• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER HUKUM ISLAM DAN DALIL HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SUMBER HUKUM ISLAM DAN DALIL HUKUM ISLAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER HUKUM ISLAM DAN DALIL HUKUM ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fiqh/Ushul Fiqh

Dosen Pengampu Dr. Muhammad Amin, Lc, MA

Disusun oleh :

Irsyad Ibadulloh

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama sempurna yang ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan

manusia, mengatur dari hal-hal kecil sampai kepada hal-hal yang besar. Dalam menentukan

hukum-hukum Islam, terdapat sumber dan dalil-dalil untuk menentukannya, diantaranya

adalah As-Sunnah. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai As-Sunnah

sebagai sumber dan dalil-dalil hukum Islam agar para pembaca mampu memahami tentang

sumber dan dalil hukum Islam sekaligus mengimplementasikan ke dalam kehidupan

sehari-hari, terutama yang berkaitan dengan hukum Islam.

Al-Qur’an dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam yang utama yang saling

berkaitan dan tidak bisa saling dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena tidak ada sumber

melainkan dua sumber diatas, hukum seluruhnya termaktub dalam al-qur’an dan assunah

sebagai penjelas al-quran. Maka dari itu penting sekali bagi umat muslim untuk memahami

al-qur’an dan assunah dalam perannya, pada dasarnya dua sumber inilah yang selalu

diutamakan dalam mencari ketetapan hukum.sebagaimana kesepakatan para ulama yang

berbeda madzhab, bahwa seluruh tindakan manusia (ucapan, perbuatan dalam ibadah dan

muamalah) terdapat hukum-hukum tersebut sebagaimana telah dijelaskan didalam nash

al-qur’an dan assunah.

B. Rumusan Masalah

1.

Apa pengertian sumber hukum dan dalil hukum Islam ?

2.

Bagaimana macam-macam dalil hukum islam yang disepakati?

C. Tujuan Penulisan

1.

Mengetahui pengertian sumber hukum dan dalil hukum Islam

2.

Menjelaskan macam-macam dalil hukum islam yang disepakati

(3)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum Dan Dalil Hukum Islam

Dalam bahasa Arab, yang dimaksud dengan “sumber” secara etimologi adalah

mashdar

(

ردصم

)

,

yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Dalam

ushul fiqih kata

mashdar al-ahkam al-syar’iyyah

(

ةيعرشلا ماكحلارداصم

)

secara terminologi

berarti rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Alquran dan Sunnah.

Sedangkan “dalil” dari bahasa Arab al-dalil

(

ليلدلا

)

,

jamaknya al-adillah

(

ةلدلا

)

, secara

etimologi berarti:

يونعموا ئش يا ىلا يداهلا

“Petunjuk kepada sesuatu baik yang bersifat material maupun non material (maknawi).”

Secara terminologi, dalil mengandung pengertian:

يلمع يعرش مكح ىلا هيفرظنلا حيحصب لصوتيام

Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum

syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti) maupun zhanni (relatif).

1

Akan tetapi dalam dari segi pengertian bahasa, kedua pengertian itu sebenarnya terdapat

perbedaan.Mashdar dalam pengertian bahasa adalah rujukan utama, tempat dikembalikannya

segala sesuatu. Dalam pengertian bahasa Indonesia biasa diartikan ‘asal sesuatu”. Oleh

karena itu, yang dapat disebut sebagai sumber hukum Islam sebenarnya hanya ada dua, yaitu

Al-Qur’an dan Hadis. Sebab keduanya merupakan dasar lahirnya ketentuan huku Islam dan

merupakan teks-teks nash yang menjadi rujukan dalam menentukan hukum Islam itu sendiri.

Sementara itu, ijma dan qiyas sebenarnya bukan sumber hukum, tetapi hanya dalil

hukum . Sebab keduanya bukan merupakan dasar lahirnya hukum Islam, tetapi merupakan

penunjuk untuk menemukan hukumm Islam yang terdapat didalam al-qur’an atau sunnah

melalui upaya ijtihad.

2

Semuanya yang selain dari al-qur’an dan sunnah bukanlah sumber

hukum Islam melainkan merupakan dalil atau penunjuk untuk menemukan hukum Islam

yang terdapat di dalam al-qur’an dan sunnnah, dimana al-qur’an dan sunnah merupakan

sumber dan dasar hukum Islam.

B. Macam-Macam Dalil Hukum Islam yang Disepakati

a.

Al-Qur’an

(4)

1.

Pengertian Al-qur’an

Secara etimologis, Alquran adalah mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya bacaan.

Sedangkan secara terminologis Al-qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril, tertulis dalam mushaf yang

dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, yang dimulai

dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.

2.

Kehujjahan Al-Qur’an Al-Karim

Para ulama ushul fiqh dan lainnya sepakat menyatakan bahawa Al-Qur’an itu

merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan Wajib diamalkan, dan

seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum

membahas dan meneliti ayat Al-Qur’an. Ada beberapa alasn yang dikemukakan ulama

ushul fiqh tentang kewajiban berhujjah dengan al-qur’an di antaranya adalah :

(a)

Al-Qu’an itu diturnkan kepada Rasulullah SAW. Diketahui secara mutawatir, dan

ini memberi keyakinan bahawa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah

melalui malaikat Jibril kepada Nani Muhammad SAW.

(b)

Banyak ayat yang menyatakan bahwa al-qur’an itu datangnya dari Allah,

diantaranya dalam surat Ali Imran :03 , An-Nisa :105 dan An-Nahl :89.

(c)

Mu’jizat al-Qur’an juga merupakan dalil yang pasti akan kebenaran al-qur’an itu

datangnya dari Allah. Mu’jizat menurut para ahli ushul fiqh terlihat ketika ada

tanntangan dari berbagai pihak untuk menandingi al-qur’an itu sendiri, sehingga

para sastra Arab dimana dan kapanpun tidak bisa menandinginya.

3.

Hukum-Hukum Yang Dikandung Al-qur’an Dan Tujuan Diturunkan Al-qur’an

Para ulama Ushul Fiqih menginduksi hukum-hukum yang dikandung Al-qur’an terdiri

atas:

I’tiqadiyah, Khuluqiyah

, dan

Ahkam ‘amaliyah

.Tujuan diturunkannya Alquran yakni

sebagai mukjizat yang membuktikan kebenaran Rasulullah dan sebagai petunjuk, sumber

syari’at dan hukum-hukum yang wajib diikuti dan dijadikan pedoman.

4.

Penjelasan Alquran Terhadap Hukum-hukum

(a)

Ijmali (global)

, yaitu penjelasan yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut

dalam pelaksanaannya. Contoh: masalah shalat, zakat dan kaifiyahnya.

(b)

afshili (rinci)

, yaitu keterangannya jelas dan sempurna, seperti masalah akidah,

hukum waris dan sebagainya.

(5)

Dalalah Alquran terhadap hukum-hukum adakalanya bersifat

qathi’

dan adakalanya

bersifat

zhanni

.

(a)

Qathi’ yaitu lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa

dipahami makna lain darinya.

(b)

Zhanni yaitu lafal-lafal yang dalam Alquran mengandung pengertian lebih dari satu

dan memungkinkan untuk ditakwilkan.

6.

Kaidah Ushul Fiqih Yang Terkait dengan Alquran

Para ulama ushul fiqih, mengemukakan beberapa kaidah umumushul fiqih yang

terkait dengan Alquran. Kaidah-kaidah itu diantaranya adalah:

(a)

Alquran merupakan dasar dan sumber utama hukum Islam, sehingga seluruh

sumber hukum atau metode istinbat hukum harus mengacu kepada kaidah umum

yang dikandung Alqur’an.

(b)

Untuk memahami kandungan Alquran, mujtahid harus mengetahui secara baik

sebab-sebab diturunkannya Alquran (asbab al-nuzul).

(c)

Dalam memahami kandungan Alquran, mujtahid juga dituntut untuk memahami

secara baik adat kebiasaan orang Arab, baik yang berkaitan dengan perkataan

maupun perbuatan.

b.

As-Sunnah

1. Pengertian As-Sunnah

As-Sunnah menurut bahasa berarti “perilaku seseorang tertentu, baik perilaku yang baik

atau yang buruk.” Sedangkan menurut istilah ushul fiqih adalah “ segala yang diriwayatkan

dari Nabi SAW, berupa perkataan perbuatan dan ketetapan yang berkaitan dengan hokum.”

Sedangkan menurut para ahli fiqh disamping pengertian yang dikemukakan para ulama ushul

fiqh diatas juga dimaksudkan sebagai salah satu hokum taklifi yang mengandung pengertian

“ perbuatan yang apabila dikerkan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa”.

