• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tentang Tanggung Jawab Pengurusan Harta Kekayaan Orang Hilang Menurut Hukum Islam (Studi Penetapan 137 Pdt.P 2013 Ms-Bnd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tentang Tanggung Jawab Pengurusan Harta Kekayaan Orang Hilang Menurut Hukum Islam (Studi Penetapan 137 Pdt.P 2013 Ms-Bnd)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi kodrat bahwa setiap manusia dalam perjalanan hidupnya akan

melewati suatu masa, dilahirkan, hidup di dunia dan meninggal dunia. Masa-masa

tersebut tidak terlepas dari kedudukan kita sebagai mahluk Allah, karena dari

Allah-lah kita berasal dan suatu saat kita akan kembali berada dipangkuan-Nya. Selain

sebagai mahluk individu manusia juga berkedudukan sebagai mahluk sosial bagian

dari suatu masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban terhadap anggota

masyarakat lainnya.

Agama Islam merupakan agama yang berusaha mengatur umatnya agar

tercipta keadilan, kesejahteraan dan kedamaian dengan melaksanakan norma-norma

hukum yang ada dalam agama. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku sampai

pada saat ini selain hukum perkawinan, hukum kewarisan juga merupakan bagian

dari hukum keluarga yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan

menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam

masyarakat.1

Hukum kewarisan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan

manusia, khususnya dalam hal keluarga. Hal ini disebabkan karena setiap manusia

akan mengalami suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam hidupnya dan

(2)

merupakan suatu peristiwa hukum yang terakhir pula dalam hidupnya, yaitu

meninggal dunia. Dalam suatu peristiwa hukum meninggal dunia maka dengan

sendirinya akan menimbulkan suatu akibat hukum yaitu mengenai pengurusan hak

dan kewajiban bagi orang yang ditinggalkannya. Penyelesaian dan pengurusan hak

dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggal dunia

seseorang diatur oleh hukum kewarisan.2Termasuk pula ke dalam hak dan kewajiban

tersebut adalah pengurusan harta dari orang yang meninggal dunia.

Peristiwa hukum meninggalnya seseorang adalah suatu peristiwa yang pasti

dan dapat dibuktikan dengan adanya jasad si meninggal dan disaksikan oleh para

keluarga. Masalah kemudian timbul apabila orang yang akan diurus hak dan

kewajibannya dan termasuk pula hartanya tidak jelas keberadaannya dan tidak ada

kabar mengenai keadaannya, maupun mengenai hidup matinya orang tersebut dan

dapat dikatakan sebagai orang hilang. Kejadian ini menimbulkan polemik kepada

orang-orang yang memiliki hak dan kewajiaban sebagai orang yang ditingalkan.

Beberapa kasus mengenai orang hilang dapat dikarenakan adanya suatu

keadaan seperti saat terjadinya revolusi atau peperangan pada suatu negara, dan

berpotensi menimbulkan suatu keadaan orang-orang yang ada dalam kondisi tersebut

memilih untuk pergi meninggalkan daerah asalnya demi menghindari peperangan.

Selain itu hilangnya seseorang juga dapat terjadi dikarenakan kecelakaan atau

peristiwa bencana alam.

2M. Idris Ramulyo,Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan

(3)

Hukum Islam menyebut orang hilang sebagai mafqud, namun dalam

menetapkan seseorang berstatus sebagai mafqud memiliki aturan-aturan tersendiri.

Mafqud adalah orang yang terputus beritanya sehingga tidak diketahui hidup atau

matinya. Orang ini sebelumnya pernah hidup dan tidak diketahui secara pasti

keberadaannya apakah masih hidup atau tidak oleh keluarganya.3

Penetapan mafqud bagi orang yang hilang sangat penting, karena penetapan

inilah yang akan digunakan untuk mengetahui posisimafqud dalam hal memperoleh

hak dan kewajiban kewarisan.4 Jika dia merupakan pewaris, maka ahli warisnya

memerlukan kejelasan status tentang keberadaannya (apakah yang bersangkutan

masih hidup atau sudah meninggal dunia ) agar jelas hukum kewarisan dan harta

warisannya, dan jika sebagai ahli waris, mafqud berhak mendapatkan bagian sesuai

statusnya.5

Kata Mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasarFaqada yang berarti

hilang. Menurut para Faradhiyun, Mafqud itu diartikan dengan orang yang sudah

lama pergi meninggalkan tempat tinggalya, tidak diketahui domisilinya, dan tidak

diketahui tentang hidup dan meninggal dunia.

