i
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Dwi Supatmi
024114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Bapakku tercinta Beni Atmoko
Ibuku tercinta Painem
Kedua kakakku Mas Bowo & Mbak Trie
Dia yang memberiku semangat Andi Kristiawan
Mas Eko & Mbak Yantie yang selalu meluangkan waktu untukku
Yang selalu membuatku kacau Dyan imoet
Dan untuk orang-orang yang mengasihiku
.
v
dengan kesuksesan. Kita sering mengetahui apa yang akan kita buat, dengan
menentukan apa yang tidak akan kita buat. Orang yang tidak pernah membuat
kesalahan, mereka tidak pernah membuat penemuan.
vi
Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
Pembahasan ini meliputi: bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna.
Keempat permasalahan tersebut dipecahkan secara terpadu dalam skripsi ini.
Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan proses pembentukan kata polimorfemik
yang berasal dari morfem ajar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini
dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii)
tahap analisis data, (iii) tahap penyajian analisis data. Dalam pengumpulan data
digunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa pada sumber data.
Penggunaan bahasa yang disimak adalah kalimat yang mengandung kata
polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Metode ini diterapkan dengan
teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC, yakni tidak berpartisipasi dan
hanya menyimak penggunaan bahasa saja.
Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih, yaitu
metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai alat penentunya.
Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, caranya dengan
membagi kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Setelah data
dianalisis dengan teknik bagi unsur langsung dilanjutkan dengan teknik perluas,
adalah teknik yang dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang
bersangkutan kekanan atau kekiri dan perluasan itu menggunakan unsur-unsur
tertentu, dan teknik parafrase, dengan cara memparafrase unsur satuan lingual
yang bersangkutan.
Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.
Penyajian dengan metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa. Penyajian dengan metode formal adalah perumusan
hasil analisis data dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:
tanda bintang (*) dan bagan. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan juga
diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar.
Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut. Pertama,
ditemukan tiga puluh delapan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar,
yaitu
mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,
ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar,
membelajarkan, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,
kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku
ajar, buku pelejaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.
vii
dua tahap pembentukan adalah
mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari,
pelajari,
terajari,
terajarkan,
keterajaran,
kepelajaran,
kepengajaran,
berpelajaran, terpelajar, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, dan
mata pelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang
mengalami tiga tahap pembentukan adalah
mempelajari, dipelajari,
dan
membelajarkan.
Ketiga, pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar
terdiri dari tiga macam kategori kata, yaitu (1) kategori verba, (2) kategori
nomina, dan (3) kategori adjektiva. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori verba adalah
mengajar, diajar, belajar, ajarkan,
ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari, mempelajari,
dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, pengajaran, pelajaran, membelajarkan,
pembelajaran,
dan pemelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori nomina adalah
ajaran, pengajar, pelajar,
berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,
keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar,
dan
bintang pelajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang
termasuk kategori adjektiva adalah terpelajar dan kurang ajar.
viii
University.
This study discusses polymorphemic words derived from the morpheme
ajar. The discussion includes the form phase, formation, words category, and
meaning. In this study four issues are solved. The objective is to describe the
formation process of polymorphemic words derived from the morpheme ajar.
This study is a descriptive, i.e. a type of research that describes the object
of the study based on the fact. The research was conducted through three strategic
steps. Those are collecting data, analyzing data, and presenting data analysis.
Collecting the data, a complete attention method is used, that is examining the
language usage in the data sources. In the language uses is some sentences contain
the polymorphemic words derived from the morpheme
ajar. Are closely the
method applied using SBLC (or simak bebas libat cakap) technique.
The method applied in analyzing data was distribution (agih) method, i.e. a
research method which uses the language it self as the determiner. The apllied
technique was direct element division technique (teknik bagi unsur langsung) by
categorizing the polymorphemic words derived from the morpheme
ajar. After
being analyzed using the previous technique, the data were analyzed using
extending technique (teknik perluas) by extending the language unit
–
preceeding
on following the existing language using particular elements, and paraphrase
technique (teknik parafrase) usies was done by paraphrasing the related lingual
element unit.
The results of the data analysis are presented with both informal and
formal methods. The informal method of presentation is the data analysis result
in ordinary words, while the formal method of presentation is formulation of the
data analysis result using signs and symbols. The signs include the star (*) and
chart. In addition, this research also uses three diagrams for the presentation of
direct elements of the polymorphyemic words derived from the morpheme
ajar.
The research finds the following findings. First, thirty eight polymorphemic words
derived from the morpheme
ajar
are found, those are
mengajar,
diajar,
belajar,
ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari diajari, pelajari, mempelajari,
dipelajari,terajar,terajari,terajarkan,ajaran,pengajar,pengajaran,pelajar,pelajar
an, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan, pembelajar, pembelajaran,
pemelajar, pemelajaran, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran,
bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar, bintang
pelajar, and kurang ajar.
ix
Second, the polymorphemic step formation of words derived from the
morpheme
ajar can be categorized into three phases, which were (1) one
formation step, (2) two formation step, and (3) three formation step. The
polymorphemic words derived from the morpheme
ajar that has one formation
step are mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajarkan, ajari, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, terajar, bahan ajar, buku ajar, mata ajar, and
kurang ajar. The polymorphemic words derived from the morpheme ajar that has
two formation steps are
mengajarkan,
diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari,
terajari, terajarkan, keterajaran, kepengajaran, berpelajaran, terpelajar,
pembelajaran, pemelajaran, pembelajar, pemelajar, mata pelajaran, buku
pelajaran,
and
bintang pelajar. The polymorphemic words derived from the
morpheme
ajar that has three formation steps are
mempelajari, dipelajari,
membelajarkan, and keterpelajaran..
Third, the polymorphemic words derived from the morpheme
ajar consist
of three word categories, which are (1) verb, (2) noun, and (3) adjective. The
polymorphemic word originated from the morpheme
ajar, which belongs to verb
category are
mengajar,
diajar,
belajar, ajarkan,
ajari,
mengajarkan,
diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,
pengajaran, pelajaran, membelajarkan, pembelajaran ,and pemelajaran. The
polymorphemic words derived from the morpheme
ajar that belongs to noun are
ajaran, pengajar, pelajar, berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran,
kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku
ajar, buku pelajaran, mata ajar, and bintang pelajar. The polymorphemic words
derived from the morpheme
ajar that belongs to adjective are terpelajar,
and
kurang ajar.
x
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
daftar pustaka. Sebagaimana layaknya karangan ilmiah.
Yogyakarta, 3 April 2007
Penulis
xi
limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi
ini:
1. Dr. Praptomo Baryadi I., M.Hum., selaku dosen pembimbing I, atas bimbingan,
masukan, kesabaran, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
2. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku dosen pembimbing II, atas bimbingan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
3. Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M.S, S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F.
Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Arwan Tuti Artha, atas perkuliahan yang telah
diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata
Dharma,
4. Staf Sekretariat Sastra Universitas Sanata Dharma, atas pelayanannya,
5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
peminjaman buku yang diperlukan penulis serta fasilitas komputer yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
xii
Yogyakarta, 3 April 2007
xiii
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1
..
Latar Belakang... 1
1.2
..
Rumusan Masalah ... 2
1.3
..
Tujuan Penelitian ... 3
1.4
..
Manfaat Penelitian ... 3
1.5
..
Tinjauan Pustaka... 3
1.6
..
Landasan Teori ... 5
1.6.1
Pengertian Proses Morfologis ... 6
1.6.2
Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar ... 9
xiv
1.7
Metodologi Penelitian ... 12
1.7.1
Jenis Penelitian ... 12
1.7.2
Prosedur Penelitian ... 12
1.7.2.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 12
1.7.2.2
Metode dan Teknik Analisis Data ... 13
1.7.2.3
Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 16
1.8
Sistematika Penyajian ... 16
BAB II. PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK YANG
BERASAL DARI MORFEM
AJAR
... 17
2.1 Pengantar ... 17
2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar ... 17
2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar ... 19
2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar... 20
2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan ... 21
2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari ... 22
2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mengajarkan ... 22
xv
2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari ... 28
2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mempelajari ... 29
2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari .... 31
2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar ... 32
2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari ... 33
2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan ... 34
2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran ... 35
2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar ... 36
2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran . 37
2.1.19 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajar... 38
2.1.20 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajaran ... 39
2.1.21 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Berpelajaran ... 40
2.1.22 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terpelajar .... 42
2.1.23 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Membelajarkan ... 43
2.1.24 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
xvi
Pemelajar... 47
2.1.27 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Pemelajaran ... 48
2.1.28 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Keterajaran .. 49
2.1.29 Proses Pembentukn Kata Polimorfemik Kepelajaran.... 51
2.1.30 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Kepengajaran... 52
2.1.31 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Katerpelajaran ... 53
2.1.32 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Bahan Ajar ... 54
2.1.33
Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mata Pelajaran ... 56
2.1.34 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Buku Ajar ... 58
2.1.35 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Buku Pelajaran ... 59
2.1.36 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mata Ajar ... 61
2.1.37 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
xvii
BAB III PENUTUP ... 66
3.1 Kesimpulan ... 66
3.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar dijadikan objek penelitian
ini karena keproduktifannya. Hal ini tampak pada berbagaikamus. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976:22-23) terdaftar dua
belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,
mengajarkan, ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, mempelajari, terpelajar,
pelajaran, dan berpelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990:13) terdaftar dua belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,
mengajarkan, mempelajari, terpelajar, ajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran,
pengajar, dan pengajaran. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan
Badudu (1994:19-20) terdaftar tiga belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu
kurang ajar, masak ajar, belajar, mengajar, mengajari, mengajarkan,
mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar, pengajaran, dan ajaran.
Alasan berikutnya, proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar mempunyai variasi pentahapan. Ada kata polimorfemik yang
dibentuk melalui satu tahap, misalnya mengajar, ada kata polimorfemik yang
dibentuk melalui dua tahap, misalnya mengajarkan, dan ada kata polimorfemik
Hal lain yang penting untuk dibahas adalah adanya hubungan makna
antara kata polimorfemik yang satu dengan kata polimorfemik yang lain.
