• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luaran Kanker Ovarium Berdasarkan Modifikasi Glasgow Prognostik Skor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Luaran Kanker Ovarium Berdasarkan Modifikasi Glasgow Prognostik Skor"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiopatogenesis Kanker Ovarium

2.1.1 Etiologi kanker ovarium

Kanker epitel ovarium diyakini berasal dari transformasi maligna permukaan epitel ovarium yang mengalami ruptur berulang-ulang dan mengalami perubahan pada saat ovulasi. Beberapa hipotesa tentang etiologi kanker ovarium diantaranya yang dikenal dengan hipotesa ovulasi yang terus menerus, hipotesa gonadotropin, hipotesa hormonal, dan hipotesa inflamasi. 2,3

Hipotesa ovulasi menjelaskan bahwa kerusakan epitel permukaan ovarium yang terjadi terus menerus, diikuti proliferasi permukaan sel epitel setelah ovulasi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi, sehingga meningkatkan resiko terjadinya kanker epitel ovarium.2,3

Hipotesa gonadotropin mengatakan bahwa akibat paparan terhadap kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya transformasi maligna, perubahan ini terjadi akibat meningkatnya pertumbuhan sel dan terhambatnya apoptosis, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui stimulasi estrogenik permukaan epitel ovarium. 2,3

(2)

Hipotesa inflamasi dimulai dari adanya asumsi bahwa terjadinya kanker ovarium disebabkan respon terhadap kerusakan genetik yang disebabkan faktor-faktor inflamasi, yang berasal dari lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses ovulasi itu sendiri. 2,3

Kanker ovarium epitel tampaknya berasal dari permukaan sel epitel ovarium yang terjadi melalui salah satu dari dua alur:

1. Tumor tipe I

Terjadi melalui perkembangan yang lambat dari lesi prekursor, dari kista inklusi berubah menjadi Adenoma jinak atau cystadenoma dengan potensi keganasan yang rendah melalui metastase adenokarsinoma.20,21

2. Tumor tipe II

Timbul secara spontan dan agresif, dari epitel permukaan atau kista inklusi tanpa lesi prekursor.20,21

2.1.2 Patogenesis Kanker Ovarium

(3)

peningkatan proliferasi sel. Sebaliknya kanker invasif yang timbul dari tumor LMP memiliki mutasi pada gen supresor tumor p53.1

Jalur kedua, sekitar 5-10% kanker epitel ovarium merupakan faktor keturunan. Wanita yang lahir dengan mutasi BRCA hanya memerlukan pemicu pada copy alelle yang normal untuk menyingkirkan produk BRCA supressor gen. Kanker yang berkaitan dengan mutasi BRCA sudah berkembang selama 15 tahun sebelum timbulnya kasus. Setelah itu, BRCA-terkait ovarium dan kanker peritoneal tampaknya memiliki patogenesis molekul yang unik, membutuhkan inaktivasi p53 untuk mengalami perkembangan. p53 merupakan produk protein yang mencegah sel untuk memasuki tahap pembelahan dan menghambat pertumbuhan sel yang tidak terkontrol. Terjadinya mutasi pada p53 juga dikaitkan dengan sejumlah kanker.1

Ketiga, sebagian besar karsinoma tampaknya berasal dari sel-sel de novo permukaan epitel ovarium yang diasingkan dalam kista inklusi dalam stroma ovarium. Sejumlah peristiwa yang memicu timbulnya kanker dan jalur pembentukan kanker telah diusulkan. Sebagai contoh, perbaikan siklik dari permukaan ovarium selama periode panjang ovulasi berulang membutuhkan proliferasi sel melimpah. Pada wanita , mutasi p53 spontan yang timbul selama sintesis DNA yang menyertai proliferasi tampaknya memainkan peran utama dalam karsinogenesis. Dan sangat banyak jalur perkembangan yang mungkin berasal dari inaktivasi gen awal.1

High-grade serous carcinoma (HGSC) merupakan tipe kanker ovarium yang

(4)

dilakukan beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa HGSC “ovarian”

berkembang di epitel tuba fallopi bagian distal, disertai adanya serous tubal intraepithelial carcinomas (STICs) kondisi ini terdeteksi sebesar 5–10% pada karier mutasi BRCA1/2 yang menjalani operasi untuk mengurangi resiko dan dijumpai pada lebih dari 60% wanita yang menderita HGSC. Yang harus diketahui, lingkungan proinflamasi akut tercipta dibagian distal tuba saat ovulasi, tempat ini merupakan lokasi tersering dijumpainya keganasan.22,23,24