Dalam kajian fikih Islam, penentuan statusmafqud, apakah yang bersangkutan

masih hidup atau sudah meninggal dunia sangat penting karena menyangkut banyak

3Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, Jakarta, Cetakan II,2005, Hal 132

4Akhmad Faqih Mursid, Arfin Hamid, Muammar Bakry, Penyelesaian Perkara Mafqud di

Pengafilan Agama, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Jurnal Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal 5.

5 Abdul Manaf (Hakim Tinggi Pengadilan Agama Medan), Yurisdiksi Peradilan Agama

(4)

aspek, antara lain dalam hukum kewarisan. Sebagai ahli waris, mafqud berhak

mendapatkan bagian sesuai statusnya, apakah ia sebagai dzawil furud atau sebagai

dzawil asobah. Sedangkan sebagai pewaris, tentu ahli warisnya memerlukan

kejelasan status meninggal dunianya, karena status ini merupakan salah satu syarat

untuk dapat dikatakan bahwa kewarisanmafqudbersangkutan sebagai telah terbuka.6

Dalam menetapkan status bagimafqud(apakah ia masih hidup atau meninggal

dunia), para ulama fikih cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu dengan

menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat dibuktikan dengan

bukti-bukti bahwa ia telah meninggal dunia. Imam Syafi’i berpendapat bahwa orang

yang hilang (mafqud) dalam waktu yang lama dan tidak diketahui apakah ia masih

hidup atau sudah meninggal dunia, maka orang tersebut harus dihukumi hidup sampai

diketahui dengan pasti.7

Sikap yang diambil ulama fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu,

menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukan

hukum lain. Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan

terus menerus, karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena

itu, harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status

hukum bagi si mafqud (para ulama fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk

menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk menetapkan

bahwa orang hilang telah meninggal dunia atau belum.8

Dalam suatu perkara mafqud, pihak yang ingin mengajukan permohonan

penetapanmafqud,dapat mengajukan permohonannya kepada Pengadilan Agama.

6Ibid

(5)

Perkara mafqud merupakan salah satu wewenang atau kompetensi dari Pengadilan

Agama.Wewenang ini sebagaimana diatur dan dijelaskan dalam Pasal 49

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu :

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, kewarisan, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sadaqah dan Ekonomi Syariah”

Pasal 96 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga dijadikan sebagi acuan,

sebagaiman dijelaskan dalam pasal tersebut yaitu :

“Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri atau suaminya

hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian meninggal dunia yang hakiki

atau meninggal dunia secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama”.

Selain pasal di atas, secara fikih untuk menentukan keadaan dan jangka waktu

bahwa seseorang itu dianggap sebagai telah mafqud menjadi kewenangan hakim

lembaga peradilan (hakim), bukan kewenangan lembaga lain, apalagi orang perorang.

Hakim dalam memutuskan seseorang yang mafqud telah meninggal dunia dalam

keadaan sebagai berikut:9

a. Yang bersangkutan hilang dalam situasi yang patut dianggap bahwa ia sebagai

telah binasa, seperti karena ada serangan mendadak atau dalam keadaan perang.

b. Yang bersangkutan pergi untuk suatu keperluan, tetapi tidak pernahkembali.

Dalam dua hal ini hakim dapat memutuskan bahwa yang bersangkutan telah

9

(6)

meninggal dunia setelah berlangsung tenggang waktu 40 tahun sejak

kepergiannya (mazhab Imam Ahmad).

c. Yang bersangkutan hilang dalam suatu kegiatan wisata atau urusan bisnis. Dalam

kasus ini hakim memutuskan kematian yang bersangkutan berdasarkan

pertimbangan sendiri).

Kemudian terdapat dua pendapat mengenai diputuskannya orang hilang yaitu,

ditunggu sampai yang bersangkutan berusia 90 tahun karena biasanya di atas usia ini

sudah tipis kemungkinannya bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup. Atau

diserahkan pada petimbangan hakim.