Misalnya nomina pengajar ‘orang yang mengajar’ dan pengajaran ‘proses
mengajar’ memiliki hubungan makna dengan verba mengajar. Nomina pelajar
‘orang yang belajar’ dan pelajaran ‘perihal belajar’ memiliki hubungan makna
dengan verba belajar. Fenomena ini sungguh menarik untuk dikaji lebih lanjut,
khususnya bagaimana hubungan makna antar kata polimorfemik bisa terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang
dibahas adalah proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Apa saja kata polimorfemik yang dibentuk dari morfem asal ajar?
b. Bagaimana tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar?
c. Apa saja kategori kata yang dibentuk dari kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar?
d. Apa saja makna yang dihasilkan dari kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mendeskripsikan bentuk kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
b. Mendeskripsikan tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar.
c. Mendeskripsikan kategori kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
d. Mendeskripsikan makna kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat pada bidang tata bahasa khususnya dalam
bidang morfologi, yaitu untuk menjelaskan kaidah pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Selain itu, hasil dari penelitian ini
juga bermanfaat dalam bidang linguistik terapan terutama leksikografi, yaitu
untuk melengkapi turunan atau gloss dari entri ajar dalam kamus.
1.5 Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang morfem ajar telah dilakukan oleh para ahli bahasa,
yaitu antara lain oleh Kridalaksana (1989:28), Tarigan (1985:33), dan Verhaar
(2001:143). Kridalaksana (1989:28) dalam bukunya yang berjudul Pembentukan
Kata Dalam Bahasa Indonesia menjelaskan proses afiksasi morfem ajar
kedalam afiks pembentuk nomina. Dalam hal ini morfem ajar yang berperan
sebagai nomina, melalui contoh tersebut, terlihat bahwa proses pembentukan kata
(afiksasi) menyebabkan berubahnya fungsi suatu kata.
Tarigan (1985:33) dalam bukunya Pengajaran Morfologi menganalisis
morfem ajar dalam segi morfofonemik. Menurutnya, jika kita berbicara mengenai
proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, maka terdapat tiga hal yang
penting, yaitu: (1) proses perubahan fonem , (2) proses penambahan fonem, dan
(3) proses penanggalan fonem. Dalam bukunya ia memaparkan adanya perubahan
fonem /r/ pada morfem ber- dan morfem per- berubah menjadi fonem /l/. Hal ini
terjadi sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan dasar kata yang berupa
morfem ajar, menjadi belajar dan pelajar.
Verhaar (2001:143) dalam bukunya Asas-Asas Linguistik Umum
mengemukakan dua proses morfemis, yaitu infleksi dan derivasi. Kaidah
infleksional atau yang disebut dengan kaidah yang “tak beruntun” urutannya.
Kaidah seperti ini biasa kita jumpai dalam kamus, seperti bentuk ajar, mengajar,
mengajari, mengajarkan, mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar,
pengajaran, ajaran. Lain halnya dengan kaidah derivasi atau yang disebut
dengan kaidah “beruntun”. Bentuk-bentuk mengajar, pengajar, pengajaran,
belajar, pelajar, pelajaran, dan seterusnya yang merupakan turunan dari pradasar
ajar. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini adalah pengajar berasal dari
mengajar, tidak sebaliknya, dan tidak juga dari pengajaran; pelajar berasal dari
belajar, tidak sebaliknya, dan juga tidak dari pelajaran. Penerapan kaidah derivasi
ini sebenarnya ingin menunjukkan suatu pola penurunan kata yang saling
Penelitian ini tentunya berbeda dengan apa yang telah dibahas oleh para
ahli di atas. Pertama, melalui penelitian ini, diupayakan untuk menemukan
selengkap mungkin kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Kedua,
melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menerangkan tahap pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Ketiga, melalui penelitian ini,
peneliti bermaksud menjelaskan kategori kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar. Keempat, melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menjelaskan
hubungan makna kata-kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
1.6 Landasan Teori
Untuk menerangkan proses pembentukan kata diperlukan berbagai
konsep. Pertama, proses morfologis diterapkan untuk menerangkan proses
pembentukan kata-kata baru yang berasal dari morfem ajar. Kedua, dalam proses
pembentukan kata diperlukan juga perihal pengertian bentuk asal dan bentuk
dasar untuk menunjukkan asal mula pembentukan kata. Ketiga, setelah proses
pembentukan kata tentunya kata akan berganti kategori, untuk dapat menerangkan
kategorisasi tersebut maka akan dihadirkan perihal pengertian kategori dalam
pembentukan kata. Keempat, dalam proses pembentukan kata diterapkan juga
perihal pengertian makna yang muncul setelah kata menjadi bentuk yang lebih
kompleks. Kelima, dalam proses morfologis khususnya afiksasi adanya perpaduan
antara morfem yang satu dengan morfem yang lain pada bentuk tertentu akan
menimbulkan adanya proses morfofonemik, untuk dapat menerangkan proses
proses morfofonemik. Keenam, proses pembentukan kata dapat menunjukkan
adanya keterkaitan makna antar kata, keterkaitan makna antar kata inilah yang
disebut dengan hubungan paradigmatis, untuk itulah dalam proses pembentukan
kata ini akan dihadirkan perihal pengertian hubungan paradigmatis.
1.6.1 Pengertian Proses Morfologis
Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Pembentukan Kata Dalam
Bahasa Indonesia (1989:12-181) mendefinisikan proses morfologis sebagai
proses pembentukan kata-kata baru dari bentuk lain yang merupakan bentuk
dasarnya. Kridalaksana dalam bukunya menyajikan enam macam proses
morfologis, yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, dan
derivasi balik.
Pertama, derivasi zero, dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal
tanpa perubahaan apa-apa. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata yang amat
terbatas jumlahnya, ialah kata-kata makan, minum, minta, dan mohon, yang
semuanya termasuk golongan kata bentuk aktif. Kata-kata makan, minum, minta,
dan mohon termasuk golongan kata kerja aktif, karena kata-kata ini dapat diikuti
objek dan juga dapat dipasifkan: makan → dimakan, minum → diminum,
minta → diminta, mohon → dimohon. Sebagai kata kerja bentuk pasif, kata-kata
tersebut tidak ditandai dengan afiks me(N)-. Maka perubahan dari kata-kata
makan, minum, minta, dan mohon sebagai bentuk dasar menjadi kata-kata makan,
zero, yang sebenarnya berarti perubahan kosong atau tidak ada perubahan, dan
prosesnya disebut derivasi zero.
Kedua, afiksasi adalah proses pengubahan leksem menjadi kata
kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori
tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori),
(3) sedikit banyak berubah maknanya. Adapun afiks-afiks itu ialah prefiks, yaitu
afiks yang diletakkan dimuka dasar, contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-;
infiks, yaitu afiks yang diletakkan didalam dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, -in-;
sufiks, yaitu afiks yang diletakkan dibelakang dasar, contoh: -an, -kan, -i;
simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang
dileburkan pada dasar; konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu
dimuka bentuk dasar dan satu dibelakang bentuk dasar, contoh: ke-an, pe-an,
per-an, ber-an; superfiks atau suprafiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan
ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem
suprasegmantal; dan kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih
yang bergabung dengan dasar, contoh: me-kan, me-i, memper-kan, memper-i,
ber-kan, ter-ber-kan, per-ber-kan, pe-an, se-nya. Misalnya pembubuhan afiks pe(N)- pada
bentuk ajar menjadi pengajar. Dalam proses pembubuhan afiks ini terlihat bahwa
selain mengalami perubahan bentuk, berubah pula kategorisasinya menjadi
nomina dan tentunya memiliki makna yang berbeda dari makna sebelumnya.
Ketiga, reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan bentuk,
baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
bentuk dasar. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (1) Pengulangan seluruh, ialah
pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem, dan tidak
berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya: sepeda → sepeda-sepeda.
(2) Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.
Dalam pengulangan sebagian, ada kecenderungan untuk hanya mengulang bentuk
asalnya saja, seperti dalam contoh berikut; membaca → membaca-baca.
(3) Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya:
anak → anak-anakan. (4) Pengulangan dengan perubahan fonem. Misalnya:
bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang dengan perubahan
fonem, dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.
Keempat, abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian
leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata,
sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Diantara bentuk-bentuk kependekan
terdapat: (1) singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa
huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: KKN
(Kuliah Kerja Nyata), (2) penanggalan, yaitu proses pemendekan yang
mengekalkan salah satu bagian dari leksem, seperti: Prof (Profesor), (3) akronim,
yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian
yang lain yang ditulis dan dilafalkan (sebagai sebuah kata) yang sedikit banyak
memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti: FKIP /efkip/ dan bukan /ef/, /ka/,
/i/, /pe/, dan (4) kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem
Kelima, komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang
membentuk kata. Adapun ciri dari komposisi ialah ketaktersisipan, ketakterluasan,
dan ketakterbalikan. Sebagai contoh kata mata pelajaran, kata ini terdiri dari dua
leksem mata dan leksem pelajaran. Kata ini memenuhi ciri sebagai komposisi,
pertama, ketaktersisipan diantara leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat
disisipi kata lain *mata dan pelajaran; kedua, ketakterluasan, kata mata pelajaran
tidak dapat diperluas *bermatapelajaran, dan ketiga, ketakterbalikan, diantara
leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat dipertukarkan posisinya
*pelajaran mata.
Keenam, derivasi balik diartikan sebagai proses pembentukan kata yang
didasarkan pada pola-pola yang ada. Misalnya pembentukan kata pungkir dalam
dipungkiri yang dipakai orang karena mengira bentuk itu merupakan padanan
pasif dari memungkiri. Terjadinya mungkir ← pungkir didasarkan pada pola
peluluhan fonem.
1.6.2 Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar
Ramlan dalam bukunya Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif
(1979:25-26) memberikan pengertian yang berbeda antara bentuk asal dan bentuk
dasar. Bentuk asal ialah bentuk yang paling kecil yang menjadi asal suatu kata
kompleks. Bentuk dasar ialah bentuk linguistik, baik tunggal maupun kompleks
yang menjadi dasar bentukan bagi bentuk kompleks. Sebagai contoh kata
berpelajaran memiliki bentuk asal ajar dan bentuk dasar pelajaran. Kata
1.6.3 Pengertian Kategori Kata dalam Pembentukan Kata
Kridalaksana (1989:22) menjelaskan bahwa kategorisasi atau klasifikasi
terjadi sesudah kata terbentuk. Kategorisasi hanya diberikan kepada satuan
sintaktis, yaitu kata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa morfem tidak
berkategori karena satuan ini baru diperoleh dari kata. Kategorisasi dalam bahasa
Indonesia terbagi atas: verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia,
interogatifa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan
interjeksi.
1.6.4 Pengertian Makna dalam Pembentukan Kata
Chaer dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
(1994:60-62) memberikan pengertian makna leksikal dan makna gramatikal.
