14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. UMUM
Dalam merencanakan suatu perkerasan jalan raya dibutuhkan pengetahuan yang baik dalam merencanakannya, baik dalam segi material pengisi bahan-bahan tiap lapisan perkerasan dan juga proses pengerjaan struktur perkerasan jalan raya
tersebut. Setiap orang dapat merencanakan perkerasan jalan raya dengan asumsi-asumsi sesuai keinginan, namun rancangan perkerasan tersebut belum tentu
memberikan hasil yang diinginkan oleh perencana baik dari segi kesanggupan perkerasan dalam menahan beban kendaraan maupun ketahanan perkerasan dari kerusakan (failure).
Perkerasan jalan merupakan campuran antara material pengisi lapisan jalan dengan bahan pengikat sebagai perekat antar partikel material tersebut untuk
membentuk suatu lapisan yang kokoh dalam mendukung beban yang ada diatas perkerasan tersebut. Dibawah lapisan perkerasan ini terdapat lapisan-lapisan lainnya
yang terdiri dari material tertentu sesaui dengan perencanaan, yang berguna sebagai pendukung dan mendistribusikan beban yang diterima oleh lapisan permukaan ke lapisan paling bawah.
Dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2011) mengatakan bahwa fungsi perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area permukaan tanah dasar yang
15 dasar tidak mengalami deformasi berlebihan selama masa pelayanan perkerasan.
Secara umum, fungsi perkerasan jalan adalah :
Untuk memberikan struktur yang kuat dalam mendukung beban lalu lintas.
Untuk memberikan permukaan rata bagi pengendara.
Untuk memberikan kekesatan atau tahanan gelincir (skid resistance) di
permukaan perkerasan.
Untuk mendistribusikan beban kendaraan ke tanah dasar secara memadai,
sehingga tanah dasar terlindung dari tekanan yang berlebihan.
Untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan cuaca.
Setelah melihat fungsi umum dari suatu perkerasan seperti di atas, perencana perkerasan jalan raya harus benar-benar merencanakan atau mendesain suatu
perkerasan dengan baik. Karena suatu kesalahan pada perencanaan ataupun pelaksanaan pengerjaannya akan berpengaruh terhadap fungsi perkerasan bagi pengguna jalan. Perkerasan jalan raya yang telah di rencanakan diharapkan dapat
memiliki peforma yang baik sampai jangka waktu tertentu yang telah di rencanakan sebelum perkerasan mengalami perbaikan. Kinerja suatu perkerasan jalan salah satunya dapat dilihat dari kemampuannya menerima beban (beban kendaraan yang
melintas) dimana beban ini terjadi secara berulang-ulang di atas perkerasan tersebut. Apabila kendaraan dengan beban yang berbeda-beda melintas di atas perkerasan, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Meskipun deformasi tersebut kecil,
tetapi apabila terjadi secara berulang-ulang ditambah lagi apabila muatan suatu kendaraan berlebih, perkerasan tersebut dapat kehilangan kekuatannya. Apabila telah
16 sebelumnya akan terganggu. Dan menimbulkan rasa tidak aman dan tidak nyaman
pada pengguna jalan. Agar menjaga keawetan dan keekonomisan suatu perkerasan dibuat berlapis-lapis.
Menurut Federal Highway Administration (FHWA, 2006) dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2011) komponen-komponen perkerasan meliputi :
Lapis aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tanah gesek,
dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.
Lapis perkerasan terikat atau tersementasi (aspal atau beton) yang
memberikan daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air
yang masuk ke dalam material tak terikat di bawahnya.
Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course) tak
terikat yang memberikan tambahan kekuatan (khususnya untuk perkerasan lentur), dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur
perkerasan, serta pengaruh degradasi yang lain (erosi dan intrusi butiran halus).
Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang
seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapis material perkerasan di atasnya.
Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem
perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan tanah dasar.
Berdasarkan bahan pengikat yang terdapat pada perkerasan jalan, jenis
17 a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkeran Lentur atau disebut juga perkerasan aspal (Asphalt Pavement) merupakan perkerasan dengan aspal sebagai bahan
pengikatnya. Lapisan aspal bertindak sebagai lapisan permukaannya dengan didukung oleh lapisan pondasi dan lapisan pondasi bawah granuler yang dihamparkan di atas tanah dasar.
Pada umumnya, lapisan perkerasan lentur terdiri dari ; lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi (base course), dan lapisan
pondasi bawah (subbase course).