Pada spesimen prophylactic (risk-reducing) bilateral salpingo-oophorectomy (RRSO). Setiap siklus ovulasi melibatkan infiltrasi leukosit dan produksi mediator inflamasi, dan anti inflamasi nonsteroid diketahui dapat menghambat ovulasi. Ovulasi merupakan hasil dari terlepasnya sebuah oosit dengan bagian cumulus granulosa cells yang melekat dan masuk kedalam tuba falopii, membasahi

permukaan ovarium dan fimbria dengan cairan folikuler yang kaya dengan inflamatori sitokin dan reactive oxygen species (ROS), dan sekresi pro-inflamatori sitokin terjadi akibat terlepasnya sel sel kumulus. Mutasi BRCA1 nonmaligna pada epitel tuba falopi terjadi saat fase luteal setelah terjadinya ovulasi menunjukkan profil ekspresi gen yang luas yang menyerupai HGSC dibandingkan dengan kumpulan epitel tuba falopi selama fase folikuler post menstruasi pasien kontrol, dan analisa lanjutan menunjukkan pengaruh ovulasi terhadap sinyal inflamasi dalam predisposisi menjadi HGSC.22

Karst dkk menyatakan tereksposnya tuba falopi dengan lingkungan mikro

(5)

asal HGSC, tetapi memiliki respon yang berbeda terhadap stress genotoxic. Berulangnya paparan dengan stress genotoxic dihubungkan dengan ovulasi dan dihubungkan dengan lingkungan inflamasi dan akan memicu kerusakan DNA dan mutasi TP53; dan berkembang menjadi STIC, dan sangat sering dijumpai invasive HGSC terjadi pada saat ini. 22

2. 2 Pengaruh Inflamasi Pada Kanker Ovarium

Beberapa penelitian menunjukkan faktor yang terkait dengan inflamasi pada epitel permukaan ovarium, seperti ovulasi, endometriosis dan pelvic inflammatory diseases, hal tersebut dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker ovarium epitel.

Secara terpisah, mediator inflamasi dan beberapa produksi sitokin dengan aktivasi sel imun berupa TNF-α, IL-1β dan IL-6, dan IL-6, sepertinya memicu pembentukan, pertumbuhan dan progresifitas kanker ovarium epitel.25

Hipotesis yang paling berkembang tentang karsinogenesis adalah teori ovulasi, hal ini berkaitan dengan terjadinya ovulasi yang terus menerus. Untuk mendukung hipotesis ini, muncul ketertarikan tentang etiologi inflamasi yang terjadi pada setiap ovulasi. Epitel permukaan ovarium tepatnya pada lokasi ovulasi akan terekspos oleh proses inflamasi dan oksidatif dengan konsekuensi munculnya resiko perubahan kearah malignansi.25

(6)

Gambar. 1. Aktivasi sistem imun yang tidak spesifik selama evolusi kanker ovarium yang

menghubungkan imunodepresi dengan kadar serum inflamatori sitokin dan protein fase akut yang

tinggi. Singkatan: ROS, Reactive Oxygen Species, RIL-2, IL-2 receptor, CRP, C-reactive protein.25

(7)

Gambar 2. Lingkungan mikro pada tumor dan produksi CRP oleh hati. Lingkungan mikro tersebut

mengandung leukosit, lymphocytes dan macrophages dengan cytokines dan chemokines yang

berfungsi sebagai mediator, menggambarkan kondisi inflamasi yang persisten. Didalam lingkungan

mikro pada tumor , sel inflamasi memproduksi sitokin, secara terpisah IL-6 sebagai respon terhadap

sel tumor, jaringan yang nekrosis dan inflamasi yang terkait. Cytokines dilepaskan kedalam sirkulasi

dan menginduksi hepatocytes untuk mensintesa CRP dan protein fase akut lainnya Setelah kembali

kedalam lingkungan mikro pada tumor melalui sirkulasi, CRP bekerja pada sel tumor. Secara tidak

langsung dibantu oleh IL-6, protein CRP berikatan dengan phospholipids dipermukaan sel tumor dan

bekerja sebagai opsonin, memacu lisisnya sel tumor. Sebaliknya,overekspresi dari COX-2- di sel

tumor menghasilkan prostaglandins (PGE-2, dsb.) untuk memfasilitasi progresi tumor, sebagai respon

