BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti
berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa.fungsi kognitif juga
merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta
kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukuan
evaluasi. (Strub RL, et al, 2008)
II.1.2. Domain Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari lima domain, yaitu:
a. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus
tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi
merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktifitas korteks
sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain
yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan
atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi
eksekutif.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
b. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami
kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu:
1. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan
panjang, ritme dan melodi yang normal.Metode yang dapat membantu menilai
kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan.
2. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan
atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
perintah tersebut.
3. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengalami suatu pernyataan atau kalimat
yang diucapkan seseorang.
4. Naming
Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek
beserta bagian-bagiannya.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi,
proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam
ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.Fungsi memori dibagi
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan
recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan
perhatian untuk mengingat (attention).
2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa
menit, jam, bulan bahkan tahun.
3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan
seusia hidup.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
d. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan
lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.(Sidiarto L.D., et
al., 2003)
e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal
dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah
tersebut.Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-subkortikal
terputus.Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition
(kemauan), planning (perencanaan), purposive action (bertujuan), effective
performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi gangguan fungsi eksekutif,
maka gejala yang muncul sesuai keempat komponen di atas.(Sidiarto L.D., et al.,
II.1.3. Anatomi fungsi kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem
limbik.Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus
subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus mamillare.Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis
membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini (Gambar.1)(Snell R.S., 2001,
Waxman S.G., 2007)
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,
fungsi neuroendokrin, dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan
bagian dari sistem limbik:
1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus para hipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah,
dan kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal
nuclei.Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk
dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran
rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus
merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke
korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen
asosiasi.(Markam S, 2003, Devinsky O., et al., 2004)
Gambar 1. Sistem Limbik
Dikutip dari Hesselink J.R. The temporal lobe and lymbic system. Available at:
1. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,
memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan
sintesis.Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian
sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur sistem
limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori, dan
visuospasial.Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori,
taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari berbagai
modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan mampu
membentuk asosiasi sensorik (cross modal association). Sehingga manusia
dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka
lihat atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,
memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik dan
visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,
memori, dan bahasa.(Markam S., 2003)
II.1.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif
pemeriksaan kelima domain tersebtu dapat digunakan pemeriksaan MMSE (atensi,
bahasa, memori, visuospasial) dan CDT (fungsi eksekutif).Untuk memeriksa fungsi
kognitif, pemeriksaan CDT tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT
melengkapi domain kognitif yang tidak terdapat pada MMSE.
II.1.4.1. MMSE
Mini-Mental State Examination (MMSE) pertama sekali diperkenalkan oleh
Folstein dkk pada tahun 1975.Pemeriksaan ini telah dipergunakan secara luas
sebagai alat penilaian standard pada banyak negara dan telah diterjemahkan ke
beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia.Pemeriksaan ini juga dapat
membantu mengkonfirmasi diagnosis, mengukur tingkat keparahan, memantau
progresifitas dan outcome dari pengobatan. (Sjahrir H, et al., 2001)
Sensitifitas dan spesifisitas MMSE telah dilaporkan sebesar 87% dan 82%,
untuk mendeteksi delirium atau demensia.Namun, MMSE merupakan tes skrining
dan tidak mengidentifikasi gangguan spesifik. (Sjahrir H, et al., 2001)
Angka prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat seiring peningkatan
usia. Individu-individu berusia 55-74 tahun ditemukan memiliki prevalensi 1,4-2,5
untuk menderita gangguan fungsi kognitif berat (skor MMSE 17 atau lebih rendah)
dibandingkan yang berusia 35-54 tahun. (Sjahrir H, et al., 2001)
Pada individu-individu dengan pendidikan setidaknya 9 tahun, skor MMSEnya
adalah 29, untuk yang berpendidikan 5-8 tahun skor MMSEnya adalah 26, dan pada
individu-individu yang berpendidikan 0-4 tahun skor MMSEnya adalah 22. (Sjahrir H,
et al., 2001)
Pemeriksaan MMSE memiliki keunggulan karena waktunya cepat (5-10
dan perkembangan fungsi kognitif.Dalam pemeriksaan MMSE terdapat komponen
orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall / mengingat kembali, bahasa, dan
visuokonstruksi. Sedangkan penilaiannya terdiri dari beberapa hal : penilaian
orientasi (misal tahun berapa?), memori segera dan tertunda dari 3 kata (misal apel,
meja, koin), penamaan (misal pensil, televisi), pengulangan ungkapan (misal jika
tidak, dan atau tetapi), kemampuan mengikuti perintah sederhana (misal ambil
sebuah kertas dengan tangan kananmu, lipat menjadi dua bagian dan letakkan di
lantai), menulis (misal tulis sebuah kalimat), fungsi visuospasial (menggambarkan
kembali gambar segilima berpotongan) dan atensi (mengeja kata GAMBAR dari
belakang). Skor MMSE normal 24-30, bila skor kurang dari 24 mengindikasikan
gangguan fungsi kognitif. Namun pada indvidu berpendidikan bila skor MMSE ≤ 27
dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif.(Folstein MF. et al., 1975)
Pemeiksaan MMSE terbagi menjadi dua bagian, yang pertama hanya
membutuhkan respon vokal dan mencakup orientasi, memori, dan atensi; dengan
skor maksimum adalah 21.Bagian kedua menilai kemampuan menamai, mengikuti
perintah verbal dan tulisan, menuliskan sebuah kalimat secara spontan, dan
melukiskan kembali segilima sesuai contoh, skor maksimum adalah Sembilan.
Karena membaca dan menulis dibutuhkan pada bagian kedua, sehingga
pasien-pasien dengan gangguan penglihatan berat akan mengalami kesulitan.(Folstein MF,
Tabel 1. Interpretasi skor MMSE
Dikutip dari : Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini Mental State: A practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res 1975;12;189-198.
II.1.4.2. CDT
Pemeriksaan CDT dapat digunakan untuk penilaian beberapa fungsi kognitif
diantaranya visuokonstruksi, orientasi, konsep waktu, visuospasial, memori,
komprehensi auditorik, dan yang paling penting untuk menilai fungsi eksekutif.
Pemeriksaan CDT ini juga mempunyai unsur kemampuan motorik dimana subjek
diminta menggambar jam dinding lengkap dengan angka-angkanya dan
menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul “sebelas lewat sepuluh menit”.
Ada empat komponen yang dinilai yaitu menggambar lingkaran tertutup (skor 1),
meletakkan angka-angka dalam posisi yang benar (skor 1), ke-12 angka lengkap
(skor 1), dan meletakkan jarum-jarum pada posisi yang tepat (skor 1).Nilai cut-off
penilaian ini bersifat subjektif.Seseorang dengan fungsi eksekutif yang normal
mempunyai skor total 4 dan bila tidak normal skornya kurang dari 4. Skor yang
II.2. ASAM URAT
Asam urat adalah produk hasil dari pemecahan nucleonic acids dan produk
akhir metabolism purine (adenine dan guanine).Asam urat terdiri dari carbon,
nitrogen, oxygen, dan hydrogen dengan rumus C5H4N4O3..(Fisbach F.T.,2003)
Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xanthine
oxidase.Enzim xanthine oxidase membentuk asam urat dari xanthine dan hypoxanthine, yang dihasilkan dari purine.Di dalam sel, xanthine oxidase dapat
ditemukan sebagai xanthine dehydrogenase dan xanthine oxireductase..(Fisbach
F.T.,2003)
Asam urat dikirim melalui plasma dari hati ke ginjal, dimana disini akan
disaring dan kira-kira 70% akan diekskresikan. Sisa asam urat diekskresikan ke
saluran pencernaan dan didegradasi.Berkurangnya enzim uricase menyebabkan
hasil degradasi ini menumpuk di cairan-cairan tubuh..(Fisbach F.T.,2003)
Produksi berlebihan dari asam urat muncul ketika ada pemecahan sel-sel
yang hebat dan katabolisme dari nucleonic acids (seperti pada gout), produksi dan
penghancuran sel-sel yang berlebihan (seperti pada leukemia), atau
ketidakmampuan untuk mengekskresi produk substansi ( seperti pada gagal
ginjal)..(Fisbach F.T.,2003)
Nilai acuannya yaitu pada lelaki normal sekitar 3,4-7,0 mg/dl atau 202-416
µmol/L, pada wanita 2,4-6,0 mg/dl atau 143-357 µmol/L, dan pada anak 2,0-5,5
mg/dl atau 119-327 µmol/L..(Fisbach F.T.,2003)
Peningkatan kadar asam urat (hyperuricemia) muncul pada
kondisi-kondisi-kondisi seperti gout, penyakit ginjal dan gagal ginjal, alkoholisme, Down syndrome,
metabolik, ketoasidosis diabetic, penyakit hati, hyperlipidemia, dan lain-lain..(Fisbach
F.T.,2003)
Sedangkan penurunan kadar asam urat dapat muncul pada kondisi-kondisi
seperti fanconi’s syndrome, wilson’s disease, SIADH, defisiensi xanthine oxidase,
dan lain-lain. Tapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhinya misalnya
stress dan olahraga yang keras akan meningkatkan kadar asam urat, beberapa
macam obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar asam urat, makanan kaya
purine (seperti hati, ginjal) dapat meningkatkan kadar asam urat, penggunaan
aspirin dosis tinggi akan menurunkan kadar asam urat, asupan purin yang rendah,
kopi, dan teh akan menurunkan kadar asam urat.(Fisbach F.T.,2003)
Pada jalur sintesa purin de novo, cincin purin disintesa dari molekul kecil
Ribose-5-phospate, dengan bantuan 5-Phosphoribosyl-1-Pyrophospate (PRPP) synthetase
akan menghasilkan 5-Phospheribosyl-1-Phyrophospate (PRPP) dan bersama
Glutamine menghasilkan 5-Phosphoribosyl-1-Amine yang dikatalisasi oleh enzim Amidhophosphoribosyltransferase. 5-Phosphoribosyl-1-Amine bersama glycine dan formateakan menghasilkan inosinic acid, yang merupakan produk penengah antara guanylic acid dan adenylic acid. Inosinic acid dengan bantuan enzim 5’- nucleotidase
menghasilkan inosine.Inosine dengan bantuan purine nucleoside phosphorylase
menghasilkan hipoxanthine dan akan membentuk xanthine dengan bantuan
xanthine oxidase, dan dengan bantuan enzim ini pula akan terbentuk asam
urat..(Fisbach F.T.,2003)
Guanylic acid dengan bantuan 5’-nucleotidase membentuk
guanosine.Guanosineakan membentuk guanine lalu kemudian akan membentuk xanthine lalu asam urat. Begitu juga adenylic acid akan menghasilkan adenosine
pembentukan hipoxanthine, dan pada akhirnya juga menghasilkan asam
urat.(Gambar 2)..(Fisbach F.T.,2003)
Gambar 2. Produksi Asam urat
II.2.1. HUBUNGAN ASAM URAT DENGAN FUNGSI KOGNITIF
Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin dan
dipercayai memiliki kemampuan kuat sebagai neuroprotective dan antioxidant.Asam
urat juga merupakan kunci pada respon terhadap starvation dan memiliki peran
dalam pembentukan intelektual. Kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan
berbagai penyakit seperti gout, hypertension, penyakit ginjal dan penyakit-penyakit
cardiovascular.(Johnson R.J. et al.,2009; Kutzing M.K. et al.,2008).
Pada penelitian 1724 partisipan (berumur ≥55 tahun) menunjukkan bahwa
kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan fungsi kognitif global, fungsi
eksekutif dan memori yang lebih baik setelah mengatasi faktor resiko
kardiovaskularnya.(Euser S.M. et al.,2008).
Sedangkan pada penelitian lain pada 96 orang dewasa berumur 65 tahun
atau lebih, pesertanya dengan kadar asam urat yang sedikit meningkat
menunjukkan hasil yang buruk pada tes kecepatan memproses, memori verbal dan
working memory. Meskipun memiliki fungsi sebagai antioksidan, namun pada
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan sedikit peningkatan kadar asam urat
dapat meningkatkan resiko penurunan fungsi kognitif pada usia tua.(Schretlen D.J et
al.,2007)
Mekanisme yang menghubungkan asam urat dengan fungsi kognitif belum
diketahui dengan jelas. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan
hipertensi, hyperlipidemia, obesitas, gangguan ginjal,resistensi insulin, sindrom
metabolik. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan peningkatan
resiko penyakit kardiovaskuler terutama pada penderita diabetes. Karena diabetes
serebrovaskuler, peningkatan kadar asam urat mungkin mempengaruhi fungsi
kognitif melalui perubahan serebrovaskuler.(Schretlen D.J et al.,2007)
Pada penelitian cross-sectional pada 1016 orang tua, mereka menunjukkan
bahwa orang-orang yang menderita demensia memiliki kadar asam urat serum yang
tinggi.(Ruggiero C. et al.,2009)
Gambar 3.Multiple injurious stimuli to the endothelium in non-diabetic atherosclerosis
and atheroscleropathy.
Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism: Clinical and Experimental.
Asam urat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit
merangsang proliferasi sel-sel otot polos dinding pembuluh darah, faktor inflamasi
yang dimiliki asam urat, dan efek langsung asam urat pada fungsi endotel dengan
mempengaruhi produksi nitric oxide. Kedua mekanisme antara patologi pembuluh
darah dan stress oxidative berhubungan dengan peningkatan resiko demensia dan
gangguan kognitif.(Euser S.M. et al.,2008)
Asam urat serum pada stadium awal proses atherosclerotic diketahui
berperan sebagai anti oksidan dan merupakan salah satu anti oksidatif plasma yang
paling kuat. Namun, pada stadium lanjut proses atherosclerotic, asam urat serum
meningkat (1/3 dari nilai normal) dan berubah fungsi menjadi pro oksidan.