Gambar 2.1 Perkerasan Lentur
Namun, dibeberapa perencanaan perkerasan jalan lentur, lapisan pendukung seperti lapisan pondasi dan/atau lapisan pondasi bawah tidak
digunakan yaitu pada jenis perkerasan lentur full dept, dimana aspal digunakan diseluruh kedalamannya. Dalam kasus lain, terdapat
18 b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku atau sering juga disebut dengan perkerasan beton merupakan perkerasan yang menggunakan bahan semen (beton) sebagai
lapisan permukaannya. Lapisan semen ini bentuk menjadi pelat beton semen Portland yang diletakkan di atas lapisan pondasi bawah (subbase). Pelat beton ini dapat menggunakan tulangan ataupun tanpa tulangan
tergantung dari perencanaan. Dalam beberapa kasus, di atas pelat beton dilapisi lapisan aspal.
Gambar 2.2 Perkerasan Kaku
c. Perkerasan Komposit (Composite Pavement)
Perkerasan Komposit merupakan gabungan antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku. Perkerasan lentur terdapat diatas perkerasan
kaku, atau sebaliknya. Lapisan komposit biasanya dapat ditemukan pada kasus overlay dimana adanya penambahan lapisan aspal di atas lapisan
19 Pemilihan perkerasan yang akan dipakai pada suatu perencanaan perkerasan
jalan harus diperhatikan dengan baik. Karena masing-masing jenis perkerasan seperti yang dijelaskan sebelumnya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
perencanaannya. Faktor biaya juga perlu diperhitungkan dalam memilih jenis perkerasan apa yang akan dipakai, agar dengan biaya ekonomis menghasilkan jalan yang aman dan nyaman sesuai standar perencanaan yang ada. Untuk lebih
mengetahui perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
No Perkerasan kaku Perkerasan lentur
1 Komponen perkerasan terdiri dari pelat beton yang terletak di atas tanah atau lapisan material granuler pondasi bawah (subbase)
Komponen perkerasan terdiri dari lapisan aus, pondasi atas (base) dan pondasi bawah (subbase)
2 Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tinggi
Digunakan untuk semua kelas jalan dan tingkat volume lalu lintas
3 Pencampuran adukan beton mudah dikontrol
Pengontrolan kualitas campuran lebih rumit
4 Umur rencana dapat mencapai 20 - 40 tahun
Umur rencana lebih pendek, yaitu sekitar 10 - 20 tahun, jadi kurang dari perkerasan kaku
5 Lebih tahan terhadap drainase yang buruk
Kurang tahan terhadap drainase yang buruk
6 Biaya awal pembangunan lebih tinggi Biaya awal pembangunan lebih rendah 7 Biaya pemeliharaan kecil. Namun,
jika terjadi kerusakan biaya pemeliharaan lebih tinggi
Biaya pemeliharaan besar
8 Kekuatan perkerasan lebih ditentukan oleh kekuatan pelat beton
Kekuatan perkerasan ditentukan oleh kerjasama setiap komponen lapis perkerasan
9 Tebal struktur perkerasan adalah tebal pelat betonnya
Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan pembentuk perkerasan di atas tanah dasar
10 Perkerasan dibuat dalam panel-panel (untuk tipe JPCP dan JRCP), sehingga dibutuhkan sambungan-sambungan (kecuali tipe CRCP)
Tidak dibuat dalam panel-panel, sehingga tidak ada sambungan
20 II.2. FLEXIBLE PAVEMENT (PERKERASAN LENTUR)
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu
lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri (Silvia Sukirman, 1992). Beban yang diterima berupa beban kendaraan yang melintas di atas perkerasan akan diteruskan atau dengan kata lain akan didistribusikan ke
lapisan dibawahnya. Lapisan di bawah perkerasan akan meneruskan beban ke lapisan bawahnya sampai ke tanah dasar. Pada lapisan paling bawah yaitu lapisan tanah
dasar (subgrade) akan meberikan perlawanan yaitu gaya ke atas sebagai bentuk gaya dukung atas beban yang yang diterima oleh lapisan perkerasan.
Dalam buku Silvia Sukirman (1992), kinerja perkerasan jalan jalan (pavement peformance) meliputi 3 hal, yaitu :
Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak
antara ban dan permukan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstru permukaan jalan, kondisi cuaca dan
lainnya.