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata. Selain itu makna leksikal dapat pula dikatakan sebagai
makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Sebagai
contoh kata janda makna leksikalnya adalah ‘wanita yang tidak bersuami lagi,
karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya’. Makna gramatikal
adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal separti proses
afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Sebagai contoh kata menjanda
1.6.5 Pengertian Proses Morfofonemik
Ramlan (1979:52) menjelaskan bahwa morfofonemik ialah ilmu yang
mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain. Proses morfofonemis terbagi kedalam tiga proses,
yaitu (1) proses perubahan fonem, (2) proses penambahan fonem, dan (3) proses
hilangnya fonem. Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b, ,r/.
Akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah
menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan
kata belajar. Demikianlah di sini terjadi proses morfofonemis yang berupa
perubahan fonem, ialah perubahan fonem /r/ pada ber- menjadi /l/.
1.6.6 Pengertian Hubungan Paradigmatis
Kentjono (1982:134) mendefinisikan hubungan paradigmatis sebagai
hubungan antara unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan
unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan ini
disebut pula hubungan in absentia atau hubungan asosiatif. Dalam morfologi,
hubungan paradigmatis digunakan untuk menunjuk hubungan makna antar
kata-kata polimorfemik yang memiliki bentuk asal yang sama. Sebagai contoh makna
kata pengajar ‘orang yang mengajar’ memiliki hubungan dengan kata mengajar
‘perbuatan aktif ajar’.
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada
(Sudaryanto,1988:62). Pada penelitian ini akan dideskripsikan proses
pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar meliputi; bentuk,
tahap pembentukan, kategori kata, dan makna sebagai hasil dari proses morfologis
morfem ajar.
1.7.2 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategi sebagaimana yang
dikemukakan Sudaryanto (1993:5), yaitu pengumpulan data, analisis data, dan
penyajian hasil analisis data. Setiap tahapan itu dilakukan dengan metode tertentu
sehingga terdapat metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,
menganalisis data, dan menyajikan hasil analisis data.
1.7.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak, yaitu metode yang
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 135). Yang
disimak adalah proses pembentukan morfem ajar menjadi kata polimorfemik.
Metode ini diterapkan dengan teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC,
yakni tidak berpartisipasi dan hanya menyimak penggunaan bahasa saja
pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar beserta dengan
bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna setelah mengalami proses
morfologis.
1.7.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Pada tahap analisis data digunakan metode agih, yaitu metode yang alat
penentunya merupakan bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto,1993:15). Pada
metode agih digunakan teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung atau teknik
BUL. Disebut demikian karena peneliti membagi satuan lingual datanya menjadi
beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang langsung
membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Misalnya kata
pengajar dan pelajar, unsur pembentuk kedua kata ini dapat ditunjukkan dengan
diagram (1a) dan (2a) berikut. .
(1a) pengajar
peng- ajar
(2a) pelajar
per- ajar
Pada metode agih ini digunakan teknik perluas, yaitu untuk menentukan
segi-segi kemaknaan (aspek semantis) satuan lingual tetentu (Sudaryanto,
1993:55). Penggunaan teknik perluas penting untuk kadar kesinoniman bila
bersinonim satu sama lain. Dalam hal ini, sinonim berarti sama informasinya,
mirip maknanya, dan berbeda bentuknya. Umum dikenal bahwa kalimat aktif dan
kalimat pasif itu saling berparafrasa. Pernyataan itu berarti bahwa kedua kalimat
itu bersinonim, sama informasinya dan mirip maknanya. Jadi kalimat (1) berikut
sama informasinya dan mirip maknanya dengan kalimat (2) berikut ini.
(1) Guru baru itu mengajar siswa kelas satu.
(2) Siswa kelas satu diajar oleh guru baru itu.
Hal ini akan lebih jelas terlihat manakala kedua kalimat itu sama-sama diperluas
baik kekiri maupun kekanan menjadi (3) dan (4) berikut.
(3) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu
mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.
(4) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas
satu diajar oleh guru baru itu, dengan penuh kesabaran.
Akan tetapi, apakah kalimat (5) berikut bersinonim pula dengan kalimat (6)
berikutnya, kepastian itu akan jelas terlihat manakala teknik perluas digunakan
untuk mengujinya, sebagaimana terlihat pada kalimat (7) dan (8) berikutnya.
(5) Guru baru itu tidak mengajar siswa kelas satu.
(6) Siswa kelas satu tidak diajar oleh guru baru itu.
(7) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu
tidak mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.
(8) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas
Dari hasil penggunaan teknik perluas terlihat kadar kesinoniman dua pasang
kalimat, yaitu (1)-(2) dan (5)-(6), berbeda. Dua kalimat aktif-pasif yang positif,
yaitu (1)-(2), kadar kesinonimannya tinggi; dua kalimat aktif-pasif yang negatif,
yaitu (5)-(6), kadar kesinonimannya rendah.
Selain itu, pada metode agih ini digunakan juga teknik parafrase. Teknik
parafrase ini setidak-tidaknya memiliki tiga kegunaan, yaitu (a) menentukan
satuan makna konstituen sintaksis yang disebut “peran” (seperti pelaku atau
agentif, penderita atau objektif, dsb); (b) mengetahui pola struktural peran, dan
(c) mengetahui tipe tuturan berdasarkan pola strukturalnya. Perhatikan contoh
berikut.
(9) Ia mengajarkan materi itu kepada murid-muridnya yang baru.
(10) Materi itu diajarkannya kepada murid-muridnya yang baru.
(11) Materi itu diajarkan kepada murid-muridnya yang baru olehnya.
Atau, dari bentuk kalimat (10) dan (11), contoh tuturan (9) dapat berubah menjadi
kalimat (12).
(9) Ia mengajarkan materiitu kepada murid-muridnya yang baru.
(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru denganmateriitu.
Kalimat (12) pun dapat diubah wujudnya dengan teknik ubah wujud atau
parafrase menjadi (13) dan (14) sebagaimana (9) menjadi (10) dan (11).
(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru dengan materi itu.
(13) Murid-muridnya yang baru diajari (nya) dengan materi itu.
Melalui contoh di atas, terlihat bahwa pengubahan wujud itu
menghasilkan bentuk tuturan parafrase yang gramatikal secara bentuk dan
berterima secara maknawi. Parafrase hasil pengubahan wujud bukan saja harus
mempertahankan informasi semula, tetapi juga harus tetap bermakna sepenuhnya
(Sudaryanto, 1993:85).
1.7.2.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode penyajian
informal dan metode penyajian formal sebagaiman yang diungkapkan Sudaryanto
(1993: 145). Metode penyajian informal adalah metode yang dalam penyajian
hasil analisis datanya menggunakan kata-kata biasa. Metode penyajian formal
adalah perumusan dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:
tanda bintang (*) dan bagan, selain itu dalam penelitian ini digunakan juga
diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bab. Bab I merupakan bab
pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian. Bab II uraian tentang proses pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Bab III merupakan penutup berisi
17
BAB II
PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK
YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR
2.1 Pengantar
Morfem ajar dapat menjadi asal pembentuk kata polimorfemik. Kata
polimorfemik yang dibentuk dari morfem ajar adalah mengajar, diajar, belajar,
ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari,
mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan,
pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,kepelajaran,
kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku
pelajaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.
2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar
Kata mengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
me(N)-dan ajar. Unsur me(N)- dalam mengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajar dapat
mengajar
me(N)- ajar
Afiks meng- pada morfem mengajar berfungsi membentuk verba aktif
transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(15) Pak Guru mengajar siswa kelas satu. S P O
Secara fungsional kalimat (15) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P) dan Objek (O). Fungsi S diisi kata Pak Guru yang termasuk kategori
N, fungsi P diisi kata mengajar yang termasuk kategori V, dan fungsi O diisi kata
siswa kelas satu yang termasuk kategori N.
Kata mengajar pada contoh (15) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(15a) Pak Guru tidakmengajar siswa kelas satu. S P O
Kata mengajar termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu, kata mengajar
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajar.
Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (15b) berikut.
Frase Siswa kelas satu yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(15) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (15b). Maka pelaku
tindakan tidak lagi terdapat pada S, melainkan pada KET, ialah Pak Guru.
Dengan demikian, kata mengajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan aktif’ yaitu ‘melakukan perbuatan mengajar’.
2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar
Kata diajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajar. Unsur pembentuk kata diajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajar
di- ajar
Afiks di- pada morfem diajar berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(16) Siswa kelas kami diajar oleh guru baru. S P KET
Secara fungsional kalimat (16) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P) dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Siswa kelas kami yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajar yang termasuk kategori V, dan
fungsi KET diisi kata oleh guru baru yang termasuk frase preporsional.
Kata diajar pada contoh (16) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
Kata diajar termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (16) S diisi oleh ‘penderita’ Siswa kelas kami.
Dengan demikian, kata diajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan pasif’.
2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar
Kata belajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ber- dan
ajar. Unsur ber- dalam belajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /r/ pada morfem ber- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem ber- berubah menjadi bel-. Unsur pembentuk kata belajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
belajar
ber- ajar
Afiks ber- pada morfem belajar berfungsi membentuk verba intransitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(17) Adik belajar di kamar. S P KET
Secara fungsional kalimat (17) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
kategori N, fungsi P diisi kata belajar yang termasuk kategori V, dan fungsi KET
diisi kata dikamar yang termasuk frase preporsional.
Kata belajar pada contoh (17) termasuk kategori verba karena dapat
dinegatifkandengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(17a) Adik tidak belajar di kamar. S P KET
Kata belajar termasuk verba intransitif karena apabila digunakan dalam
kalimat tidak menuntut hadirnya fungsi O, sebagaimana tampak pada contoh (17).
Dengan demikian, kata belajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan’.
2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan
Kata ajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
-kan. Unsur pembentuk kata ajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajarkan
ajar -kan
Afiks -kan pada morfem ajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(18) Ajarkan sopan santun padanya! P S KET
Secara fungsional kalimat (18) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
kategori V, fungsi S diisi kata sopan santun yang termasuk kategori Adj, dan
fungsi KET diisi kata padanya yang termasuk kategori N. Dengan demikian, kata
ajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari
Kata ajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
-i. Unsur pembentuk kata ajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajari
ajar -i
Afiks -i pada morfem ajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(19) Ajari anak ini menggambar! P S KET
Secara fungsional kalimat (19) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
Subjek (S) , dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata Ajari yang termasuk kategori V, fungsi S diisi kata anak ini yang termasuk kategori N, dan fungsi KET
diisi kata menggambar yang termasuk kategori V. Dengan demikian, kata ajari
merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajarkan
Kata mengajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ajar dan –kan. Unsur me(N)- dalam mengajarkan mengalami proses
morfofonemik, yaitu fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi /n/. Hal ini
tidak lain sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar
sehingga morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata
mengajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
mengajarkan
ajarkan
meng- ajar -kan
Afiks meng- pada morfem mengajarkan berfungsi sebagai pembentuk
verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(20) Pak guru mengajarkan perilaku sopan santun kepada siswa-siswanya. S P O KET
Secara fungsional kalimat (20) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Pak guru
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajarkan yang termasuk
kategori V, fungsi O diisi kata perilaku sopan santun yang termasuk kategori N,
dan fungsi KET diisi kata siswa-siswanya yang termasuk kategori N.
Kata mengajarkan pada kalimat (20) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
Kata mengajarkan termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu kata mengajarkan
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajarkan,
apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (20b) berikut.
(20b) Perilaku sopan santun diajarkan oleh Pak guru kepada siswa-siswanya. S P KET Pel
Frase perilaku sopan santun yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(20) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (20b). Maka pelaku
tindakan tidak lagi terdapat pada Subjek, melainkan pada keterangan, yakni frase
oleh Pak guru. Dengan demikian, kata mengajarkan merupakan verba yang
menyatakan makna ‘tindakan aktif’ yaitu ‘hal pengajaran’.
2.1.7 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajarkan
Kata diajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan -kan.
Unsur pembentuk kata diajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajarkan
ajarkan
Afiks di- pada morfem diajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(21) Lagu itu diajarkan oleh ibu kepada anaknya S P O KET
Secara fungsional kalimat (21) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata lagu itu yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajarkan yang termasuk kategori V,
fungsi O diisi kata oleh ibu yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata
kepada anaknya yang termasuk kategori N.
Kata diajarkan pada contoh (21) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(21a) Lagu itu tidakdiajarkan oleh ibu kepada anaknya.
S P O KET
Kata diajarkan termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (21) S diisi oleh ‘penderita’ lagu itu. Dengan
demikian, kata diajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
pasif’.
2.1.8 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajari
Kata mengajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
me(N)-dan ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i.
Unsur me(N)- dalam mengajari mengalami proses morfofonemik, yaitu
akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem
me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajari dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
mengajari
ajari
me(N)- ajar -i
Afiks me(N)- pada morfem mengajari berfungsi sebagai pembentuk verba
aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(22) Pak Guru mengajari anak-anak dengan sabar.
S P O KET
Secara fungsional kalimat (22) terdiri dari empat fungsi yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata Pak Guru
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajari yang termasuk kategori
V, fungsi O diisi kata anak-anak yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi
kata dengan sabar yang termasuk kategori konjungsi.
Kata mengajari pada contoh (22) termasuk verba karena dapat
dinegatifkandengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(22a) Pak Guru tidakmengajari anak-anak dengan sabar.
S P O KET
Kata mengajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajari.
Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (22b) berikut.
(22b) Anak-anak diajari dengan sabar oleh Pak guru.
S P Pel KET
Frase anak-anak yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif (22) berubah
menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (22b). Maka pelaku tindakan tidak lagi
terdapat pada S, melainkan pada KET, yakni frase oleh Pak Guru. Dengan
demikian, kata mengajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
aktif’, yaitu ‘melakukan tindakan pengajaran’.
2.1.9 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajari
Kata diajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i. Unsur
pembentuk kata diajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajari
ajari
Afiks di- pada morfem diajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif .
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(23) Saya diajari menari oleh ibu. S P Pel KET
Secara fungsional kalimat (23) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Pelengkap (Pel), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata saya
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajari yang termasuk kategori V,
fungsi Pel diisi kata menari yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata
oleh ibu yang termasuk kategori N.
Kata diajari pada contoh (23) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(23a) Saya tidakdiajari menari oleh ibu. S P Pel KET
Kata diajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (23) S diisi oleh ‘penderita’ saya. Dengan
demikian, kata diajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari
Kata pelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
per-dan ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur
per- dalam pelajari mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/
morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi
pel-. Unsur pembentuk kata pelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
pelajari
ajari
per- ajar -i
Afiks per- pada morfem pelajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(24) Pelajari materi ini dengan baik. P O KET
Secara fungsional kalimat (24) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pelajari yang termasuk
kategori V, fungsi O diisi kata materi ini yang termasuk kategori N, dan fungsi
KET diisi kata dengan baik yang termasuk kategori konjungsi. Dengan demikian,
kata pelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mempelajari
Kata mempelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
mem- dan pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu
sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari
mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /r/ pada morfem per- berubah
dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi pel-. Unsur
pembentuk kata mempelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
mempelajari
pelajari ajari mem- per- ajar -i
Afiks mem- pada morfem mempelajari berfungsi sebagai pembentuk
verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(25) Para ilmuwan mempelajari struktur lapisan bumi. S P O
Secara fungsional kalimat (25) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (Objek). Fungsi S diisi kata para ilmuwan yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata mempelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi
O diisi kata struktur lapisan bumi yang termasuk kategori N.
Kata mempelajari pada contoh (25) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(25a) Para ilmuwan tidakmempelajari struktur lapisan bumi. S P O
Kata mempelajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (Objek). Selain itu kata mempelajari
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif dipelajari.
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (25b) berikut.
(25b) Struktur lapisan bumi dipelajari oleh para ilmuwan. S P KET
Frase struktur lapisan bumi yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(25) berubah fungsi menjadi S dalam kalimat pasif (25b). Maka pelaku tindakan
tidak lagi terdapat pada S melainkan pada KET, ialah oleh para ilmuwan. Dengan
demikian, kata mempelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
aktif ‘ yaitu ‘melakukan perbuatan mempelajari’.
2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari
Kata dipelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu sendiri
terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari mengalami
proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada morfem per- menjadi
fonem /l/. Unsur pembentuk kata dipelajari dapat ditunjukkan dengan diagram
berikut.
dipelajari
Afiks di- pada morfem dipelajari berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(26) Materi ini dipelajari dengan teliti. S P KET
Secara fungsional kalimat (26) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata materi ini yang termasuk
kategori N, fungsi Pdiisi kata dipelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi
KET diisi kata dengan teliti yang termasuk kategori konjungsi.
Kata dipelajari pada contoh (26) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(26a) Materi ini tidak dipelajari dengan teliti. S P KET
Kata dipelajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam
kalimat verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (26a) S diisi oleh ‘penderita’ materi ini. Dengan
demikian, kata dipelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
pasif’.
2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar
Kata terajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan
ajar. Unsur pembentuk kata terajar dapat di tunjukkan dengan diagram berikut. terajar
Afiks ter- pada morfem terajar berfungsi sebagai pembentuk verba.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(27) Tenaga pendidik di sekolah itu sangat minim maka 75 siswanya S O
tidakterajar dengan baik. P
Secara fungsional kalimat (27) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Objek (O), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata tenaga pendidik di sekolah itu
sangat minim yang termasuk kategori N, fungsi O diisi kata maka 75 siswanya
yang termasuk kategori N, dan fungsi P diisi kata tidak terajar dengan baik yang
termasuk kategori V.
Kata terajar termasuk verba karena dapat dinegatifkan dengan kata ingkar
tidak, sebagaimana tampak pada contoh (27). Dengan demikian, kata terajar
merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajar’.
2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari
Kata terajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan
ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur pembentuk kata terajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
terajari
ajari
Afiks ter- pada morfem terajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(28) Budi tidakterajari dengan sendirinya sebagi penjudi. S P KET
Secara fungsional kalimat (28) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Budi yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata terajari dengan sendirinya yang termasuk kategori
V, dan fungsi KET diisi kata sebagaipenjudi yang termasuk kategori N.
Kata terajari termasuk verba karena kata tersebut dapat dinegatifkan dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (28). Dengan demikian, kata terajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajari’.
2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan
Kata terajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter-
dan ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –
kan. Unsur pembentuk kata terajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
Terajarkan
ajarkan
Afiks ter- pada morfem terajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(29) Buku sejarah yang disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik sehingga S
kemelut seputar Supersemar tidakterajarkan secara lengkap. KET P
Secara fungsional kalimat (29) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S), Keterangan (KET), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata Buku sejarah yang
disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik yang termasuk kategori N, fungsi KET diisi kata sehingga kemelut seputar Supersemar yang termasuk kategori N,
dan fungsi P diisi kata tidak terajarkan secara lengkap yang termasuk kategori V.
Kata terajarkan termasuk dalam verba karena kata tersebut dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (29).
Dengan demikian, kata terajarkan merupakan verba yang menyatakan makna
‘dapat diajarkan’.
2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran
Kata ajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
–an. Unsur pembentuk kata ajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajaran
Afiks -an pada morfem ajaran berfungsi sebagai pembentuk nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(30) Ajaran itu mengingatkan aku pada suatu hal. S O KET
Secara fungsional kalimat (30) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata ajaran itu yang termasuk
kategori N, fungsi O diisi kata mengingatkan aku yang termasuk kategori N, dan
fungsi KET diisi kata pada suatu hal yang termasuk kategori N.
Kata ajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (30). Dengan
demikian, kata ajaran merupakan nomina yang menyatakan makna ‘suatu hal
yang diajarkan’.
2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar
Kata pengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
pe(N)-dan ajar. Unsur pe(N)- dalam pengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /N/ pada morfem pe(N)- menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur pembentuk kata pengajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
pengajar
Afiks pe(N)- pada morfem pengajar berfungsi sebagai pembentuk nomina.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(31) Pengajaritu profesional dalam segala bidang. S KET
Secara fungsional kalimat (31) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata pengajar itu yang termasuk kategori N,
dan fungsi KET yang diisi kata profesional dalam segala bidang yang termasuk
kategori N.
Kata pengajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (31). Dengan
demikian, kata pengajar merupakan nomina yang menyatakan makna ‘seorang
yang mengajar’.
2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran
Kata pengajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
pe(N)-/-an dan ajar. Unsur pe(N)- pada konfiks pe(N)-/-an dalam pengajaran
mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /N/ pada morfem
pe(N)- menjadi /n/. Hal ini tidak lain sebagai akibat bertemunya morfem tersebut
dengan morfem asal ajar sehingga morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur
pembentuk kata pengajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut
pengajaran
Afiks pe(N)-/-an pada morfem pengajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(32) Pengajaran itu dilakukan secara bertahap. P KET
Secara fungsional kalimat (32) terdiri dari dua fungsi, yaitu Predikat (P)
dan fungsi Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pengajaran itu yang termasuk
kategori V, dan fungsi KET diisi kata dilakukan secara bertahap yang termasuk
kategori N.
Kata pengajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti kata itu yang bersifat diektik sebagaimana tampak pada contoh (32).
Dengan demikian, kata pengajaran merup