Bukan hanya dalam kajian fikih Islam saja penentuan soal wafatnya mafqud

ini menjadi kewenangan hakim. Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menentukan

demikian. Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 171 huruf b yang

menyatakan bahwa :

“Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal duniaatau yang dinyatakan

meninggal dunia berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan”

Selain itu dalam Buku II juga telah secara tegas dinyatakan bahwa salah satu

muatan yurisdiksi voluntair Pengadilan Agama (PA) adalah soal permohonan agar

seseorang dinyatakan dalam keadaanmafqud.10Untuk mengetahui keadaan status ahli

waris yang mafqud tersebut, makaperkara ini diserahkan kepada hakim Pengadilan

10

Mahkamah Agung RI,Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II,

(7)

Agama untuk memberikan penetapan dengan memperhatikan kemaslahatan baik

untuk si mafqud sendiri atau untuk ahli waris yang lain, yang dalam penetapannya,

seorang hakim harus menggunakan alasan-alasan yang jelas. Sehingga nantinya dapat

memberikan implikasi secara jelas atas hilangnya ahli waris tersebut.

Permasalahan mafqud sendiri dapat terjadi karena diluar kuasa manusia,

karena Allah yang mengatur setiap kejadian di muka bumi ini. Mafquddapat terjadi

karena orang yang telah pergi dari tempat tinggal atau kampung halamannya dan

meninggalkan semua keluarganya, namun tidak ada kabar apapun mengenai kondisi

orang tersebut di perantauan. Tidak diketahui keadaan hidup atau matinya. Mafqud

juga dapat terjadi dalam suatu peristiwa kecelakaan atau musibah kejadian alam yang

menelan banyak korban jiwa, dan tidak dapat diidentifikasi atau diketahui apakah

masih hidup atau tidak.

Penelitian ini mengambil kasus khusus yang terjadi di Aceh pada 26

Desember 2004 yaitu, kejadian tsunami yang menelan banyak korban. Di mana tidak

semua korban dapat diindentifikasikan identitasnya, sehingga tidak diketahui apakah

masih hidup atau sudah meniggal dunia. Karena terdapat beberapa kejadian di mana

korban yang selamat, terseret jauh bahkan sampai ke Luar Negeri. Pada Pengadilan

Agama (PA) di Banda Aceh (selanjutnya disebut Mahkamah Syariah, karena di Aceh

memiliki kekhususan dalam penyebutan untuk Pengadilan Agama), terdapat beberapa

perkara permohonan penetapan mafqud untuk seseorang dan permohonan untuk

(8)

Sebagaimana terdapat pada kasus di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh

kasus Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna, dimana pemohon memohon kepada ketua /

Majelis Hakim Syari’ah Kota Banda Aceh untuk menjatuhkan penetapan yaitu

menetapkan simafqud telah meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 2004 akibat

gempa bumi disertai gelombang tsunami, dan menetapkan pemohon/ahli waris untuk

dapat mengurus dan membalikkan namakan nama pada sertifikat hak milik tanah

nomor: 2020 Desa Lampaseh menjadi nama pemohon/ahli waris, Pemohon telah

mengajukan permohonan yang diterima dan di daftar di Kepaniteraan Mahkamah

Syari’ah Banda Aceh tanggal 5 Juni 2013 dan telah terdaftar dibawah register Nomor

137/Pdt.P/2013/MS-BNA, yang dimaksudnya sebagaimana dapat dilihat dalam

berkas perkara dan berita acara persidangan perkara ini, Bahwa pada tanggal 26

Desember 2004 telah meninggal dunia saudara kandung Pemohon bernama X akibat

gempa bumi disertai gelombang tsunami, semasa hidup anak kandung keempat

mempunyai satu istri bernama NL binti UM dan meninggal dunia pada saat gempa

bumi disertai gelombang, dalam perkawinan antara anak kandung keempat dengan

NL binti UM tidak dikaruniai anak, ayah kandung dari anak keempat yang bernama

ZZ bin IU dan ibu kandung dari anak keempat bernma R binta P. Keduanyatelah

meninggal dunia sebelum tragedi gempa bumi dan gelombang tsunami melanda Kota

Banda Aceh; Bahwa dari perkawinan ZZ bin IU dengan R binti P dikaruniai anak

kandung sebanyak 7 (tujuh) orang, masing-masing yang telah meninggal dunia dan

(9)

1) Anak kandung pertama ( meninggal dunia)

2) Anak kandung kedua (meninggal dunia)

3) Anak kandung ketiga ( meninggal dunia)

4) Anak kandung keempat ( meninggal dunia saat gempa tsunami)

5) Anak kandung kelima ( meninggal dunia)

