ajar

are found, those are

mengajar,

diajar,

belajar,

ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari diajari, pelajari, mempelajari,

dipelajari,terajar,terajari,terajarkan,ajaran,pengajar,pengajaran,pelajar,pelajar

an, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan, pembelajar, pembelajaran,

pemelajar, pemelajaran, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran,

bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar, bintang

pelajar, and kurang ajar.

(9)

ix

Second, the polymorphemic step formation of words derived from the

morpheme

ajar can be categorized into three phases, which were (1) one

formation step, (2) two formation step, and (3) three formation step. The

polymorphemic words derived from the morpheme

ajar that has one formation

step are mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajarkan, ajari, ajaran, pengajar,

pengajaran, pelajar, pelajaran, terajar, bahan ajar, buku ajar, mata ajar, and

kurang ajar. The polymorphemic words derived from the morpheme ajar that has

two formation steps are

mengajarkan,

diajarkan,

mengajari, diajari, pelajari,

terajari, terajarkan, keterajaran, kepengajaran, berpelajaran, terpelajar,

pembelajaran, pemelajaran, pembelajar, pemelajar, mata pelajaran, buku

pelajaran,

and

bintang pelajar. The polymorphemic words derived from the

morpheme

ajar that has three formation steps are

mempelajari, dipelajari,

membelajarkan, and keterpelajaran..

Third, the polymorphemic words derived from the morpheme

ajar consist

of three word categories, which are (1) verb, (2) noun, and (3) adjective. The

polymorphemic word originated from the morpheme

ajar, which belongs to verb

category are

mengajar,

diajar,

belajar, ajarkan,

ajari,

mengajarkan,

diajarkan,

mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,

pengajaran, pelajaran, membelajarkan, pembelajaran ,and pemelajaran. The

polymorphemic words derived from the morpheme

ajar that belongs to noun are

ajaran, pengajar, pelajar, berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran,

kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku

ajar, buku pelajaran, mata ajar, and bintang pelajar. The polymorphemic words

derived from the morpheme

ajar that belongs to adjective are terpelajar,

and

kurang ajar.

(10)

x

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan

daftar pustaka. Sebagaimana layaknya karangan ilmiah.

Yogyakarta, 3 April 2007

Penulis

(11)

xi

limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi

ini:

1. Dr. Praptomo Baryadi I., M.Hum., selaku dosen pembimbing I, atas bimbingan,

masukan, kesabaran, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

2. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku dosen pembimbing II, atas bimbingan dan

masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

3. Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. Yoseph Yapi

Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M.S, S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F.

Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Arwan Tuti Artha, atas perkuliahan yang telah

diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata

Dharma,

4. Staf Sekretariat Sastra Universitas Sanata Dharma, atas pelayanannya,

5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan

peminjaman buku yang diperlukan penulis serta fasilitas komputer yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,

(12)

xii

Yogyakarta, 3 April 2007

(13)

xiii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1

..

Latar Belakang... 1

1.2

..

Rumusan Masalah ... 2

1.3

..

Tujuan Penelitian ... 3

1.4

..

Manfaat Penelitian ... 3

1.5

..

Tinjauan Pustaka... 3

1.6

..

Landasan Teori ... 5

1.6.1

Pengertian Proses Morfologis ... 6

1.6.2

Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar ... 9

(14)

xiv

1.7

Metodologi Penelitian ... 12

1.7.1

Jenis Penelitian ... 12

1.7.2

Prosedur Penelitian ... 12

1.7.2.1

Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 12

1.7.2.2

Metode dan Teknik Analisis Data ... 13

1.7.2.3

Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 16

1.8

Sistematika Penyajian ... 16

BAB II. PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK YANG

BERASAL DARI MORFEM

AJAR

... 17

2.1 Pengantar ... 17

2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar ... 17

2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar ... 19

2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar... 20

2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan ... 21

2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari ... 22

2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Mengajarkan ... 22

(15)

xv

2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari ... 28

2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Mempelajari ... 29

2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari .... 31

2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar ... 32

2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari ... 33

2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan ... 34

2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran ... 35

2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar ... 36

2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran . 37

2.1.19 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajar... 38

2.1.20 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajaran ... 39

2.1.21 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Berpelajaran ... 40

2.1.22 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terpelajar .... 42

2.1.23 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Membelajarkan ... 43

2.1.24 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

(16)

xvi

Pemelajar... 47

2.1.27 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Pemelajaran ... 48

2.1.28 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Keterajaran .. 49

2.1.29 Proses Pembentukn Kata Polimorfemik Kepelajaran.... 51

2.1.30 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Kepengajaran... 52

2.1.31 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Katerpelajaran ... 53

2.1.32 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Bahan Ajar ... 54

2.1.33

Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Mata Pelajaran ... 56

2.1.34 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Buku Ajar ... 58

2.1.35 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

Buku Pelajaran ... 59

2.1.36 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mata Ajar ... 61

2.1.37 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik

(17)

xvii

BAB III PENUTUP ... 66

3.1 Kesimpulan ... 66

3.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar dijadikan objek penelitian

ini karena keproduktifannya. Hal ini tampak pada berbagaikamus. Dalam Kamus

Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976:22-23) terdaftar dua

belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,

mengajarkan, ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, mempelajari, terpelajar,

pelajaran, dan berpelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang

diterbitkan oleh Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990:13) terdaftar dua belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,

mengajarkan, mempelajari, terpelajar, ajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran,

pengajar, dan pengajaran. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan

Badudu (1994:19-20) terdaftar tiga belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu

kurang ajar, masak ajar, belajar, mengajar, mengajari, mengajarkan,

mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar, pengajaran, dan ajaran.

