• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Beberapa Apotek Kimia Farma di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Beberapa Apotek Kimia Farma di Kota Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Umum Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.

Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek adalah:

a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.

c. Apotek harus dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

e. Masyarakat diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga.

g. Apotek mempunyai suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki:

(2)

b.Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

d. Ruang racikan.

e. Tempat pencucian alat.

f. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan (Menkes, RI., 2004).

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:

a. Apotek

b. Instalasi farmasi rumah sakit c. Puskesmas

d. Klinik e. Toko obat f. Praktek bersama

2.2Sejarah Apotek Kimia Farma

Sejarah PT Kimia Farma Apotek dimulai hampir dua abad yang lalu yaitu tahun 1817 yang kala itu merupakan perusahaan farmasi pertama didirikan Hindia Belanda di Indonesia bernama NV Chemicalien Handle

Rathkamp & Co. Kemudian pada awal kemerdekaan dinasionalisasi oleh

(3)

menjadi PT (Persero) Kimia Farma, sebuah perusahaan farmasi negara yang bergerak dalam bidang industri farmasi, distribusi, dan apotek. Sampai dengan tahun 2002, apotek merupakan salah satu kegiatan usaha PT Kimia Farma (Persero) Tbk, yang selanjutnya pada awal tahun 2003 di-spin-off menjadi PT Kimia Farma Apotek.

Pada tahun 2010 dibentuk PT Kimia Farma Diagnostika dan merupakan anak perusahaan PT Kimia Farma Apotek yang melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha Perseroan di bidang laboratorium klinik.

Saat ini PT Kimia Farma Apotek bertrasnformasi menjadi healthcare

provider company, suatu perusahaan jaringan layanan kesehatan terintegrasi

dan terbesar di Indonesia, yang pada akhir tahun 2015 memiliki 725 apotek, 300 klinik dan praktek dokter bersama, 42 laboratorium klinik, dan 10 optik, dengan target menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.

Apotek Kimia Farma memiliki visi “Menjadi perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia dan berdaya saing global” dan untuk mencapai visi tersebut Apotek Kimia Farma mempunyai misi :

a. Menyediakan produk dan jasa layanan kesehatan yang unggul untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan mutu kehidupan. b. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan untuk meningkatkan nilai

(4)

c. Meningkatkan kompetensi dan komitmen sumber daya manusia guna pengembangan perusahaan, serta dapat berperan aktif dalam pengembangan industri kesehatan nasional.

2.3 Pharmaceutical Care

Asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Melalui penerapan asuhan kefarmasian yang memadai diharapkan masyarakat yang mengonsumsi obat mendapat jaminan atas keamanannya (Menkes, RI., 2014).

Perlu disadari bahwa pasien sebagai pengguna obat secara langsung atau tidak langsung berpeluang untuk mengalami keadaan yang tidak dikehendaki akibat mengonsumsi obat. Keadaan ini timbul akibat salah terapi, salah obat, dosis tidak tepat, reaksi obat yang berlawanan, interaksi obat dan penggunaan obat tidak sesuai indikasi. Oleh karena itu fungsi utama asuhan kefarmasian adalah mengidentifikasi drug related problem (DRP), mencari solusi atas DRP yang bersifat aktual serta mencegah munculnya DRP yang potensial.

2.4Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek

(5)

hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient

safety) (Menkes, RI., 2014).

2.5Pelayanan Resep

Salah satu bentuk pelayanan kefarmasian adalah pelayanan obat atas resep dokter. Pemberian informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat merupakan salah satu tahap pada proses pelayanan resep. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain (Menkes, RI., 2014).

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes, RI., 2014). Pelayanan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab apoteker. Pemberian informasi merupakan salah satu tahap pada proses pelayanan resep (Menkes, RI., 2004). Manfaat dari pemberian informasi antara lain untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan terapi obat (Drug Therapy

Problem) yang dapat mempengaruhi terapi obat dan dapat mengganggu hasil

yang diinginkan oleh pasien (Cipolle, et al., 1998).

(6)

ketidakpatuhan terhadap program pengobatan. Penyebab ketidakpatuhan tersebut salah satunya disebabkan kurangnya informasi tentang obat. Selain itu, regimen pengobatan yang kompleks dan kesulitan mengikuti regimen pengobatan yang diresepkan merupakan masalah yang mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Selain masalah kepatuhan, pasien juga dapat mengalami efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat. Dengan diberikannya informasi obat kepada pasien maka masalah terkait obat seperti penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi yang tidak terobati, dosis obat terlalu tinggi, dosis subterapi, serta interaksi obat dapat dihindari (Rantucci, 2007).

Jenis informasi yang diberikan apoteker pada pasien yang mendapat resep baru meliputi nama dan gambaran obat, tujuan pengobatan, cara dan waktu penggunaan, saran ketaatan dan pemantauan sendiri, efek samping dan efek merugikan, tindakan pencegahan, kontraindikasi, dan interaksi, petunjuk penyimpanan, informasi pengulangan resep dan rencana pemantauan lanjutan. Selain itu, diskusi penutup juga diperlukan untuk mengulang kembali dan menekankan hal-hal terpenting terkait pemberian informasi mengenai obat (Rantucci, 2007).

(7)

Ulfah,dkk (2004) menyatakan bahwa pertimbangan dokter dalam meresepkan obat dipengaruhi oleh:

1. Faktor internal : a. Pengetahuan b. Kepercayaan c. Pengalaman

2. Faktor eksternal : a. Pengaruh pasien

b. Hubungan dokter-pasien c. Promosi

d. Pengaruh sejawat 2.5.1 Skrining Resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi : a. Persyaratan administratif :

i. Nama, SIP dan alamat dokter. ii. Tanggal penulisan resep.

iii. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

iv. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. v. Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.

(8)

b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2.5.2 Penyiapan obat

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

i. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.

ii.Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: i. Warna putih untuk obat dalam/oral.

ii. Warna biru untuk obat luar dan suntik.

iii. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

(9)

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya. h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker

(10)

Dalam melayani obat dengan resep dokter, ada beberapa peraturan yang perlu diperhatikan :

i. Apoteker tidak boleh mengganti obat generik dalam resep dengan obat paten. Penggantian obat yang tertulis dalam resep harus mendapat persetujuan dari dokter penulis resep.

ii. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan pada pasien agar dapat digunakan dengan tepat, aman dan rasional.

iii.Bila apoteker berpendapat ada kekeliruan dalam resep atau penulisan tidak tepat, Apoteker harus memberitahu dokter penulis resep.

2.6 Kepuasan Pasien

(11)

dirasakan adalah persepsi pasien terhadap apa yang diterima setelah mendapatkan pelayanan.

Dalam hal ini, digunakan skala lima tingkatan (Likert) yang terdiri dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting, dan tidak penting (Supranto, 2006).

Kelima penilaian tersebut diberi bobot sebagai berikut: a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5

b. Jawaban penting diberi bobot 4 c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3 d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2 e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1

Untuk kinerja/penampilan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut:

a. Jawaban sangat baik diberi bobot 5 b. Jawaban baik diberi bobot 4 c. Jawaban cukup baik diberi bobot 3 d. Jawaban kurang baik diberi bobot 2 e. Jawaban tidak baik diberi bobot 1

(12)

urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Supranto, 2006).

Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu (Supranto, 2006):

a. Kehandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

b. Ketanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan yang memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.

c. Keyakinan (confidence), pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance.

d. Empati (emphaty), syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

e. Berwujud (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

Soetjipto (1997) berpendapat bahwa terdapat pengaruh dari dimensi kualitas pelayanan terhadap harapan para pelanggan yang berdasarkan informasiyang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya) dengan kenyataan yang mereka terima.

(13)

efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Sari, 2008).

Mempertahankan pasien agar tetap loyal terhadap apotek adalah lebih sulit. Kepuasan pasien merupakan faktor yang menentukan, salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pasien yaitu kualitas pelayanan pada pasien. Kepuasan pasien merupakan faktor penentu kesetiaan terhadap apotek dan merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan pemberi jasa, sehingga kepuasan pasien hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat proses pemberian pelayanan (Sari, 2008). Kepuasan pasien terutama dibidang jasa pelayanan menjadi keharusan agar apotek tetap sukses. Keunggulan suatu jasa pelayanan tergantung pada keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut. Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa pelayanan. Salah satu cara membedakan sebuah apotek jasa dengan apotek jasa lainnya adalah memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaing secara konsisten.

(14)

demikian terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu layanan yang diharapkan dan layanan yang dipersepsikan/dirasakan (Tjiptono, dkk., 2005).

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan di apotek antara lain (Menkes, RI., 2004):

a. Tingkat kepuasan pasien: dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.

b. Dimensi waktu, lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).

c. Prosedur tetap, untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis juga mendidentifikasikan biaya produksi per unit yang dikeluarkan perusahaan untuk produk winton sling armchair dan proses produksi yang dilakukan PT Indo

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil dari analisis pengujian para ahli bahwa bahan ajar berbasis pendekatan problem solving dapat

Non Aplicable  Sampai  dengan  saat  pelaksanaan  verifikasi,  PT  Yimei  Group  International  belum  melakukan  kegiatan 

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis sehingga atas ijin- Nya pula

Hasi penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara penambahan kayu kurut dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kimia

NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa paragraf merupakan bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang saling bertalian

4 Mengidentifikasi letak suatu benda, Siswa bisa melengkapi kalimat dengan Memahami arah preposisi yang benar untuk menyebutkan Hometown letak benda sesuai gambar