Wujud perkerasan (struktural perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik
dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan
lainnya.
Fungsi pelayanan (fungtional performance), sehubungan dengan bagaimana
perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud
21 a. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan (surface course) merupakan lapisan yang terletak paling atas posisinya dari suatu perkerasan lentur, lapisan ini adalah lapisan yang
bersentuhan langsung dengan beban kendaraan atau dengan kata lain lapisan yang pertama kali menerima beban kendaraan. Secara umum, lapisan permukaan memliki fungsi sebagai berikut :
Menahan beban roda. Karena posisi letak lapisan permukaan ini yang
berada paling atas, maka lapisan ini berhubungan langsung dengan beban yang berada di atasnya yaitu beban roda dari kendaraan. Oleh karena itu, lapisan ini harus memiliki stabilitas tinggi agar dapat
menahan beban kendaraan dalam jangka waktu rencana (masa layan) sesuai perencanaan awal.
Sebagai lapisan kedap air. Air dapat merusak lapisan-lapisan dibawah
lapisan permukaan. Oleh karena itu, lapisan harus dibuat kedap air
sehingga air tidak dapat meresap kedalam perkerasan jalan karena dapat merusak lapisan ini.
Sebagai lapis aus. Beban kendaraan selain memiliki gaya kebawah
(vertikal) juga memiliki gaya horizontal. Gaya horizontal ini berasal
dari gesekan ban kendaraan dengan lapisan permukaan akibat rem kendaraan.
Lapisan yang menyebarkan beban kendaraan yang diterimanya ke
22 b. Lapisan Pondasi (Base Course)
Lapisan pondasi (base course) adalah lapisan kedua setelah lapisan permukaan. Lapisan ini berada di bawah lapisan permukaan dan di atas lapisan
pondasi bawah. Apabila suatu perkerasan lentur dirancang tanpa memakai lapisan pondasi bawah, maka lapisan pondasi berada di atas tanah dasar. Biasanya, lapisan pondasi terdiri dari material berupa agregat seperti batu pecah, sirtu, terak pecah
(crushed slag) atau kombinasi campuran material tersebut.
Secara umum, lapis pondasi memiliki fungsi sebagai berikut :
Lapisan yang menyebarkan gaya akibat beban kendaran dari lapis
permukaan, agar tersebar sampai tanah dasar.
Merupakan lapisan peresapan lapisan pondasi bawah.
Apabila air masuk dari lapisan permukaan, lapisan pondasi dapat
mengalirkan air melalui retakan ke drainase. Sebagai dasar perletakan lapisan permukaan.
Dalam merencakan suatu perkerasan lentur, pada lapisan pondasi memiliki
pertimbangan utama dalam perancangannya, yaitu :
Ketebalan. Lapisan pondasi biasanya dibuat lebih tebal dari lapisan
permukaan. Hal ini karena lapis pondasi memliki peran dalam mendistribusikan beban kendaraan dari lapis permukaan ke lapisan di
bawahnya.
Stabilitas akibat beban lalu lintas. Lapis pondasi harus mempunyai
tahanan yang lebih besar terhadap deformasi akibat distribusi beban
23 Ketahanan terhadap pelapukan. Lapis pondasi tidak seperti lapis
permukaan dimana lapisannya terlindungi dari rembesan air oleh aspal. Lapis pondasi kurang terlindungi dibandingkan tanah dasar.
Lapis pondasi menambah kekuatan struktur perkerasan, akan tetapi kontribusi terhadap kekuatan tidak begitu besar. Lebar lapis pondasi dibuat melebihi tepi dari lapis aus. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan kemungkinan adanya beban yang
bekerja di tepi perkerasan yang akan didukung oleh lapisan di bawahnya. Lapis pondasi umumnya dilebihkan 30 cm ke luar dari tepi perkerasan, namun dalam
hal-hal khusus bias lebih lebar lagi (Yoder dan Witczak, 1975).
c. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan pondasi bawah (subbase course) merupakan lapisan yang bersentuhan dengan tanah dasar, Karena letaknya di bawah lapis pondasi dan di atas tanah dasar. Lapisan pondasi bawah merupakan lapisan paling tebal dari lapisan
lainnya. Namun, memiliki material yang kualitasnya lebih rendah (kekuatan, plastisitas, dan gradasi), tetapi masih lebih tinggi dari kualitas material pada tanah
dasar. Hal ini agar dengan lapisan pondasi relatif cukup tebal (pendistribusian beban), biaya yang dipakai dalam pembuatan lebih murah. Oleh Karena itu, kualitas
lapis pondasi bawah ini sangat bervariasi dengan persyaratan tebal pada perencanaanya terpenuhi. Lapis pondasi bawah dipakai karena kondisi tanah dasar yang buruk kualitas nya, atau material yang digunakan untuk lapisan pondasi tidak
24 Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
Berperan dalam mendukung dan menyebarkan beban kendaraan
(termasuk ke dalam struktur perkerasan).
