• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY L"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN PROSES BELAJAR BIOLOGI SISWA

KELAS X.1 DI SMA N 1 BANYUASIN III Oleh:

Westy Aqmarcellia Rizky (Guru Biologi SMA N 1 Banyuasin III)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Pendidikan Sekolah melanjutkan, melengkapi dan mengembangkan pendidikan yang sudah dan belum diberikan di keluarga. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mengemban tugas transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni kepada generasi penerus (siswa atau subyek didik), membantu perkembangan siswa secara optimal untuk menemukan jati dirinya, mengemban tugas negara dalam bidang pendidikan sebagaimana digariskan dalam GBHN, dan merupakan pusat kebudayaan dan atau nilai-nilai (Kusumah, 2007:3).

Komponen yang berkaitan dengan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran antara lain adalah pembelajar, peserta didik, pembina sekolah sarana/prasarana, dan proses pembelajaran (Yamin, 2013). Guru sebagai pembelajar berusaha menciptakan kondisi yang diharapkan akan efektif apabila diketahui faktor yang dapat menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses pembelajaran, mengenali masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim pembelajaran, dan menguasai berbagai pendekatan dalam mengelola kelas dan dapat menggunakannya pada waktu dan masalah yang tepat (Yamin, 2013:41). Dalam dunia pendidikan, keterampilan pembelajar untuk dapat membaca situasi kelas sangat penting. Kondisi yang menguntungkan dalam kelas merupakan prasyarat utama bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif.

(2)

namun tidak diimbangi dengan metode yang digunakan. Metode mengajar yang monoton dan tidak bervariasi, serta media pembelajaran yang digunakan juga kurang menarik, menyebabkan tingkat antusiasme siswa rendah. Siswa tidak antusias mengikuti pelajaran karena siswa sendiri yang maju ke depan atau menjelaskan dan guru tidak begitu merespon ataupun memberikan umpan balik sebagai konfirmasi dari penjelasan siswanya. Siswa merasa tidak dibimbing dan belajar sebatas pengetahuan mereka karena penyampaian materi oleh teman sebayanya dianggap tidak jauh berbeda dengan yang telah mereka ketahui sehingga mereka tidak begitu memperhatikan. Kelengkapan dan suasana pembelajaran yang tidak menarik tidak sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 yang menuntut aktif dan kontekstual tidak tercapai. Hal ini menyebabkan konsentrasi siswa terganggu, motivasi belajar yang rendah dan berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa yang rendah. Hasil belajar siswa yang rendah dengan ketercapaian siswa yang berhasil melewati KKM hanya 60% dan 40% siswanya remidial.

Oleh karena itu, perlu diadakan kajian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sangat diperlukan sekali untuk mengatasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang kurang menghasilkan nilai dan proses pembelajaran yang kurang kondusif. Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan ulangan yaitu hasil belajar biologi yang hanya mencapai batas tuntas 60% dan keinginan hasil belajar supaya meningkat maka perlu adanya upaya perbaikan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud untuk meningkatkan hasil dan proses belajar siswa biologi kelas X.1 SMA N 1 Banyuasin III dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning. Harapannya jika hasil dan proses belajar siswa meningkat, maka prestasi siswa juga meningkat.

B. Rumusan Masalah

(3)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk meningkatkan hasil dan proses belajar biologi siswa Kelas X.1 di SMA N 1 Banyuasin III

2. Untuk memperbaiki kinerja guru biologi di SMA N 1 Banyuasin III

3. Untuk meningkatkan kualitas siswa pada pembelajaran biologi di SMA N 1 Banyuasin III

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Dapat meningkatkan hasil dan proses belajar biologi siswa Kelas X.1 di SMA N 1 Banyuasin III

2. Dapat memperbaiki kinerja guru biologi di SMA N 1 Banyuasin III

3. Dapat meningkatkan kualitas siswa pada pembelajaran biologi di SMA N 1 Banyuasin III

E. Kajian Pustaka 1. Siswa

Menurut PP No 32 Tahun 2013,, “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. Peserta didik atau siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespons dengan tindak belajar. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama (Sanjaya, 2009). Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.

(4)

latar belakang meliputi jenis kelamin siswa dan tingkat sosial ekonomi siswa; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap.

2. Pembelajaran Biologi

Menurut PP No 32 Tahun 2013, “Pembelajaran adalah proses interaksi antar Peserta Didik, antara Peserta Didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Smith dan Ragan (Yamin 2013) menyatakan bahwa pembelajaran adalah desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktifitas-aktifitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Jadi, pembelajaran menitik berat pada bagaimana membuat pembelajar mengalami proses belajar, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan cara-cara pengorganisasian materi, cara penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran.

