6
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Segara Anakan Cilacap. Kegiatan identifikasi
dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik dan Laboratorium ITMEL.
Analisis sampel tanah di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian.
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan yaitu pada bulan April sampai
Oktober 2014.
B. Metode penelitian.
1. Teknik pengambilan sampel
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey. Teknik
pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu menentukan lokasi sampling berdasarkan kriteria lokasi yang mendukung penelitian dan
berdasarkan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Ardli et al., (2010). Peta
lokasi penelitian disajikan dalam lampiran 3. Adapun parameter utama dan
parameter pendukung yang diamati terdiri dari :
a. Parameter Utama :
1. Tingkat kerusakan
Parameter yang diamati untuk mengetahui tingkat kerusakan
adalah kerapatan pohon per hektar, kerapatan permudaan per
hektar, lebar jalur hijau mangrove, tingkat abrasi, kandungan dan
kedalaman pirit, dan pencemaran air.
2. Distribusi Acanthus dan Derris
Parameter yang diamati untuk mengetahui distribusi spasial
Acanthus dan Derris adalah jumlah dan keberadaan dari Acanthus
dan Derris.
3. Perubahan kondisi kerusakan mangrove pada tahun 2010 dan
2014
Parameter yang diamati untuk mengetahui perubahan kondisi
kerusakan mangrove pada tahun 2010 dan 2014 adalah peta
kerusakan pada tahun 2010 dan 2014 dan peta distribusi Acanthus
7 b. Parameter pendukung
Parameter pendukung meliputi suhu air, suhu udara, pH tanah,
salinitas, kelembaban, tekstur tanah, kandungan air dalam tanah, dan
kandungan bahan organik dalam tanah.
2. Cara kerja
2.1.Pengambilan data vegetasi mangrove
Pengambilan data sampel lapangan dari sampling vegetasi
mangrove dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode plot
sampling yang diterapkan oleh Mueller-Dombois & Ellenberg (1974)
yaitu diambil data vegetasi mangrove dengan ukuran 10m x 10m untuk
pohon dengan diameter > 10cm, untuk data anakan (1cm < diameter >
10cm) diambil dalam subplot 5m x 5m dan data semai, semak dan herba
(ketinggian > 1m atau diameter <1cm) diambil dalam subplot 1m x 1m.
Pengambilan sampel lapangan dilakukan pada setiap stasiun.
2.2.Pengukuran parameter lingkungan
2.2.1. Suhu Air dan Udara
Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan alat ke
dalam air kemudian baca nilai yang diperoleh pada alat dan
dicatat hasilnya. Pengukuran suhu udara dilakukan dengan
menggantung termometer di sekitar titik sampling sampai
diperoleh suhu udara yang stabil dan dicatat hasilnya
(Lendheng et al., 2010).
2.2.2. Salinitas
Salinitas diukur menggunakan salt refractometer
dengan cara meneteskan sampel air pada kaca refractometer
kemudian dilihat hasilnya yang dinyatakan dalam satuan ppt
kemudian dicatat. Jika area sampling dalam keadaan surut,
maka sampel air diambil dari genangan air yang terdapat pada
8 2.2.3. Kelembaban
Pengukuran kelembaban tanah dilakukan dengan
membenamkan soil tester pada substrat selama 10 menit sampai diperoleh angka konstan kemudian dicatat hasilnya.
2.2.4. pH Tanah
pH tanah diukur menggunakan alat soil tester dengan cara menancapkan alat tersebut ke dalam tanah kemudian
ditunggu sampai didapat nilai konstan dan dicatat hasilnya
(Lendheng et al., 2010).
2.2.5. Tekstur Tanah
Pengukuran tekstur tanah dilakukan dengan cara
mengambil sampel tanah dari masing-masing plot dalam satu
stasiun. Tanah tersebut kemudian dicampur dan dianalisis
dengan metode pipet di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian UNSOED (Lampiran 3) (Sulaiman et al., 2005).
2.2.6. Kandungan Air dalam Tanah
Sampel tanah yang diperoleh pada saat sampling diukur
kandungan air dalam tanahnya di Laboratorium Biologi
Akuatik Fakultas Biologi UNSOED. Sampel tanah tersebut
diletakkan pada cawan petri untuk ditimbang berat basahnya
menggunakan timbangan analitik. Selanjutnya, sampel tanah
dioven selama 2 x 24 jam dengan suhu 105˚C kemudian
ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan analitik.
9
menghitung selisih antara berat basah dan berat kering
menggunakan rumus :
(3-1)
Keterangan :
WC = Water Content (%)
B0 = berat awal/basah sampel tanah Bα = berat akhir/kering sampel tanah 2.2.7. Kandungan Bahan Organik Tanah
Sampel tanah yang sudah dikeringkan dibungkus
menggunakan aluminium foil kemudian ditimbang beratnya
sebagai berat awal menggunanakan timbangan analitik.
Selanjutnya, sampel tanah dibakar dalam furnace pada suhu
500˚C selama 5 jam. Setelah dingin, ditimbang kembali
menggunakan timbangan analitik sebagai berat akhir. Selisih
antara berat awal dan berat akhir menunjukkan banyaknya
kandungan organik dalam tanah. Rumus yang digunakan
untuk menghitung kandungan bahan organik dalam tanah
adalah sebagai berikut :
(3-2)
Keterangan :
OC = Organic content (%) B0 = berat awal sampel tanah Bα = berat akhir sampel tanah 3. Metode analisis
3.1. Analisis vegetasi
Data vegetasi mangrove dianalisis dengan menghitung nilai frekuensi
relatif, kerapatan relatif, dominansi relatif dan nilai penting. Analisis vegetasi
adalah cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi dalam
suatu ekosistem (Kusmana, 1997). Beberapa data diperoleh dari lapangan
10
6. Dominansi Relatif x100%
spesies
3.2. Analisis Tingkat Kerusakan
Penentuan tingkat kerusakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap
didasarkan pada pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005) yang tertera pada Lampiran
3. Penentuan tingkat kerusakan hutan mangove di setiap stasiun, diawali
dengan mengitung total nilai skoring (TNS) yang didapatkan dengan model
matematis, sebagai berikut :
TNS = (N x 30)+(Np x 20)+(L x 15)+(A x 15)+(P x 10)+(C x 10) (3-11)
P = Kandungan dan Kedalaman Pirit C = Pencemaran Air
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerusakan, TNS yang diperoleh
dari persamaan di atas dikelompokkan berdasarkan kriteria di bawah ini :
a. Nilai 100 – 200 : Rusak berat
b. Nilai 201 – 300 : Rusak
11 c. Nilai > 300 : Tidak rusak
Hasil analisisis tingkat kerusakan kemudian dianalisisis spasial
menggunakan program Surfer 9.0 dan ArcView GIS 3.2 dan
menghasilkan peta tematik kerusakan mangrove.
3.3. Distribusi Acanthus dan Derris
Distribusi Acanthus dan Derris digunakan analisis spasial dengan menggunakan program Surfer 9.0 dan ArcView GIS 3.2 (Environmental
System Research Institute (ESRI), 1990). Hasil analisisis spasial dalam
bentuk peta tematik yang kemudian dianalisis secara deskriptif.
3.4. Perubahan kondisi kerusakan mangrove pada tahun 2010 dan 2014
Analisa perubahan kondisi kerusakan mangrove pada tahun 2010 dan
2014 dilakukan menggunakan analisis perbandingan pada peta kerusakan
tahun 2010 dan 2014 dan peta disribusi Acanthus dan Derris pada tahun 2010 dan 2014 yang kemudian dianalisis secara deskriptif.
12
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Data Awal Lapangan 2010 (Ardli et al., 2010) Data Aktual Lapangan 2014
Data Pendukung Pengindraan Jauh Stasiun penelitian yang sudah ditentukan (Ardli et al., 2010)
Peta Distribusi Acanthus dan Derris
Analisis Deskriptif
Faktor Lingkungan Vegetasi Mangrove
Pengolahan Citra
Peta Tematik
Analisis Perbandingan untuk melihat Matriks Perubahan Peta Distribusi
Kerusakan
Peta Distribusi Acanthus dan Derris Peta Distribusi
Kerusakan