Untuk lapisan drainase (mengalirkan air yang terdapat pada
perkerasan melalui retakan).
Untuk efisiensi material yang digunakan. Lapisan-lapisan lainnya
dikurangi tebalnya sehingga menghemat biaya perancangan.
Mencegah material yang berasal dari tanah dasar masuk ke lapisan di
atasnya (lapisan pondasi).
d. Tanah Dasar (Subgrade Course)
Tanah dasar merupakan lapisan paling bawah pada suatu perkerasan lentur. Tanah dasar yang digunakan dalam perkerasan dipadatkan terlebih dahulu sampai
tingkat kepadatan tertentu agar mempunyai daya dukung yang baik. Tanah dasar sebagai pondasi suatu jalan dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian,
ataupun tanah timbunan. Beban yang diterima oleh lapisan perkerasan, akan didistribusikan sampai ke tanah dasar. Tanpa dukungan tanah dasar, lapisan perkerasan akan mengalami kerusakan yang akan menimbulkan deformasi
25 II.3. METODE PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
II.3.1. Sejarah dan Prinsip Perkerasan Jalan
Sebelum secanggih sekarang ini, perencanaan perkerasan jalan memiliki latar
belakang sejarah. Melihat perkembangannya seperti sekarang ini, perkerasan jalan dulunya hanya terbuat dari pasangan batu yang dipilih ukuran dan bentuknya
kemudian disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti jalan yang memiliki bentuk yang berbeda dengan tanah biasa. Hal ini dibuat karena perkembangan manusia dahulu dalam mencari kebutuhan hidup sangat sulit apabila hanya dengan
berjalan kaki. Untuk itu dipergunakan alat transportasi dengan memperkerjakan hewan sebagai alat transportasi tersebut.
Teknologi perkerasan jalan dapat mulai berkembang pesat sejak
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia dan zaman keemasan Romawi. Perencanaan perkerasan jalan pada masa itu sedikit lebih baik
dari zaman alat transportasi hewan yang hanya terdiri dari pasangan batu. Pada zaman tersebut sudah menggunakan prinsip tebal perkerasan, walau lebih tebal dari perencanaan perkerasan saat ini. Dan pada zaman itu belum menggunakan aspal atau
semen sebagai perekat perkerasan jalan. Setelah pada zaman ditemukannya roda, muncul lah nama yang dapat dikatakan sebagai bapak perkerasan jalan, yaitu Thomas
Telford dan John Lauden Macadam.
Menurut Washington State Department of Transport (WSDOT) dalam buku
Silvia Sukirman (2010), Thomas Telford (1757 – 1843) dari Skotlandia, seorang ahli tentang batu, membangun jalan di atas lapisan tanah dasar dengan kemiringan tidak
26 tebal total antara 35 – 45 cm. Ciri khas Telford adalah lapisan batu dibangun di atas
tanah dasar dimana lapis pertama terdiri dari batu besar dengan lebar 10 cm dan tinggi 7,5 – 18 cm, lapis kedua dan ketiga terdiri dari batu dengan ukuran maksimum
6,5 cm (tinggi lapis kedua dan ketiga sekitar 15 – 25 cm), dan paling atas diberi lapisan aus dari kerikil dengan ukuran 4 cm. Lapisan perkerasan ini diperkirakan mampu memikul beban 88 N/mm lebar.
Gambar 2.3 Perkerasan Telford
Jhon L. Macadam (1756 – 1836) orang Skotlandia, mengamati bahwa pada saat itu
kebanyakan perkerasan jalan dibangun dengan menggunakan batu bulat. Oleh karena itu, dia memperkenalkan struktur perkerasan yang dibangun dari batu pecah.
Disamping itu, Macadam memperhatikan juga kebutuhan drainase dengan membuat struktur perkerasan di atas lapisan tanah dasar yang memiliki kemiringan (lapisan Telford dibangun di atas lapisan tanah dasar yang hampir rata). Keistimewaan lain
dari perkerasan Macadam adalah memperkenalkan penggunaan batu pecah ukuran kecil (maksimum 2,5 cm) untuk membuat permukaan perkerasan rata. Batu pecah
dengan ukuran maksimum 7,5 cm diletakkan di atas lapisan tanah dasar dalam dua lapis. Tebal total kedua lapis adalah 20 cm. Lapisan aus dibangun dengan ketebalan
27 perkerasan Macadam adalah 25 cm, lebih tipis dari perkerasan Telford. Lapisan
perkerasan Macadam diperkirakan mampu memikul beban 158 N/mm lebar.
Gambar 2.4 Perkerasan Macadam
Setelah desain perkerasan jalan Telford dan Macadam, desain perkerasan jalan semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Mulai tahun 1900-an mulai banyak perkembangan jalan yang dikembangkan oleh berbagai peneliti di dunia.
Perencanaan perkerasan dikembangkan dengan menitikfokuskan kekuatan struktur perkerasan dalam menerima beban kendaraan. Karena volume lalu lintas yang
semakin meningkat, perencanaan desain perkersan jalan semakin disesuaikan dengan mengevaluasi kinerja permukaan jalan yang telah lalu. Metode yang dipergunakan dalam titik fokus kekuatan suatu perencanaan perkerasan berdasarkan serviceability
(indeks kualitas pelayanan perkerasan) yang dikembangkan berdasarkan percobaan test track. Pada tahun 1960-an The AASHO Road Test melakukan eksperimen
dimana eksperimen inilah yang menjadi panduan metode AASHTO. Metode ini dikembangkan dengan cara uji laboratorium atau percobaan tes lajur dengan kurva
28 tertentu dan kondisi iklim (sesuai dengan percobaan yang dilakukan) di tempat
metode tersebut dikembangkan.
Semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula metode desain
perkerasan jalan. Yang sebelumnya metode desain hanya memakai prinsip kekuatan struktur dengan menggunakan tebal yang berbeda-beda disetiap lapis perkerasan, saat ini beberapa metode muncul bersamaan dengan penggunaan material perkerasan baru
dalam desain perkerasan jalan. Parameter desain yang baru dalam perencanaan perkerasan jalan diperlukan untuk memasukkan mekanisme kegagalan (metode
kegagalan). Dengan kata lain, dalam merencanakan perkerasan jalan selain mengharapkan kekuatan struktur yang baik, perencanaan harus mempertimbangkan
bentuk kegagalan perkerasan tersebut, misalnya kelelahan retak dan deformasi permanen dalam kasus beton aspal. Contoh metode yang menggunakan prinsip kegagalan ini adalah metode yang dikembangkan oleh Asphalt Institute dan Shell.
Metode ini yang pertama menggunakan teori linear-elastis untuk menghitung respon strukturdengan kombinasi model empiris untuk memprediksi jumlah kegagalan untuk
perkerasan lentur khususnya.
Namun, dalam aplikasinya material perkerasan yang dipergunakan dalam
desain tidak menunjukkan perilaku sederhana seperti yang diasumsikan dalam teori isotropic linier elastis. Parameter seperti ketidakseragaman material, waktu dan
temperatur dalam perkerasan, dan anisotropi merupakan hal yang rumit untuk
diamati. Untuk itu diperlukan model dalam perencanaan perkerasan seperti ini. Pendekatan desain mekanistik didasarkan pada teori mekanika yang berhubungan dengan perilaku struktur dari perkerasan serta faktor diluar perkerasan seperti beban
29 Secara umum, dalam perencanaan perkerasan lentur dikenal tiga metode,
yaitu metode empiris, metode mekanistik dan metode mekanistik empiris.
II.3.2. Metode Empiris
Metode empiris merupakan metode yang dibuat dan dikembangkan dari pengalaman penelitian perencanaan suatu perkerasan jalan yang dimodelkan untuk
tujuan penelitian tersebut ataupun dengan jalan yang sudah ada. Jadi metode ini menggunakan material dan parameter desain perkerasan tertentu.