Alasan berikutnya, proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal

dari morfem ajar mempunyai variasi pentahapan. Ada kata polimorfemik yang

dibentuk melalui satu tahap, misalnya mengajar, ada kata polimorfemik yang

dibentuk melalui dua tahap, misalnya mengajarkan, dan ada kata polimorfemik

(19)

Hal lain yang penting untuk dibahas adalah adanya hubungan makna

antara kata polimorfemik yang satu dengan kata polimorfemik yang lain.

Misalnya nomina pengajar ‘orang yang mengajar’ dan pengajaran ‘proses

mengajar’ memiliki hubungan makna dengan verba mengajar. Nomina pelajar

‘orang yang belajar’ dan pelajaran ‘perihal belajar’ memiliki hubungan makna

dengan verba belajar. Fenomena ini sungguh menarik untuk dikaji lebih lanjut,

khususnya bagaimana hubungan makna antar kata polimorfemik bisa terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang

dibahas adalah proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar. Masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

a. Apa saja kata polimorfemik yang dibentuk dari morfem asal ajar?

b. Bagaimana tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem

ajar?

c. Apa saja kategori kata yang dibentuk dari kata polimorfemik yang berasal

dari morfem ajar?

d. Apa saja makna yang dihasilkan dari kata polimorfemik yang berasal dari

morfem ajar?

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan bentuk kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.

b. Mendeskripsikan tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari

morfem ajar.

c. Mendeskripsikan kategori kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.

d. Mendeskripsikan makna kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat pada bidang tata bahasa khususnya dalam

bidang morfologi, yaitu untuk menjelaskan kaidah pembentukan kata

polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Selain itu, hasil dari penelitian ini

juga bermanfaat dalam bidang linguistik terapan terutama leksikografi, yaitu

untuk melengkapi turunan atau gloss dari entri ajar dalam kamus.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pembahasan tentang morfem ajar telah dilakukan oleh para ahli bahasa,

yaitu antara lain oleh Kridalaksana (1989:28), Tarigan (1985:33), dan Verhaar

(2001:143). Kridalaksana (1989:28) dalam bukunya yang berjudul Pembentukan

Kata Dalam Bahasa Indonesia menjelaskan proses afiksasi morfem ajar

kedalam afiks pembentuk nomina. Dalam hal ini morfem ajar yang berperan

(21)

sebagai nomina, melalui contoh tersebut, terlihat bahwa proses pembentukan kata

(afiksasi) menyebabkan berubahnya fungsi suatu kata.

Tarigan (1985:33) dalam bukunya Pengajaran Morfologi menganalisis

morfem ajar dalam segi morfofonemik. Menurutnya, jika kita berbicara mengenai

proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, maka terdapat tiga hal yang

penting, yaitu: (1) proses perubahan fonem , (2) proses penambahan fonem, dan

(3) proses penanggalan fonem. Dalam bukunya ia memaparkan adanya perubahan

fonem /r/ pada morfem ber- dan morfem per- berubah menjadi fonem /l/. Hal ini

terjadi sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan dasar kata yang berupa

morfem ajar, menjadi belajar dan pelajar.

Verhaar (2001:143) dalam bukunya Asas-Asas Linguistik Umum

mengemukakan dua proses morfemis, yaitu infleksi dan derivasi. Kaidah

infleksional atau yang disebut dengan kaidah yang “tak beruntun” urutannya.

Kaidah seperti ini biasa kita jumpai dalam kamus, seperti bentuk ajar, mengajar,

mengajari, mengajarkan, mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar,

pengajaran, ajaran. Lain halnya dengan kaidah derivasi atau yang disebut

dengan kaidah “beruntun”. Bentuk-bentuk mengajar, pengajar, pengajaran,

belajar, pelajar, pelajaran, dan seterusnya yang merupakan turunan dari pradasar

ajar. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini adalah pengajar berasal dari

mengajar, tidak sebaliknya, dan tidak juga dari pengajaran; pelajar berasal dari

belajar, tidak sebaliknya, dan juga tidak dari pelajaran. Penerapan kaidah derivasi

ini sebenarnya ingin menunjukkan suatu pola penurunan kata yang saling

(22)

Penelitian ini tentunya berbeda dengan apa yang telah dibahas oleh para

ahli di atas. Pertama, melalui penelitian ini, diupayakan untuk menemukan

selengkap mungkin kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Kedua,

melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menerangkan tahap pembentukan kata

polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Ketiga, melalui penelitian ini,

peneliti bermaksud menjelaskan kategori kata polimorfemik yang berasal dari

morfem ajar. Keempat, melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menjelaskan

hubungan makna kata-kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.

1.6 Landasan Teori

Untuk menerangkan proses pembentukan kata diperlukan berbagai

konsep. Pertama, proses morfologis diterapkan untuk menerangkan proses

pembentukan kata-kata baru yang berasal dari morfem ajar. Kedua, dalam proses

pembentukan kata diperlukan juga perihal pengertian bentuk asal dan bentuk

dasar untuk menunjukkan asal mula pembentukan kata. Ketiga, setelah proses

pembentukan kata tentunya kata akan berganti kategori, untuk dapat menerangkan

kategorisasi tersebut maka akan dihadirkan perihal pengertian kategori dalam

pembentukan kata. Keempat, dalam proses pembentukan kata diterapkan juga

perihal pengertian makna yang muncul setelah kata menjadi bentuk yang lebih

kompleks. Kelima, dalam proses morfologis khususnya afiksasi adanya perpaduan

antara morfem yang satu dengan morfem yang lain pada bentuk tertentu akan

menimbulkan adanya proses morfofonemik, untuk dapat menerangkan proses

(23)

proses morfofonemik. Keenam, proses pembentukan kata dapat menunjukkan

adanya keterkaitan makna antar kata, keterkaitan makna antar kata inilah yang

disebut dengan hubungan paradigmatis, untuk itulah dalam proses pembentukan

kata ini akan dihadirkan perihal pengertian hubungan paradigmatis.

1.6.1 Pengertian Proses Morfologis

Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Pembentukan Kata Dalam

Bahasa Indonesia (1989:12-181) mendefinisikan proses morfologis sebagai

proses pembentukan kata-kata baru dari bentuk lain yang merupakan bentuk

dasarnya. Kridalaksana dalam bukunya menyajikan enam macam proses

morfologis, yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, dan

derivasi balik.

Pertama, derivasi zero, dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal

tanpa perubahaan apa-apa. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata yang amat

terbatas jumlahnya, ialah kata-kata makan, minum, minta, dan mohon, yang

semuanya termasuk golongan kata bentuk aktif. Kata-kata makan, minum, minta,

dan mohon termasuk golongan kata kerja aktif, karena kata-kata ini dapat diikuti

objek dan juga dapat dipasifkan: makan → dimakan, minum → diminum,

minta → diminta, mohon → dimohon. Sebagai kata kerja bentuk pasif, kata-kata

tersebut tidak ditandai dengan afiks me(N)-. Maka perubahan dari kata-kata

makan, minum, minta, dan mohon sebagai bentuk dasar menjadi kata-kata makan,

(24)

zero, yang sebenarnya berarti perubahan kosong atau tidak ada perubahan, dan

prosesnya disebut derivasi zero.

Kedua, afiksasi adalah proses pengubahan leksem menjadi kata

kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori

tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori),

(3) sedikit banyak berubah maknanya. Adapun afiks-afiks itu ialah prefiks, yaitu

afiks yang diletakkan dimuka dasar, contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-;

infiks, yaitu afiks yang diletakkan didalam dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, -in-;

sufiks, yaitu afiks yang diletakkan dibelakang dasar, contoh: -an, -kan, -i;

simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang

dileburkan pada dasar; konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu

dimuka bentuk dasar dan satu dibelakang bentuk dasar, contoh: ke-an, pe-an,

per-an, ber-an; superfiks atau suprafiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan

ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem

suprasegmantal; dan kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih

yang bergabung dengan dasar, contoh: me-kan, me-i, memper-kan, memper-i,

ber-kan, ter-ber-kan, per-ber-kan, pe-an, se-nya. Misalnya pembubuhan afiks pe(N)- pada

bentuk ajar menjadi pengajar. Dalam proses pembubuhan afiks ini terlihat bahwa

selain mengalami perubahan bentuk, berubah pula kategorisasinya menjadi

nomina dan tentunya memiliki makna yang berbeda dari makna sebelumnya.

Ketiga, reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan bentuk,

baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

(25)

bentuk dasar. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat

digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (1) Pengulangan seluruh, ialah

pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem, dan tidak

berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya: sepedasepeda-sepeda.

(2) Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.

Dalam pengulangan sebagian, ada kecenderungan untuk hanya mengulang bentuk

asalnya saja, seperti dalam contoh berikut; membaca → membaca-baca.

(3) Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya:

anak → anak-anakan. (4) Pengulangan dengan perubahan fonem. Misalnya:

bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang dengan perubahan

fonem, dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.

Keempat, abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian

leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata,

sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Diantara bentuk-bentuk kependekan

terdapat: (1) singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa

huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: KKN

(Kuliah Kerja Nyata), (2) penanggalan, yaitu proses pemendekan yang

mengekalkan salah satu bagian dari leksem, seperti: Prof (Profesor), (3) akronim,

yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian

yang lain yang ditulis dan dilafalkan (sebagai sebuah kata) yang sedikit banyak

memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti: FKIP /efkip/ dan bukan /ef/, /ka/,

/i/, /pe/, dan (4) kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem

(26)

Kelima, komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang

membentuk kata. Adapun ciri dari komposisi ialah ketaktersisipan, ketakterluasan,

dan ketakterbalikan. Sebagai contoh kata mata pelajaran, kata ini terdiri dari dua

leksem mata dan leksem pelajaran. Kata ini memenuhi ciri sebagai komposisi,

pertama, ketaktersisipan diantara leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat

disisipi kata lain *mata dan pelajaran; kedua, ketakterluasan, kata mata pelajaran

tidak dapat diperluas *bermatapelajaran, dan ketiga, ketakterbalikan, diantara

leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat dipertukarkan posisinya

*pelajaran mata.