(8)

2. 3 Prognosa Kanker Ovarium Dikaitkan Dengan Inflamasi

Inflamasi dianggap memiliki peranan dalam patogenesis kanker ovarium, tetapi masih sedikit bukti langsung yang mendukung hipotesa tersebut. Hal yang mendukung hipotesa ini secara tidak langsung dengan cara mengobservasi kondisi yang terkait dengan inflamasi seperti pelvic inflammatory disease, endometriosis, dan polycystic ovary syndrome terhadap pembentukan kanker ovarium. Ovulasi merupakan suatu proses inflamasi melibatkan siklus penyembuhan luka dan perbaikan dan ovulasi terus menerus telah lama dianggap sebagai faktor yang mendasari kanker ovarium. Sejalan dengan hipotesis tersebut, faktor faktor yang bisa mencegah ovulasi, termasuk penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan dan menyusui, secara konsisten berhubungan dengan menurunnya resiko kanker ovarium. Sebagai tambahan, ligasi tuba dan histerektomi, tindakan ini mungkin akan membatasi transmisi zat yang menimbulkan iritasi secara lokal ke ovarium, sehingga menurunkan resiko terhadap kanker ovarium. 9,27,28

(9)

perkembangan kanker pada hewan, CRP juga dipercaya memiliki peran penting pada progresi kanker peritoneal. 9,29

Inflamasi kronis dinyatakan memiliki peranan dalam pembentukan tumor, khususnya akumulasi dari mutasi sel, proliferasi, dan angiogenesis. Hubungan antara CRP dan subsekuensi pembentukan kanker ovarium dinilai secara prospektif dengan spesimen biologis yang dikumpulkan beberapa tahun sebelum diagnosa kanker.9

CRP merupakan protein fase akut yang disintesa oleh hepatosit di liver untuk merespon interleukin-6 (IL-6), induksi sitokin sesuai dengan proses inflamasi sebagai hasil dari respon imun pejamu. Walaupun CRP bukan penanda inflamasi yang spesifik jika dikaitkan dengan penyakit inflamasi, tetapi CRP dinyatakan sebagai penanda penting untuk mendeteksi kondisi abnormal yang menimbulkan aksi inflamasi, termasuk kanker, penyakit auto imun seperti systemic lupus erythromatosus (SLE), kidney failure (KF), dan cardiovascular diseases (CVD).30

Lee.S dkk, tahun 2010 di Korea Selatan, selama 3 tahun penelitian mencatat

(10)

kanker adalah 1.16 (95% CI = 0.95–1.42) pada kategori tertinggi kedua dan 1.94 (95% CI = 1.51–2.51) untuk kategori paling tinggi.9

Lukas A Hefler dkk, meneliti nilai CRP pre operatif pasien kanker ovarium

pada tahun 2008 di amerika, mereka mendapatkan Mean (SD) serum CRP pre operatif sebesar 3.6 (4.8) mg/dL. Serum CRP secara bermakna berhubungan dengan stadium Federation of Gynecologists and Obstetricians (P < 0.001) dan residu massa tumor post operatif (P < 0.001) tetapi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat histopatologi (P = 0.1) dan tipe histologi (P = 0.7), korelasi dengan usia pasien (Pearson‟s correlation coefficient = 0.05; P = 0.2), dan korelasi dengan serum CA125 (Pearson‟s correlation coefficient = 0.02; P = 0.6).31

Dari penelitian Lukas A Hefler dkk , diketahui bahwa pasien kanker ovarium epitel yang resisten terhadap platinum secara signifikan memiliki kadar serum CRP lebih tinggi dibandingkan dengan penderita kanker ovarium epitel yang sensitif terhadap platinum [6.0 (6.6)mg/dL versus 2.8 (3.8)mg/dL; P < 0.001]. Stadium International Federation of Gynecologists and Obstetricians yang lebih tinggi (P < 0.001), adanya residu massa tumor post operatif (P < 0.001), grading tumor (P = 0.001), serum CA 125 (P = 0.03), dan serum CRP (P = 0.001) secara independent berhubungan dengan angka ketahan hidup seluruhnya. Pasien dengan serum CRP ≤1mg/dL memiliki angka ketahan hidup 5 tahun secara seluruhnya sebesar 82%

(11)

Penelitian yang dilakukan oleh Rohini Sharma dkk terhadap seratus lima puluh empat penderita kanker ovarium pada tahun 2008 di Australia. Dengan hasil, usia rata rata pasien saat diagnosa adalah 63.3 tahun (berkisar antara 30–93). Sebagian besar pasien pada penelitian ini adalah pasien kanker ovarium stadium III, dengan hasil histopatologi serous papillary carcinoma (79 dari 147, 54%). Sebelum mendapatkan terapi sistemik, dari 154 pasien hanya 142 pasien kanker ovarium yang diperiksa kadar CRP dan dijumpai kadar CRP meningkat (≥10 mg/dL) pada

65% pasien (92 dari 142), dan kadar albumin seluruh pasien (154 orang) diperiksa dan dijumpai sebanyak 70% pasien memiliki kadar albumin dibawah 35 mg/dL (108 dari 154).7

Sebagian besar pasien pada penelitian Rohini Sharma dkk memiliki nilai GPS abnormal (78%). Pada tumor derajat 1 dijumpai 4 orang pasien dengan nilai GPS 0, 2 orang pasien dengan nilai GPS 2. Pada tumor derajat 2 dijumpai 9 orang pasien dengan nilai GPS 0, 13 orang dengan nilai GPS 1, dan 14 orang dengan nilai GPS 2. Pada tumor derajat 3 dijumpai 16 orang dengan nilai GPS 0, 14 orang dengan nilai GPS 1, dan 43 orang dengan nilai GPS 2 (p-value 0.03).7

(12)

pasien dengan lama survival 27,5 bulan, dan nilai GPS 2 sebanyak 79 pasien dengan lama survival 22,4 bulan, (p-value 0,02). 7

Satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Kodama dan kawan kawan untuk menilai efek dari CRP terhadap angka ketahanan hidup kanker ovarium. Penelitian ini mencakup 120 pasien kanker ovarium epitel dan tidak menemukan hubungan yang bermakna antara meningkatnya nilai CRP dan overall survival pada analisa multivariat. Perbedaan antara penelitian oleh kodama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohini Sharma dan kawan kawan terhadap penderita kanker ovarium pada tahun 2008 di Australia terletak pada defenisi kenaikan CRP. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kodama dan kawan kawan, nilai CRP lebih besar dari 50 mg/L dinyatakan meningkat, sementara penelitian yang dilakukan oleh Rohini Sharma dan kawan kawan menganggap nilai diatas 10 mg/L sudah meningkat.7,32,33

(13)

2.4 Kanker Ovarium Dan Hipoalbumin

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, kerusakan sintesa yang disebabkan oleh kerusakan hepatosit, defisiensi asupan asam amino, peningkatan kehilangan albumin melalui saluran cerna dan yang paling sering adalah proses inflamasi akut atau kronik.34

Serum albumin bisa memprediksi fungsi protein viseral secara sederhana. Malnutrisi dan inflamasi menekan sintesis albumin. Pada orang dewasa nilai normal serum albumin adalah 3.5-5.0 g/ dL dan nilai <3.5 g/dL dinyatakan sebagai hipoalbuminemia. Terdapat korelasi terbalik antara indeks massa tubuh dan sintesis albumin pada pasien kanker mendukung kemungkinan adanya mekanisme kompensasi pada pasien tersebut. Pada kanker stadium lanjut, malnutrisi dan inflamasi menekan sintesa albumin.35,36,37

Hipoalbumin pada pasien kanker terjadi akibat adanya perubahan metabolisme energi karena perubahan sistem imun, perubahan ini sangat mempengaruhi kondisi klinis pasien bahkan pada beberapa kasus perubahan ini dapat menyebabkan kematian pasien kanker. Gejala gejala yang terkait dengan perubahan metabolisme ini dan mempegaruhi berbagai organ antara lain adalah anoreksia, mual, penurunan berat badan (diikuti oleh hilangnya massa tubuh dan jaringan lemak), meningkatnya pemakaian energi (akibat perubahan metabolisme glukosa, lemak dan protein), menurunnya respon imun, dan terjadinya anemia. 25

(14)

nutrisi kedalam tubuh seperti glukosa, lemak, protein dan vitamin. Karenanya, pasien pasien kanker akan berubah keseluruhan metabolismenya, ditandai oleh: meningkatnya kebutuhan glukosa, lemak dan protein. Tetapi terjadi kesulitan untuk mendapatkan seluruh kebutuhan ini dari makanan karena anoreksia, mual dan muntah. Karena makanan tidak dapat memenuhi kebutuhan energi maka terjadi glukogenesis dengan mengurangi cadangan protein dan lemak didalam tubuh hingga terjadi penurunan berat badan. Glukogenesis yang terjadi juga tidak langsung bisa digunakan oleh tubuh karena bisa terjadi hipoinsulinemia atau terjadi resistensi insulin perifer. Hal ini akan terus menerus terjadi sesuai dengan proses anabolik dan katabolik didalam tubuh. Dan memperparah kondisi malnutrisi pasien kanker. 25

(15)

Banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhi hilangnya otot dan jaringan lemak salah sutunya anoreksia, suatu kondisi disregulasi metabolik dengan peningkatan pemakaian energi basal dan resistensi terhadap pemberian nutrisi konvensional. Mekanisme patofisiologi mulai diketahui sehingga membentuk suatu dasar terapi yang baru.39

(16)

Gambar.3 Perjalanan klinis kaheksia akibat kanker.39

Kadar albumin yang rendah disebabkan proses inflamasi akut atau kronik. Sitokin (TNF α, IL6) dilepaskan sebagai bagian dari respon inflamasi dapat

menurunkan serum albumin melalui mekanisme berikut :

- Peningkatan permeabilitas vaskuler (menyebabkan albumin berdifusi ke ruang extravaskuler)

- Peningkatan degradasi

- Penurunan sintesa (mekanisme aktifasi TNF α dimana terjadi penurunan transkripsi gen albumin).

Pada kanker ovarium terjadi pelepasan sitokin (TNF α, IL6) yang akan menyebabkan

(17)

2.5 Sistemic Inflammatory Response (SIR)

Hubungan antara inflamasi dan kanker, bukan hal yang baru, hal ini telah diketahui sejak 150 tahun yang lalu. Diawal tahun 1863, Virchow menduga bahwa kanker cenderung muncul pada tempat yang mengalami inflamasi kronis. Saat ini, diketahui bahwa inflamasi akut juga berperan dalam regresi kanker. Bagaimanapun, berbagai penelitian epidemiologi mendukung penyakit inflamasi kronis yang lebih sering berkaitan dengan meningkatnya resiko kanker. Penelitian yang bertujuan menilai hubungan antara inflamasi dan kanker menuju pada penetapan bahwa jenis reactive oxygen dan nitrogen dihasilkan oleh sel inflamasi, seperti leukosit menuju

lokasi infeksi untuk membunuh penyebab infeksi, hal ini bisa menyebabkan mutagen dan mengawali pembentukan tumor. Saat ini, telah diketahui pembentukan kanker karena proses inflamasi diawali oleh sel inflammatory sebagai mediator, termasuk sitokin, chemokines, dan enzym, yang secara bersamaan membentuk lingkungan inflamatori. Walaupun respon pejamu akan menekan tumor, hal ini masih tetap bisa memfasilitasi pembentukan kanker melalui berbagai alur sinyal.40

Proses inflamasi kronis dapat membentuk tumor. Penelitian terhadap hewan menunjukkan adanya kaitan antara perubahan histopatologi dari gastritis kronis menjadi kanker. Inflamasi kronis ditandai dengan rusaknya jaringan, kerusakan ini memicu proliferasi dan perbaikan jaringan. Proliferasi sel dalam konteks ini biasanya memiliki korelasi „„metaplasia,‟‟ merupakan perubahan reversibel dalam tipe sel. „„Dysplasia,‟‟ merupakan gangguan proliferasi sel mengarah ke produksi sel atipikal,

(18)

Inflamasi secara alami menghasilkan racun oksidan untuk menghancurkan patogen. Oksidan menyebabkan kerusakan langsung terhadap DNA, protein, dan lipid dan karenanya mungkin berperan secara langsung dalam karsinogenesis. Pada waktu yang sama, inflamasi kronis berhubungan dengan meningkatnya pembelahan sel. Cepatnya pembelahan sel menaikkan kesalahan replikasi dengan hasil perbaikan DNA; penyimpangan perbaikan DNA, secara khusus menjadi kunci regulasi (misalnya, supresi regional pada DNA tumor), yang meningkatkan resiko terjadinya mutagen. Akhirnya substansi bioaktif, seperti sitokin, growth factors, dan prostaglandin, yang muncul dengan kondisi inflamasi memainkan peranan penting dalam mutagenesis ovarium. Sel epitel ovarium mengeluarkan sitokin, termasuk interleukin 1, interleukin 6, dan macrofage colony-stimulating factor. Auersperg et al. mengemukakan faktor tersebut juga dihasilkan oleh sel kanker ovarium dan meyakini adanya peran sekresi sitokin secara normal kedalam lingkaran disregulasi autokrin sangat penting dalam progresi neoplastik. Prostaglandin memiliki berbagai efek yang mempengaruhi tumorigenesis. Sebagai contoh, prostaglandin lebih banyak dijumpai pada tumor ganas dibandingkan sel yang normal. 41

2. 6 Glasgow Prognostik Score (GPS)

Glasgow prognostic score (GPS) merupakan marker protein fase akut dalam kondisi SIR, nilai standar CRP dan albumin (>10mg/L untuk CRP dan <35 g/L untuk albumin), kedua parameter ini dikombinasikan untuk membentuk skoring prognostik berbasis inflamasi. Hal ini juga diperbaiki untuk membentuk modified Glasgow prognostic score (mGPS) pada pasien kanker kolorektal yang bisa dioperasi,

(19)

skor, semakin besar resiko, peningkatan nilai mGPS dipakai untuk memprediksi penurunan angka survival pada seluruh kanker.5,19

GPS dipakai untuk menilai inflamasi sistemik dan menunjukkan beberapa perubahan biologis, bersamaan untuk respon imun dan status gizi, pada pasien kanker. Hubungan antara inflamasi sistemik dan mGPS beraksi melalui jalur interleukin 6 (IL-6), zat ini merupakan pleiotropic cytokine dengan beragam aksi fisiologi. Kenyataannya, IL-6 tidak hanya memicu upregulasi CRP, tetapi juga menimbulkan downregulasi albumin di liver, seperti sintesis protein dan trombositosis; juga sangat penting untuk menggaris bawahi bahwa beberapa karakteristik berkaitan dengan status nutrisi, karena peningkatan nilai CRP, hipoalbuminemia, dan BMI yang rendah juga menunjukkan kaheksia akibat hipersitokinemia akibat progresifitas tumor. 5,42

(20)

Glasgow Prognostic Score And Modified Glasgow Prognostic Score.5,39

Points

GPS

CRP ≤ 10mg/L and albumin ≥35 g/L 0

CRP > 10 mg/L 1

Albumin <35 g/L 1

CRP > 10mg/L and albumin <35 g/L 2

MODIFIED GPS

CRP ≤ 10mg/L and albumin ≥35 g/L 0

CRP ≤10 mg/L and albumin <35 g/L 0

CRP > 10 mg/L 1

CRP > 10mg/L and albumin <35 g/L 2

CRP: C-Reactive Protein

GPS telah diteliti pada lebih dari 60 penelitian (>30,000 pasien), dengan faktor prognostik yang independen pada pasien kanker dengan varietas skenario klinis dan tipe tumor yang heterogen.43

(21)

Biomarker ini tidak hanya mengidentifikasi pasien dengan memiliki prognosa yang lebih buruk tetapi juga bisa menentukan target terapi dan penelitian klinis dimasa depan. Contohnya, pasien dengan peningkatan skor mGPS harus dikategorikan kedalam status prekaheksia dan diberikan terapi multimodal (operasi pengangkatan tumor, pemberian anti inflamasi, dan perbaikan kebutuhan metabolik dan nutrisi), hal ini akan menunda onset kaheksia dan/atau kematian 18; tehnik anastesi dan tehnik operasi akan dapat menurunkan reaksi inflamasi setelah operasi pada pasien yang basal inflamasinya lebih tinggi. Sebagai konsekuensinya, hal ini akan memfokuskan kebutuhan terapi tidak hanya terhadap tumor tetapi juga SIR, dengan perbandingan target kehilangan berat badan dan/atau status performa yang jelek. Penelitian yang lebih jauh masih diperlukan untuk memastikan nilai GPS/mGPS sebagai faktor stratifikasi, sebagai kriteria pemilihan pada penelitian klinis yang random, dan sebagai target terapi pasien kanker.5,43

Penelitian oleh MJ Proctor DKK tahun 2011 di UK, dari 21.669 pasien, dijumpai 6005 (63%) kematian, dengan 5122 (53%) adalah kematian akibat kanker. Median dari pengambilan darah sampai tegaknya diagnosa adalah 1.4 bulan. Semakin tua usia, jenis kelamin laki laki dan buruknya kondisi berhubungan dengan rendahnya 5-year overall survival and cancer-specific survival (keseluruhan P<0.001). Peningkatan nilai mGPS, kalsium, bilirubin, alkaline phosphatase, aspartate transaminase, alanine transaminase dan ɣ-glutamyl transferase

dihubungkan dengan menurunnya 5-year overall survival dan cancer-specific survival (tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin dan buruknya kondisi

(22)

nilai mGPS dapat memprediksi turunnya cancer-specific survival pada seluruh kanker (keseluruhan P<0.001).19

2.7 Faktor prognosa berdasarkan derajat dan Jenis histopatologi

Luaran pasien setelah penatalaksanaan bisa dievaluasi sebagai konteks faktor prognostik, faktor ini bisa dibagi kedalam faktor patologis, faktor biologis dan faktor klinis.20

Faktor Patologis

Gambaran morfologi dan histologi, termasuk arsitektur dan tingkatan lesi merupakan variabel prognostik yang penting. Secara umum, stadium, tipe histologi tidak memberikan prognosa secara bermakna kecuali untuk tipe clear cell carcinomas, yang dihubungkan dengan prognosa yang lebih buruk dibandingkan

dengan tipe histologi lainnya.20

Tipe – tipe histologi kanker epitel ovarium berdasarkan klasifikasi histologi dari WHO adalah sebagai berikut:1

 Serous adenocarcinoma

 Mucinous tumors

o Adenocarcinoma

o Pseudomyxoma peritonei

 Endometrioid Tumors

o Adenocarcinoma

o Malignant mixed mullerian tumor

(23)

 Transitional cell tumors

 Transitional cell carcinoma (TCC)/ rare 35% for TCC

Malignant Brenner tumor

 Squamous cell carcinoma rare 28%

 Mixed epithelial 0.5-4% 57%

 Undifferentiated carcinoma 4-7% 6-37%

 Unclassified adenocarcinoma rare not yet known

Histological classification of epithelial ovarian cancers (modified from WHO 2003) 3

(24)

Kanker ovarium jenis epitel dibagi sesuai derajat histologi / differensiasinya: - GX : Derajat histologi tidak dapat ditentukan

- G1 : Berdifferensiasi baik - G2 : Berdifferensiasi sedang - G3 : Berdifferensiasi buruk.44

Prognosa berdasarkan Faktor klinis (stadium dan residu tumor)

Angka ketahanan hidup relatif selama 5 tahun (%)berdasarkan stadium,dewasa usia 15-99, Former Anglia Cancer Network, Ovarian Cancer (C56): 2002-2006. 45

Stage Women

(25)

Pasien dengan residu yang kecil (lesi berukuran < 1 cm setelah dilakukan surgical debulking), resiko rekurensi setelah terapi primer yang sempurna sekitar 60% sampai 70%; dan, wanita dengan residu yang besar, resiko rekurensi diperkirakan sebesar 80% sampai 85%.46

Stadium kanker ovarium

Stadium Kanker ovarium FIGO (2013)47

I Tumor terbatas diovarium atau tuba fallopi

IA Tumor pada satu ovarium (kapsul intak) atau tuba fallopi; tidak dijumpai tumor pada permukaan ovarium atau tuba fallopi; tidak dijumpai sel ganas pada asites atau bilasan peritoneum

IB Tumor dijumpai pada kedua ovarium (kapsul intak) atau tuba fallopi, tidak dijumpai tumor pada permukaan ovarium atau tuba fallopi, tidak dijumpai sel ganas pada asites atau bilasan peritoneum

IC Tumor dijumpai pada satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi, dengan salah satu hal berikut

IC1 Ada tumpaha isi tumor saat operasi

IC2 Kapsul pecah sebelum operasi atau dijumpai tumor pada permukaan ovarium atau tuba fallopi

IC3 Sel ganas pada asites atau bilasan peritoneum

II Tumor melibatkan salah satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi dengan keterlibatan kedaerah pelvis (terbatas dipelvis) atau adanya kanker

peritoneum primer

IIA Keterlibatan dan atau adanya implan pada uterus dan/atau tuba fallopi dan/atau ovarium