Peningkatan kadar asam urat abnormal merupakan stimulus yang dapat mencederai
dinding pembuluh darah arterial dan kapiler, yang dapat menyebabkan disfungsi
endotel dan remodelling dinding pembuluh darah melalui oxidative-redox stress
(gambar 3). Pada gambar 3 juga ditunjukkan hubungan antara endothelium, intima,
media dan adventitia.Masing-masing lapisan ini berperan penting dalam
pembentukan atherosclerosis.Pada lapisan intima akan terjadi proses atherosclerosis, intimopathy, dan atheroscleropathy. (Hayden M.R., 2004)
Konsep antioksidan-prooksidan merupakan konsep yang penting untuk
dipahami, karena pada konsep ini dapat kita ketahui bagaimana asam urat sebagai
antioksidan menjadi prooksidan, sehingga menyebabkan kerusakan endothelium
dan remodeling dinding pembuluh darah arterial karena peningkatan redox oxidative
stress (ROS).(Hayden M.R., 2004)
Adenine dan guanine merupakan pasangan basa hasil pemecahan RNA dan
DNA karena proses apoptosis dan nekrosis sel-sel pembuluh darah akibat
pembentukan plak atherosclerosis. Adenine dan guanine ini kemudian akan
asam urat. Proses tersebut merupakan pembentukan asam urat sebagai anti
oksidan.(Hayden M.R., 2004)
Xanthine oxidase selain berperan dalam pembentukan asam urat juga
menghasilkan redox oxidative stress (ROS). Pembuluh darah yang sehat dapat
menghasilkan endothelial nitric oxide (eNO), sedangkan endothelium yang
mengalami cedera akan menghasilkan superoxide (O2-).Reaksi yang melibatkan
ion-ion seperti Cuprum dan Ferrum berperan sangat penting dalam meningkatkan
pembentukan stress oksidatif pada plak atherosclerosis. Proses ini merupakan
pembentukan asam urat sebagai prooksidan (Gambar 4).(Hayden M.R., 2004)
Gambar 4: Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle
Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism:Clinical and Experimental.
Kadar asam urat serum yang sedikit meningkat berhubungan dengan cerebral
terjadinya perubahan iskemik, karena cairan serebrospinal akan melalui sawar darah
otak sehingga cairan di interstitial tertumpuk, mengakibatkan daerah edema yang
teridentifikasi dengan MRI otak sebagai White Matter Hyperintensities
(WMH).(Vannorsdall T.D. et al.,2008)
Hubungan antara asam urat dan nitric oxide terlihat pada jalur dimana
peningkatan asam urat dapat menyebabkan cerebral ischemia.Nitric oxide adalah
vasodilator poten yang mempengaruhi tonus pembuluh darah di endothelium.
Menurunnya proses vasodilatasi ini menyebabkan terjadinya hiperuricemia dan
meningkatnya WMH. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa mekanisme
terganggunya fungsi endotel dan tonus pembuluh darah berperan dalam terjadinya
cerebral ischemia. Keparahan dari cerebral ischemia mungkin memperantarai
hubungan asam urat dan fungsi kognitif.(Vannorsdall T.D. et al.,2008)
II.3. Aktivasi Hemostasis
Pada orang normal dapat ditemukan kira-kira 5 Liter darah bersirkulasi di
tubuh (1/13 dari berat badan), terdiri dari 3 Liter plasma dan 2 Liter sel-sel
darah.Cairan plasma berasal dari sistem pencernaan dan limfatik dan berfungsi
sebagai alat untuk pergerakan sel. Sel-sel darah diproduksi secara primer oleh
sumsum tulang.Sel-sel darah diklasifikasikan menjadi sel-sel darah putih (leukocyte),
sel-sel darah merah (erythrocyte), dan platelet (thrombocytes).(Fischbach FT., 2003)
Sebelum lahir, pembentukan sel-sel darah (hematopoiesis) terjadi di
hati.Pada kehidupan midfetal, limfa dan kelenjar limfe juga berperan kecil dalam
memproduksi sel-sel darah. Singkatnya setelah proses kelahiran, hematopoiesis
berlangsung di hati, dan sumsum tulang hanya tempat untuk memproduksi
Gambar 5.A model of the classic extrinsic and intrinsiccoagulation pathways
Dikutip dari: Hoffman M. Remodelling the blood coagulation cascade. J Thromb Thrombolysis. 2003;16(1-2):17-20
Jalur pembekuan darah terdiri dari jalur ekstrinsik,jalur intrinsik, serta final
common pathway(Gambar 5). Jalur ekstrinsik muncul ketika terjadi pelepasan tissue thromboplastin (Faktor III) ke darah jika terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Faktor VII yang merupakan faktor koagulasi di sirkulasi darah, akan membentuk
kompleks tissue thromboplastin dan kalsium. Kompleks ini secara cepat memecah
Faktor X menjadi Faktor Xa.Faktor Xa mengkatalisasi prothrombin (Faktor II) menjadi
Prothrombin time atau PT adalah tes skrining laboratorium yang memantau
faktor-faktor di jalur ekstrinsik seperti Faktor II, V, VII, X, dan fibrinogen. Tetapi pada
PT tidak memantau Faktor III (thromboplastin) dan Faktor IV (kalsium). (Coulter
V.,2000)
Jalur intrinsik diaktifkan ketika Faktor XII dilepaskan ke sirkulasi darahkarena
adanya kontak dengan permukaan bermuatan negatif seperti membran trombosit
yang sudah teraktivasi,faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa.Selanjutnya
faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia.Faktor XIa bersama dengan ion Ca2+
mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yang disebut faktor IXa. Faktor
ini selanjutnya mengubah faktor X untuk menghasilkan faktor Xa. Reaksi ini
memerlukan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan
trombosit aktif, yaitu : Ca2+, faktor VIIIa, faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan
menjadi faktor VIIIa oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil.(Shafer D.,2000)
Activated partial thromboplastin time (aPTT) merupakan tes yang digunakan
untuk memantau kelainan d jalur intrinsik.(Riddel dkk, 2007, Collins F.,2000)
Agar berfungsi efektif, darah harus dalam keadaan cair atau tidak dalam
keadaan terkoagulasi.Fungsi penting lainnya dari darah adalah untuk
menyeimbangkan sistem sirkulasi ketika terjadi trauma. Proses yang mengatur
keseimbangan darah, pembuluh darah dan kemampuan sistem sirkulasi untuk
mencegah kehilangan darah yang banyak selama proses cedera disebut
hemostasis. (Shafer D.,2000)
Tes untuk memeriksa faal hemostasis terdiri dari :prothrombin time (PT),
II.3.1. Prothrombin Time (PT)
Gambar 6.A representation of the original extrinsic pathway proposed in 1905.
Dikutip dari: Owen CA Jr. A History of Blood Coagulation.Nichols WL, Bowie EJW, eds. Rochester, Minn: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2001.
Prothrombin merupakan protein yang dihasilkan hati untuk membekukan
darah.Produksi prothrombin dipengaruhi oleh konsumsi dan penyerapan vitamin K
yang adekuat. Selama proses pembentukan clot, prothrombin dipecah menjadi
thrombin. Selanjutnya thrombin akan memecah fibrinogen menjadi fibrin clot
(Gambar 6). Kadar prothrombin di darah dapat berkurang pada pasien-pasien
dengan penyakit hati. (Owen C.A., 2001)
Prothrombin Time adalah satu dari empat test yang digunakan untuk
mempelajari proses koagulasi. Prothrombin time secara langsung menunjukkan
defek potensial pada tingkat II mekanisme pembentukan clot (jalur extrinsic) melalui
analisis kemampuan membentuk clot dari faktor-faktor koagulasi lain yaitu
prothrombin, fibrinogen, faktor V, faktor VII, dan faktor X. Kekurangan prothrombinjuga dapat digunakan untuk memantau keadan-keadaan seperti
disfibrinogenemia, efek heparin dan coumarin, gangguan fungsi hati, dan defisiensi
Nilai normalnya 11.0-13.0 detik. Nilai theurapeutic nya pada rasio pasien :
kontrol adalah 2.0-2.5. Kisaran nilai theurapuetic nya dapat dilihat pada tabel
2.(Fishbach FT.,2003)
Tabel 2. Theurapetic Context
Dikutip dari Fischbach, FT. 2003.A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.7th ed. Lippincot Williams & Wilkins Publishers, USA.
Rasio pasien : kontrol (rasio prothrombin time) merupakan nilai PT pasien
dibagi dengan PT laboratorium berarti nilai normal INR.
Cara pemeriksaannya yaitu:
1. Ambil darah vena sampel sebanyak 5 ml (dengan tehnik dua tabung)
masukkan ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan (sodium citrate).
2. Tabung yang digunakan berupa tabung vakum sehingga mempertahankan
kadarprothrombin stabil pada suhu ruangan selama 12 jam.(Fishbach
FT.,2003)
Pasien-pasien dengan masalah jantung biasanya stabil pada kondisi dimana
kadar PT diantara 2 sampai 2.5 kali nilai normal. Penggunaan nilai INR lebih sensitif
untuk masalah-masalah thromboembolic adalah 2.0-3.0 (Tabel 1).(Fishbach
FT.,2003)
Pada keadaan dimana terbentuk clot di darah, nilai PT dipertahankan sekitar 2
sampai 2.5 kali nilai normal. Jika nilai PT dibawah nilai tersebut, pengobatan yang
dilakukan akan tidak efektif, dan clot akan terbentuk lebih luas atau kan terbentuk
clot-clot baru. Secara berlawanan jika nilai PT melebihi 30 detik, perdarahan
mungkin timbul.(Fishbach FT.,2003)
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kenaikan nilai PT antara lain :
a. Defisiensi faktor II (prothrombin), V, VII, atau X
b. Defisiensi vitamin K, bayi-bayi dengan ibu yang kekurangan vitamin K
c. Penyakit hati (seperti hepatitis karena alkohol), kerusakan hati
d. Terapi antikoagulan dengan warfarin (Coumadin)
e. Penyumbatan kantung empedu
f. Penyerapan lemak yang buruk (contohnya sprue, celiac disease, diare kronis)
g. Terapi dengan antikoagulan heparin
h. DIC
i. Hypofibrinogenemia (defisiensi faktor I)
j. Bayi premature. (Fishbach FT.,2003)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PT :
1. Konsumsi sayur-sayuran berupa daun-daunan hijau yang berlebihan
meningkatkan penyerapan vitamin K, yang menimbulkan pembentukan clot di
darah.
2. Alcoholism atau konsumsi alkoho berlebihan dapat memperpanjang nilai PT.
4. Jika prosedur pengambilan sampel darah menyebabkan trauma dan jika
tabung tidak pada keadaan yang dianjurkan.
5. Pengaruh obat-obatan seperti antibiotik, aspirin, cimetidine, isoniazid,
phenothiazides, cephalosporin, cholestyramine, phenylbutazone,
metronidazole, obat anti diabetik, phenytoin.
6. Penyimpanan sampel yang terlalu lama pada suhu 4°C sehingga faktor VII
teraktivasi dan PT memendek.(Fishbach FT.,2003)
II.3.2. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)
Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan tes untuk
memantau jalur intrinsik dari proses koagulasi (Faktor XII,XI, IX, VIII, V, II, I,
prekallikrein, high molecular weight kininogen). Jalur ini dirangsang oleh interaksi
antara Faktor XII dengan permukaan bermuatan negatif. Tes ini dapat digunakan
untuk mengetahui kelainan kongenital dan bawaan pada jalur intrinsik proses
koagulasi dan juga untuk memantau pasien-pasien dengan penggunaan
heparin.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Spesimen darah diambil sebanyak 5 ml dari pembuluh darah vena perifer
tanpa terjadinya trauma venipuncture, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang
mengandung trisodium citrate dengan perbandingan 9:1.Trauma venipuncture dapat
mengaktifkan faktor koagulasi, yang menyebabkan nilai aPTT memendek.Pastikan
sampel dikirim pada suhu ruangan dan tabung dalam keadaan vakum. Spesimen ini
stabil dan dapat bertahan selama 12 jam.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Nilai normal aPTT berkisar antara 24-37 detik. Nilai aPTT dapat memanjang
yang menggunakan terapi heparin nilai aPTT 2-2.5 kali nilai normal.(Fishbach
FT.,2003)
Nilai aPTT dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem koagulasi
darah, tipe dari tabung yang digunakan, tipe antikoagulan, kondisi pengiriman dan
penyimpanan spesimen, waktu inkubasi, dan suhu.(Riley RS, 2005)
Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan pemeriksaan paling
dasar dari sistem koagulasi. Penggunaan klinis dari aPTT antara lain :
1. Mengetahui adanya kekurangan atau kelainan yang herediter atau didapat
pada jalur intrinsik dan common pathway dari proses koagulasi (Faktor XII,
XI, IX, VIII, prekallikrein, high molecular weight kininogen)
2. Memantau penggunaan terapi antikoagulan heparin.
3. Mendeteksi adanya penghambat proses koagulasi (coagulation inhibitor)
contohnya lupus anticoagulant
4. Memantau terapi pengganti faktor koagulasi pada pasien
hemophilia.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
Nilai aPTT meningkat diatas nilai normal pada keadaan defisiensi faktor
intrinsik < 40% baik yang dibawa dari lahir atau pun didapat, lupus anticoagulant,
atau adanya inhibitor spesifik dari faktor-faktor koagulasi jalur intrinsik. Penyebab
lain meningkatnya nilai aPTT termasuk penyakit hati, DIC, terapi antikoagulan atau
heparin, atau pengambilan spesimen yang tidak tepat (contohnya plebotomi
traumatic).(Riley RS, 2005)
Jika nilai PT normal dengan nilai aPTT yang terganggu berarti kelainan
berada diantara tingkat pertama jalur koagulasi (Faktor VIII, IX, X, XI, dan atau
II, V, atau X. Secara bersamaan, aPTT dan PT akan mendeteksi 95 % kelainan
koagulasi.(Fishbach FT.,2003)
Nilai aPTT memendek pada kondisi penyakit kanker, apalagi melibatkan hati,
segera setelah perdarahan akut, stadium sangat awal DIC.Jika nilai aPTT > 70 detik
menandakan perdarahan spontan.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
II.3.3. Thrombin Time (TT)
Thrombin time digunakan sebagai tes untuk mengetahui adanya kelainan
pada tingkatan fibrinogen/fibrin pada proses koagulasi. Tes ini dapat mendeteksi
DIC dan hypofibrinogenemia dan mungkin juga dapat digunakan untuk memantau
terapi streptokinase. Tes ini sebenarnya mengukur waktu yang dibutuhkan plasma
untuk membentuk clot ketika thrombin ditambahkan. Normalnya, clotakan segera
terbentuk, jika tidak maka terjadi defisiensi tingkat III pada proses koagulasi.
Nilai normalnya 7.0-12.0 detik.Cara pemeriksaan dengan mengambil sampel
darah vena sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sodium
citrate.Pastikan spesimen diperiksa dalam 2 jam, atau harus dibekukan.
Nilai TT yang memanjang ditemukan pada keadaan :
a. Hypofibrinogenemia
b. Terapi yang menggunakan heparin atau sejenisnya
c. DIC
d. Uremia
e. Penyakit hati kronis
Sedangkan nilai TT yang memendek ditemukan pada keadaan :
a. Hyperfibrinogenemia
II.3.4. Fibrinogen
Fibrinogen merupakan glycoprotein yang disintesis di hati. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh bantuan thrombin merupakan tahap utama dari proses
koagulasi. Fibrin bersama platelet akan membentuk clot di darah. Kadarnya akan
meningkat pada penyakit-penyakit dimana terjadi kerusakan jaringan atau inflamasi.
Tes ini juga digunakan untuk menemukan kelainan PT, aPTT, dan TT dan juga
pemantauan DIC dan fibrin-fibrinogenolysis.
Selain perannya pada proses koagulasi, fibrinogen merupakan faktor resiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Analisa berskala besar yang
dilakukan EUROSTROKE project menunjukkan bahwa “fibrinogen merupakan
prediktor kuat terjadinya stroke”.(Kaslow JE., 2011) Peningkatan kadar fibrinogen
plasma kebanyakan bersifat sementara dan melibatkan peran pentingnya dalam
proses reaksi akut tubuh pada saat terjadi trauma atau penyakit yang parah. Kadar
fibrinogen juga dapat meningkat pada perokok dan secara genetik. Penurunan kadar
plasma fibrinogen timbul karena produksi di hati menurun, karena aksi dari
fibrinolysin (enzim yang menghancurkan fibrin dan menyerang fibrinogen),
kerusakan sel-sel hati seperti pada keadaan hepatitis atau cirrhosis.
Nilai normalnya 200-400 mg/dl atau 2.0-4.0 g/L. cara pemeriksaannya yaitu
dengan mengambil sampel darah vena sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung berisi sodium citrate.
Kadar fibrinogen meningkat pada keadaan inflamasi dan infeksi (seperti
rheumatoid arthritis, pneumonia, tuberculosis), acute myocardial infarction, nephrotic
menurun pada keadaan penyakit hati, DIC, primary fibrinolysis, hypofibrinogenemia
yang herediter atau kongenital, dysfibrinogenemia.
Nilai fibrinogen<50 mg/dL atau <0.5 g/L dapat timbul pada saat terjadi
perdarahan pada proses pembedahan. Nilai >700 mg/dL atau >7.0 g/L
mengarahkan pada resiko terjadinya penyakit arteri koroner dan serebrovaskuler.
II.3.5. D-dimer
D-dimer diproduksi oleh aksi plasmin pada cross-linked fibrin, bukan oleh aksi
plasmin pada unclotted fibrinogen. Timbulnya D-dimer menyatakan bahwa generasi
thrombin dan plasmin muncul.Kadarnya di dalam darah bergantung pada aktivasi
penggumpalan darah akibat pembentukan fibrin, yang distabilisasi oleh faktor XIIIa
dan selanjutnya didegradasi melaui proses fibrinolisis.(Fisbach FT.,2003)
Nilai normalnya < 250 µg/L atau < 1.37 nmol/L. Cara pemeriksaan dengan
mengambil 5 ml sampel darah vena lalu dimasukkan ke dalam tabung berisi sodium
citrate. Nilainya meningkat pada keadaan DIC, DVT, gagal ginjal dan hati, pulmonary embolism, kehamilan lanjut, preeclampsia, keganasan, inflamasi, dan infeksi yang
hebat. Nilai positif palsu dapat ditemui pada pasien setelah dilakukan operasi atau
trauma, penggunaan terapi estrogen, dan kehamilan normal.(Fisbach FT.,2003)
II.3.6. HUBUNGAN ANTARA AKTIVASI HEMOSTASIS DENGAN FUNGSI KOGNITIF
Adanya disregulasi sistem imunologi dan koagulasi sering timbul pada orang
lanjut usia dan berhubungan dengan beberapa penyakit yang berhubungan dengan
proses penuaan. Proses trombosis merupakan penyebab paling utama kematian
Orang lanjut usia sudah terjadi gangguan regulasi inflamasi dan hemostasis.
Sebagai contoh, peningkatan kadar penanda inflamasi dan hemostasis yang kronis
menunjukkan kondisi-kondisi kronis, seperti frailty syndrome, Alzheimer’s disease,
dan atherosclerosis.(Kale et al,2011)
Ras, usia, riwayat merokok, tekanan darah tinggi, dan berat badan
berhubungan dengan kadar D-dimer, dan ras, umur, dan status fungsional
berhubungan dengan adanya kadar D-dimer yang tinggi. Orang kulit hitam, usia tua,
dan orang-orang dengan fungsional terganggu memiliki kadar D-dimer yang
meningkat secara signifikan, juga berhubungan dengan terjadinya proses trombosis.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa peningkatan terjadinya proses trombosis
di jumpai d kelompok ini. (Pieper C.F. et al.,2000)
Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa D-dimer, TAT, VWF, faktor VIII,
fibrinogen, t-PA dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) meningkat pada
orang-orang yang menderita Atrial Fibrilasi (AF) daripada orang-orang-orang-orang sehat sebagai
kontrol. Pada penelitian ini, Barber dkk menemukan bukti bahwa peningkatan
generasi trombin dan perubahan fibrin pada orang yang menderita AF dan demensia
dibandingkan pada orang-orang tanpa demensia. Penggunaan warfarin dalam
jangka waktu yang lama bersifat protektif terhadap kejadian demensia pada
penderita AF.(Barber M. et al.,2004)
Pada sampel yang cukup besar dari populasi usia tua, kadar D-dimer
memprediksi penurunan fungsi kognitif selama periode 4 tahun. Tidak ada hubungan
yang signifikan secara klinis antara disregulasi sitokin perifer dan kognitif. (Wilson
Peningkatan interleukin-6 dan kadar D-dimer yang tinggi menunjukkan
penurunan fungsi secara keseluruhan. Aktivasi jalur koagulasi dan inflamasi
berhubungan dengan kematian dan penurunan fungsi.(Cohen H.J. et al.,2003)
Dibandingkan dengan orang-orang yang belum pernah merokok, perokok
memiliki resiko yang meningkat untuk menderita demensia dan Alzheimer’s disease.
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat terhadap individu tanpa APOE€4 allele,
tetapi tidak memiliki efek pada individu dengan allele tersebut.(Ott A, PhD. et
al.,1998)
Hubungan antara penanda hemostasis dengan demensia vaskuler
menunjukkan pembentukan clot sebagai mekanisme primer dan sesuai dengan
pembentukan mikro infark pada demensia vaskuler.(Gallagher J. et al.,2009)
Umur dan jenis kelamin perempuan memiliki faktor resiko lebih penting untuk
mengalami penurunan fungsional pada pasien-pasien usia tua dengan penyakit atau
faktor resiko vaskuler. Diabetes mellitus juga berhubungan dengan peningkatan
resiko penurunan fungsional. Kejadian cedera vaskuler memiliki peran penting untuk
terjadinya penurunan fungsional. Pencegahan kejadian iskemik vaskuler dapat
mengurangi resiko penurunan fungsi kognitif pada pasien lanjut usia. (Kamper A.M.
et al.,2005)
Proses inflamasi berperan penting dalam penurunan fungsi kognitif yang
berhubungan dengan umur. Peranan proses inflamasi kronis terhadap
penurunan fungsi mental dapat dibandingkan dengan faktor resiko lain termasuk
merokok, hipertensi, dan apolipoprotein E e4. (Rafnsson et al.,2007)
Pada penelitian yang dilakukan Hoffman, yang merupakan penelitian cross
sectional menyatakan perubahan terhadap kejadian atherosclerotic muncul sebagai
atherosclerosis, dijumpai bahwa peningkatan ketebalan lapisan intima dan media
tidak mempengaruhi proses atherosclerosis. Peningkatan ketebalan dinding
pembuluh darah berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler. Sebagai
tambahan, perjalanan progresifitas penebalan pembuluh darah berhubungan
dengan faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Hubungan ini menyokong pendapat
bahwa pemeriksaan non-invasif ketebalan lapisan intima-media menjadi indikator
kejadian atherosclerosis. (Hoffman A. et al.,1997)
Pada penelitian lain, menunjukkan hubungan antara aktivasi hemostasis yang
dini setelah prosedur off-pump surgery dan penurunan fungsi kognitif segera setelah
operasi. Jalur koagulasi dan fibrinolisis teraktivasi setelah prosedur operasi. Adanya
kondisi hiperkoagulabilitas setelah operasi atau terjadinya aktivasi hemostasis dapat
menimbulkan komplikasi tromboemboli seperti oklusi graft. Selain proses
hiperkoagulabilitas, paparan yang sering terhadap dinding jantung memicu
peningkatan tekanan vena sentral yang sementara dan menurunkan tekanan darah
sistemik yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral. Selain itu
pembentukan mikroemboli selama proses operasi juga memiliki peran dalam proses
terjadinya penurunan fungsi kognitif. Mekanisme ini dapat menjelaskan terjadinya
penurunan fungsi kognitif pada kelompok dengan kadar D-dimer tinggi.(Lo B, MD. et
al.,2005)
Peningkatan kadar D-dimer dan prothrombin dihubungkan dengan penurunan
fungsi kognitif yang cepat. D-dimer (produk degradasi fibrin) merupakan penanda
generasi thrombin dan perubahan fibrincross-linked, sedangkan prothrombin
fragment dan kompleks thrombin-antithrombin merupakan penanda generasi
leukosit. Data dari penelitian ini menunjukkan viskositas plasma lebih berhubungan
terhadap penurunan fungsi kognitif daripada fibrinogen. Dasar hubungan antara
viskositas plasma dengan fungsi kognitif adalah karena proses inflamasi yang
meningkat.(Stott D.J. et al.,2009)
Selain beberapa hal di atas pada penelitian ini juga didapatkan disfungsi
endotelial berperan dalam penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Tissue
plasminogen activator merupakan glikoprotein yang dihasilkan sel-sel endotelial
pembuluh darah, yang mengaktifkan pembentukan clot darah dengan adanya fibrin
yang memecah plasminogen menjadi plasmin, dan membentuk fibrin cross-linked
menjadi D-dimer dan produk degradasi fibrin lain,dan merupakan penanda disfungsi
endotel. Von Willebrand factor juga menjadi penanda kerusakan endotel. Faktor ini
memediasi adhesi platelet ke endotel yang cedera, yang merupakan tahap awal
II.6. KERANGKA KONSEP