6) Anak kandung keenam (masih hidup)

Bahwa setelah meninggal dunia anak kandung keempat, ahli waris yang

ditinggalkan dan masih hidup adalah :

1) Pemohon

2) Anak kandung keenam

Bahwa Pemohon mengajukan permohonan penetapan meninggal dunia serta

ahli waris untuk keperluan mengurus/membalik namakan sertifikat tanah atas nama

Almarhumah anak kandung keempat dengan sertifikat nomor : 2020 Desa Lampaseh

Aceh, Kecamatan Neuraxa, Kota Banda Aceh, menjadi nama Ahli Waris Pemohon

dan saudara dari pemohon bin ZZ.

Penentuan status orang hilang, apakah ia masih hidup atau telah meninggal

dunia amatlah penting. Karena menyangkut beberapa hak dan kewajiban orang yang

hilang tersebut serta hak dan kewajiban keluarganya sendiri. Untuk itu putusan

Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh terhadap perkara orang hilang tersebut sangat

menentukan bagi keluarganya. Karena dari penetapan Mahkamah SyariahKota Banda

(10)

hak waris bagi orang hilang. Baik dalam posisinya sebagai pewaris, maupun dalam

posisi sebagai ahli waris.

Berdasarkan uraian di atas maka, penting untuk ditelititentang pengurusan

harta orang hilang (mafqud) menurut Hukum Islam, dengan judul: “ANALISIS

YURIDIS TENTANG TANGGUNG JAWAB TERHADAP PENGURUSAN

HARTA KEKAYAAN ORANG HILANG MENURUT HUKUM ISLAM” ( STUDI

PENETAPAN NOMOR 137/PDT.P/2013/MS-BNA)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka, dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana Tanggung Jawab Ahli Waris Terhadap PengurusanHarta

Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum Islam ?

2. Bagaimana Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Ahli Waris Terhadap Harta

Kekayaan Orang Hilang(Mafqud) Menurut Hukum Islam ?

3. Bagaimana Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh dalam

Penetapan Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-BNA terhadap Harta Kekayaan Orang

Hilang (Mafqud) ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka,

penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab terhadap pengurusan

(11)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan ahli

waris terhadap harta kekayaan seseorang yangmafqudmenurut hukum Islam.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah

Kota Banda Aceh dalam Penetapan Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna terhadap

harta kekayaan orang hilang (Mafqud) .

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat, baik

secara teoritis maupun praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan serta sebagai literatur tambahan tentang harta kekayaan dan

waris, khususnya kepada tanggung jawab terhadap pengurusan harta kekayaan

orang hilang (mafqud)yang berdasarkan hukum Islam.

2. Secara praktis, penelitian ini adalah untuk menerapkan pengetahuan penulis

secara praktis dan diharapkan dari hasil penelitian ini agar masyarakat

mengetahui tentang tata cara penetapan orang hilang, tanggung jawab harta

orang hilang dan upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal menyangkut

harta kekayaan orang hilang (mafqud).

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah

dilakukan baik di kepustakaan penulilsan karya ilmiyah Magister Hukum maupun di

(12)

beberapa penelitian mengenai tanggung jawab terhadap pengurusan harta kekayaan ,

tetapi dibahas secara terpisah

1. Tesis saudara Syuhada, NIM: 077005028/Magister Ilmu Hukum, dengan judul

analisis hukum terhadap kewenangan balai harta peninggalan dalam pengelolaan

harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya. Dengan

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaturan perluasan ketidakhadiran subjek hukum pada balai

harta peninggalan dan mengapa terjadi perluasan ketidakhadiran subjek

hukum tersebut ?

b. Bagaimanakah pelaksanaan dalam pengelolaan terhadap harta kekayaan yang

tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya ?

c. Bagaimanakah kendala dan upaya yang dilakukan balai harta peninggalan

dalam melakukan pengelolaan terhadap harta kekayaan yang tidak diketahui

pemilik dan ahli warisnya ?

2. Muhammad Iqbal, NIM 087011162/MKn dengan Judul Peran dan Tanggung

Jawab Baitul Mal Dalam pengelolaan Harta Kekayaan Tidak Diketahui Pemilik

dan Ahli Warisnya (Studi di Baitul Mal Kota Banda Aceh). Dengan

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaturan kedudukan dan kewenangan Baitul Mal Kota

Banda Aceh?

b. Bagaimanakah pelaksanaan pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik

(13)

c. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi terhadap pelaksanaan

pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya tersebut ?

Penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan keaslilan, karena belum ada yang melakukan penelitian yang

sama antara judul dengan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini, sehingga

dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan

kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atas butir-butir pendapat, atau teori,

tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problematika) yang menjadi

perbandingan, pegangan teoritis.11Kerangka teori juga merupakan susunan dari

beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan

yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan12. Penelitian

hukum dalam tataran teori ini diperlukan bagi mereka yang ingin mengembangkan

suatu bidang kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan

memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum. Sedangkan teori

adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi

merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional

11

(14)

digabungkan dengan pengalaman empiris13. Teori dipergunakan sebagai landasan

atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukan dalam penelitian.14

Selain itu teori bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap topik yang

sedang dikaji.

MenurutShorter Oxford Dictonary, teori mempunyai beberapa defenisi yang

salah satunya lebih tepat sebagai suatu disiplin akademik “ suatu skema atau sistem

gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari

sekelompok fakta atau fenomena suatu pernyataan tentang suatu yang dianggap

sebagai hukum, prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.

Maka teori hendaknya meliputi semua pernyataan yang disusun dengan sengaja yang

dapat memenuhi kriteria yaitu :15

a. Pernyataan itu harus abstrak, yaitu harus dipisahkan dari praktek-praktek sosial yang dilakukan. Teori biasanya mencapai abstraksi melalui pengembangan konsep teknis yang hanya digunakan dalam komunitas sosiologis dan sosial;

b. Pernyataan itu harus tematis. Argumentasi tematis tertentu harus diungkapkan melalui seperangkat pernyataan yang menjadikan pernyataan itukoherendan kuat;

c. Pernyataan itu harus konsisten secara logika. Pernyataan-pernyataan itu tidak boleh saling berlawanan satu sama lain dan jika mungkin dapat ditarik kesimpulan dari satu dan lainnya;

d. Pernyataan itu haus dijelaskan. Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya

e. Pernyataan itu harus umum pada prinsipnya. Pernyataan itu harus dapat digunakan dan menerangkan semua atau contoh fenomena apapun yang mereka coba terangkan;

13

M.Solly. Op.Cit., Hal 27

14

(15)

f. Pernyataan-pernyataan itu harus independen. Pernyataan itu tidak boleh dikurangi hingga penjelasan yang ditawarkan para partisipan untuk tingkah laku mereka sendiri.

g. Pernyataan-pernyataan itu secara substansi harus valid. Pernyataan itu harus konsisten tentang apa yang diketahui dunia sosial oleh partisipan dan ahli-ahli lainnya. Minimal harus ada aturan-aturan penerjemahan yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain.

Terkait dengan fungsi maupun kegunaan teori dalam suatu peneliatian

sebagaimana telah dijelaskan, maka teori yang digunakan sebagai landasan analisis

adalah Teori Kepastian Hukum dan Teori Kemashlahatan.

Menurut Jan Michiel Otto, untuk menciptakan kepastian hukum harus

memenuhi syarat-syarat, yaitu :16

a. Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten ;

b. Instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya;

c. Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut; d. Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan

hukm secara konsisten serta teliti sewaktu menyelesaikannya sengketa hukum; e. Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan.

Seorang yang mafqud yang tidak diketahui keberadaannya apakah seseorang

itu masih hidup atau sudah meninggal dunia merupakan hal yang penting untuk

menentukan status hukumnya, karena menyangkut berbagai macam hal, diantaranya

adalah hukum keperdataan dan hukum kewarisannya. Terkait dalam kasus Perkara

Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna, untuk dapat mewujudkan suatu status hukum, maka

orang yang berkepentingan harus dapat melakukan suatu penetapan dari Mahkamah

Syariah agar harta kekayaan serta ahli waris yang masih hidup medapatkan kepastian

16 Jan Michiel Otto, “ Reele Rechtszekerheidin Ontwikkelingslanden”, Kepastian Hukum

(16)

hukum. Sehingga dengan adanya penetapan dari Mahkamah Syariah, maka harta

yang ditinggalkan olehmafquddapat diwariskan kepada ahli waris yang masih hidup.

Teori Kemashlahatan dikenal dalam konteks sistem Hukum Islam, digunakan

sebagai teori penerapan atau aplikasi dalam penerapan ini yang memiliki pandangan

bahwa dalam mewujudkan sesuatu lebih baik dilihat dari sejauh mana aturan itu dapat

memberikan manfaat yang terbanyak diantara banyak orang, artinya disamping

memberikan manfaat kepada banyak orang tetapi manfaat itu tidak bertentangan pula

dengan ketentuan Perundang-Undangan baik dalam konteks Hukum Nasional

maupun dalam Konteks Hukum Islam.

Teori Kemashlahatan adalah teori manfaat atau suatu pekerjaan yang

mengandung manfaat. Istilah ini dikemukakan ulama Ushul Fiqih dalam membahas

metode yang dipergunakan saat melakukan istinbath (menetapkan hukum

berdasarkan dalil-dalil yang terdapat padanash).

Imam Al-Ghazali, ahli Fikih mazhab al-Syafi’I, seperti di kutip oleh

Zamakhsyari :

“Mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memlihara tujuan-tujuan syarak”. Ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan tujuan syarak, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasannya, kemashlahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syarak, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu17

Selanjutnya, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan syara’ yang harus

dipelihara tersebut ada lima bentuk, yaitu : memelihara agama, jiwa, akal, keturunan,

17

(17)

dan harta. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang intinya bertujuan

memelihara kelima aspek tujuan syarak tersebut, maka perbuatannya dinamakan

mashlahat. Di samping itu, upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang

berkaitan dengan kelima aspek tujuan syarak tersebut juga dinamakan mashlahat.18

Dalam hal ini, Imam Asy-Syatibi, ahli ushul Fiqih mazhab Maliki,

mengatakan tidak dibedakan antara kemashlahatan dunia dan kemashlahatan akhirat,

karena apabila kedua kemashlahatan tersebut bertujuan untuk memelihara kelima

tujuan syarak diatas, maka keduanya termasuk ke dalam konsep mashlahat. Karena

menurut Imam Asy-Syatibi, kemashlahatan dunia yang dicapai seorang hamba Allah

SWT harus bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat.19 Teori ini digunakan untuk

mengetahui bahwa penyelesaian dalam Putusan Kasus diatas harus benar-benar

membawa kemaslahatan bagi semua pihak.

2. Konsepsi

Konsep merupakan sebuah hal yang penting dalam melakukan sebuah

penelitian. Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan Teori Observasi, antara abstrak dengan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.20

Konsep itu sendiri didefinisikan sebagai generalisasi dari sebuah fenomena yang ada.

18

Ibid,Hal 37.

19As-Syathibi,Al-Muwafaqaat Fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 4, Hal 36.

(18)

Konsep ini ada sebagai penjelas atas fenomena-fenomena tertentu yang saat itu

sedang ada.21Konsep menjadi penting karena pada dasarnya konsep itu sendiri adalah

sebuah ide yang bersifat abstrak yang mampu digunakan untuk mengklasifikasikan

dan menggolongkan sesuatu lewat suatu istilah atau rangkaian kata.

Disini terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan

suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis, yang sering

sekali masih bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang

akan menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian22

Orang hilang atau dalam bahasa belanda disebut Afwezig merupakan orang

yang telah meninggalkan tempat tinggalnya untuk suatu jangka waktu yang relatif

lama, tanpa menunjuk orang lain untuk mewakili dan mengurus kepentingannya.23

Sedangkan dalam Islam, orang hilang atau yang disebut sebagaimafqudadalah orang

yang hilang dan telah terputus informasi tentang dirinya dan tidak diketahui lagi

tempat tinggalnya secara pasti sehingga tidak dapat dipastikan apakah ia masih hidup

atau sudah meninggal dunia.24 Jika seseorang pergi dan terputus beritanya, tidak

diketahui apakah ia masih hidup atau meninggal dunia, sedangkan seorang hakim

menetapkan bahwa ia telah meninggal dunia, maka yang demikian ini dinamakan

mafqud.25

21Burhan Bungin,

Analisis Data Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, Hal 73 22Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hal 298.

23J. Satrio, S.H.,Hukum Pribadi Bagian I (Persoon Alamiah), Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hal 20.

24 Muhammad Toha Abul 'Ula Kholifah, Ahkamul Mawarits, Dirosah Tatbiqiyyah, 1400

Masalah Mirotsiyyah Tasymulu Jami'a Halatil Mirotsi,Darussalam, 2005, Hal 542.

(19)

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris baik yang berupa

harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.26 Kemudian, harta warisan

adalah harta bawaan ditambah bagian untuk keperluan waris selama sakit sampai

meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk

kerabat.

Pengertian dari waris sendiri adalah berasal dari bahasa Arab, dalam buku

Ensiklopedi Islam disebutkan, kata “waris “ berasal dari bahasa arab

warisa-yarisu-warsanatau irsan/turas, yang berarti “mempusakai”, waris adalah ketentuan tentang

pembagian harta pusaka, orang yang berhak menerima waris, serta jumlahnya. Istilah

waris sama denganfaraid, yang berarti”kadar” atau “bagian”.27

Istilah ‘hukum Islam’ terdiri dari dua kata dasar ‘ hukum’ dan ‘Islam’. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesiakata ‘hukum’ diartikan:

1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan

oleh penguasa atau pemerintah;

2. Undang-undang, peraturan, dan sebagainya, untuk mengaturpergaulan hidup;

3. Patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang

tertentu, dan

4. Keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan),

vonis

Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau

norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik

26

Lebih lanjut lihat dalam pasal 171 ( e ) KHI.

27

(20)

peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan

ditegakkan oleh penguasa28. Dalam wujudnya, hukum ada yang tertulis dan ada yang

tidak tertulis. Adapun kata kedua yaitu ‘ Islam’ adalah agama Allah yang dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada umat manusia guna mencapai

kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Jadi hukum Islam adalah merupakan seperangkat norma atau peraturan yang

bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tingkah laku

manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dalam bahasa sederhana hukum Islam

adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian

yang digunakan adalahyuridisnormatif, yaitu dengan mengkaji peraturan

perundang-undangan, teori-teori hukum dan yurisprudensi yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas29

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena hanya memaparkan obyek yang

diteliti, diselidiki dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan

perundang-28

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam diIndonesia,Rajawali Pers, Jakarta, Edisi 5, Cet. V, 1996, Hal 8.

29

(21)

undangan yang menyangkut permasalahan yaituBagaimana Tanggung Jawab

Terhadap Pengurusan Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum

Islam, Bagaimana Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Ahli Waris Terhadap Harta

Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum Islam dan Bagaimana

Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh dalam Penetapan Nomor

137/Pdt.P/2013/MS-Bna terhadap Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud).

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang memiliki

kekuatan hukum mengikat kedalam dan dibedakan dalam :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, seperti Al-quran,

Hadist, Kitab Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan

Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Peraturan Pemerintah yang

berhubungan dengan penelitian ini dan menjadi dasar hukum dalam penelitian

ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan hasil

penelitian sebelumnya.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petujuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Bahasa

(22)

3. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi

kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

menelaah bahan kepustakaan atau dokumen-dokumen terkait. Studi ini meliputi

bahan hukum primer, sekunder dan tersier, selain itu akan dilakukan wawancara

dengan informan yaitu Hakim Mahkamah Syariah .

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode analisis

kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data atau

bahan-bahan hukum. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni

berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan

Referensi

Dokumen terkait

Konsep perlindungan anak mengakui bahwa karena kemampuan anak-anak masih terus berkembang, mereka mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari kedua orang tuanya dan

Karena itu, berbahagialah orang yang menanti-nantikan TUHAN, yang bersabar sampai kedatangan Tuhan, mereka pasti mendapatkan pertolongan yang terbaik dari TUHAN.. Dia tidak

that ‘Abdullāh Ibn Salām was a Jew mean that Prophet Muḥammad asked Zayd Ibn Thābit to learn the language of the Jews for reasons that only.. the Prophet and Zayd are

memproduksi dari serat hingga menjadi benang sampai menjadi kain jadi... Asset / Kekayaan yang dimiliki oleh PT. Daya Manunggal :.. Mesin

Jika nomor ekstensi dalam keadaan on-hook maka akan menghasilkan nada seperti gambar 3.1 sedangkan jika nomor ekstensi yang di tuju dalam keadaan off -hook maka

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer..

Hasil dari penelitian yang diperoleh (1) tidak terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance, hal ini menjelaskan bahwa besaran

Salah satu jurnal yang melakukan pene- litian tersebut adalah penelitian dari Sofyana yang menyatakan bahwa rata-rata perubahan panjang badan neonatus selama 1 bulan (28 hari)