3

2. Dalil Keabsahan As-Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Alquran memerintahkan kaum muslimim untuk menaati Rasulullah seperti dalam ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya) dan ulil amri diantara

kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada

(6)

Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

(An-Nisa: 59)

Selain ayat tersebut ada juga ayat yang menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah terdapat

keteladanan yang baik (QS.Al-Ahzab: 21), bahkan dalam ayat lain Allah memuji Rasulullah

sebagai seorang yang Agung akhlaknya (QS. Al-Qalam: 4). Selain itu terdapat juga dalam

QS. An-Nisa: 65 dan 80, dan QS. An-Nahl: 44.

Ayat-ayat di atas secara tegas menunjukkan wajibnya mengikuti Rasulullah yang tidak lain

adalah mengikuti sunnah-sunnahnya. Berdasarkan beberapa ayat tersebut, para sahabat

semasa hidup Nabi dan setelah wafatnya telah sepakat atas keharusan menjadikan sunnah

Rasulullah sebagai sumber hukum.

3.

Pembagian As-Sunnah atau Hadis

Sunnah atau hadis dari segi sanadnya atau periwayatannya dalam kajian ushul fiqih dibagi

menjadi dua macam, yaitu: hadis mutawwatir dan hadis ahad.

4.

Fungsi Sunnah Terhadap Ayat-ayat Hukum

Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai

bayan

(penjelasan), atau

tabyim

(menjelaskan

ayat-ayat hukum dalam Alquran (QS. An-Naml: 44)). Ada beberapa fungsi sunnah terhadap

Alquran, yaitu:

Menjelaskan isi Alquran, antara lain dengan merinci ayat-ayat

global Membuat aturan-aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban yang

disebutkan pokok-pokoknya di dalam AlquranMenetapkan hukum yang belum disinggung

dalam Al-qur’an.

c.

Ijma’

1.

Pengertian Ijma’

Dari segi kebahasaan, kata ijma’ mengandung dua arti. Pertama, bermakna”ketetapan

hati terhadap sesuatu”. Kedua ijma’ bermakna” kesepakatan terhadap sesuatu”.

Adapun ijma’ dalam pengertian terminology adalah kesepakatan semua ulama

mujtahid muslim dalam satu masa tertentu seelah wafatnya Rasulullah SAW, yang berkaitan

dengan hukum syara.

4

2.

Rukun dan Syarat Ijma’

(1)

Yang terlibat dalam pembahasan hukum syara’ melalui ijma’ tersebut adalah

seluruh mujtahid.

(7)

(2)

Mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum itu adalah seluruh mujtahid

yang ada pada masa tersebut

(3)

Kesepakatan itu diawali setelah masing-masing mujtahid mengemukakan

pandangannya

(4) Hukum yang di sepakati itu hukum syara’

(5) Sandaran Ijma’ yaitu al-qur’an dan hadis

3.

Syarat-syarat Ijma’ Menurut Jumhur Ulama

Yang melakukan ijma’ adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan ijtihad.

Kesepakatan muncul dari mujtahid yang bersifat adilMujtahid yang terlibat adalah yang

berusaha menghindarkan diri dari ucapan atau perbuatan bid’ah.

4.

Kedudukan Ijma’

Ijma’ tidak dijadikan hujjah (alasan) dalam menetapkan hukum karena yang menjadi

alasan adalah kitab dan sunnah atau ijma’ yang didasarkan kepada kitab dan sunnah.

“Ijma’ tidaklah termasuk dalil yang bisa berdiri sendiri.”

Firman Allah Swt. QS. An-Nisa’ ayat 58 yang artinya:

“Jika kamu berlainan pendapat dalam suatu masalah, maka hendaklah kamu kembali kepada

Allah dan Rasul-Nya.”

Yang dimaksud kembali kepada Allah yaitu berpedoman dan bertitik tolak dalam

menetapkan suatu hukum kepada Alquran.Sedangkan yang dimaksud dengan kembali kepada

Rasul-Nya yaitu berdasarkan kepada Sunnah Rasul.Dengan pengertian ijma’ yang dapat

menjadi hujjah adalah ijma’ yang berdasarkan kepada Alquran dan Sunnah.

d.

Qiyas

1.

Pengertian Qias

Qias menurut bahasa berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan atau

menyamakan sesuatu dengan yang lain. Sedangkan secara istilah adalah membawa hukum

yang belum diketahui kepada hukum yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi

keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, disebabkan sesuatu yang menyatukan

keduanya, baik hukum maupun sifat.

2.

Rukun dan Syarat Qias

(8)

hukumnya), ‘illat (motivasi hukum) yang terdapat dan terlibat oleh mujtahid pada ‘ashl, dan

hukum ‘ashl (hukum yang telah ditentukan oleh nash atau ijma’).

5

Para ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa setiap rukun qias yang telah dipeparkan dia

atas harus memenuhi syarat-syarat tertentu, sehingga qias dapat dijadikan dalil dalam

menetapkan hukum.

3. Tingkatan-tingkatan Qiyas

Tingkatan-tingkatan qiyas dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu dari segi kejelasan,

kekuatan,, penyebutan, keserasian illah dan dari segi metode penemuan illah nya. Dibawah

ini akan dijelaskan tiga tingkatan illah yang diseebut pertama.

Ditinjau dari segi kejelasan illahnya qiyas dapat dibagi menjadi kepada dua bagian.

Pertama, qiyas al-ajali(qiyas yang nyata) dan yang kedua,qiyas al-khafi(qiyas yang

tersembunyi). Kemudian dari segi kekuatan atau lemahnya illah. Yaitu, qiyas al-awla(qiyas

yang lebih utama) qiyas al-musawi (qiyas yang setara) dan Qiyas al-adna (qiyas yang lebih

rendah).

BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Sumber berarti rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Al-qur’an dan

Sunnah.Sedangkan dalil yaitu suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar

dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti)

maupun zhanni (relatif).

(9)

Sumber dan dalil hukum-hukum Islam yaitu meliputi Al-qur’an dan Sunnah Rasul.

Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantaraan

Malaikat Jibril, tertulis dalam mushaf yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir,

membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan

surat An-Nas. Sedangkan Sunnah Rasul adalah segala perilaku Rasulullah yang berhubungan

dengan hukum, baik berupa ucapan (

sunnah Qauliyah

), perbuatan (

sunnah Fi’liyah

), atau

pengakuan (

sunnah Taqririyah

).kata ijma’ mengandung dua arti. Pertama,

bermakna”ketetapan hati terhadap sesuatu”. Kedua ijma’ bermakna” kesepakatan terhadap

sesuatu”. Adapun ijma’ dalam pengertian terminologi adalah kesepakatan semua ulama

mujtahid muslim dalam satu masa tertentu seelah wafatnya Rasulullah SAW, yang berkaitan

dengan hukum syara. Qias menurut bahasa berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu,

membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Dan mempunyai rukun dan

syarat.

Tingkatan-tingkatan qiyas dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu dari segi kejelasan,

kekuatan,, penyebutan, keserasian illah dan dari segi metode penemuan illah nya

B. SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan

lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih

banyak dan tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Abd. Rahman.2010.

Ushul Fiqh.

Jakarta : AMZAH

Djalil, Basiq. 2010.

Ilmu Ushul Fiqih.

Jakarta : Kencana

Referensi

Dokumen terkait

cabai merah tanpa cahaya, namun pertumbuhan daun pada cabai merah dengan cahaya lebih cepat dibandingkan dengan cabai merah tanpa cahaya, hal ini dikarenakan pada

Ada dua kondisi yang menyelimuti Ketetapan MPR pasca amandemen yaitu di satu sisi Ketetapan MPR dinyatakan tidak ada lagi dalam hierarki Peraturan Perundangan-Undangan,

1) Saya telah membaca lembar informasi pasien ini dan lembar persetujuan pasien dan telah mendapatkan penjelasan mengenai tujuan, lama penelitian, efek dan resiko yang mungkin

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH DALAM

Majelis Pengawas Daerah (MPD) mempunyai kewenangan khusus yang tidak dipunyai oleh MPW dan MPP, yaitu sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 66 UUJN, bahwa MPD berwenang

Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi Experiential Marketing maka akan semakin tinggi Kepuasan Pelanggan, hasil penelitian Penelitian yang dilakukan oleh

Dari analisis data penelitian menunjukkan adanya poin tertinggi yang diperoleh dari hasil menulis secara berantai (Estafet Writing) dengan kategori sangat baik,