• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Tidak Dipenuhinya Kesepakatan Untuk Menikah Terhadap Harta Kekayaan Pemberian Seorang Pria Terhadap Wanita (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 01 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Tidak Dipenuhinya Kesepakatan Untuk Menikah Terhadap Harta Kekayaan Pemberian Seorang Pria Terhadap Wanita (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 01 Pdt.G 2013 PN.Mdn)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan perkawinan

sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, kelak dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam kehidupan

keluarga. Sedangkan hidup sebagai suamiistri diluar perkawinan (pernikahan) adalah

perzinahan.Perzinahan adalah perbuatan terkutuk dan termasuk salah satu dosa besar.

Sudah menjadi kodrat bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam

suatu pergaulan hidup.Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang

telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan.

Perkawinan merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah

satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diatur oleh

aturan-aturan hukum baik yang tertulis (hukum negara) maupun yang tidak tertulis (hukum

adat).1Sekarang ini hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan

adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Di lain pihak

hukum adat yang mengatur mengenai perkawinan dari dulu hingga sekarang tidak

berubah, yaitu hukum adat ang telah ada sejak jaman nenek moyang hingga sekarang

(2)

ini yang merupakan hukum yang tidak tertulis.

Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat. Perkawinan menuntut

kedewasaan dan tanggung jawab serta kematangan fisik dan mental. Untuk itu,

sebelum melangkah ke jenjang perkawinan harus selalu dimulai dengan suatu

persiapan yang matang. Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa

dimulai oleh persiapan yang matang dalam perjalanannya akan banyak mengalami

kesulitan. Apalagi jika perkawinan hanya bertolak dari pemikiran yang sederhana dan

pemikiran emosional semata. Dalam perkawinan dibutuhkan pemikiran yang rasional

dan dapat mengambil keputusan atau sikap yang matang, karena perkawinan itu

sendiri merupakan suatu proses awal dari perwujudan bentuk-bentuk kehidupan

manusia.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 19974 tentang

perkawinan, terdapat beberapa hukum yang mengatur perkawinan diantaranya:2

1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku Hukum Agama yang telah diresipir dalam Hukum Adat.

2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku Hukum Adat.

3. Bagi orang Indonesia asli yang beragama kristen berlaku Huwelijk Ordonantie Christen Indonesia(S. 1993 No.74).

4. Bagi orang Timur Asing Cina dan Warga Negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.

5. Bagi orang Timur Asing lain-lainnya dan Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum adat mereka masing-masing. 6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan eropa dan

yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(3)

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangperkawinan tujuan

perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu syarat untuk dapat mewujudkan

tujuan perkawinan adalah bahwa para pihak yang akan melakukan perkawinan telah

masak jiwa raganya. Oleh karena itu di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan ditentukan batas umur minimal untuk melangsungkan

perkawinan.

Ketentuan mengenai batas umur minimal tersebut terdapat di dalam Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa "Perkawinan

hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah

mencapai usia 16 tahun".

Diantara hikmah dari sebuah pernikahan ialah:3

1. Pemeliharaan terhadap masing-masing dari sepasang suami-istri dan penjagaan terhadap keduanya.

2. Menjaga masyarakat dari kejelekan dan rusaknya akhlak sehingga kalau sekiranya tidak ada pernikahan sungguh niscaya tersebarlah berbagai bentuk akhlak yang jelek di antara kaum pria dan wanita.

3. Masing-masing dari pasangan suami istri dapat merasakan kesenangan satu sama lainnya dengan ditunaikan kewajiban baginya dari hak-hak dan hubungan kekeluargaan. Sehingga seorang lelakilah yang akan memelihara wanitanya dan yang akan menunaikan nafkah bagi wanita tersebut baik berupa makanan, minuman, tempat tinggal maupun pakaian dengan baik.

4. Merupakan sarana untuk menyembungkan antara keluarga dan suku sehingga berapa banyak dua keluarga yang saling berjauhan tidak saling mengenal satu sama lainnya, dengan adanya pernikahan menghasilkan kedekatan dan hubungan di antara keduanya.

5. Melanggengkan suatu jenis manusia dengan jalan yang benar sehingga

(4)

pernikahan itu menjadi sebab bagi (kelangsungan) keturunan yang menyebabkan berlangsungnya (kehidupan) manusia.

Lelaki dan wanita lajang hendaklah menyiapkan diri menuju pernikahan yang

sesuai dengan tuntunan agama dan aturan negara.Jika belum memiliki cukup

kekuatan motivasi untuk menikah, perhatikanlah berbagai tujuan mulia dari

pernikahan yang dituntunkan agama.Menikah itu bukan semata-mata penyaluran

hasrat biologis, namun menikah merupakan sarana terbentuknya masyarakat, bangsa

dan negara yang kuat serta bermartabat.4

Terlepas dari mulianya tujuan dan maksud suatu pernikahan maka banyak

upaya-upaya masyarakat untuk dapat mewujudkan pernikahannya. Salah satu konsep

yang hidup di tengah masyarakat tersebut adalah apa yang disebut dengan istilah

berpacaran. Namun tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang

pernikahan. Banyak diantara pemuda dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa

ketertarikan semata, sebab dari sisi kedewasaan, usia, kemampuan finansial dan

persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka sangat belum siap.Secara

lebih khusus, ada yang menganggap bahwa masa pacaran itu sebagai masa

penjajakan, media perkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar

keduanya. Semua itu dilakukan karena nantinya mereka akan membentuk rumah

tangga. Dengan tujuan itu, sebagian norma di tengah masyarakat membolehkan

pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu

4

(5)

melakukan aktifitasnya.

Suatu hal yang dipercaya lahir dari proses berpacaran tersebut adalah adanya

upaya untuk saling mengenal pribadi masing-masing bagi insan yang melakukannya,

dan dipercaya tahap pacaran oleh sebagian pelakunya adalah langkah ke depan untuk

seterusnya dapat melangsungkan pernikahan. Sebagian lagi pelaku pacaran

menganggap bahwa pacaran adalah masa untuk mengumbar janji, dan sebagian

lainnya berupaya untuk memperkaya diri sendiri dengan konsep pacaran.Apapun

tujuan pacaran tentunya berbeda konsep dan tujuannya bagi individu yang

melakukannya.

Terdapat berbagai variasi dari pelaksanaan perkawinan di Indoneia

diantaranya perkawinan yang tidak dicatatkan dikenal dengan berbagai istilah seperti

kawin bawah tangan, nikah siri, nikah secara agama, yakni perkawinan yang

dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor

pencatatan nikah, nikah tamasya, yakni perkawinan yang dipublikasikan di media

masa dan tidak dicatatkan di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang

beragama Islam, kantor catatan sipil bagi yang beragama non Islam.

Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, pencatatan kelahiran, pencatatan kematian, demikian pula pencatatan

perkawinan dipandang sebagai suatu peristiwa penting, bukan suatu peristiwa

hukum.5 Akta nikah dan pencatatan perkawinan bukan merupakan satu-satunya alat

(6)

bukti mengenai adanya perkawinan atau keabsahan perkawinan, karena itu akta nikah

dan pencatatan perkawinan adalah sebagai alat bukti tetapi bukan alat bukti yang

menentukan. Karena yang menentukan keabsahan suatu perkawinan adalah menurut

agama.6

Pembahasan yang akan dicoba diteliti dalam penelitian proposal ini adalah

untuk melihat suatu akibat hukum tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah oleh

salah satu satu pasangan, sementara pasangan yang lain telah berkoban secara

material sewaktu berlangsungnya masa pacaran tersebut.

Keadaan sebagaimana digambarkan dari latar belakang uraian di atas banyak

terjadi di tengah masyarakat.Dimana pasangan yang sudah berjanji saling menikah

dan melengkapi janji-janji tersebut dengan persiapan untuk berumah tangga seperti

rumah dan peralatannya serta hal-hal lainnya kandas di tengah jalan.Selain

memberikan suatu akibat kerugian material berupa harta benda maka batalnya

pernikahan yang yang telah direncanakan juga secara moril memberikan akibat

kepada masing-masing pasangan.

Sebagai bahan kajian dalam penelitian tesis ini adalah Putusan Pengadilan

Negeri Medan 01/Pdt.G/2013/PN Mdn antara Penggugat Herman Surya, yang

memberi kuasa kepada Zakaria Bangun dan Ramlin Barus melawan Tergugat

Indriany Kusuma.

Sengketa antara para pihak sebagaimana disebutkan di atas bermula di sekitar

dalam Sistem Hukum Nasional antara Realitas dan Kepastian Hukum, di Hotel RedTop, pada hari sabtu tanggal 1 Agustus 2009, hal.4.

(7)

tahun 2004, dimana antara pengggugat dan tergugat bermaksud membina rumah

tangga, dan pada tanggal 6 Juni 2006 penggugat ada membeli satu pintu bangunan

bertingkat bentuk Ruko 3 (tiga) lantai berikut tanah pertapakannya, awalnya untuk

tempat tinggal bersama antara penggugat dengan tergugat, yang terletak di Jalan

Brig.Jend.Katamso No.375-B Medan, pada waktu itu dibuat keatas nama tergugat.

Kemudian rumah tersebut dengan biaya dari penggugat direnovasi. Selain itu

penggugat juga ada memberikan uang pinjaman tunai kepada tergugat sebesar Rp.

62.000.000,. (enam puluh dua juta rupiah). Sehingga apabila ditotal keseluruhan uang

pinjaman yang telah dibayarkan oleh penggugat kepada tergugat sebagaimana

disebutkan diatas berjumlah sebesar Rp.1.052.821.500. (satu milyar lima puluh dua

juta delapan ratus dua puluh satu ribu lima ratus rupiah).

Ternyata hubungan antara penggugat dengan tergugat yang seyogyanya

dilanjutkan dengan perkawinan seutuhnya tidak dilanjutkan walaupun secara adat

Tionghoa telah dilakukan pesta pernikahan di restoran Benteng Medan, dan

akhir-akhir ini tergugat menghindar dan bermaksud menguasai seluruh harta yang dibeli

dengan uang penggugat yaitu Tanah dan Bangunan berlantai 3 (tiga) yang terletak di

Jalan Brigjend Katamso No.375-B, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun,

Kota Medan.

Peristiwa selanjutnya tergugat tidak mengembalikan hhutangnya kepada

penggugat, penggugat mengalami kerugian dan kerugian mana wajar dan beralasan

untuk ditanggung oleh tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar 2%(dua persen)

(8)

ribu lima ratus rupiah) untuk setiap bulannya yang dihitung mulai sejak gugatan ini

diajukan ke Pengadilan sampai tergugat melunasi semua hhutangnya kepada

penggugat.

Berdasarkan kasus di atas maka dapat dilihat bahwa sengketa yang muncul

adalah disebabkan tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah. Suatu hal yang

menarik dari keadaan di atas adalah bahwa pemberian yang didasari pada bentuk

cinta kasih telah berujung pada sengketa yang dibawa penyelesaiannya ke depan meja

hijau, bukan dengan dasar perkawinan tetapi dengan dasar terjadinya hhutang

pihutang. Kenyataan ini menjadi lebih menarik lagi tatkala hakim dalam putusannya

No. 01/Pdt.G/2013/PN Mdn menerima gugatan penggugat untuk sebagian.Dengan

putusan tersebut maka dapat dikualifikasi bahwa suatu pemberian yang awalnya

adalah suatu bentuk perwujudan dari rasa kasih dan sayang dapat diklaim kembali

menjadi suatu bentuk hhutang pihutang.

Kondisi dari uraian tersebut menjadi daya tarik bagi penelitian untuk

menuangkannya dalam bentuk suatu penelitian karya ilmiah dengan judul “Akibat

Hukum Tidak Dipenuhinya Kesepakatan Untuk Menikah Terhadap Harta Kekayaan

Pemberian Seorang Pria Terhadap Wanita (Analisis Putusan Pengadilan Negeri

Medan Nomor: 01/Pdt.G/2013/PN.Mdn)".

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam pelaksanaan penelitian tesis ini adalah:

1. Bagaimana pandangan hukum menurut KUHPerdata atas uang pemberian seorang

(9)

tersebut tidak terlaksana?

2. Bagaimana kedudukan hukum kesepakatan untuk menikah terhadap harta

pemberian salah satu pasangan sebelum pernikahan dilangsungkan?

3. Bagaimana hak menuntut pihak pria atas harta pemberian yang dikuasai pihak

wanita yang tidak jadi menikah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk

lebih mendalami segala aspek kehidupan, di samping itu juga merupakan sarana

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis.7

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum atas uang pemberian seorang pria kepada

seorang wanita dengan tujuan untuk menikah padahal pernikahan tersebut tidak

terlaksana.

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum kesepakatan untuk menikah terhadap harta

pemberian salah satu pasangan sebelum pernikahan dilangsungkan.

3. Untuk mengetahui hak menuntut pihak pria atas harta pemberian yang dikuasai

pihak wanita yang tidak jadi menikah.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

(10)

1. Secara teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui dan juga

mengembangkan Ilmu Hukum Kenotariatan pada umumnya, khususnya

dilanggarnya kesepakatan untuk menikah dan akibatnya kepada harta kekayaan

pemberian seorang pria kepada calon istrinya, serta menambah pengetahuan dan

wawasan juga sebagai referensi tambahan pada program studi Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi

masyarakat secara umum maupun juga pengadilan berkenaan dengan

dilanggarnya kesepakatan untuk menikah dan akibatnya kepada harta kekayaan

pemberian seorang pria kepada calon istrinya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan tesis

ini belum pernah dilakukan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Sumatera Utara.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian

yang dilakukan peneliti lebih memfokuskan pada analisis hukum tentang akibat

hukum tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah terhadap harta kekayaan

(11)

Pengadilan Negeri Medan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:

01/Pdt.G/2013/PN.Mdn, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi judul,

permasalahan serta metode penelitian belum pernah dilakukan oleh peneliti lain,

maka berdasarkan hal tersebut, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung

jawabkan.

Meskipun demikian ada beberapa judul tesis yang dapat diajukan memiliki

suatu hubungan dengan judul penelitian tesis di Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, yaitu:

1. Fitrianty Chuzaiman, Kedudukan Perjanjian Perkawinan dan Akibat Hukumnya

Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam, tahun 2009. Penelitian tesis ini mengetengahkan

permasalahan:

a. Bagaimanakah kedudukan perjanjian perkawinan dalam UU No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan?

b. Bagaimanakah kedudukan perjanjian perkawinan dalam Kompilasi Hukum

Islam?

c. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan perjanjian

perkawinan dan penyelesaiannya?

2. Ahmad Yani, Analisis Yuridis Hak Istri ke-2 dan Seterusnya Atas Harta

Perkawinan Dalam Perkawinan Poligami Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, tahun 2010. Penelitian tesis ini mengambil

(12)

a. Bagaimanakah hak istri ke-2 dan seterusnya atas harta perkawinan menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bila

perkawinannya putus?

b. Bagaimanakah pembagian harta bersama perkawinan poligami menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

c. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam memberikan keputusan pembagian

harta perkawinan poligami?

Penulis bertanggung jawab sepenuhnya apabila ternyata dikemudian hari

dapat dibuktikan bahwa penelitian ini merupakan plagiat atau duplikasi dari

penelitian yang sudah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi,8dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.9Kerangka teori adalah

kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau

permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.10 Fungsi teori

dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/ petunjuk dan meramalkan

serta menjelaskan gejala yang diamati. Menurut teori konvensional, tujuan hukum

8

J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,(Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

9Ibid., hal. 16.

(13)

adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.11

Menurut W. Friedman, suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang

sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara

pribadi-pribadi tersebut.12 Pembahasan tentang hubungan perjanjian para pihak pada

hakekatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dalam masalah keadilan.

Perjanjian sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu dan lain pihak

menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil.

Berdasarkan uraian di atas maka sebagai wacana dalam penelitian ini diangkat

teori keadilan.Sama halnya dengan konsep hukum yang abstrak, maka demikian pula

konsep tentang keadilan merupakan konsep abstrak dan bersifat subjektif, sesuai nilai

yang dianut masing-masing individu dalam masyarakat.13

Hukum lahir karena adanya tuntutan-tuntutan instrumental terhadap pemeirntah.

Bagaimanapun hukum tidak mungkin dipisahkan dari keberadaan suatu

pemerintah, karena seperti yang pernah dikatakan oleh Donald Black, hukum adalah

pengendalian sosial oleh pemerintah.14Memang benar tidak semua aturan hukum

dibuat oleh pemerintah tetapi suatu aturan barulah dapat dikatakan aturan hukum jika

berlakunya memperoleh legitimasi oleh Pemerintah.

11Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofi dan sosiologi). (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 85.

12W. Friedman, Teori Dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus Atas Teori-Teori Hukum, Diterjemahkan Dari Buku Aslinya Legal Theory, Terjemahan Muhammad.(Bandung: Mandar Maju, 1997), hal. 21.

13

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hal. 223.

(14)

Demikian juga halnya dalam kaitannya dengan akibat hukum tidak

dipenuhinya kesepakatan untuk menikah terhadap harta kekayaan pemberian seorang

pria terhadap wanita maka harta pemberian tersebut harus dikembalikan kepada pria

tersebut karena hal utama sebab pemberian tidak menjadi kenyataan yaitu

perkawinan. Peraturan dasar perkawinan yang diwujudkan dalam Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia adalah suatu aturan yang berlaku

secara nasional dan memperoleh legitimasi oleh pemerintah perihal perkawinan dan

hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan. Hanya saja dalam perwujudannya di

tengah masyarakat maka ada hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan yang muncul ke permukaan seperti masalah

pemberian seorang pria kepada seorang wanita dengan adanya tujuan yang igin

dicapai yaitu perkawinan, maka dalam kapasitas ini hukum sebagai wujud

perkembangan masyarakat berusaha menampung keadaan tersebut melalui teori

keadilan.

Teori lain yang berhubungan dengan pembahasan di atas adalah teori

kemanfaatan hukum (utilitarian theory).Utilitarianisme pertama kali dikembangkan

oleh Jeremi Bentham (1748-1831).Persoalan yang di hadapi oleh Bentham pada

zaman itu adalah bagaimana menilai baik Buruknya suatu kebijakan sosial politik,

ekonomi, dan legal secara moral. Dengan kata lain bagaimana menilai suatu

kebijakan publik yang mempunyai dampak kepada banyak orang secara moral.

Berpijak dari uraian tersebut, Bentham menemukan bahwa dasar yang paling objektif

(15)

manfaat atau hasil yang berguna atau, sebaliknya kerugian bagi orang-orang yang

terkait.15

Bila dikaitkan apa yang dinyatakan Bentham pada hukum, maka baik

buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh

penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru bisa di nilai baik, jika

akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan

sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan. Dan sebaliknya dinilai buruk jika

penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya

memperbesar penderitaan. Sehingga tidak salah tidak ada para ahli menyatakan

bahwa teori kemanfaatan ini sebagai dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran

hukum.Prinsip utama dari teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum.

Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar

rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan

akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka

isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara.16

Dengan keadaan tersebut maka akibat hukum tidak dipenuhinya kesepakatan

untuk menikah terhadap harta kekayaan pemberian seorang pria terhadap wanita

harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kemanfaatan bagi masyarakat

yang diatur dalam hukum itu sendiri.Definisi perjanjian telah diatur dalam Pasal 1313

15

Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 93-94.

(16)

KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeenkomstdalam

bahasa Belanda.Kataovereenkomsttersebut lazimnya diterjemahkan juga dengan kata

perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sama artinya

dengan perjanjian.

Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.

Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian

merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai

wilsovereenstemming(persesuaian kehendak/kata sepakat).17

Perbedaan pandangan di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang

berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan, yang dilakukan oleh

subjek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum.

Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai

istilah perjanjian tersebut.Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion

doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum yang didasarkan atas kata sepakat

untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno,

yang mengatakan bahwa ”perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak

atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.18

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana

17Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985), hal.97.

(17)

seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.19 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu

perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.20 Sri Soedewi Masjchoen

Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum di mana

seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.21

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses

interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh

pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai

kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah

pihak.Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk

tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak

sah.Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata merupakan alat

pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya (bestaarwaarde) itu.22

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, di antaranya perjanjian

bernama (benoemd) dan perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst).

Perjanjian bernama atau perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama

19R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,(Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hal. 36.

20R.Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Bina Cipta, 1987), hal. 49.

21

Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan,(Yogyakarta: Liberty Offset, 2003), hal.1.

(18)

oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi

sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH

Perdata.Kemudian di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama,

yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam KUH Perdata,

tetapi terdapat di dalam masyarakat.

Jumlah perjanjian ini tidak berbatas dengan nama yang disesuaikan dengan

kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya. Lahirnya perjanjian ini di dalam

praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau

partij otonom.23

Pasal 1319 KUH Perdata menegaskan semua perjanjian, baik yang

mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu,

tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. Ketentuan

yang mengatur mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUH Perdata, yang

memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan,

sehingga hanya berfungsi mengatur saja.

Hukum perjanjian sendiri tercantum dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri

dari 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan 1864 KUH

Perdata. Adapun syarat mengenai sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata, yaitu:24

a. Adanya kata sepakat

23Ibid.,hal. 67.

(19)

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian c. Adanya suatu hal tertentu

d. Adanya sebab yang halal.

Dalam perjanjian juga dilandasi oleh beberapa asas, yaitu:25

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan berkontrak kepada para pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, serta d. Menentukan bentuk perjanjiannya, baik lisan maupun tertulis. 2. Asas Konsensualisme (consensualism)

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata, yang mana menentukan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang berjanji untuk mengikatkan diri. Asas ini menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak saja. 3. Asas Kepastian Hukum (facta sunt servanda)

Asas ini merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asasfacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati subtansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Maka daripada itu tidak diperbolehkan adanya suatu intervensi terhadap suatu subtansi kontrak yang dibuat oleh para pihak yang terkait di dalamnya.

4. Asas Itikad Baik(good faith)

Asas ini tercantum dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini menjelaskan bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur diwajibkan untuk melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

5. Asas Kepribadian(personality)

Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.

Dalam membuat suatu perjanjian, selain harus terpenuhinya syarat-syarat

(20)

sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata seperti tersebut diatas, di

perlukan pula asas-asas yang melandasinya, maka dalam hal ini dipergunakan asas

kebebasan berkontrak yang dapat dikaitkan dalam penilitian ini. Asas kebebasan

berkontrak ini sendiri memberikan kesempatan bagi para pihak untuk

sebebas-bebasnya menimbang dan mencantumkan hasil buah fikiran atau pendapat atau

keinginan para pihak, yang kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian dengan tetap

mengindahkan undang-undang yang berlaku.

Kebebasan berkontrak memiliki kaitan dengan penyelesaian perselisihan

yangtimbul dari kontrak/perjanjian. Artinya para pihak bebas memilih/menentukan

cara mereka menyelesaikan sengketa tersebut.Penyelesaian sengketa tersebut dapat

dilakukan melalui pengadilan (litigasi) atau pun di luar pengadilan (non

litigasi).Begitu pentingnya sengketa untuk diselesaikan secepat dan seefisien

mungkin, agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar, maka pada kesempatan

ini, akandikaji lebih lanjut penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian

sengketa di luar pengadilan memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan

penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang telah memiliki sistemnya tersendiri.

Demikian pula halnya dengan kesepakatan untuk menikah, tentunya memiliki

efektivitas bagi para pihak yang melakukan kesepakatan tersebut seperti

mempersiapkan segala sesuatu untuk melangsungkan suatu perkawinan.Kesepakatan

untuk menikah juga secara lahiriah melahirkan suatu sikap emosi tertentu terhadap

salah satu pasangannya sehingga melahirkan pemberian-pemberian yang merupakan

(21)

Apabila kesepakatan untuk menikah tersebut kemudian dibatalkan oleh salah

satu pihak, maka pihak lainnya yang telah berkorban memberikan sejumlah harta

kepada pasangan lainnya tentunya mengalami kerugian yang sedemikian rupa.Oleh

sebab itu pihak yang membatalkan kesepakatan dan telah menerima sejumlah harta

tersebut harus dapat mengembalikannya kepada pasangan lainnya.

2. Konsepsi

Konsep merupakan hal-hal yang dianggap penting sehingga digunakan dalam

hukum, konsep ini sama pentingnya dengan asas maupun standard. Konsep adalah

suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu Peranan proses

yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.26 Kerangka

konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27 Konsep dalam penelitian adalah

untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.28

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi

operasional.29Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu

pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis yang seringkali

bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi

pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu

26

Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 397. 27Op.Cit., hal.7.

(22)

hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari

sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.30

Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan

dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menguraikan beberapa konsepsi

dan pengertian dari istilah yang digunakan sebagaimana yang terdapat di bawah ini:

a. Akibat hukum adalah akibat daripada perbuatan seseorang yang bertentangan

dengan hukum.

Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh

suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.Tindakan

yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan

guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.31Lebih jelas lagi

bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan

hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau

akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang

bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.32Akibat

hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek

hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jualbeli maka telah

lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut yakni ada subyek

hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang dan mempunyai

30

(23)

kewajiban untuk membayar barang tersebut. Begitu sebaliknya subyek hukum

yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia

mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan

yang dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat

hukum.33

b. Tidak dipenuhinya kesepakatan artinya dilanggarnya kesepakatan yang

diperbutan oleh para pihak. Dilanggarnya kesepakatan dalam kajian hukum

perdata disebut dengan wanprestasi.

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan: “Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu

prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi

dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah

pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk

wanprestasi”.34Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa:

“Apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak

melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.35

c. Menikah adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang didalamnya

terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belaah pihak. Janji setia yang terucap

merupakan sesuatu yang tidak mudah diucapkan.

Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mendefinisikan

33 Ahmad Rifa'i, "Akibat Hukum", Melalui http://ahmad-rifai-uin.blogspot.com/2013/ 04/akibat-hukum.html, Diakses tanggal 28 Juni 2014.

34

(24)

pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Adapun Pasal 2

Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan: “Perkawinan menurut hukum Islam

adalah pernikahan, yaitu suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidza

untuk memenuhi perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakekatnya, mempunyai metode penelitian

masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian.36Kata metode berasal dari yunani “Methods” yang berarti cara atau jalan

sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja

untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.37

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif.yuridis normatif yang dimaksud

pada penelitian ini adalah, berusaha melakukan pendekatan terhadap dasar hukum

dan menganalisa permasalahan yang ada. Menganalisa hukum baik yang tertulis,

maupun yang di putuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.

Sifat penelitian adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan

untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual, dan akurat

36

Jujun S.Suria Sumantri,Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 328.

(25)

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki38 perihal

akibat hukum tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah terhadap harta kekayaan

pemberian seorang pria terhadap wanita (analisis putusan Pengadilan Negeri Medan

Nomor: 01/Pdt.G/2013/PN.Mdn), maksudnya bahwa penelitian ini menelaah dan

menjelaskan serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku ologi

berkenaan dengan akibat hukum tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah

terhadap harta kekayaan pemberian seorang pria terhadap wanita dan analitis di

artikan sebagai kegiatan menganalisa data secara komferenshif tentang akibat hukum

tidak dipenuhinya kesepakatan untuk menikah terhadap harta kekayaan pemberian

seorang pria terhadap wanita, dan ditujukan untuk membatasi kerangka studi pada

suatu pemberian, suatu analisis, atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan

untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.

2. Sumber Data

Data penelitian ini meliputi:

a. Data sekunder.

Yaitu data yang didapatkan melakukan penelitian lapangan yang dilakukan di

Pengadilan Negeri Medan.

b. Data Primer:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah

yang baru maupun pengertian baru mengenai studi gagasan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan seperti KUH Perdata, Undang-Undang Nomor

(26)

1 Tahun 1974 tentang perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan pelajaran mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah

lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum

sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahwa hukum penunjang yang memberi penunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus, majalah maupun internet sebagai pendukung.

3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Untuk mengumpulkan data

sekunder maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca,

mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder

maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

yaitu merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam

pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.39

Metode ini tidak bisa dipisahkan dengan pendekatan masalah, spesifikasi

(27)

penelitian, dan jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian yang dilakukan.

Analisis kualitatif merupakan suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analitis.40

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang

terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah,

peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media

cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi

kepustakaan.Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara

sistematik, kemudian diolah dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif.

Setelah pengolahan data selesai dilakukan maka akan ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode deduktif, sehingga diharapkan akan dapat memberikan

jawabanatas permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Referensi

Dokumen terkait

Urbanisasi dalam arti proses pengkotaan hakekatnya menggam- barkan proses perubahan dan suatu wilayah dengan masyarakatnya yang semula adalah desa atau bersifat

Alat yang akan direalisasikan dalam skripsi ini adalah membuat mesin pencacah eceng gondok kemudian membuat tabung digester fermentasi untuk dibuat biogas.. Blok

Disarankan mengenai tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan selain penyelidik Polri pejabat kehutanan tertentu hendaknya diberikan kewenangan

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1 Pelaksanaan Bimbingan belajar dilakukan setelah menghadapi UTS, pelaksnaanya di lakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah

Berdasarkan putusan majelis hakim di Pengadilan Militer (DILMIL) II-09 Bandung Nomor 63-K/PM.II-09/AD/III/2013 Tahun 2013 mengenai dijatuhkannya hukuman pidana mati

Perencanaan, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi, 1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menggunakan Cooperative Leaarning Tipe TPS (Think

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Soppeng memiliki: persepsi siswa tentang peran guru dengan kategori tinggi; (2)

Dalam penelitan ini citra merek terbukti b memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelians ecara signifikan, besarnya pengaruh citra merek dalm keputusan pembelian