Pembelajaran diartikan sebagai suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Pembelajaran merupakan kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut standar yang berlaku (Yamin, 2013). Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang harus diperhatikan dalam memilih dan menetukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran (Rusman, 2010).

(5)

menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia dan pengetahuan pendukung lainnya.

Pembelajaran biologi merupakan proses interaksi antar komponen pembelajaran dalam upaya pengembangan, penyampaian dan penerimaan informasi dalam memahami konsep dan proses sains yang terjadi dalam lingkup pembelajaran tentang makhluk hidup serta hasilnya dapat diimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terjadi interaksi yang berkesinambungan antar makhluk hidup demi menjaga keberlangsungan hidupnya.

3. Proses Belajar

Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses tersebut, siswa menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mempelajari bahan belajar. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya, sehingga akan mendorong keingintahuan dan kebutuhan siswa dalam belajar (Dimyati, dkk., 2009).

(6)

manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

Dalam proses belajar, ketiga episode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi belajar siswa, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri (Nasution, 2005:9-10).

4. Hasil Belajar

Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan. Bila kita mengajarkan sesuatu, maka siswa harus dapat mengingat dan menjawab bila ia ditanya tentang it, walaupun dalam jnagka waktu yang pendek sekali setelah diajarkan. Jadi, belajar terjadi hanya dapat diketahui bila ada sesuatu yang diingat dari apa yang dipelajari itu. Suatu fakta yang dipelajari harus dapat diingat dengan baik segera setelah diajarkan. Akan tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat terjadi perubahan, karena yang diingat itu dapat dilupakan sebagian atau seluruhnya. Faktornya : jumlah hal yang dipelajari dalam waktu tertentu, adanya kegiatan-kegiatan lain sesudah belajar yang merupakan “interference” yang mengganggu apa yang diingat itu, waktu yang lewat setelah berlangsungnya belajar itu, yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu (Nasution, 2005:141-142).

Perilaku siswa merupakan hasil dari proses belajar. Perilaku tersebut dapat berupa perilaku yang dikehendaki ataupun tidak. Hanya perilaku yang dikehendaki diperkuat dengan latihan atau aplikasi. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa (Dimyati, dkk., 2009).

5. Discovery Learning

(7)

Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).

Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri (Kemendikbud, 2014). Metode yang digunakan untuk mendukung model ini addalah observasi lapangan dan diskusi.

Langkah-langkah pembelajaran model Discovery Learning adalah : perencanaan, pelaksanaan, dan sistem penilaian. Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut: menentukan tujuan pembelajaran, melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya), memilih materi pelajaran, menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) , mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik, mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik, melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik (Kemendikbud, 2014).

(8)

yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.

(1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

(2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

(3) Data collection (pengumpulan data), pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

(4) Data processing (pengolahan data), kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

(9)

(6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi), tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penialaiannya berupa penilaian pengetahuan, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan format penilaian sikap, penilaian proses dan hasil belajar (Kemendikbud, 2014).

6. Pengajuan Hipotesis Tindakan

Dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning maka hasil dan proses belajar biologi siswa meningkat.

F. Metode Penelitian 1. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2015/2016. Direncanakan PTK ini akan berlangsung di SMA Negeri 1 Banyuasin III pada jam pembelajaran biologi sebayak 6 JP dalam setiap minggu yang terangkum dalam 2 kali pertemuan dalam seminggu selama rentang waktu 3 bulan.

Subjek yang digunakan dalam penelitian tentang penerapan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan hasil dan proses belajar biologi adalah siswa kelas X.1 di SMA N 1 Banyuasin III yang berjumlah 32 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. PTK ini dilakukan oleh peneliti dan kolabolator (teman sejawat) yaitu Sella Wahidah sebagai observer ketika proses pembelajaran berlangsung.

(10)

N O

KEGIATAN Juli Agustus September Oktober November Desember

(11)

Seminar hasil penelitian

X

Perbaikan lapran

X

Alokasi Waktu Penelitian

2. Prosedur Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model penelitian Kemmis & Mc. Taggart, yakni siklus sistem yang dilakukan berulang-ulang sampai masalah terselesaikan (Sanjaya, 2010). Model Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti gunakan karena model ini sederhana dan dapat dilaksanakan oleh peneliti. Siklus sistem yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu: (1) tahap kegiatan perencanaan tindakan; (2) tahap kegiatan pelaksanaan tindakan; (3) tahap kegiatan observasi tindakan; dan (4) tahap kegiatan refleksi tindakan. Keempat tahap tersebut merupakan rangkaian kegiatan sebagai satu siklus.

(12)

Pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini, guru sebagai peneliti melakukan kegiatan-kegiatan dari awal sampai akhir secara sistematis. Hal itu dilakukan dengan harapan dapat menyelesaikan masalah secara tuntas dan baik. Rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: Perencanaan penelitian (planing), Pelaksanaan tindakan (action), Observasi tindakan (observation), dan Kegiatan refleksi tindakan (reflection). Berikut akan peneliti uraikan masing-masing tiap langkah kegiatan dari Penelitian Tindakan Kelas ini. Prosedur penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat kegiatan pokok dalam setiap siklus atau putaran, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dilaksanankan hingga 3 siklus

a. Perencanaan

(13)

kesepakatan dengan guru yang akan membantu (kolaborator) tentang sasaran observasi, teknik observasi, dan alat observasi yang akan dipakai pada waktu observasi pelaksanaan tindakan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Persiapan-persiapan yang telah dilakukan secara matang pada tahap perencanaan, selanjutnya dilakukan pelaksanaan tindakan penelitian di kelas X.1 SMA N 1 Banyuasin III sesuai dengan perencanaannya. Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, dilakukan proses pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat pada tahap perencanaan, yakni setiap siklus dilakukan 2 tindakan proses pembelajaran atau pertemuan yang berjumlah 6 JP setiap minggu dalam 3 siklus penelitian. Secara garis besar proses pembelajaran pada setiap pertemuan meliputi kegiatan orientasi umum secara individual, belajar kelompok, presentasi kelompok, tes kelompok, serta tes individual.

Model yang digunakan adalah Discovery Learning dalam setiap kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung sekaligus merencanakan perbaikan pembelajaran pada tindakan selanjutnya. Untuk setiap tahap pembelajran dilakukan tindakan-tindakan bimbingan agar siswa dapat melakukan setiap tahap pembelajaran tersebut dengan baik.

c. Observasi dan Monitoring

Kegiatan observasi dan monitoring akan dilakukan ketika pelaksanaan tindakan dilakukan. Jadi, ketika tatap muka pembelajaran biologi berlangsung, maka kegiatan observasi dan monitoring ini dilakukan. Adapun yang melakukan kegiatan observasi dan monitoring ini adalah peneliti sendiri dan teman sejawat (guru) sebagai kolabolator. Adapun yang menjadi bahan observasi adalah kegiatan pembelajaran biologi dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning di kelas. Dengan demikian, sikap, perilaku, dan hasil belajar siswa serta kegiatan guru dalam mengajar menjadi bahan untuk diobservasi. Alat yang digunakan untuk kegiatan observasi dan monitoring PTK ini adalah pedoman observasi dan catatan lapangan atau catatan harian.

(14)

Kegiatan analisis dan refleksi akan dilakukan oleh peneliti dan kolabolator setelah pelaksanaan tindakan dilakukan. Adapun bahan yang dianalisis adalah data-data hasil observasi dan monitoring. Jadi, data-data dari observasi dan catatan lapangan atau catatan harian akan dianalisis untuk disimpulkan. Berdasarkan analisis inilah peneliti dan kolabolator akan menyimpulkan: apakah tindakan yang diterapkan sudah atau belum berhasil. Jika belum berhasil, dengan mengetahui sebab ketidakberhasilan pada siklus I yang telah dianalisis pemecahannya maka harus dilakukan siklus selanjutnya (siklus II), hingga selesai siklus III.

Ketidakberhasilan suatu siklus dapat terjadi pada waktu pembelajaran yang tidak efisien, pengelompokkan yang besar, perombakan model oleh guru yang belum maksimal menerapkannya, interaksi sosial dan media yang belum terintegrasi secara maksimal. Oleh karena itu penelitian akan dilakukan hingga siklus 3 dengan perbaikan sebab pada siklus 1 dan siklus II hingga permasalahannya terselesaikan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai bahan pertimbangan bagi penentu berhasil atau tidak berhasilnya penelitian ini diperlukan data yang cukup. Data-data tersebut diperoleh melalui teknik-teknik observasi dan kemampuan siswa. Berikut diuraikan teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan tersebut secara pokok.

a. Observasi

Observasi ialah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi ketika tindakan pembelajaran berlangsung, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan interpretasi. Observasi ini menggunakan alat bantu yaitu format pengamatan. Format pengamatan dilakukan oleh guru peneliti ketika pelaksanaan tindakan dan atau setelahnya untuk mencatat hal-hal penting yang terjadi di kelas.