Keenam, derivasi balik diartikan sebagai proses pembentukan kata yang

didasarkan pada pola-pola yang ada. Misalnya pembentukan kata pungkir dalam

dipungkiri yang dipakai orang karena mengira bentuk itu merupakan padanan

pasif dari memungkiri. Terjadinya mungkirpungkir didasarkan pada pola

peluluhan fonem.

1.6.2 Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar

Ramlan dalam bukunya Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif

(1979:25-26) memberikan pengertian yang berbeda antara bentuk asal dan bentuk

dasar. Bentuk asal ialah bentuk yang paling kecil yang menjadi asal suatu kata

kompleks. Bentuk dasar ialah bentuk linguistik, baik tunggal maupun kompleks

yang menjadi dasar bentukan bagi bentuk kompleks. Sebagai contoh kata

berpelajaran memiliki bentuk asal ajar dan bentuk dasar pelajaran. Kata

(27)

1.6.3 Pengertian Kategori Kata dalam Pembentukan Kata

Kridalaksana (1989:22) menjelaskan bahwa kategorisasi atau klasifikasi

terjadi sesudah kata terbentuk. Kategorisasi hanya diberikan kepada satuan

sintaktis, yaitu kata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa morfem tidak

berkategori karena satuan ini baru diperoleh dari kata. Kategorisasi dalam bahasa

Indonesia terbagi atas: verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia,

interogatifa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan

interjeksi.

1.6.4 Pengertian Makna dalam Pembentukan Kata

Chaer dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia

(1994:60-62) memberikan pengertian makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat

leksem, atau bersifat kata. Selain itu makna leksikal dapat pula dikatakan sebagai

makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi

alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Sebagai

contoh kata janda makna leksikalnya adalah ‘wanita yang tidak bersuami lagi,

karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya’. Makna gramatikal

adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal separti proses

afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Sebagai contoh kata menjanda

(28)

1.6.5 Pengertian Proses Morfofonemik

Ramlan (1979:52) menjelaskan bahwa morfofonemik ialah ilmu yang

mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan

morfem dengan morfem lain. Proses morfofonemis terbagi kedalam tiga proses,

yaitu (1) proses perubahan fonem, (2) proses penambahan fonem, dan (3) proses

hilangnya fonem. Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b, ,r/.

Akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah

menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan

kata belajar. Demikianlah di sini terjadi proses morfofonemis yang berupa

perubahan fonem, ialah perubahan fonem /r/ pada ber- menjadi /l/.

1.6.6 Pengertian Hubungan Paradigmatis

Kentjono (1982:134) mendefinisikan hubungan paradigmatis sebagai

hubungan antara unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan

unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan ini

disebut pula hubungan in absentia atau hubungan asosiatif. Dalam morfologi,

hubungan paradigmatis digunakan untuk menunjuk hubungan makna antar

kata-kata polimorfemik yang memiliki bentuk asal yang sama. Sebagai contoh makna

kata pengajar ‘orang yang mengajar’ memiliki hubungan dengan kata mengajar

‘perbuatan aktif ajar’.

(29)

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada

(Sudaryanto,1988:62). Pada penelitian ini akan dideskripsikan proses

pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar meliputi; bentuk,

tahap pembentukan, kategori kata, dan makna sebagai hasil dari proses morfologis

morfem ajar.

1.7.2 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategi sebagaimana yang

dikemukakan Sudaryanto (1993:5), yaitu pengumpulan data, analisis data, dan

penyajian hasil analisis data. Setiap tahapan itu dilakukan dengan metode tertentu

sehingga terdapat metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,

menganalisis data, dan menyajikan hasil analisis data.

1.7.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak, yaitu metode yang

dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 135). Yang

disimak adalah proses pembentukan morfem ajar menjadi kata polimorfemik.

Metode ini diterapkan dengan teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC,

yakni tidak berpartisipasi dan hanya menyimak penggunaan bahasa saja

(30)

pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar beserta dengan

bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna setelah mengalami proses

morfologis.

1.7.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data digunakan metode agih, yaitu metode yang alat

penentunya merupakan bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto,1993:15). Pada

metode agih digunakan teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung atau teknik

BUL. Disebut demikian karena peneliti membagi satuan lingual datanya menjadi

beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang langsung

membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Misalnya kata

pengajar dan pelajar, unsur pembentuk kedua kata ini dapat ditunjukkan dengan

diagram (1a) dan (2a) berikut. .

(1a) pengajar

peng- ajar

(2a) pelajar

per- ajar

Pada metode agih ini digunakan teknik perluas, yaitu untuk menentukan

segi-segi kemaknaan (aspek semantis) satuan lingual tetentu (Sudaryanto,

1993:55). Penggunaan teknik perluas penting untuk kadar kesinoniman bila

(31)

bersinonim satu sama lain. Dalam hal ini, sinonim berarti sama informasinya,

mirip maknanya, dan berbeda bentuknya. Umum dikenal bahwa kalimat aktif dan

kalimat pasif itu saling berparafrasa. Pernyataan itu berarti bahwa kedua kalimat

itu bersinonim, sama informasinya dan mirip maknanya. Jadi kalimat (1) berikut

sama informasinya dan mirip maknanya dengan kalimat (2) berikut ini.

(1) Guru baru itu mengajar siswa kelas satu.

(2) Siswa kelas satu diajar oleh guru baru itu.

Hal ini akan lebih jelas terlihat manakala kedua kalimat itu sama-sama diperluas

baik kekiri maupun kekanan menjadi (3) dan (4) berikut.

(3) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu

mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.

(4) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas

satu diajar oleh guru baru itu, dengan penuh kesabaran.

Akan tetapi, apakah kalimat (5) berikut bersinonim pula dengan kalimat (6)

berikutnya, kepastian itu akan jelas terlihat manakala teknik perluas digunakan

untuk mengujinya, sebagaimana terlihat pada kalimat (7) dan (8) berikutnya.

(5) Guru baru itu tidak mengajar siswa kelas satu.

(6) Siswa kelas satu tidak diajar oleh guru baru itu.

(7) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu

tidak mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.

(8) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas

(32)

Dari hasil penggunaan teknik perluas terlihat kadar kesinoniman dua pasang

kalimat, yaitu (1)-(2) dan (5)-(6), berbeda. Dua kalimat aktif-pasif yang positif,

yaitu (1)-(2), kadar kesinonimannya tinggi; dua kalimat aktif-pasif yang negatif,

yaitu (5)-(6), kadar kesinonimannya rendah.

Selain itu, pada metode agih ini digunakan juga teknik parafrase. Teknik

parafrase ini setidak-tidaknya memiliki tiga kegunaan, yaitu (a) menentukan

satuan makna konstituen sintaksis yang disebut “peran” (seperti pelaku atau

agentif, penderita atau objektif, dsb); (b) mengetahui pola struktural peran, dan

(c) mengetahui tipe tuturan berdasarkan pola strukturalnya. Perhatikan contoh

berikut.

(9) Ia mengajarkan materi itu kepada murid-muridnya yang baru.

(10) Materi itu diajarkannya kepada murid-muridnya yang baru.

(11) Materi itu diajarkan kepada murid-muridnya yang baru olehnya.

Atau, dari bentuk kalimat (10) dan (11), contoh tuturan (9) dapat berubah menjadi

kalimat (12).

(9) Ia mengajarkan materiitu kepada murid-muridnya yang baru.

(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru denganmateriitu.

Kalimat (12) pun dapat diubah wujudnya dengan teknik ubah wujud atau

parafrase menjadi (13) dan (14) sebagaimana (9) menjadi (10) dan (11).

(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru dengan materi itu.

(13) Murid-muridnya yang baru diajari (nya) dengan materi itu.

(33)

Melalui contoh di atas, terlihat bahwa pengubahan wujud itu

menghasilkan bentuk tuturan parafrase yang gramatikal secara bentuk dan

berterima secara maknawi. Parafrase hasil pengubahan wujud bukan saja harus

mempertahankan informasi semula, tetapi juga harus tetap bermakna sepenuhnya

(Sudaryanto, 1993:85).

1.7.2.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode penyajian

informal dan metode penyajian formal sebagaiman yang diungkapkan Sudaryanto

(1993: 145). Metode penyajian informal adalah metode yang dalam penyajian

hasil analisis datanya menggunakan kata-kata biasa. Metode penyajian formal

adalah perumusan dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:

tanda bintang (*) dan bagan, selain itu dalam penelitian ini digunakan juga

diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal

dari morfem ajar.

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bab. Bab I merupakan bab

pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian. Bab II uraian tentang proses pembentukan kata

polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Bab III merupakan penutup berisi

(34)

17

BAB II

PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK

YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR

2.1 Pengantar

Morfem ajar dapat menjadi asal pembentuk kata polimorfemik. Kata

polimorfemik yang dibentuk dari morfem ajar adalah mengajar, diajar, belajar,

ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari,

mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, ajaran, pengajar,

pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan,

pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,kepelajaran,

kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku

pelajaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.

2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar

Kata mengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

me(N)-dan ajar. Unsur me(N)- dalam mengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu

fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain

sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga

morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajar dapat

(35)

mengajar

me(N)- ajar

Afiks meng- pada morfem mengajar berfungsi membentuk verba aktif

transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(15) Pak Guru mengajar siswa kelas satu. S P O

Secara fungsional kalimat (15) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P) dan Objek (O). Fungsi S diisi kata Pak Guru yang termasuk kategori

N, fungsi P diisi kata mengajar yang termasuk kategori V, dan fungsi O diisi kata

siswa kelas satu yang termasuk kategori N.

Kata mengajar pada contoh (15) termasuk verba karena dapat dinegatifkan

dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(15a) Pak Guru tidakmengajar siswa kelas satu. S P O

Kata mengajar termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan

dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu, kata mengajar

termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajar.

Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif

transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada

contoh (15b) berikut.

(36)

Frase Siswa kelas satu yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif

(15) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (15b). Maka pelaku

tindakan tidak lagi terdapat pada S, melainkan pada KET, ialah Pak Guru.

Dengan demikian, kata mengajar merupakan verba yang menyatakan makna

‘tindakan aktif’ yaitu ‘melakukan perbuatan mengajar’.

2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar

Kata diajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan

ajar. Unsur pembentuk kata diajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

diajar

di- ajar

Afiks di- pada morfem diajar berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.

Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(16) Siswa kelas kami diajar oleh guru baru. S P KET

Secara fungsional kalimat (16) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P) dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Siswa kelas kami yang

termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajar yang termasuk kategori V, dan

fungsi KET diisi kata oleh guru baru yang termasuk frase preporsional.

Kata diajar pada contoh (16) termasuk verba karena dapat dinegatifkan

dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(37)

Kata diajar termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat

verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’

sebagaimana tampak pada contoh (16) S diisi oleh ‘penderita’ Siswa kelas kami.

Dengan demikian, kata diajar merupakan verba yang menyatakan makna

‘tindakan pasif’.

2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar

Kata belajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ber- dan

ajar. Unsur ber- dalam belajar mengalami proses morfofonemik, yaitu

berubahnya fonem /r/ pada morfem ber- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain

sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga

morfem ber- berubah menjadi bel-. Unsur pembentuk kata belajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

belajar

ber- ajar

Afiks ber- pada morfem belajar berfungsi membentuk verba intransitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(17) Adik belajar di kamar. S P KET

Secara fungsional kalimat (17) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

(38)

kategori N, fungsi P diisi kata belajar yang termasuk kategori V, dan fungsi KET

diisi kata dikamar yang termasuk frase preporsional.

Kata belajar pada contoh (17) termasuk kategori verba karena dapat

dinegatifkandengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(17a) Adik tidak belajar di kamar. S P KET

Kata belajar termasuk verba intransitif karena apabila digunakan dalam

kalimat tidak menuntut hadirnya fungsi O, sebagaimana tampak pada contoh (17).

Dengan demikian, kata belajar merupakan verba yang menyatakan makna

‘tindakan’.

2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan

Kata ajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan

-kan. Unsur pembentuk kata ajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

ajarkan

ajar -kan

Afiks -kan pada morfem ajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba pasif

imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(18) Ajarkan sopan santun padanya! P S KET

Secara fungsional kalimat (18) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),

(39)

kategori V, fungsi S diisi kata sopan santun yang termasuk kategori Adj, dan

fungsi KET diisi kata padanya yang termasuk kategori N. Dengan demikian, kata

ajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.

2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari

Kata ajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan

-i. Unsur pembentuk kata ajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

ajari

ajar -i

Afiks -i pada morfem ajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif

imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(19) Ajari anak ini menggambar! P S KET

Secara fungsional kalimat (19) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),

Subjek (S) , dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata Ajari yang termasuk kategori V, fungsi S diisi kata anak ini yang termasuk kategori N, dan fungsi KET

diisi kata menggambar yang termasuk kategori V. Dengan demikian, kata ajari

merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.

2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajarkan

Kata mengajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

(40)

ajar dan –kan. Unsur me(N)- dalam mengajarkan mengalami proses

morfofonemik, yaitu fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi /n/. Hal ini

tidak lain sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar

sehingga morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata

mengajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

mengajarkan

ajarkan

meng- ajar -kan

Afiks meng- pada morfem mengajarkan berfungsi sebagai pembentuk

verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(20) Pak guru mengajarkan perilaku sopan santun kepada siswa-siswanya. S P O KET

Secara fungsional kalimat (20) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Pak guru

yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajarkan yang termasuk

kategori V, fungsi O diisi kata perilaku sopan santun yang termasuk kategori N,

dan fungsi KET diisi kata siswa-siswanya yang termasuk kategori N.

Kata mengajarkan pada kalimat (20) termasuk verba karena dapat

dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(41)

Kata mengajarkan termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan

dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu kata mengajarkan

termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajarkan,

apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif

transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada

contoh (20b) berikut.

(20b) Perilaku sopan santun diajarkan oleh Pak guru kepada siswa-siswanya. S P KET Pel

Frase perilaku sopan santun yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif

(20) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (20b). Maka pelaku

tindakan tidak lagi terdapat pada Subjek, melainkan pada keterangan, yakni frase

oleh Pak guru. Dengan demikian, kata mengajarkan merupakan verba yang

menyatakan makna ‘tindakan aktif’ yaitu ‘hal pengajaran’.

2.1.7 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajarkan

Kata diajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan

ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan -kan.

Unsur pembentuk kata diajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

diajarkan

ajarkan

(42)

Afiks di- pada morfem diajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba

pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(21) Lagu itu diajarkan oleh ibu kepada anaknya S P O KET

Secara fungsional kalimat (21) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata lagu itu yang

termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajarkan yang termasuk kategori V,

fungsi O diisi kata oleh ibu yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata

kepada anaknya yang termasuk kategori N.

Kata diajarkan pada contoh (21) termasuk verba karena dapat dinegatifkan

dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(21a) Lagu itu tidakdiajarkan oleh ibu kepada anaknya.

S P O KET

Kata diajarkan termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat

verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’

sebagaimana tampak pada contoh (21) S diisi oleh ‘penderita’ lagu itu. Dengan

demikian, kata diajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan

pasif’.

2.1.8 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajari

Kata mengajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

me(N)-dan ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i.

Unsur me(N)- dalam mengajari mengalami proses morfofonemik, yaitu

(43)

akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem

me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajari dapat

ditunjukkan dengan diagram berikut.

mengajari

ajari

me(N)- ajar -i

Afiks me(N)- pada morfem mengajari berfungsi sebagai pembentuk verba

aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(22) Pak Guru mengajari anak-anak dengan sabar.

S P O KET

Secara fungsional kalimat (22) terdiri dari empat fungsi yaitu Subjek (S),

Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata Pak Guru

yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajari yang termasuk kategori

V, fungsi O diisi kata anak-anak yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi

kata dengan sabar yang termasuk kategori konjungsi.

Kata mengajari pada contoh (22) termasuk verba karena dapat

dinegatifkandengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(22a) Pak Guru tidakmengajari anak-anak dengan sabar.

S P O KET

Kata mengajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan

(44)

termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajari.

Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif

transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada

contoh (22b) berikut.

(22b) Anak-anak diajari dengan sabar oleh Pak guru.

S P Pel KET

Frase anak-anak yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif (22) berubah

menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (22b). Maka pelaku tindakan tidak lagi

terdapat pada S, melainkan pada KET, yakni frase oleh Pak Guru. Dengan

demikian, kata mengajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan

aktif’, yaitu ‘melakukan tindakan pengajaran’.

2.1.9 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajari

Kata diajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan

ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i. Unsur

pembentuk kata diajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

diajari

ajari

(45)

Afiks di- pada morfem diajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif .

Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(23) Saya diajari menari oleh ibu. S P Pel KET

Secara fungsional kalimat (23) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), Pelengkap (Pel), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata saya

yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajari yang termasuk kategori V,

fungsi Pel diisi kata menari yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata

oleh ibu yang termasuk kategori N.

Kata diajari pada contoh (23) termasuk verba karena dapat dinegatifkan

dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(23a) Saya tidakdiajari menari oleh ibu. S P Pel KET

Kata diajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat

verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’

sebagaimana tampak pada contoh (23) S diisi oleh ‘penderita’ saya. Dengan

demikian, kata diajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.

2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari

Kata pelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

per-dan ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur

per- dalam pelajari mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/

(46)

morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi

pel-. Unsur pembentuk kata pelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

pelajari

ajari

per- ajar -i

Afiks per- pada morfem pelajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif

imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(24) Pelajari materi ini dengan baik. P O KET

Secara fungsional kalimat (24) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),

Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pelajari yang termasuk

kategori V, fungsi O diisi kata materi ini yang termasuk kategori N, dan fungsi

KET diisi kata dengan baik yang termasuk kategori konjungsi. Dengan demikian,

kata pelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.

2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mempelajari

Kata mempelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

mem- dan pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu

sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari

mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /r/ pada morfem per- berubah

(47)

dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi pel-. Unsur

pembentuk kata mempelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

mempelajari

pelajari ajari mem- per- ajar -i

Afiks mem- pada morfem mempelajari berfungsi sebagai pembentuk

verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(25) Para ilmuwan mempelajari struktur lapisan bumi. S P O

Secara fungsional kalimat (25) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), Objek (Objek). Fungsi S diisi kata para ilmuwan yang termasuk

kategori N, fungsi P diisi kata mempelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi

O diisi kata struktur lapisan bumi yang termasuk kategori N.

Kata mempelajari pada contoh (25) termasuk verba karena dapat

dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(25a) Para ilmuwan tidakmempelajari struktur lapisan bumi. S P O

Kata mempelajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan

dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (Objek). Selain itu kata mempelajari

termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif dipelajari.

(48)

transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada

contoh (25b) berikut.

(25b) Struktur lapisan bumi dipelajari oleh para ilmuwan. S P KET

Frase struktur lapisan bumi yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif

(25) berubah fungsi menjadi S dalam kalimat pasif (25b). Maka pelaku tindakan

tidak lagi terdapat pada S melainkan pada KET, ialah oleh para ilmuwan. Dengan

demikian, kata mempelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan

aktif ‘ yaitu ‘melakukan perbuatan mempelajari’.

2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari

Kata dipelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan

pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu sendiri

terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari mengalami

proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada morfem per- menjadi

fonem /l/. Unsur pembentuk kata dipelajari dapat ditunjukkan dengan diagram

berikut.

dipelajari

(49)

Afiks di- pada morfem dipelajari berfungsi sebagai pembentuk verba

pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(26) Materi ini dipelajari dengan teliti. S P KET

Secara fungsional kalimat (26) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata materi ini yang termasuk

kategori N, fungsi Pdiisi kata dipelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi

KET diisi kata dengan teliti yang termasuk kategori konjungsi.

Kata dipelajari pada contoh (26) termasuk verba karena dapat

dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(26a) Materi ini tidak dipelajari dengan teliti. S P KET

Kata dipelajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam

kalimat verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’

sebagaimana tampak pada contoh (26a) S diisi oleh ‘penderita’ materi ini. Dengan

demikian, kata dipelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan

pasif’.

2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar

Kata terajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan

ajar. Unsur pembentuk kata terajar dapat di tunjukkan dengan diagram berikut. terajar

(50)

Afiks ter- pada morfem terajar berfungsi sebagai pembentuk verba.

Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(27) Tenaga pendidik di sekolah itu sangat minim maka 75 siswanya S O

tidakterajar dengan baik. P

Secara fungsional kalimat (27) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Objek (O), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata tenaga pendidik di sekolah itu

sangat minim yang termasuk kategori N, fungsi O diisi kata maka 75 siswanya

yang termasuk kategori N, dan fungsi P diisi kata tidak terajar dengan baik yang

termasuk kategori V.

Kata terajar termasuk verba karena dapat dinegatifkan dengan kata ingkar

tidak, sebagaimana tampak pada contoh (27). Dengan demikian, kata terajar

merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajar’.

2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari

Kata terajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan

ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur pembentuk kata terajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

terajari

ajari

(51)

Afiks ter- pada morfem terajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.

Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(28) Budi tidakterajari dengan sendirinya sebagi penjudi. S P KET

Secara fungsional kalimat (28) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Budi yang termasuk

kategori N, fungsi P diisi kata terajari dengan sendirinya yang termasuk kategori

V, dan fungsi KET diisi kata sebagaipenjudi yang termasuk kategori N.

Kata terajari termasuk verba karena kata tersebut dapat dinegatifkan dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (28). Dengan demikian, kata terajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajari’.

2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan

Kata terajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter-

dan ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –

kan. Unsur pembentuk kata terajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

Terajarkan

ajarkan

(52)

Afiks ter- pada morfem terajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba

pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(29) Buku sejarah yang disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik sehingga S

kemelut seputar Supersemar tidakterajarkan secara lengkap. KET P

Secara fungsional kalimat (29) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S), Keterangan (KET), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata Buku sejarah yang

disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik yang termasuk kategori N, fungsi KET diisi kata sehingga kemelut seputar Supersemar yang termasuk kategori N,

dan fungsi P diisi kata tidak terajarkan secara lengkap yang termasuk kategori V.

Kata terajarkan termasuk dalam verba karena kata tersebut dapat

dinegatifkan dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (29).

Dengan demikian, kata terajarkan merupakan verba yang menyatakan makna

‘dapat diajarkan’.

2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran

Kata ajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan

an. Unsur pembentuk kata ajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

ajaran

(53)

Afiks -an pada morfem ajaran berfungsi sebagai pembentuk nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(30) Ajaran itu mengingatkan aku pada suatu hal. S O KET

Secara fungsional kalimat (30) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),

Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata ajaran itu yang termasuk

kategori N, fungsi O diisi kata mengingatkan aku yang termasuk kategori N, dan

fungsi KET diisi kata pada suatu hal yang termasuk kategori N.

Kata ajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti

kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (30). Dengan

demikian, kata ajaran merupakan nomina yang menyatakan makna ‘suatu hal

yang diajarkan’.

2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar

Kata pengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

pe(N)-dan ajar. Unsur pe(N)- dalam pengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu

berubahnya fonem /N/ pada morfem pe(N)- menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain

sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga

morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur pembentuk kata pengajar dapat

ditunjukkan dengan diagram berikut.

pengajar

(54)

Afiks pe(N)- pada morfem pengajar berfungsi sebagai pembentuk nomina.

Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(31) Pengajaritu profesional dalam segala bidang. S KET

Secara fungsional kalimat (31) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan

Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata pengajar itu yang termasuk kategori N,

dan fungsi KET yang diisi kata profesional dalam segala bidang yang termasuk

kategori N.

Kata pengajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti

kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (31). Dengan

demikian, kata pengajar merupakan nomina yang menyatakan makna ‘seorang

yang mengajar’.

2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran

Kata pengajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari

pe(N)-/-an dan ajar. Unsur pe(N)- pada konfiks pe(N)-/-an dalam pengajaran

mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /N/ pada morfem

pe(N)- menjadi /n/. Hal ini tidak lain sebagai akibat bertemunya morfem tersebut

dengan morfem asal ajar sehingga morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur

pembentuk kata pengajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut

pengajaran

(55)

Afiks pe(N)-/-an pada morfem pengajaran berfungsi sebagai pembentuk

nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.

(32) Pengajaran itu dilakukan secara bertahap. P KET

Secara fungsional kalimat (32) terdiri dari dua fungsi, yaitu Predikat (P)

dan fungsi Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pengajaran itu yang termasuk

kategori V, dan fungsi KET diisi kata dilakukan secara bertahap yang termasuk

kategori N.

Kata pengajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat

diikuti kata itu yang bersifat diektik sebagaimana tampak pada contoh (32).

Dengan demikian, kata pengajaran merup

Referensi

Dokumen terkait

Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan. Jika metode

Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan library yang berasal dari kata liber atau libri.Menurut International of Library Associations Institutions (IFLA) Perpustakaan

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan

Dapat disimpulkan bahwa dalam bidang konstruksi, entrepreneur yang berasal dari latar belakang pendidikan konstruksi atau lulusan dari teknik sipil akan mempunyai

Kenjougo adalah keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri pembicara (termasuk benda-benda,

Tadi secara istilahi atau epistimologis disebutkan, “Islam” adalah satu agama dan sistem ajaran Ilahiyah (ketuhanan) yang berasal dari Allah SWT yang disampaikan

Sampel di ambil terdiri dari mahasiswa yang berasal dari SMA berjumlah 15 dan SMK berjumlah 15 orang yang totalnya 30 sampel dan hasilnya di lihat dari hasil

Hak Cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaitu Hak dan Cipta.Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “Hak” berarti suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang