• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149 PID.SUS 2015 PN.Tembilahan)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi penerus

bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental. Anak pada kenyataannya

selalu dianggap sepele oleh orang dewasa, kewajiban mereka selalu dituntut tanpa

memperhatikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, sehingga hak-hak mereka

seringkali terabaikan, padahal pembinaan dan perlindungan yang baik terhadap anak akan

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik, mental, dan sosialnya kelak. Ketiga

elemen tersebut seharusnya diperoleh anak secara seimbang, sehingga masa depannya

tidak berantakan, bahkan berpotensi untuk mewujudnyatakan cita-cita perjuangan bangsa

yang mungkin belum tercapai hingga sekarang1

Anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah

kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan. Anak

sebagai generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang

berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.

Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan

membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, .

(2)

materil spritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Upaya-upaya perlindungan anak

harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi

pembangunan bangsa dan negara2

Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat

hukum, oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak.

Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegitan kelangsungan perlindungan anak dan

mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam

pelaksanaan kegiatan perlindungan anak. Perlindungan anak dapat dibedakan menjadi 2

(dua) bagian yaitu: perlindungan anak yang bersifat yuridis dan non yuridis. Perlindungan

anak yang bersifat yuridis meliputi: perlindungan dalam bidang hukum publik dan bidang

hukum keperdataan. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi: perlindungan

dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan .

3

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa

perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartipsipasi, secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang

ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak .

2

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak Indonesia, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2012, Halaman. 1.

(3)

perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup

dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Perlindungan anak

adalah usaha melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya4

Kasus perdagangan manusia sudah demikian akrap terjadi di masyarakat, namun

secara termilogis belum banyak dipahami orang. Pemahaman masyarakat terhadap

trafficking masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh dimasyarakat .

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang menjadi lumbung

trafficking, secara tidak langsung memiliki beberapa peran dalam perdagangan manusia

diantaranya sebagai negara asal, perantara, dan tujuan. Korban perdagangan manusia

beragam mulai dari anak-anak, gadis belia, wanita dewasa, dan pria yang diperdagangkan

untuk eksploitasi seks dan kerja paksa. Perbudakan dan perdagangan budak merupakan

bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan Internasional.

Bentuk tradisional dari perbudakan dan perdagangan budak hampir tidak ada lagi,

namun bentuk lain dari perbudakan tetap ada seperti perhambaan (sevitude), kerja paksa

(forced labour), dan perdagangan manusia khususnya wanita dan anak-anak. Larangan

perbudakan dapat ditemukan di dalam instrumen umum hak asasi manusia, yaitu Pasal 4

Deklarasi Universal Hak Asasi manusia, Pasal 8 Konvenan Hak Sipil dan Politik (International

on Civil an Political Rights), Pasal 6 (1) Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.

Perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah menjadi masalah

nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia termasuk negara Indonesia.

(4)

mengenai trafficking masih rendah. Isu perdagangan anak dan perempuan di Indonesia

mulai menarik pihak takkala ESCAP (Komite Sosisal Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia Fasifik)

mengeluarkan pernyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22 negara lain pada

peringkat ketiga atau terendah didalam merespon isu ini, angka perdagangan anak di

Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya5

Perempuan dan anak merupakan yang paling banyak menjadi korban perdagangan

orang (trafficking in person). Kondisi ini menempatkan mereka pada posisi yang sangat

beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya, baik fisik maupun mental

spritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki,

dan infeksi penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Kondisi yang seperti ini akan mengancam

kualitas ibu bangsa dan generasi penerus ibu bangsa .

6

Perdagangan anak dibeberapa kasus, para sindikat bekerja sama dengan klinik-klinik

yang membantu perawatan persalinan ibu yang punya banyak anak atau keluarga miskin.

Sindikat cukup lihai dalam membangun kerja sama dengana para bidan dibeberapa klinik

swasta. Sindikat cukup lihai membangun kerja sama dengan yayasan atau panti

penampungan atau penyantunan bayi dimana orang tua anak menyerahkan atau

menitipkan anak tersebut karena ketiadaan biaya merawat dan mengasuh anak tersebut, ini

semua beberapa modus yang mereka lakukan, Situasi diatas diperparah lagi dengan .

5 Alfitra, Modus Operandi Khusus diluar KUHP, Jakarta, Penebar Swadaya Grup, 2014, Halaman 106-107.

(5)

lemahnya upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan mencegah terjadinya

perdagangan anak tersebut7

KPAI mencatat tahun 2012 jumlah pengaduan kasus trafficking dan eksploitasi anak

yang masuk ke KPAI melalui pelapor datang langsung, surat dan telepon sebanyak 19 kasus.

Berdasarkan pemantauan di media cetak, elektronik maupun online yang di lakukan KPAI

terdapat 125 kasus trafficking dan eksploitasi anak. Data Bareskrim Polri mencatat bahwa

selama tahun 2010 s/d 2013 terdapat 467 kasus trafficking. Jumlah anak yang menjadi

korban trafficking dan eksploitasi sebanyak 197 orang sebagian besar adalah anak

perempuan. Eksploitasi anak dapat terjadi di daerah berbahaya bagi keselamatan jiwanya.

berdasarkan data dari Bareskrim Polri tahun 2011 s/d 2013 jenis pekerjaan yang

mengeksploitasi anak terbesar adalah Ekspoitasi Seks Komersial Anak (ESKA)sebanyak 205

kasus, Ekspoitasi Ekonomi (Pekerja Anak) sebanyak 213 kasus .

8

Data dari IOM, hingga Desember 2014 human trafficking tercatat ada 7.193 orang

korban yang terindentifikasi, demikian disampaikan oleh National Project Coordinatorfor

Counter Trafficking and Labor Migration Unit International Organization for Migration (IOM)

Nurul Qoiriah di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (11/6/2015). “Indonesia menempati posisi

pertama dengan jumlah 6.651 orang atau sekitar 92,46 persen dengan rincian korban

wanita usia anak sebanyak 950 orang dan wanita usia dewasa sebanyak 4.888 orang, .

7Ahmad Sofian, Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya, PT.Sofmedia, Jakarta, 2012, Halaman.73-74.

(6)

sedangkan korban pria usia anak 166 orang dan pria dewasa sebanyak 647 orang. Jumlah

itu, 82 persen adalah perempuan yang telah bekerja di dalam dan di luar negeri untuk

eksploitasi tenaga kerja, sedangkan sisanya sebanyak 18 persen merupakan lelaki yang

mayoritas mengalami eksploitasi ketika bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) untuk

mencari ikan atau buruh lainnya, termasuk di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat,

Sumatera, Papua, dan Malaysia.Daerah tempat terjadinya tindak pidana pedagangan orang

(TPPO) di Indonesia, provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah korban

mencapai 2.151 orang atau mewakili lebih dari 32,35 persen. Posisi kedua yaitu Jawa

Tengah dengan 909 orang atau 13,67 persen dan ketiga yaitu Kalimantan sebanyak 732

orang atau 11 persen. Kebanyakan mereka diperdagangkan ke Jakarta 20 persen, Kepulauan

Riau 19 persen, Sumatera Utara 13 persen, Jawa Timur 12 persen dan Banten 13 persen9

Perdagangan orang semakin menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat

diikuti dengan modus operandi yang semakin beragam dan kompleks, sehingga dibutuhkan

penanganan yang secara komprehensif dan sinergi. Lalulintas perdagangan orang

berlangsung menjadi semakin memprihatinkan dan menyedihkan. Masalah perdagangan

orang membelenggu hak-hak asasi serta kemerdekaan diri korban yang mayoritas anak

menghambat pertumbuhan dan kepribadian anak yang bersangkutan, lebih lanjut akan

menghambat juga terhadap proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang

potensi dan berkualitas. Anak adalah bagian yang sangat penting bagi kelangsungan dan

kualitas hidup serta penentu masa depan bangsa. Kejahatan perdagangan orang sudah .”

9

(7)

seharusnya segera ditanggulangi karena korban sangat membutuhkan perlindungan.

Persiapan dan pembinanaan yang terencana harus dilakukan kepada aparat dilapangan dan

kepada masyarakat luas agar masing-masing pihak dapat berpartisipasi aktif sesuai dengan

kemampuan dan kewenangan masing-masing dalam pencegahan, peningkatan hukum dan

perlindungan kepada korban perdagangan orang. Hak asasi manusia merupakan hak-hak

dasar atau hak hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang

Maha Esa. Hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang

lain. Hak yang melekat pada manusia, yaitu hak hidup dengan selamat, hak kebebasan, dan

hak kebersamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Manusia dibekali

karsa untuk mengadakan pilihan secara bebas menurut keinginanya sendiri berdasarkan

rasa tanggung jawab. Perdagangan orang bertentangan dengan hak asasi manusia karena

perdagangan orang melalui cara ancaman, pemaksaan, penculikan, penipuan, kecurangan,

kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan prostitusi, pornografi,

kekerasan atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa10

Korban kejahatan merupakan pihak yang menderita dalam suatu tindak pidana,

tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang undang terhadap pelaku

kejahatan. Kondisi korban tidak diperdulikan setelah pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi

pidana oleh pengadilan. Keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku .

(8)

terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan yang akibatnya dapat

dirasakan seumur hidup11

Masalah kemiskinan menjadi alasan utama mengapa perdagangan manusia terus

mengalami peningkatan. Perdagangan manusia ini sudah menjadi salah satu sumber

penghasilan yang sangat menggiurkan. Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang

keji terhadap HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk hidup bebas, tidak disiksa,

kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragam hak untuk tidak diperbudak dan

lainnya

.

12

Pemerintah berusaha dalam penghapusan perdagangan manusia di Indonesia pada

periode 2002 sampai dengan sekarang sudah terlihat. Usaha ini sejak dilahirkanya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keppres Nomor 59 tahun 2002

tentang RAN Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk untuk Anak, Keppres Nomor 87 tahun

2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuaan dan Anak,

serta aksi-aksi nyata dari pihak terkait, LSM, organisasi kemasyarakatan, kepolisian dan

lain-lain maka pada akhir bulan Juni 2003 Indonesia telah naik ke peringkat kedua yang

melakukan upaya, yang berarti satu tingkat lebih baik. Pemerintah indonesia pada tahun

2004, menunjukkan kemajuan nyata dalam dalam menerapkan usaha penegakan hukum

yang lebih besar dalam memerangi perdagangan manusia dan membantu korban .

11

(9)

perdagangan manusia asal indonesia di luar negeri, termasuk pekerja migran yang telah

diperdagangkan13

Pasal 76F Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu setiap orang dilarang

menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan

penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak” .

14

Pasal 83 Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Yaitu Setiap Orang yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling

sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah)”

.

15

Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 sama halnya seperti dalam KUHP

tidak merinci apa yang dimaksud dengan perdagangan anak dan untuk tujuan apa anak itu

dijual. Undang-Undang Perlindungan Anak ini mampu melindungi anak dari ancaman

penjualan anak dengan memberikan sanksi yang lebih berat dibandingkan KUHP.

Undang-Undang perlindungan anak ini sering digunakan sebagi dasar untuk menangkap pelaku

perdagangan orang. Penerapan Pasal tersebut bukan berarti secara otomatis menyelesaikan .

13

Farhana, op.cit.,Halaman.152.

14Pasal 76FUndang-UndangNomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(10)

masalah. Kekurangan dalam Pasal tersebut tidak jarang membuat para pelaku perdagangan

manusia lolos dari hukum yang seharusnya diterima16

Pemerintah Indonesia mengambil tindakan penting dalam mensahkan

Undang-Undang tindak pidana perdagangan orang yang kuat dan konprehensif. Menghadapi

perdagangan orang dalam negeri, mengakui dan mengambil langkah-langkah untuk

menghapuskan jeratan utang bagi pekerja migran, menangkap dan melakukan penuntutan

terhadap pejabat atau aparat yang terlibat dalam perdagangan orang. Indonesia telah

mempunyai Undang-Undang pemberantasan perdagangan orang yang lengkap dan telah

disahkan oleh DPR bulan April 2007 yang disebut dengan Undang-Udang Nomor 21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang .

17

.

Menyadari bahwa anak merupakan bagian yang sangat penting bagi kelangsungan

dan kualitas hidup serta penentu masa depan bangsa, sudah seharusnya kejahatan

perdagangan anak segera ditanggulangi secara memadai karena korban sangat

membutuhkan perlindungan demi pemenuhan hak asasi manusia yang dimilikinya sejak

lahir, maka penulis mengangkat judul “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI PUTUSAN NO 149/PID.SUS/2014/PN. TEMBILAHAN).

16Ibid., Halaman. 65 17

(11)

B.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah dalam

skripsi ini adalah

1.

Bagaimanakah pengaturan hukum pidana terhadaptindak pidana perdagangan

orang khusus anak di Indonesia?

2.

Apasajakah faktor-faktor penyebabterjadinyatindak pidana perdagangan anak

di Indonesia?

3.

Bagaimanakah perlindungan hukumterhadap anak korban tindak pidana

perdagangan orang (studi putusan nomor 149/Pid.Sus/2015/PN. Tembilahan)

C.

Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah, antara

lain:

1.

Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pengaturan hukum terhadap

perdagangan orang khusus anak di Indonesia

2.

Untuk menganalisis faktor-faktorpenyebab terjadinya perdagangan anak di

Indonesia

3.

Untuk menganalisisperlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana

(12)

D.

Mamfaat Penulisan

1.

Secara Teoritis

Penulisaan ini diharapkan memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan dan

menambah literatur dan referensi mengenai perlindungan terhadap anak

korban tindak pidana perdagangan orang, juga diharapkan memberikan

sumbangsih terhadap kalangan civitas akademika, serta para ilmuwan lainnya.

2.

Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk aparat penegak hukum dan

pemerintah sehingga dapat memperhatikan hak-hak Anak yang menjadi

korban tindak pidana perdagangan orang dalam proses peradilan pidana dan

juga masalah bantuan hukum kepada korban yang tidak mampu dan buta

hukum. Penulisan ini juga diharapkan bermanfaat untuk masyarakat agar

dapat memahami tentang kejahatan perdagangan anak sehingga nantinya

dapat melakukan tindakan pencegahan timbulnya tindak pidana perdagangan

anak yang melibatkan orang-orang disekitarnya,dengan demikian turwujud

perlindungan yang optimal terhadap anak.

E.

Keaslian Penulisan

Judul Skripsi ”ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK

PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI PUTUSAN NOMOR

149/PID.SUS/2015/PN.TEMBILAHAN”, yang penulis angkat menjadi judul skripsi ini adalah

(13)

HUKUM TERHHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (STUDI

PUTUSAN NOMOR 149/PID.SUS/2015/PN.TEMBILAHAN)” belum pernah ditulis di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih

dari pihak fakultas hukum USU. Judul penulisan skripsi jika ada yang hampir sama dengan

judul penulisan skripsi ini, namun isi dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini berbeda

dan juga merupakan penulisan yang ditulis melalui proses dan upaya pemikiran sendiri.

Penulis juga menelusuri berbagai macam karya ilmiah melalui media internet, dan

sepanjang itu tidak pernah penulis temukan kemiripan yang sangat mendasar dengan

penulis lain. Judul penulisan skripsi sekalipun ada yang hampir sama, hal itu berada di luar

sepengetahuan penulis dan substansinya jelas berbeda dengan substansi dari skripsi ini.

Pengangkatan permasalahan dalam skripsi ini juga murni merupakan hasil pemikiran penulis

berdasarkan problematika yang sering terjadi di kehidupan sekarang, maupun dari

media-media yang pernah penulis baca, oleh karena itu, tidak ada yang dapat dijadikan dasar

bahwa skripsi ini merupakan hasil plagiat dari karya ilmiah lain, sehingga dapat

(14)

F.

Tinjauan Pustaka

1.

Pengertian Anak

a.

Defenisi Anak

Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) pada tanggal 20

November 1989 yang telah diratifikasikan oleh Indonesia, disebutkan dalam Pasal 1

pengertian anak adalah18

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak.

Pasal 1 menyatakan anak adalah “orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak Pasal 1 ayat (3) yang

menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak

yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga

melakukan tindak pidana. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, LN 1979-32 tentang

Kesejahteraan Anak dalam Pasal 1, anak adalah: seseorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyatakan bahwa :

“Semua orang yang berada dibawah umur 18 tahun. Kecuali Undang-Undang

menetapkan kedewasaan dicapai lebih awal”

19

18

Convention on The Right of The Child (Konvensi Hak Anak) Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989.

19Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafficking (Perdagangan Perempuan dan Anak), Medan, USU Press, 2005, Halaman 3

(15)

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu,

maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa, mereka yang

belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada dibawah

perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga,

keempat, kelima, dan keenam bab ini”

Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang

nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan20

b.

Hak-hak dan Kewajiban Anak

.

1.

Hak-hak anak

Konvensi hak anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang Majelis Umum

(General Assembly) PBB ke-44, yang selanjutnya telah dituangkan kedalam Resolusi PBB

Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Konvensi hak anak merupakan hukum Internasional

yang mengikat negara peserta termasuk Indonesia21

20Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

21 Muhamad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak (Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Halaman.33.

.

Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi hak anak, dikelompokkan

(16)

a.

Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right)

Hak terhadap kelangsungan hidup dalam konvensi hak anak terdapat kepada setiap

negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (rights to life), kelangsungan

hidup dan perkembangan anak (thesurvivaland development of the child). Pasal 24

Konvensi Hak Anak mengatur mengenai kewajiban Negara-negara peserta untuk

menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya pelayanan kesehatan primer.

b.

Hak terhadap Perlindungan (protection rights)

Hak terhadap Perlindungan (protection rights) dalam Konvensi Hak Anak merupakan hak

anak yang penting. Anak dalam kenyataannya sering menderita oleh berbagai jenis

pelanggaran, perkosaan sebagai akibat dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan

sosial mereka. Hak terhadap perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak, dikemukakan

dalam 3 (tiga) kategori yaitu: perlindungan atas diskriminasi anak, perlindungan atas

eksploitasi anak, perlindungan dari keadaan krisis dan darurat anak.

c.

Hak untuk tumbuh kembang (development rights)

Hak untuk tumbuh kembang (development right) dalam Konvensi Hak Anak pada intinya

terdapat hak untuk memperoleh akses pendidikann dalam segala bentuk dan tingkatan

(education rights), dan hak yang berkaitan dengan taraf hidup anak secara memadai

untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (the righs to

standartnof living). Pasal 28 ayat 1 Konvensi Hak Anak, menyebutkan hak anak untuk

(17)

terhadap pendidikan. Pasal 29 konvensi hak anak menyebutkan arah dan tujuan

pendikan dalam konvensi ini, dimana pendidikan harus diarahkan sebagaimana diatur

dalam Pasal 29 konvensi hak anak.

d.

Hak untuk berpartisipasi

Hak anak untuk berpatisipasi merupakan hak anak mengenai identitas budaya

mendasarbagi anak, masa kanak-kanaknya, dan pengembangan keterlibatanya dalam

masyarakat luas. Hak partisipasi ini memberi makna bahwa anak-anak ikut memberikan

sumbang peran, bukan hannya penerima yang bersifat pasif dalam segala sesuatu yang

berkaitan dengan perkembangannya22

1.

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (Pasal 4)

.

Ketentuan Pasal 4 sampai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, terdapat 19 hak anak sebagai berikut:

2.

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan. (Pasal 5)

3.

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi

sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bingbingan orang tua. (Pasal

6)

22

(18)

4.

Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh

orang tuanya sendiri. (Pasal 7 ayat 1)

5.

Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tubuh kembang

anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau

diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan

ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 7 ayat 2)

6.

Setiap anak berhak memperoleh pelayanankesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, spritual, dan sosial. (Pasal 8)

7.

Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan

bakatnya. (Pasal 9 ayat 1)

8.

Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan

luar biasa, sedangkan anak memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus. (Pasal 9 ayat 2)

9.

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari,

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nila-nilai kesusilaan dan kepatutan. (Pasal

10)

10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memamfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak sebaya, bermain dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan

(19)

11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan

sosial, pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. (Pasal 12)

12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun

yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari

perlakuan:

a.

Diskriminasi;

b.

Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c.

Penelantaran;

d.

Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e.

Ketidakadilan;

f.

Perlakuan salah lainnya. (Pasal 13)

13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. (Pasal 14)

14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

a.

Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b.

Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c.

Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d.

Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;

(20)

15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaaan,

penyiksaan, dan penjatuahan hukuman yang tidak manusiawi.

(Pasal 16 ayat 1)

16. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

(Pasal 16 ayat 2)

2.

Pengertian Korban

a.

Pengertian Korban

Pengertian korban banyak dikemukan oleh para ahli maupun bersumber dari

konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian

diantaranya sebagai berikut:

1.

Arief Gosita

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat

dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau

orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.

2.

Muladi

Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah

menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau

ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau

komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk

(21)

3.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumahtangga.

Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan

dalam lingkungan rumah tangga.

4.

Undang-Undang nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi.

Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami

penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau

mengalami pengabaian, pengurangan atau, perampasan hak-hak dasarnya, sebagai

akibat pelangagaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli

warisnya.

5.

Peraturan Pemeritah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan

terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggararan Hak Asasi Manusia yang Berat.

Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami

penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang

memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan

kekerasan pihak manapun

23

Anak korban dan/atau anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang

diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak korban yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan, anak korban dan/atau anak saksi berhak atas:

.

(22)

1.

Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik didalam lembaga maupun

diluar lembaga;

2.

Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial;

3.

Kemudahan dalam mendapatkan infomasi mengenai perkembangan perkara.

Anak korban, dalam hal memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik tanpa

laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional, dapat langsung merujuk anak korban

kerumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak

korban. Hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembingbing dan laporan sosial dari Pekerja

Sosial Propesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi

berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari

lembaga atau Instansi yang menangani perlindungan anak. Anak Korban dan/atau Anak

Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang

menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan24

b.

Hak-Hak dan Kewajiban Korban

.

1.

Hak-hak korban

Manusia dilahirkan kemuka bumi dengan membawa hak-hak dasar yang diberikan

Tuhan Yang Maha Esa atau lazim disebut dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia

diberikan kepada setiap individu tanpa memandang suku, ras, warna kulit, asal-usul,

(23)

golongan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hak ini tidak akan pernah lepas dan selalu

melekat seumur hidup25

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa

Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan (mactstaat).

Indonesia sebagai negara hukum, ada berbagai konsekuensi yang melekat kepadanya,

sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat maupun

konsepsi the rule of law, menempatkan hak asasi manusia sebagai ciri khas pada negara

yang disebut rechtstaat atau menjungjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara

demokrasi perlindungan dan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan salah satu

ukuran tentang baik buruknya suatu pemerintahan .

26

1.

Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga

sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdesarkan penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan;

.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

dalam Rumah Tangga (KDRT) , korban berhak mendapatkan

2.

Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

3.

Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

4.

Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada seriap tingkat proses

pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

25Ibid., Halaman. 158 26

(24)

5.

Pelayanan bimbingan rohani.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur beberapa hak korban

kejahatan dalam suatu proses peradilan pidana yakni sebagai berikut:

1.

Hak untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut umum

Hak ini adalah hak untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penghentian

penyidikan dan/atau penununtutan dalamkkapasitasnya sebagai pihak ketiga yang

berkepentingan (Pasal 77 jo 80 KUHAP). Hak ini penting diberikan untuk

menghindari adanya upaya dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai motif, yang

bermaksud menghentikan proses pemeriksaan.

2.

Hak korban berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi

Hak ini adalah hak untuk mengundurkandiri sebagai saksi (Pasal 168 KUHAP)

Kesaksian (saksi) korban sangat penting untuk diperoleh dalam rangka mencapai

suatu kebenaran materil. Mencegah korban mengundurkan diri sebagai saksi,

diperlukan sikap proaktif dari aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan

keamanan bagi korban dan keluarganya pada saat mengajukan diri sebagai saksi.

3.

Hak untuk menuntut ganti rugi akibat suatu tindak pidana/kejahatan yang

menimpa diri korban melalui cara penggabungan perkara perdata dengan perkara

pidana (Pasal 98 sampai dengan Pasal 101)

Hak diberikan guna memudahkan koban untuk menuntut ganti rugi pada

tersangka/terdakwa. Permintaan penggabungan perkara gugatan gantirugi hannya

(25)

pidana, atau jika penuntut umum tidak hadir, permintaan tersebut dapat diajukan

selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. Pengabungan guagatan

ganti rugi apabila pihak yang dirugikan mengajukan penggabungan ganti

rugiterhadap si terdakwa dalam kasus didakwakan kepadanya. Pengabungan

gugatan ganti rugi dapat dilaksanakan berdasarkan hukum acara perdata dn harus

diajukan pada tingkat banding.

4.

Hak bagi keluarga korban untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk

melakukan otopsi (Pasal 134-136 KUHAP)

Mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi juga merupan

suatu bentuk perlindungan korban kejahatan, mengingat masalah otopsi ini bagi

beberapa kalangan sangat erat kaitannya dengan masalah agama, adat istiadat,

serta aspek kesusilaan/kesopanan lainnya

27

c.

Kewajiban korban

.

Kewajiban umum korban kejahatan antara lain:

1.

Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/balas dendam

terhadap pelaku (tindakan pembalasan);

2.

Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya

tindak pidana;

3.

Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya

kejahatan kepada pihak yang berwewenang;

27

(26)

4.

Kewajiban untuk tidak melakukan tuntutan yang berlebihan terhadap pelaku;

5.

Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya,

sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya;

6.

Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya

penanggulangan kejahatan;

7.

Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi

korban lagi

28

.

3.

Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

a.

Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu

strafbaar feit. Istilah ini walaupun terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS

Hindia Belanda, dengan demikian (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa

yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Para ahli hukum berusaha untuk memberi arti dan

isi dari istilah itu, namun tidak ada keseragaman pendapat29

Pengertian tindak pidana penting penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur

tindak pidana yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi

patokan dalam upaya menetukan apakah perbuatan seseorang itu tindak pidana atau tidak. .

28Ibid., Halaman. 54-55.

(27)

Sudarto mengemukakan, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah

tindakan/perbuatan (gedraging), perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan

dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan (gedraging), meliputi berbuat dan tidak berbuat.

Van Hattum dalam Sudarto, tidak menyetujui untuk memberikan defenisi tentang

gedraging, sebab defenisi harus meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga

defenisi itu tetap kurang kurang atau berbelit-belit dan tidak jelas. Barda Nawawi Arief

menyebutkan bahwa didalam KUHP (WvS) hannya ada asas legalitas (Pasal 1 KUHP) yang

merupakan landasan yuridis untuk menyatakan suatu perbuatan (feid) sebagai perbuatan

yang dapat dipidana (straafbaarfeid).

R. Tresna menyebutkan, pertimbangan atau pengukuran terhadap

perbuatan-perbuatan terlarang, yang mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana

yang tidak dianggap sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan,

tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan

pendapat umum30

1.

Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan beliau

sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut”

.

Pengertian tindak pidana menurut para ahli yang digolongkan menganut pandangan (aliran)

dualistis.

30 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, Usu Press, Medan, 2013,

(28)

Isrtilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut

31

a.

Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu

kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya

larangan itu ditujukan pada perbuatannya, sementara ancaman pidananya

ditujukan pada orangnya.

:

b.

Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana

(yang diitujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Perbuatan yang

berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar

larangan dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat

pula.

c.

Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat

digunakan istialah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk

pada dua keadaan kongkrit yaitu pertama, adanya kejadian tertentu

(perbuatan); dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan

kejadian itu (Moeljatno, 1983:54).

2.

Tindak pidana menurut Vos adalah suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan

perundang-undangan diberi pidana. Istilah perbuatan berarti melakukan,berbuat

(activehandeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak berbuat.

Istilah peristiwa, tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia.

3.

Menurut Pompe tindak pidana dirumuskan sebagai straafbaar feid adalah suatu

pelanggaran kaidah (terganggunya ketertiban umum) terhadap pelaku mempunyai

31

(29)

kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan

ketertiban umum dan menjamin kesejahteraan umum

32

4.

Menurut R. Tresna, Peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian

perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau

peraturan-peraruran lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. R.

Tresna menyatakan dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana harus

memenuhi syarat-syarat berikut ini:

.

a.

Harus ada suatu perbuatan manusia;

b.

Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan

hukum;

c.

Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus

dapat dipertanggungjawabkan;

d.

Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

e.

Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancamannya dalam Undang-Undang

33

Pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan

menganut pandangan monistik

.

1.

Tindak pidana menurut D. Simons dirumuskan dengan strafbaar feid adaalah

kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum

yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggung jawab. Pemaknaan istilah perbuatan manusia yang diungkapkan

32Alfitra., op.cit, Halaman. 110-113. 33

(30)

D.Simons dimaksudkan tidak hanya “perbuatan tetapi juga melalaikan atau tidak

berbuat”. Seseorang yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan

bertanggungjawab atas suatu peristiwa pidana, apabila ia tidak berbuat atau

melalaikan sesuatu, padahal kepadanya dibebankan suatu kewajiban hukum atau

keharusan untuk berbuat

34

2.

Tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana

berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

.

3.

J.E Jonkers dalam Bangbang Poernomo telah memberikan defenisi staafbaar feid

menjadi dua pengertian:

a.

Defenisi pendek memberikan pengertian “straafbaar feid” adalah suatu

kejadian (feid) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang;

b.

Defenisi panjang yang lebih mendalam memberikan pengertian “staafbaar

feid” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrechthttelijk)

berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seorang yang dapat

dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawan hukum dipandang

sebagai unsur yang tersembunnyi dari tiap unsur tindak pidana, namun tidak

adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan

umum untuk dibebaskan dari pidana

34

(31)

c.

J. Bauman dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan

perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan

dilakukan kesalahan

35

.

b.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum, terdiri dari

beberapa unsur/elemen. Ahli hukum ada yang mengemukakan unsur-unsur tindak pidana

secar sederhana yang hanya terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif, dan ada pula

yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan

Undang-Undang. Bangbang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi-bagi unsur tindak

pidana secara mendasar, sebagai berikut:

1.

Van Apeldoorn

Menurut Van Apeldorn, bahwa elemen delik itu sendiri dari elemen objektif yang

berupa adanya suatu kelakuan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum

(onrechtatig/wederrechttelijk) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang

pembuat (dader) mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan

(toereke-ningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.

35

(32)

c.

Van Bemmelen

Van Bemmelen menyatakan bahwa elemen-elemen dari straafbaar feid dapat

dibedakan menjadi:

1.

Elementen voor desstrafbaafheid van het feid, yang terletak dalam bidang

objektif karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar

hukum.

2.

Mengenai elementen voor strafbaarfheid van dedader dalam bidang subjektif

karena pada dasarnya menyangkut keadaan/sikap batin orang yang melanggar

hukum, yang semuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk

menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan.

d.

Pompe

Pompe mengadakan pembagian elemen straafbaar feid atas

a.

Wederrechthtelijkheid (unsur melawan hukum);

b.

Schuld (unsur kesalahan);

c.

Subsosiale (unsur bahaya/gangguan/merugikan).

Pandangan Pompe termasuk golongan pembagian strafbaar feid yang mendasar,

namun ditambah dengan elemen subsosial yang diperkenalkan oleh Vrij.

Vrij dalam Sudarto menyebutkan bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap adalah

sifat melawan hukum dan kesalahan, namun hal itu menurutnya belum lengkap. Vrij

(33)

subsosiale yang merupakan semacam “kerusakan dalam ketertiban hukum (deuk in de

rechtsorde). Menurut Vrij kegelisahan masyarakat itu ditimbulkan oleh:

1.

Hasrat pelaku tindak pidana untuk melakukan kembali perbuatan tersebut;

2.

Keinginan untuk membalas dari pihak korban;

3.

Adanya keingin dari orang-orang yang dekat dengan sipelaku untuk meniru

berbuat jahat;

4.

Ketidakpercayaan kepada pemerintah untuk menjamin keamanan.

Vrij menyebutkan agar bahaya-bahaya tersebut tidak timbul dalam masyarakat

maka hukuman yang dijatuhkan harus dapat mencegah timbulnya bahaya itu, dengan

perkataan lain bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan kejahatan yang

dibuatnya36

1.

Unsur formal meliputi:

.

Moeljanto merumuskan suatu unsur-unsur tindak pidana menjadi 2 unsur, yaitu

unsur unsur formal dan materil.

a.

Perbuatan manusia.

b.

Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum.

c.

Larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.

d.

Larangan itu dilanggar oleh manusia.

2.

Unsur Materil.

Unsur materilnya adalah perbuatan itu harus melawan hukum.

36

(34)

Satochid menyebutkan unsur-unsur delik atau tindak pidana ada dua golongan, yaitu unsur

objektif unsur subjektif.

1.

Unsur-unsur yang objektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar diri manusia,

yaitu berupa:

a.

Suatu tindak tanduk atau tingkah laku;

b.

Suatu akibat tertentu;

c.

Keadaan.

Semua unsur objektif diatas harus dilarang dan dengan hukuman oleh Undang-Undang.

2.

Unsur-unsur subjektif yang berupa:

a.

Dapat dipertangungjawabkan, yaitu adanya hukuman atau ancaman pidana;

b.

Ada kesalahannya

c.

Pengertian Perdagangan Orang dan Unsur-Unsurnya

1.

Pengertian menurut Protokol PBB

Undang-Undang Tindak pidana Perdagangan Orang, sebelum disahkan, pengertian

tindak pidana Perdagangan Orang yang umum paling banyak digunakan adalah pengertian

dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan orang.

Pengertian perdagangan orang dalam Protokol PBB tersebut adalah:

a.

Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang,

(35)

pemaksaan, penculikan penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan

atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh

keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa

atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak

ekksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi

seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa

perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.

b.

Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud dalam

subalinea (a) ini tidak relevan jika salah satu dari yang dimuat dalam subalinea (a)

digunakan.

c.

Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang

anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika

kegiatan ini tidak melibatkan satupun yang dikemukakan dalam subalinea (a)

Pasal ini.

d.

Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.

Pengertian tindak pidana perdagangan orang diatas tidak menekankan pada

perekrutan atau pengiriman, yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak

pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitatif terkait kedalam mana oarang

diperdagangkan37

37

(36)

2.

Pengertian perdagangan Orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan Orang, Pasal 2

ayat (1) berbunnyi:

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman

kekerasan,penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan

kekuasan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau

mamfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang

kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi orang tersebut diwilayah

Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)

tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp 120.000.000,00 (seratus duapuluh juta rupiah) dan paling bannyak Rp

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Pasal 2 ayat (1) terdapat kata “untuk tujuan” sebelum kata mengeksploitasi orang

tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil.

Unsur-unsur perdagangan orang, yang harus dipahami dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu adanya tindak

pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah

dirumuskan dalam Undang-Undang dan tidak dibutuhkan lagi harus mensyaratkan adanya

(37)

Cara melakukan tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan unsur dari tindak

pidana perdagangan orang, yaitu dengan kekerasan dan ancaman kekerasan, penipuan,

penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemamfaatan posisi kerentanan atau

penjeratan utang. Rumusan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang digunakan sebagai jalan atau cara

melakukan tindak pidana perdagangan orang, yaitu ancaman kekerasan dan kekerasan

sudah dijelaskan dalam Bab 1, sedangkan cara penculikan, penyekapan, penipuan, tidak

dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang, tetapi ditemui dalam Pasal-Pasal KUHP dan Pasal-Pasal yang

dikualifikasikan mengatur tindak pidana yang lain dengan tindak pidana perdagangan orang.

Tindak pidana percobaan perdagangan orang dapat dihukum sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 9

yang menyebutkan sebagai berikut:

“Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak

pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling

(38)

Pasal 9 diatas sejalan dengan Pasal 163 bis KUHP ayat (1) yang menyebutkan bahwa:

“Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam Pasal 55 ke-2,

mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling bannyak Rp 300,00

(tiga ratus rupiah), jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan

dipidana, dengan ketentuan bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang

lebih berat daripada yang ditentukan terhadap kejahatan itu sendiri”.

Penyertaan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang diatur dalam Pasal 16 yang

menyebutkan bahwa:

“Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang

terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok

yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam

kelompok yang terorganisir tersebut dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga)”

Kelompok terorganisir yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 16 bahwa yang

dimaksud dengan kelompok yang terorganisir adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari

3 (tiga) orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertindak dengan

(39)

tujuan memperoleh keuntungan materil atau finansial baik langsung maupun tidak

langsung38

d.

Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Anak

.

Identifikasi trafficking in persons mencakup elemen pemindahtanganan seseorang

dari satu pihak ke pihak lainnya, yang meliputi kegiatan rekrutmen, transportasi

(pengangkatan/pemiondahan), transfer (alih tangan), penampungan, dan penerimaan.

Elemen traffiking berikutnya adalah menggunakanan ancaman, pemaksaan,

penyalahgunaan, kekuasaan, atau posisi ketidakberdayaan, penculikan, penipuan,

pemberdayaan, pembayaran, atau pemberian sesuatu untuk mendapatkan persetujuan

(dari korban), atau untuk menguasai korban. Elemen trafificking mencakup tujuan

eksploitasi yang meliputi pemampaatan orang dalam prostitusi atau dalam bentuk

eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa (tenaga fisik maupun layanan jasa), perbudakan atau

praktik menyerupai perbudakan, penghambaan (servtitude) atau pengambilan organ

tubuh39

1.