(15)

dengan observer untuk membuat kesepakatan tentang arah dan sasaran observasi. Setelah pelaksanaan observasi, dilakukan lagi konsultasi antara peneliti dengan observer tentang hasil observasi yang dilakukannya. Kegiatan tersebut dilakukan 15 menit setelah proses pembelajaran selesai dilaksanakan.

b. Tes Prestasi Siswa

Tes prestasi siswa yang dimaksud ialah tes untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal-soal Biologi sebagai prestasi atau kecakapan nyata yang dimiliki siswa setelah melaksanakan pembelajaran. Tes prestasi ini dilakukan dengan cara diberikan lembar kerja peserta didik dan soal untuk diselesaikan siswa. Tes yang diberikan merupakan tes formatif perorangan dalam setiap akhir pembelajaran. Acuan penilaian hasil belajar yang diukur dalam tes prestasi siswa tersebut meliputi tahap-tahap proses pemecahan masalah.

4. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam PTK ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data-data yang berupa proses kegiatan pembelajaran. Sementara itu, teknik analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis skor minat belajar biologi siswa sesudah implementasi tindakan dilakukan. Sebagai bahan dasar untuk menentukan hasil penelitian, maka selanjutnya dilakukanlah analisis terhadap data yang diperolehnya.

5. Data Hasil Observasi

Data yang diperoleh melalui tes kemampuan bersifat kualittaif yaitu hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer tentang pelaksanana proses pembelajaran.

6. Data Hasil Tes Prestasi Siswa

(16)

rata-rata siswa. Adapun untuk menghitung nilai kemampuan menyelesaikan soal tiap siswa dengan menggunakan rumus :

N

=

S

max

x 100

Keterangan:

N = Nilai dengan rentangan 1 – 100 ∑S = Jumlah skor yang diperoleh siswa

∑max = Jumlah skor maksimum yang akan diperoleh

Nilai hasil belajar yang diperoleh diinterpretasikan ke dalam bentuk kategori kualitatif. Kategori kualitatif yang digunakan diadaptasi dari Depdiknas (2002) dalam Putra (2009), yaitu dengan ketentuan sebagai berikut di bawah ini,

- 0– 55 = Kurang (D) - 56 – 70 = Cukup (C) - 71 – 85 = Baik (B) - 86 – 100 = Amat baik (A)

Selanjutnya data nilai kemampuan menyelesaikan soal perorangan yang telah dihasilkan dari tes prestasi siswa secara formatif tersebut diinterpretasikan dan dideskripsikan dalam bentuk tabel.

Daftar nilai prestasi siswa kemudian diinterpretasikan secara umum, yaitu melihat kategori umum nilai hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal dalam mata pelajaran Biologi di kelas X.1 tersebut. Kategori umum nilai kemampuan siswa didapat dengan menghitung nilai rata-rata kemampuan siswa tersebut. Nilai rata-rata yang didapat kemudian diinterpretasikan apakah ada peningkatan dari kondisi awal atau tidak. Hasil interpretasi ini selanjutnya dikorelasikan dengan data observasi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran guru dan aktivitas siswa yang kemudian dapat diputuskan berlanjut atau tidaknya sebuah siklus penelitian. Bila ada peningkatan yang signifikan dalam arti bahwa permasalahan penelitian telah terselesaikan dengan baik, maka kegiatan siklus penelitian diakhiri sampai siklus tersebut. Tetapi bila permasalahan belum terselesaikan dengan baik dalam arti belum ada peningkatan hasil belajar siswa, maka kegiatan siklus penelitian dilanjutkan dengan kegiatan siklus berikutnya.

Daftar Pustaka

(17)

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PSDMPK-PMP.

Kusumah, Y, S. 2007. Reformasi Sekolah dalam Membentuk Learning Community. Makalah disampaikan dalam kegiatan Seminar Lesson Study bagi Guru-Guru Sekolah Menengah, pada tanggal 4 Desember 2007 di Majalengka.

Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Salim. Habib. 2012. Sistematika Proposal PTK (Penelitian Tindakan Kelas). http://peteka-guru.blogspot.com/2012/04/sistematika-proposal-ptk-penelitian.html. Diakses pada 09 Oktober 2014.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Hasil analisis data menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli susu UHT adalah harga jual, harga produk saingan, rasa, susunan gizi, Selain itu dari

peningkatan penerapan pembelajaran titrasi asam basa melalui praktikum berbasis inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa,

Akibat dari tidak adanya interpretasi baku dari berlakunya Pasal 28I UUD 1945 sepanjang menyangkut hak hidup sebagai bentuk perlindungan HAM di Indonesia maka yang

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot rumah tangga (yang berbahan dasar rotan) di Toko Mulia Rattan,

Terdapat pengaruh yang signifikan pada pembelajaran dengan model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pesawat sederhana.. Terdapat

Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan konstitusi yang hidup sehingga responsif terhadap perubahan masyarakat, maka penafsiran terhadap kaidah konstitusi

Pejabat Pengadaan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi