• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Aktivasi Hemostasis Dan Kadar Asam Urat Dengan Fungsi Kognitif Pada Orang Lanjut Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Aktivasi Hemostasis Dan Kadar Asam Urat Dengan Fungsi Kognitif Pada Orang Lanjut Usia"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi

Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti

berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa.fungsi kognitif juga

merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta

kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukuan

evaluasi. (Strub RL, et al, 2008)

II.1.2. Domain Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari lima domain, yaitu:

a. Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus

tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi

merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktifitas korteks

sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain

yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan

atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan

mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi

eksekutif.(Sidiarto L.D., et al., 2003)

b. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang

(2)

pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami

kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu:

1. Kelancaran

Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan

panjang, ritme dan melodi yang normal.Metode yang dapat membantu menilai

kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara

secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan

atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

perintah tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengalami suatu pernyataan atau kalimat

yang diucapkan seseorang.

4. Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek

beserta bagian-bagiannya.(Sidiarto L.D., et al., 2003)

c. Memori

Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi,

proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam

ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.Fungsi memori dibagi

(3)

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan

recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan

perhatian untuk mengingat (attention).

2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa

menit, jam, bulan bahkan tahun.

3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan

seusia hidup.(Sidiarto L.D., et al., 2003)

d. Visuospasial

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti

menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan

menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan

lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.(Sidiarto L.D., et

al., 2003)

e. Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan

kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal

dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah

tersebut.Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-subkortikal

terputus.Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition

(kemauan), planning (perencanaan), purposive action (bertujuan), effective

performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi gangguan fungsi eksekutif,

maka gejala yang muncul sesuai keempat komponen di atas.(Sidiarto L.D., et al.,

(4)

II.1.3. Anatomi fungsi kognitif

Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam

menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem

limbik.Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus

subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus mamillare.Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis

membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini (Gambar.1)(Snell R.S., 2001,

Waxman S.G., 2007)

Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,

fungsi neuroendokrin, dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan

bagian dari sistem limbik:

1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan

predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada

hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.

2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,

pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.

3. Girus para hipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.

4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah,

dan kognitif yaitu atensi.

5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal

nuclei.Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.

6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan

(5)

7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk

dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran

rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus

merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke

korteks serebri.

8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.

9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan.

10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen

asosiasi.(Markam S, 2003, Devinsky O., et al., 2004)

Gambar 1. Sistem Limbik

Dikutip dari Hesselink J.R. The temporal lobe and lymbic system. Available at:

(6)

1. Lobus frontalis

Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,

memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan

sintesis.Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian

sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur sistem

limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.

2. Lobus parietalis

Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori, dan

visuospasial.Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori,

taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari berbagai

modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan mampu

membentuk asosiasi sensorik (cross modal association). Sehingga manusia

dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka

lihat atau pegang.

3. Lobus temporalis

Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,

memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik dan

visual.

4. Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,

memori, dan bahasa.(Markam S., 2003)

II.1.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif

(7)

pemeriksaan kelima domain tersebtu dapat digunakan pemeriksaan MMSE (atensi,

bahasa, memori, visuospasial) dan CDT (fungsi eksekutif).Untuk memeriksa fungsi

kognitif, pemeriksaan CDT tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT

melengkapi domain kognitif yang tidak terdapat pada MMSE.

II.1.4.1. MMSE

Mini-Mental State Examination (MMSE) pertama sekali diperkenalkan oleh

Folstein dkk pada tahun 1975.Pemeriksaan ini telah dipergunakan secara luas

sebagai alat penilaian standard pada banyak negara dan telah diterjemahkan ke

beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia.Pemeriksaan ini juga dapat

membantu mengkonfirmasi diagnosis, mengukur tingkat keparahan, memantau

progresifitas dan outcome dari pengobatan. (Sjahrir H, et al., 2001)

Sensitifitas dan spesifisitas MMSE telah dilaporkan sebesar 87% dan 82%,

untuk mendeteksi delirium atau demensia.Namun, MMSE merupakan tes skrining

dan tidak mengidentifikasi gangguan spesifik. (Sjahrir H, et al., 2001)

Angka prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat seiring peningkatan

usia. Individu-individu berusia 55-74 tahun ditemukan memiliki prevalensi 1,4-2,5

untuk menderita gangguan fungsi kognitif berat (skor MMSE 17 atau lebih rendah)

dibandingkan yang berusia 35-54 tahun. (Sjahrir H, et al., 2001)

Pada individu-individu dengan pendidikan setidaknya 9 tahun, skor MMSEnya

adalah 29, untuk yang berpendidikan 5-8 tahun skor MMSEnya adalah 26, dan pada

individu-individu yang berpendidikan 0-4 tahun skor MMSEnya adalah 22. (Sjahrir H,

et al., 2001)

Pemeriksaan MMSE memiliki keunggulan karena waktunya cepat (5-10

(8)

dan perkembangan fungsi kognitif.Dalam pemeriksaan MMSE terdapat komponen

orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall / mengingat kembali, bahasa, dan

visuokonstruksi. Sedangkan penilaiannya terdiri dari beberapa hal : penilaian

orientasi (misal tahun berapa?), memori segera dan tertunda dari 3 kata (misal apel,

meja, koin), penamaan (misal pensil, televisi), pengulangan ungkapan (misal jika

tidak, dan atau tetapi), kemampuan mengikuti perintah sederhana (misal ambil

sebuah kertas dengan tangan kananmu, lipat menjadi dua bagian dan letakkan di

lantai), menulis (misal tulis sebuah kalimat), fungsi visuospasial (menggambarkan

kembali gambar segilima berpotongan) dan atensi (mengeja kata GAMBAR dari

belakang). Skor MMSE normal 24-30, bila skor kurang dari 24 mengindikasikan

gangguan fungsi kognitif. Namun pada indvidu berpendidikan bila skor MMSE ≤ 27

dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif.(Folstein MF. et al., 1975)

Pemeiksaan MMSE terbagi menjadi dua bagian, yang pertama hanya

membutuhkan respon vokal dan mencakup orientasi, memori, dan atensi; dengan

skor maksimum adalah 21.Bagian kedua menilai kemampuan menamai, mengikuti

perintah verbal dan tulisan, menuliskan sebuah kalimat secara spontan, dan

melukiskan kembali segilima sesuai contoh, skor maksimum adalah Sembilan.

Karena membaca dan menulis dibutuhkan pada bagian kedua, sehingga

pasien-pasien dengan gangguan penglihatan berat akan mengalami kesulitan.(Folstein MF,

(9)

Tabel 1. Interpretasi skor MMSE

Dikutip dari : Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini Mental State: A practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res 1975;12;189-198.

II.1.4.2. CDT

Pemeriksaan CDT dapat digunakan untuk penilaian beberapa fungsi kognitif

diantaranya visuokonstruksi, orientasi, konsep waktu, visuospasial, memori,

komprehensi auditorik, dan yang paling penting untuk menilai fungsi eksekutif.

Pemeriksaan CDT ini juga mempunyai unsur kemampuan motorik dimana subjek

diminta menggambar jam dinding lengkap dengan angka-angkanya dan

menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul “sebelas lewat sepuluh menit”.

Ada empat komponen yang dinilai yaitu menggambar lingkaran tertutup (skor 1),

meletakkan angka-angka dalam posisi yang benar (skor 1), ke-12 angka lengkap

(skor 1), dan meletakkan jarum-jarum pada posisi yang tepat (skor 1).Nilai cut-off

penilaian ini bersifat subjektif.Seseorang dengan fungsi eksekutif yang normal

mempunyai skor total 4 dan bila tidak normal skornya kurang dari 4. Skor yang

(10)

II.2. ASAM URAT

Asam urat adalah produk hasil dari pemecahan nucleonic acids dan produk

akhir metabolism purine (adenine dan guanine).Asam urat terdiri dari carbon,

nitrogen, oxygen, dan hydrogen dengan rumus C5H4N4O3..(Fisbach F.T.,2003)

Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xanthine

oxidase.Enzim xanthine oxidase membentuk asam urat dari xanthine dan hypoxanthine, yang dihasilkan dari purine.Di dalam sel, xanthine oxidase dapat

ditemukan sebagai xanthine dehydrogenase dan xanthine oxireductase..(Fisbach

F.T.,2003)

Asam urat dikirim melalui plasma dari hati ke ginjal, dimana disini akan

disaring dan kira-kira 70% akan diekskresikan. Sisa asam urat diekskresikan ke

saluran pencernaan dan didegradasi.Berkurangnya enzim uricase menyebabkan

hasil degradasi ini menumpuk di cairan-cairan tubuh..(Fisbach F.T.,2003)

Produksi berlebihan dari asam urat muncul ketika ada pemecahan sel-sel

yang hebat dan katabolisme dari nucleonic acids (seperti pada gout), produksi dan

penghancuran sel-sel yang berlebihan (seperti pada leukemia), atau

ketidakmampuan untuk mengekskresi produk substansi ( seperti pada gagal

ginjal)..(Fisbach F.T.,2003)

Nilai acuannya yaitu pada lelaki normal sekitar 3,4-7,0 mg/dl atau 202-416

µmol/L, pada wanita 2,4-6,0 mg/dl atau 143-357 µmol/L, dan pada anak 2,0-5,5

mg/dl atau 119-327 µmol/L..(Fisbach F.T.,2003)

Peningkatan kadar asam urat (hyperuricemia) muncul pada

kondisi-kondisi-kondisi seperti gout, penyakit ginjal dan gagal ginjal, alkoholisme, Down syndrome,

(11)

metabolik, ketoasidosis diabetic, penyakit hati, hyperlipidemia, dan lain-lain..(Fisbach

F.T.,2003)

Sedangkan penurunan kadar asam urat dapat muncul pada kondisi-kondisi

seperti fanconi’s syndrome, wilson’s disease, SIADH, defisiensi xanthine oxidase,

dan lain-lain. Tapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhinya misalnya

stress dan olahraga yang keras akan meningkatkan kadar asam urat, beberapa

macam obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar asam urat, makanan kaya

purine (seperti hati, ginjal) dapat meningkatkan kadar asam urat, penggunaan

aspirin dosis tinggi akan menurunkan kadar asam urat, asupan purin yang rendah,

kopi, dan teh akan menurunkan kadar asam urat.(Fisbach F.T.,2003)

Pada jalur sintesa purin de novo, cincin purin disintesa dari molekul kecil

Ribose-5-phospate, dengan bantuan 5-Phosphoribosyl-1-Pyrophospate (PRPP) synthetase

akan menghasilkan 5-Phospheribosyl-1-Phyrophospate (PRPP) dan bersama

Glutamine menghasilkan 5-Phosphoribosyl-1-Amine yang dikatalisasi oleh enzim Amidhophosphoribosyltransferase. 5-Phosphoribosyl-1-Amine bersama glycine dan formateakan menghasilkan inosinic acid, yang merupakan produk penengah antara guanylic acid dan adenylic acid. Inosinic acid dengan bantuan enzim 5’- nucleotidase

menghasilkan inosine.Inosine dengan bantuan purine nucleoside phosphorylase

menghasilkan hipoxanthine dan akan membentuk xanthine dengan bantuan

xanthine oxidase, dan dengan bantuan enzim ini pula akan terbentuk asam

urat..(Fisbach F.T.,2003)

Guanylic acid dengan bantuan 5’-nucleotidase membentuk

guanosine.Guanosineakan membentuk guanine lalu kemudian akan membentuk xanthine lalu asam urat. Begitu juga adenylic acid akan menghasilkan adenosine

(12)

pembentukan hipoxanthine, dan pada akhirnya juga menghasilkan asam

urat.(Gambar 2)..(Fisbach F.T.,2003)

Gambar 2. Produksi Asam urat

(13)

II.2.1. HUBUNGAN ASAM URAT DENGAN FUNGSI KOGNITIF

Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin dan

dipercayai memiliki kemampuan kuat sebagai neuroprotective dan antioxidant.Asam

urat juga merupakan kunci pada respon terhadap starvation dan memiliki peran

dalam pembentukan intelektual. Kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan

berbagai penyakit seperti gout, hypertension, penyakit ginjal dan penyakit-penyakit

cardiovascular.(Johnson R.J. et al.,2009; Kutzing M.K. et al.,2008).

Pada penelitian 1724 partisipan (berumur ≥55 tahun) menunjukkan bahwa

kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan fungsi kognitif global, fungsi

eksekutif dan memori yang lebih baik setelah mengatasi faktor resiko

kardiovaskularnya.(Euser S.M. et al.,2008).

Sedangkan pada penelitian lain pada 96 orang dewasa berumur 65 tahun

atau lebih, pesertanya dengan kadar asam urat yang sedikit meningkat

menunjukkan hasil yang buruk pada tes kecepatan memproses, memori verbal dan

working memory. Meskipun memiliki fungsi sebagai antioksidan, namun pada

penelitian ini menunjukkan bahwa dengan sedikit peningkatan kadar asam urat

dapat meningkatkan resiko penurunan fungsi kognitif pada usia tua.(Schretlen D.J et

al.,2007)

Mekanisme yang menghubungkan asam urat dengan fungsi kognitif belum

diketahui dengan jelas. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan

hipertensi, hyperlipidemia, obesitas, gangguan ginjal,resistensi insulin, sindrom

metabolik. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan peningkatan

resiko penyakit kardiovaskuler terutama pada penderita diabetes. Karena diabetes

(14)

serebrovaskuler, peningkatan kadar asam urat mungkin mempengaruhi fungsi

kognitif melalui perubahan serebrovaskuler.(Schretlen D.J et al.,2007)

Pada penelitian cross-sectional pada 1016 orang tua, mereka menunjukkan

bahwa orang-orang yang menderita demensia memiliki kadar asam urat serum yang

tinggi.(Ruggiero C. et al.,2009)

Gambar 3.Multiple injurious stimuli to the endothelium in non-diabetic atherosclerosis

and atheroscleropathy.

Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism: Clinical and Experimental.

Asam urat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit

(15)

merangsang proliferasi sel-sel otot polos dinding pembuluh darah, faktor inflamasi

yang dimiliki asam urat, dan efek langsung asam urat pada fungsi endotel dengan

mempengaruhi produksi nitric oxide. Kedua mekanisme antara patologi pembuluh

darah dan stress oxidative berhubungan dengan peningkatan resiko demensia dan

gangguan kognitif.(Euser S.M. et al.,2008)

Asam urat serum pada stadium awal proses atherosclerotic diketahui

berperan sebagai anti oksidan dan merupakan salah satu anti oksidatif plasma yang

paling kuat. Namun, pada stadium lanjut proses atherosclerotic, asam urat serum

meningkat (1/3 dari nilai normal) dan berubah fungsi menjadi pro oksidan.

Peningkatan kadar asam urat abnormal merupakan stimulus yang dapat mencederai

dinding pembuluh darah arterial dan kapiler, yang dapat menyebabkan disfungsi

endotel dan remodelling dinding pembuluh darah melalui oxidative-redox stress

(gambar 3). Pada gambar 3 juga ditunjukkan hubungan antara endothelium, intima,

media dan adventitia.Masing-masing lapisan ini berperan penting dalam

pembentukan atherosclerosis.Pada lapisan intima akan terjadi proses atherosclerosis, intimopathy, dan atheroscleropathy. (Hayden M.R., 2004)

Konsep antioksidan-prooksidan merupakan konsep yang penting untuk

dipahami, karena pada konsep ini dapat kita ketahui bagaimana asam urat sebagai

antioksidan menjadi prooksidan, sehingga menyebabkan kerusakan endothelium

dan remodeling dinding pembuluh darah arterial karena peningkatan redox oxidative

stress (ROS).(Hayden M.R., 2004)

Adenine dan guanine merupakan pasangan basa hasil pemecahan RNA dan

DNA karena proses apoptosis dan nekrosis sel-sel pembuluh darah akibat

pembentukan plak atherosclerosis. Adenine dan guanine ini kemudian akan

(16)

asam urat. Proses tersebut merupakan pembentukan asam urat sebagai anti

oksidan.(Hayden M.R., 2004)

Xanthine oxidase selain berperan dalam pembentukan asam urat juga

menghasilkan redox oxidative stress (ROS). Pembuluh darah yang sehat dapat

menghasilkan endothelial nitric oxide (eNO), sedangkan endothelium yang

mengalami cedera akan menghasilkan superoxide (O2-).Reaksi yang melibatkan

ion-ion seperti Cuprum dan Ferrum berperan sangat penting dalam meningkatkan

pembentukan stress oksidatif pada plak atherosclerosis. Proses ini merupakan

pembentukan asam urat sebagai prooksidan (Gambar 4).(Hayden M.R., 2004)

Gambar 4: Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle

Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism:Clinical and Experimental.

Kadar asam urat serum yang sedikit meningkat berhubungan dengan cerebral

(17)

terjadinya perubahan iskemik, karena cairan serebrospinal akan melalui sawar darah

otak sehingga cairan di interstitial tertumpuk, mengakibatkan daerah edema yang

teridentifikasi dengan MRI otak sebagai White Matter Hyperintensities

(WMH).(Vannorsdall T.D. et al.,2008)

Hubungan antara asam urat dan nitric oxide terlihat pada jalur dimana

peningkatan asam urat dapat menyebabkan cerebral ischemia.Nitric oxide adalah

vasodilator poten yang mempengaruhi tonus pembuluh darah di endothelium.

Menurunnya proses vasodilatasi ini menyebabkan terjadinya hiperuricemia dan

meningkatnya WMH. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa mekanisme

terganggunya fungsi endotel dan tonus pembuluh darah berperan dalam terjadinya

cerebral ischemia. Keparahan dari cerebral ischemia mungkin memperantarai

hubungan asam urat dan fungsi kognitif.(Vannorsdall T.D. et al.,2008)

II.3. Aktivasi Hemostasis

Pada orang normal dapat ditemukan kira-kira 5 Liter darah bersirkulasi di

tubuh (1/13 dari berat badan), terdiri dari 3 Liter plasma dan 2 Liter sel-sel

darah.Cairan plasma berasal dari sistem pencernaan dan limfatik dan berfungsi

sebagai alat untuk pergerakan sel. Sel-sel darah diproduksi secara primer oleh

sumsum tulang.Sel-sel darah diklasifikasikan menjadi sel-sel darah putih (leukocyte),

sel-sel darah merah (erythrocyte), dan platelet (thrombocytes).(Fischbach FT., 2003)

Sebelum lahir, pembentukan sel-sel darah (hematopoiesis) terjadi di

hati.Pada kehidupan midfetal, limfa dan kelenjar limfe juga berperan kecil dalam

memproduksi sel-sel darah. Singkatnya setelah proses kelahiran, hematopoiesis

berlangsung di hati, dan sumsum tulang hanya tempat untuk memproduksi

(18)

Gambar 5.A model of the classic extrinsic and intrinsiccoagulation pathways

Dikutip dari: Hoffman M. Remodelling the blood coagulation cascade. J Thromb Thrombolysis. 2003;16(1-2):17-20

Jalur pembekuan darah terdiri dari jalur ekstrinsik,jalur intrinsik, serta final

common pathway(Gambar 5). Jalur ekstrinsik muncul ketika terjadi pelepasan tissue thromboplastin (Faktor III) ke darah jika terjadi kerusakan pada pembuluh darah.

Faktor VII yang merupakan faktor koagulasi di sirkulasi darah, akan membentuk

kompleks tissue thromboplastin dan kalsium. Kompleks ini secara cepat memecah

Faktor X menjadi Faktor Xa.Faktor Xa mengkatalisasi prothrombin (Faktor II) menjadi

(19)

Prothrombin time atau PT adalah tes skrining laboratorium yang memantau

faktor-faktor di jalur ekstrinsik seperti Faktor II, V, VII, X, dan fibrinogen. Tetapi pada

PT tidak memantau Faktor III (thromboplastin) dan Faktor IV (kalsium). (Coulter

V.,2000)

Jalur intrinsik diaktifkan ketika Faktor XII dilepaskan ke sirkulasi darahkarena

adanya kontak dengan permukaan bermuatan negatif seperti membran trombosit

yang sudah teraktivasi,faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa.Selanjutnya

faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia.Faktor XIa bersama dengan ion Ca2+

mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yang disebut faktor IXa. Faktor

ini selanjutnya mengubah faktor X untuk menghasilkan faktor Xa. Reaksi ini

memerlukan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan

trombosit aktif, yaitu : Ca2+, faktor VIIIa, faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan

menjadi faktor VIIIa oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil.(Shafer D.,2000)

Activated partial thromboplastin time (aPTT) merupakan tes yang digunakan

untuk memantau kelainan d jalur intrinsik.(Riddel dkk, 2007, Collins F.,2000)

Agar berfungsi efektif, darah harus dalam keadaan cair atau tidak dalam

keadaan terkoagulasi.Fungsi penting lainnya dari darah adalah untuk

menyeimbangkan sistem sirkulasi ketika terjadi trauma. Proses yang mengatur

keseimbangan darah, pembuluh darah dan kemampuan sistem sirkulasi untuk

mencegah kehilangan darah yang banyak selama proses cedera disebut

hemostasis. (Shafer D.,2000)

Tes untuk memeriksa faal hemostasis terdiri dari :prothrombin time (PT),

(20)

II.3.1. Prothrombin Time (PT)

Gambar 6.A representation of the original extrinsic pathway proposed in 1905.

Dikutip dari: Owen CA Jr. A History of Blood Coagulation.Nichols WL, Bowie EJW, eds. Rochester, Minn: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2001.

Prothrombin merupakan protein yang dihasilkan hati untuk membekukan

darah.Produksi prothrombin dipengaruhi oleh konsumsi dan penyerapan vitamin K

yang adekuat. Selama proses pembentukan clot, prothrombin dipecah menjadi

thrombin. Selanjutnya thrombin akan memecah fibrinogen menjadi fibrin clot

(Gambar 6). Kadar prothrombin di darah dapat berkurang pada pasien-pasien

dengan penyakit hati. (Owen C.A., 2001)

Prothrombin Time adalah satu dari empat test yang digunakan untuk

mempelajari proses koagulasi. Prothrombin time secara langsung menunjukkan

defek potensial pada tingkat II mekanisme pembentukan clot (jalur extrinsic) melalui

analisis kemampuan membentuk clot dari faktor-faktor koagulasi lain yaitu

prothrombin, fibrinogen, faktor V, faktor VII, dan faktor X. Kekurangan prothrombinjuga dapat digunakan untuk memantau keadan-keadaan seperti

disfibrinogenemia, efek heparin dan coumarin, gangguan fungsi hati, dan defisiensi

(21)

Nilai normalnya 11.0-13.0 detik. Nilai theurapeutic nya pada rasio pasien :

kontrol adalah 2.0-2.5. Kisaran nilai theurapuetic nya dapat dilihat pada tabel

2.(Fishbach FT.,2003)

Tabel 2. Theurapetic Context

Dikutip dari Fischbach, FT. 2003.A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.7th ed. Lippincot Williams & Wilkins Publishers, USA.

Rasio pasien : kontrol (rasio prothrombin time) merupakan nilai PT pasien

dibagi dengan PT laboratorium berarti nilai normal INR.

Cara pemeriksaannya yaitu:

1. Ambil darah vena sampel sebanyak 5 ml (dengan tehnik dua tabung)

masukkan ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan (sodium citrate).

2. Tabung yang digunakan berupa tabung vakum sehingga mempertahankan

kadarprothrombin stabil pada suhu ruangan selama 12 jam.(Fishbach

FT.,2003)

Pasien-pasien dengan masalah jantung biasanya stabil pada kondisi dimana

kadar PT diantara 2 sampai 2.5 kali nilai normal. Penggunaan nilai INR lebih sensitif

(22)

untuk masalah-masalah thromboembolic adalah 2.0-3.0 (Tabel 1).(Fishbach

FT.,2003)

Pada keadaan dimana terbentuk clot di darah, nilai PT dipertahankan sekitar 2

sampai 2.5 kali nilai normal. Jika nilai PT dibawah nilai tersebut, pengobatan yang

dilakukan akan tidak efektif, dan clot akan terbentuk lebih luas atau kan terbentuk

clot-clot baru. Secara berlawanan jika nilai PT melebihi 30 detik, perdarahan

mungkin timbul.(Fishbach FT.,2003)

Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kenaikan nilai PT antara lain :

a. Defisiensi faktor II (prothrombin), V, VII, atau X

b. Defisiensi vitamin K, bayi-bayi dengan ibu yang kekurangan vitamin K

c. Penyakit hati (seperti hepatitis karena alkohol), kerusakan hati

d. Terapi antikoagulan dengan warfarin (Coumadin)

e. Penyumbatan kantung empedu

f. Penyerapan lemak yang buruk (contohnya sprue, celiac disease, diare kronis)

g. Terapi dengan antikoagulan heparin

h. DIC

i. Hypofibrinogenemia (defisiensi faktor I)

j. Bayi premature. (Fishbach FT.,2003)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PT :

1. Konsumsi sayur-sayuran berupa daun-daunan hijau yang berlebihan

meningkatkan penyerapan vitamin K, yang menimbulkan pembentukan clot di

darah.

2. Alcoholism atau konsumsi alkoho berlebihan dapat memperpanjang nilai PT.

(23)

4. Jika prosedur pengambilan sampel darah menyebabkan trauma dan jika

tabung tidak pada keadaan yang dianjurkan.

5. Pengaruh obat-obatan seperti antibiotik, aspirin, cimetidine, isoniazid,

phenothiazides, cephalosporin, cholestyramine, phenylbutazone,

metronidazole, obat anti diabetik, phenytoin.

6. Penyimpanan sampel yang terlalu lama pada suhu 4°C sehingga faktor VII

teraktivasi dan PT memendek.(Fishbach FT.,2003)

II.3.2. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)

Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan tes untuk

memantau jalur intrinsik dari proses koagulasi (Faktor XII,XI, IX, VIII, V, II, I,

prekallikrein, high molecular weight kininogen). Jalur ini dirangsang oleh interaksi

antara Faktor XII dengan permukaan bermuatan negatif. Tes ini dapat digunakan

untuk mengetahui kelainan kongenital dan bawaan pada jalur intrinsik proses

koagulasi dan juga untuk memantau pasien-pasien dengan penggunaan

heparin.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)

Spesimen darah diambil sebanyak 5 ml dari pembuluh darah vena perifer

tanpa terjadinya trauma venipuncture, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang

mengandung trisodium citrate dengan perbandingan 9:1.Trauma venipuncture dapat

mengaktifkan faktor koagulasi, yang menyebabkan nilai aPTT memendek.Pastikan

sampel dikirim pada suhu ruangan dan tabung dalam keadaan vakum. Spesimen ini

stabil dan dapat bertahan selama 12 jam.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)

Nilai normal aPTT berkisar antara 24-37 detik. Nilai aPTT dapat memanjang

(24)

yang menggunakan terapi heparin nilai aPTT 2-2.5 kali nilai normal.(Fishbach

FT.,2003)

Nilai aPTT dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem koagulasi

darah, tipe dari tabung yang digunakan, tipe antikoagulan, kondisi pengiriman dan

penyimpanan spesimen, waktu inkubasi, dan suhu.(Riley RS, 2005)

Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan pemeriksaan paling

dasar dari sistem koagulasi. Penggunaan klinis dari aPTT antara lain :

1. Mengetahui adanya kekurangan atau kelainan yang herediter atau didapat

pada jalur intrinsik dan common pathway dari proses koagulasi (Faktor XII,

XI, IX, VIII, prekallikrein, high molecular weight kininogen)

2. Memantau penggunaan terapi antikoagulan heparin.

3. Mendeteksi adanya penghambat proses koagulasi (coagulation inhibitor)

contohnya lupus anticoagulant

4. Memantau terapi pengganti faktor koagulasi pada pasien

hemophilia.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)

Nilai aPTT meningkat diatas nilai normal pada keadaan defisiensi faktor

intrinsik < 40% baik yang dibawa dari lahir atau pun didapat, lupus anticoagulant,

atau adanya inhibitor spesifik dari faktor-faktor koagulasi jalur intrinsik. Penyebab

lain meningkatnya nilai aPTT termasuk penyakit hati, DIC, terapi antikoagulan atau

heparin, atau pengambilan spesimen yang tidak tepat (contohnya plebotomi

traumatic).(Riley RS, 2005)

Jika nilai PT normal dengan nilai aPTT yang terganggu berarti kelainan

berada diantara tingkat pertama jalur koagulasi (Faktor VIII, IX, X, XI, dan atau

(25)

II, V, atau X. Secara bersamaan, aPTT dan PT akan mendeteksi 95 % kelainan

koagulasi.(Fishbach FT.,2003)

Nilai aPTT memendek pada kondisi penyakit kanker, apalagi melibatkan hati,

segera setelah perdarahan akut, stadium sangat awal DIC.Jika nilai aPTT > 70 detik

menandakan perdarahan spontan.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)

II.3.3. Thrombin Time (TT)

Thrombin time digunakan sebagai tes untuk mengetahui adanya kelainan

pada tingkatan fibrinogen/fibrin pada proses koagulasi. Tes ini dapat mendeteksi

DIC dan hypofibrinogenemia dan mungkin juga dapat digunakan untuk memantau

terapi streptokinase. Tes ini sebenarnya mengukur waktu yang dibutuhkan plasma

untuk membentuk clot ketika thrombin ditambahkan. Normalnya, clotakan segera

terbentuk, jika tidak maka terjadi defisiensi tingkat III pada proses koagulasi.

Nilai normalnya 7.0-12.0 detik.Cara pemeriksaan dengan mengambil sampel

darah vena sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sodium

citrate.Pastikan spesimen diperiksa dalam 2 jam, atau harus dibekukan.

Nilai TT yang memanjang ditemukan pada keadaan :

a. Hypofibrinogenemia

b. Terapi yang menggunakan heparin atau sejenisnya

c. DIC

d. Uremia

e. Penyakit hati kronis

Sedangkan nilai TT yang memendek ditemukan pada keadaan :

a. Hyperfibrinogenemia

(26)

II.3.4. Fibrinogen

Fibrinogen merupakan glycoprotein yang disintesis di hati. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh bantuan thrombin merupakan tahap utama dari proses

koagulasi. Fibrin bersama platelet akan membentuk clot di darah. Kadarnya akan

meningkat pada penyakit-penyakit dimana terjadi kerusakan jaringan atau inflamasi.

Tes ini juga digunakan untuk menemukan kelainan PT, aPTT, dan TT dan juga

pemantauan DIC dan fibrin-fibrinogenolysis.

Selain perannya pada proses koagulasi, fibrinogen merupakan faktor resiko

untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Analisa berskala besar yang

dilakukan EUROSTROKE project menunjukkan bahwa “fibrinogen merupakan

prediktor kuat terjadinya stroke”.(Kaslow JE., 2011) Peningkatan kadar fibrinogen

plasma kebanyakan bersifat sementara dan melibatkan peran pentingnya dalam

proses reaksi akut tubuh pada saat terjadi trauma atau penyakit yang parah. Kadar

fibrinogen juga dapat meningkat pada perokok dan secara genetik. Penurunan kadar

plasma fibrinogen timbul karena produksi di hati menurun, karena aksi dari

fibrinolysin (enzim yang menghancurkan fibrin dan menyerang fibrinogen),

kerusakan sel-sel hati seperti pada keadaan hepatitis atau cirrhosis.

Nilai normalnya 200-400 mg/dl atau 2.0-4.0 g/L. cara pemeriksaannya yaitu

dengan mengambil sampel darah vena sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam

tabung berisi sodium citrate.

Kadar fibrinogen meningkat pada keadaan inflamasi dan infeksi (seperti

rheumatoid arthritis, pneumonia, tuberculosis), acute myocardial infarction, nephrotic

(27)

menurun pada keadaan penyakit hati, DIC, primary fibrinolysis, hypofibrinogenemia

yang herediter atau kongenital, dysfibrinogenemia.

Nilai fibrinogen<50 mg/dL atau <0.5 g/L dapat timbul pada saat terjadi

perdarahan pada proses pembedahan. Nilai >700 mg/dL atau >7.0 g/L

mengarahkan pada resiko terjadinya penyakit arteri koroner dan serebrovaskuler.

II.3.5. D-dimer

D-dimer diproduksi oleh aksi plasmin pada cross-linked fibrin, bukan oleh aksi

plasmin pada unclotted fibrinogen. Timbulnya D-dimer menyatakan bahwa generasi

thrombin dan plasmin muncul.Kadarnya di dalam darah bergantung pada aktivasi

penggumpalan darah akibat pembentukan fibrin, yang distabilisasi oleh faktor XIIIa

dan selanjutnya didegradasi melaui proses fibrinolisis.(Fisbach FT.,2003)

Nilai normalnya < 250 µg/L atau < 1.37 nmol/L. Cara pemeriksaan dengan

mengambil 5 ml sampel darah vena lalu dimasukkan ke dalam tabung berisi sodium

citrate. Nilainya meningkat pada keadaan DIC, DVT, gagal ginjal dan hati, pulmonary embolism, kehamilan lanjut, preeclampsia, keganasan, inflamasi, dan infeksi yang

hebat. Nilai positif palsu dapat ditemui pada pasien setelah dilakukan operasi atau

trauma, penggunaan terapi estrogen, dan kehamilan normal.(Fisbach FT.,2003)

II.3.6. HUBUNGAN ANTARA AKTIVASI HEMOSTASIS DENGAN FUNGSI KOGNITIF

Adanya disregulasi sistem imunologi dan koagulasi sering timbul pada orang

lanjut usia dan berhubungan dengan beberapa penyakit yang berhubungan dengan

proses penuaan. Proses trombosis merupakan penyebab paling utama kematian

(28)

Orang lanjut usia sudah terjadi gangguan regulasi inflamasi dan hemostasis.

Sebagai contoh, peningkatan kadar penanda inflamasi dan hemostasis yang kronis

menunjukkan kondisi-kondisi kronis, seperti frailty syndrome, Alzheimer’s disease,

dan atherosclerosis.(Kale et al,2011)

Ras, usia, riwayat merokok, tekanan darah tinggi, dan berat badan

berhubungan dengan kadar D-dimer, dan ras, umur, dan status fungsional

berhubungan dengan adanya kadar D-dimer yang tinggi. Orang kulit hitam, usia tua,

dan orang-orang dengan fungsional terganggu memiliki kadar D-dimer yang

meningkat secara signifikan, juga berhubungan dengan terjadinya proses trombosis.

Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa peningkatan terjadinya proses trombosis

di jumpai d kelompok ini. (Pieper C.F. et al.,2000)

Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa D-dimer, TAT, VWF, faktor VIII,

fibrinogen, t-PA dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) meningkat pada

orang-orang yang menderita Atrial Fibrilasi (AF) daripada orang-orang-orang-orang sehat sebagai

kontrol. Pada penelitian ini, Barber dkk menemukan bukti bahwa peningkatan

generasi trombin dan perubahan fibrin pada orang yang menderita AF dan demensia

dibandingkan pada orang-orang tanpa demensia. Penggunaan warfarin dalam

jangka waktu yang lama bersifat protektif terhadap kejadian demensia pada

penderita AF.(Barber M. et al.,2004)

Pada sampel yang cukup besar dari populasi usia tua, kadar D-dimer

memprediksi penurunan fungsi kognitif selama periode 4 tahun. Tidak ada hubungan

yang signifikan secara klinis antara disregulasi sitokin perifer dan kognitif. (Wilson

(29)

Peningkatan interleukin-6 dan kadar D-dimer yang tinggi menunjukkan

penurunan fungsi secara keseluruhan. Aktivasi jalur koagulasi dan inflamasi

berhubungan dengan kematian dan penurunan fungsi.(Cohen H.J. et al.,2003)

Dibandingkan dengan orang-orang yang belum pernah merokok, perokok

memiliki resiko yang meningkat untuk menderita demensia dan Alzheimer’s disease.

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat terhadap individu tanpa APOE€4 allele,

tetapi tidak memiliki efek pada individu dengan allele tersebut.(Ott A, PhD. et

al.,1998)

Hubungan antara penanda hemostasis dengan demensia vaskuler

menunjukkan pembentukan clot sebagai mekanisme primer dan sesuai dengan

pembentukan mikro infark pada demensia vaskuler.(Gallagher J. et al.,2009)

Umur dan jenis kelamin perempuan memiliki faktor resiko lebih penting untuk

mengalami penurunan fungsional pada pasien-pasien usia tua dengan penyakit atau

faktor resiko vaskuler. Diabetes mellitus juga berhubungan dengan peningkatan

resiko penurunan fungsional. Kejadian cedera vaskuler memiliki peran penting untuk

terjadinya penurunan fungsional. Pencegahan kejadian iskemik vaskuler dapat

mengurangi resiko penurunan fungsi kognitif pada pasien lanjut usia. (Kamper A.M.

et al.,2005)

Proses inflamasi berperan penting dalam penurunan fungsi kognitif yang

berhubungan dengan umur. Peranan proses inflamasi kronis terhadap

penurunan fungsi mental dapat dibandingkan dengan faktor resiko lain termasuk

merokok, hipertensi, dan apolipoprotein E e4. (Rafnsson et al.,2007)

Pada penelitian yang dilakukan Hoffman, yang merupakan penelitian cross

sectional menyatakan perubahan terhadap kejadian atherosclerotic muncul sebagai

(30)

atherosclerosis, dijumpai bahwa peningkatan ketebalan lapisan intima dan media

tidak mempengaruhi proses atherosclerosis. Peningkatan ketebalan dinding

pembuluh darah berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler. Sebagai

tambahan, perjalanan progresifitas penebalan pembuluh darah berhubungan

dengan faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Hubungan ini menyokong pendapat

bahwa pemeriksaan non-invasif ketebalan lapisan intima-media menjadi indikator

kejadian atherosclerosis. (Hoffman A. et al.,1997)

Pada penelitian lain, menunjukkan hubungan antara aktivasi hemostasis yang

dini setelah prosedur off-pump surgery dan penurunan fungsi kognitif segera setelah

operasi. Jalur koagulasi dan fibrinolisis teraktivasi setelah prosedur operasi. Adanya

kondisi hiperkoagulabilitas setelah operasi atau terjadinya aktivasi hemostasis dapat

menimbulkan komplikasi tromboemboli seperti oklusi graft. Selain proses

hiperkoagulabilitas, paparan yang sering terhadap dinding jantung memicu

peningkatan tekanan vena sentral yang sementara dan menurunkan tekanan darah

sistemik yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral. Selain itu

pembentukan mikroemboli selama proses operasi juga memiliki peran dalam proses

terjadinya penurunan fungsi kognitif. Mekanisme ini dapat menjelaskan terjadinya

penurunan fungsi kognitif pada kelompok dengan kadar D-dimer tinggi.(Lo B, MD. et

al.,2005)

Peningkatan kadar D-dimer dan prothrombin dihubungkan dengan penurunan

fungsi kognitif yang cepat. D-dimer (produk degradasi fibrin) merupakan penanda

generasi thrombin dan perubahan fibrincross-linked, sedangkan prothrombin

fragment dan kompleks thrombin-antithrombin merupakan penanda generasi

(31)

leukosit. Data dari penelitian ini menunjukkan viskositas plasma lebih berhubungan

terhadap penurunan fungsi kognitif daripada fibrinogen. Dasar hubungan antara

viskositas plasma dengan fungsi kognitif adalah karena proses inflamasi yang

meningkat.(Stott D.J. et al.,2009)

Selain beberapa hal di atas pada penelitian ini juga didapatkan disfungsi

endotelial berperan dalam penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Tissue

plasminogen activator merupakan glikoprotein yang dihasilkan sel-sel endotelial

pembuluh darah, yang mengaktifkan pembentukan clot darah dengan adanya fibrin

yang memecah plasminogen menjadi plasmin, dan membentuk fibrin cross-linked

menjadi D-dimer dan produk degradasi fibrin lain,dan merupakan penanda disfungsi

endotel. Von Willebrand factor juga menjadi penanda kerusakan endotel. Faktor ini

memediasi adhesi platelet ke endotel yang cedera, yang merupakan tahap awal

(32)
(33)

II.6. KERANGKA KONSEP

AKTIVASI

HEMOSTASIS

KADAR ASAM

URAT SERUM

FUNGSI KOGNITIF

Gambar

Gambar 1. Sistem Limbik    Dikutip dari Hesselink J.R. The temporal lobe and lymbic system
Tabel 1. Interpretasi skor MMSEDikutip dari : Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini Mental State: A practical method  for grading the cognitive state of patients for the clinician
Gambar 2. Produksi Asam urat  Dikutip dari : Star M. Purine biochemistry and Uric acid Metabolism.Available from:Michael.star@much.mcgill.ca
Gambar 3. Multiple injurious stimuli to the endothelium in non-diabetic atherosclerosis and atheroscleropathy
+5

Referensi

Dokumen terkait

SDN 1 Bojongwetan Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang bersifat responsif untuk menerima

[r]

cerita tidak sama persis dengan yang ada dalam kenyataan karena pengarang telah.. memperkaya cerita itu

dilaksanakan dengan optimal sepanjang telah tersedianya akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan

Peralatan yang digunakan antara lain timbangan kapasitas 5 kg dengan merk Electronic Kitchen Scale untuk menimbang bahan pakan, 20 unit kandang baterai dengan

Muara Sanding Kecamatan Margawati Kecamatan Paminggir Kecamatan Padahurip Banjarwangi Sukasenang Banyuresmi Sukaraja Banyuresmi Dangdeur Banyuresmi Karyamukti

Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata berat paru pada tikus putih ( Rattus norvegicus ) kelompok perlakuan II (tenggelam di air laut) yaitu 3,10

Tujuan penambahan steam boiler pada alat sterilisasi ini adalah untuk mengetahui suhu dan tekanan yang optimal pada proses sterilisasi media tumbuh jamur