Penjualan Anak (sale of Children)

.

Penelitian yang dilakukan sesuai yang telah digariskan oleh International Labour

Organization (ILO), menunjukkan temuan-temuan bentuk-bentuk trafiking anak sebagai

berikut:

38Ibid., Halaman.116-118. 39

(40)

Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan

kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau bentuk

lain. Konteks penjualan anak-anak seperti didefenisikan Pasal 2 dari Optional

Protocol of CRC on the Sale of Children and Trafficking, Child Prostution, and

Child Pornografhy: menawarkan, mengantarkan, atau menerima anak dengan

berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi seksual anak, mengambil organ

tubuh anak untuk suatu keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa.

2.

Penyeludupan manusia (smugling of person)

Penyeludupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan berupa uang

atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi kedalam suatu

kelompok negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau

warga negara tetap.

3.

Migrasi dengan tekanan

Migrasi (migration) baik yang bersifat ilegal maupun ilegal adalah proses dimana

orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat

ketempat lain. Traficking anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu

orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ketempat lain secara paksa,

(41)

4.

Prostitusi anak (Prostitution of Child)

Prostitusi anak adalah, anak yang dilacurkan atau menggunakan seorang anak

untuk aktifitas seksual demi keuntungan atau bentuk lain. Prostitusi tersebut

meliputi menawarkan, mendapatkan, dan menyediakan anak untuk prostitusi

40

G.

Metode Penelitian

.

Penelitian tidak dapat berjalan secara terarah apabila tidak ada metode yang

digunakan di dalamnya. Metode penelitian disini diperlukan, sekaligus sebagai

pertanggungjawaban secara ilmiah. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1.

Pendekatan penelitian

Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum

kepustakaan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan dan bahan-bahan sekunder

2.

Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan sosiologis, yang dimulai

dari berlakunya Undang-Undang yang mengatur Anak sebagai Korban Tindak Pidana

Perdagangan Orang dan pengaruh berlakunya peraturan perundang-undangan tersebut

terhadap kehidupan masyarakat serta faktor non hukum terhadap berlakunya ketentuan

hukum positif.

40

(42)

3.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui teknik studi pustaka yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap data sekunder yang meliputi: Peraturan-peraturan nasional

yang berhubungan dengan tulisan ini, Yurisprudensi yaitu putusan pengadilanstudi putusan

no. 149/Pid.Sus/2014/PN. Tbh), serta penelitian terhadap bahan hukum sekunder, yang meliputi karya penelitian, karya dari kalangan hukum lainnya, dan hasil penelitian dan

bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus hukum,

ensiklopedia dan sebagainya.

4.

Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif dilakukan penelaahan data sekunder, dan biasanya data

yang disajikan berikut dengan analisanya41

a.

Pengumpulan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang relevan dengan

permasalahan yang akan dibahas;

. Metode analisis data yang dilakukan adalah

analisa kualitatif, yaitu dengan :

b.

Pemilahan terhadap bahan-bahan hukum yang relevan tersebutagar sesuai dengan

masing-masing permasalahan;

c.

Pengolahan dan penginterpretasian data untuk menarik kesimpulan dari

permasalahan;

(43)

d.

Pemaparan kesimpulan, dalam hal ini kesimpulan kualitatif, yang dituangkan ke

dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

H.

Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus teratur agar tercipta karya ilmiah

yang baik. Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena

isi dari skripsi ini berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain. Skripsi ini dibagi

dalam 5 (lima) bab yang disusun secara sistematis untuk menguraikan masalah yang akan

dibahas dengan urutan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,

Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN HUKUM HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG KHUSUS ANAK DI INDONESIA

Merupakan bab kedua yang membahas pengaturan hukum pidana

terhadap anak korban tindak pidana perdagangan orang khusus anak

(44)

Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tinak Pidana

Perdagangan Orang UU Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, Perda Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan

Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan anak.

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA

Merupakan bab yang membahas mengenai Faktor-faktor Penyebab

terjadinya Tindak Pidana Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia yaitu

faktor intern, serta faktor ekstern.

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PUTUSAN NOMOR 149/PID.SUS/2015/TBH)

Merupakan bab yang berisi upaya perlindungan hukum terhadap anak

korban tindak pidana perdagangan orang yang menganalisis kasus terhadap

(45)

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan pembahasan dari bab

pertama hingga bab terakhir penulisan yang merupakan ringkasan dari

substansi penulisan skripsi ini. Paling akhir adalah saran dari penulis dalam

Referensi

Dokumen terkait

kasih setia dan penyertaanNya yang tidak berkesudahan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis saya yang berjudul “Pengaruh Pemberian Curcuminoid Terhadap Ekspresi

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

Potensi wisata adalah sumberdaya alam yang beraneka ragam, dari aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Banyu

Berdasarkan penelitian sebelumnya terlihat masih ada kekurangan dari instansi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu penulis ingin mengembangkan

1. M Quraish Shihab berpendapat kata jahiliyah terambil dari kata jahl yang digunakan Alquran untuk menggambarkan suatu kondisi dimana masyarakatnya

Thomas Engel has taught chemistry for more than 20 years at the University of Washington, where he is currently Professor of Chemistry and Associate Chair for the Undergraduate

Data atau nilai keterampilan berbicara peserta didik kelas III MIN Likuboddong sebelum dan setelah diajar dengan menggunakan mdia boneka tangan pada tingkat signifikansi α =

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi menulis itu sangat banyak, salah satunya bagi siswa Sekolah Dasar yaitu; dengan menulis siswa akan lebih