IIB Keterlibatan jaringan intraperitoneal lainnya didaerah pelvis

III Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi, atau adanya kanker peritoneum primer, dengan bukti penyebaran secara sitologi atau histologi keperitoneum diluar pelvis dan/atau metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal

IIIA1 Hanya kelenjar limfe retroperitoneal positif sel ganas (terbukti secara sitologi atau histologi)

IIIA1(i) Metastase mencapai ukuran 10 mm dalam ukuran terbesar IIIA1(ii) Metastase lebih dari 10 mm dalam ukuran terbesar

IIIA2 Adanya keterlibatan mikroskopis ekstrapelvis (diatas rongga pelvis) keterlibatam peritoneum dengan atau tanpa terlibatnya kelenjar limfe retroperitoneal

IIIB Metastase makroskopis diluar daerah pelvis dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa metastase ke kelenjar limfe retroperitoneal IIIC Metastase makroskopis peritoneum diluar pelvis dengan ukuran terbesar

(26)

IV Metastase jauh selain metastase peritoneum IVA Efusi pleura dengan gambaran sitologi keganasan

IVB Metastase keparenkim dan metastase ke organ diluar rongga perut (termasuk kelenjar limfe inguinal dan kelenjar limfe diluar rongga perut)

Faktor biologis

Banyak faktor biologis yang dihubungkan dengan prognosa kanker ovarium epitel. Dengan alat flow cytometry, Friedlander et al. manunjukkan bahwa kanker ovarium umumnya aneuploid. Lebih jauh, mereka dan peneliti lainnya menunjukkan ada korelasi yang tinggi antara stadium FIGO dan ploidy; kanker stadium rendah biasanya diploid dan tumor stadium tinggi biasanya aneuploid. Pasien dengan tumor diploid secara signifikan memiliki median survival yang lebih panjang debandingkan dengan pasien tumor aneuploid: 5 tahun dibandingkan 1 tahun, secara berurutan. Analisa multivariate menunjukkan bahwa kondisi ploidi merupakan suatu variabel prognosa independen dan merupakan salah satu prediktor yang paling signifikan terhadap survival.20

Lebih dari 100 protooncogenes telah diketahui, dan penelitian telah mendalami pengaruh ekspresi lokus genetik tersebut dengan kaitannya pada pembentukan dan perkembangan kanker ovarium. Contohnya, Slamon et al. melaporkan bahwa 30% kanker ovarium epitel mengekspresikan HER2/neu oncogene dan kelompok ini memiliki prognosa yang lebih buruk, terutama pada

(27)

insiden keseluruhan ekspresi HER2/neu hanya sebesar 11%. Variabel prognosa tambahan termasuk p53, bcl-2, K-ras, Ki67, interleukin 6, PTEN, lysophospholipids, dan platelet-derived growth factor.20

(28)

Kerangka Teori

Gambar.4 kerangka teori

Hipotesa kanker ovarium

Ovulasi Gonadotropin Hormonal Inflamasi

Lingkungan mikro pada tumor

Mediator inflamasi persisten  Leukosit, limfosit, makrofag, sitokin dan kemokin

Sitokin Aktivasi TNFα

IL1β Dan IL6 Induksi hepatosit

produksi CRP

IL6 dan CRP Progresi

sel tumor PGE2

Over ekspresi COX2 IL6 dan TNFα

↑ degradasi albumin

↓ sintesa albumin

Hipoalbuminemia

Lysis sel tumor Berikatan dengan

(29)

Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel Dependen

Gambar.5Kerangka konsep

Luaran kanker ovarium epitel

mGPS

Gambar

Gambar. 1. Aktivasi sistem imun yang tidak spesifik selama evolusi kanker ovarium yang
Gambar 2. Lingkungan mikro pada tumor dan produksi CRP oleh hati. Lingkungan mikro tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Pemegang Saham yang berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2015 adalah yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan pada tanggal 29

bahwa sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 / PMK.01/ 2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya harga jual yang ditetapkan berdasarkan harga pokok produksi menurut perusahaan dan metode full costing, sehingga dapat

[r]

Pada Penulisan Ilmiah ini akan dibahas mengenai aplikasi Daftar Obat Indonesia dengan Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 yang diharapkan dapat membantu masyarakat tentang nama

[r]

Dengan jarak yang di tempuh minimal, secara tidak langsung akan menghemat waktu, tenaga dan biaya sehingga tingkat keefisiensian dan keefektifan dalam bekerja

Pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka, pembentukan