Dalam buku Yang H. Huang (2004) menjelaskan bahwa metode empiris
diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu metode empiris tanpa uji kekuatan tanah dan metode empiris dengan tes kekuatan tanah. Penggunaan metode empiris tanpa uji kekuatan tanah berasal dari pengembangan Public Roads (PR) sistem klasifikasi
tanah, di mana tanah dasar tersebut diklasifikasikan menjadi seragam dari A-1 sampai A-8 dan seragam dari B-1 sampai B-3. Sistem PR kemudian dimodifikasi
oleh Highway Research Board (HRB), di mana tanah dikelompokkan dari A-1 sampai A-7 dan ditambahkan grup indeks untuk membedakan kelompok masing-masing tanah. Steele membahas penerapan klasifikasi HRB dan grup indeks sebagai
dasar dalam memperkirakan tebal perkerasan tanpa tes kekuatan. Metode empiris dengan Uji Kekuatan pertama kali digunakan oleh California Highway Department
pada tahun 1929. Ketebalan perkerasan berhubungan dengan California Bearing Ratio (CBR). CBR didefinisikan sebagai ketahanan penetrasi tanah dasar relatif
terhadap standar batu pecah. Desain metode CBR dipelajari secara luas oleh U. S. Corps of Engineers selama Perang Dunia II dan menjadi metode yang sangat populer
30 Kelemahan dari metode empiris ini adalah metode ini hanya dapat
dipergunakan untuk desain perkerasan jalan lentur dengan kondisi lingkungan, material dan kondisi pembebanan tertentu sesuai dengan percobaan yang dilakukan
dalam pengembangan metode empiris ini. Oleh karena itu apabila seorang perencana mau menggunakan metode empiris, harus dikembangkan terlebih dahulu dengan cara trial dan error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
II.3.3. Metode Mekanistik
Metode mekanistik merupakan metode yang dikembangkan dari kaidah
teoritis dari karakteristik dari suatu material yang digunakan dalam perencanaan perkerasan, termasuk estimasi terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban
kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Metode mekanistik mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multi-layer (elastic) structure untuk perkerasan lentur dan suatu struktur beam on elastic foundation untuk perkerasan
kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan
(strain) pada struktur tersebut. Tempat bekerjanya tegangan ataupun regangan yang memiliki nilai paling maksimum yang terjadi akibat pembebanan suatu perkerasan
jalan akan menjadi kriteria perncanaan tebal struktur perkerasan dengan cara metode mekanistik ini.
II.3.4. Metode Mekanistik-Empiris
Metode ini merupakan metode pada prinsip perencanaan perkerasan jalan yang dikembangkan dari kombinasi metode meknistik dan empiris. Masing-masing
31 dalam desain perkerasan. Oleh karena itu peneliti mengembangkan metode ini
dengan tujuan semakin baiknya kinerja perencanaan perkerasan jalan.
Metode desain mekanistik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang
berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan, seperti tegangan dan regangan. Nilai respon digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan. Sangat perlu dilakukan pengamatan
pada kinerja perkerasan karena teori saja belum terbukti cukup untuk desain perkerasan secara realistis. Kerkhoven dan Dormon pertama kali menyarankan
penggunaan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi deformasi permanen. Saal dan Pell merekomendasikan
penggunaan regangan tarik horisontal di bawah lapisan aspal untuk meminimalkan kelelahan retak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Penggunaan konsep untuk desain perkerasan pertama kali disajikan di Amerika Serikat oleh Dormon dan
Metcalf (Huang, 2004).
32 Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen
didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada
tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat dikontrol atau dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan perkerasan juga dapat dikendalikan dan dikontrol pada akhirnya. Kedua kriteria telah diadopsi oleh
Shell Petroleum International, dan oleh Asphalt Institute (Huang, 2004). Dari bahasan di atas, dapat dilihat bahwa metode mekanistik-empiris ini memiliki
kelebihan dalam desainnya yaitu perencana perkerasan lentur dapat memprediksi kerusakan yang akan terjadi pada perkerasan tersebut, menigkatkan nilai reliabilitas dari desain juga memungkinkan melakukan perencanaan perkerasan lentur dengan
data dari laboratorium dan lapangan yang sangat terbatas dikarenakan pada metode ini memakai prinsip nilai tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan.
II.3.5. Metode Bina Marga 2013
Prosedur-prosedur ini harus diikuti sebagaimana diuraikan pada sub bab
33 1. Tentukan umur rencana dari tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan
Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan umur rencana untuk masing-masing tipe perkerasan untuk jalan baru.
Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) Jenis
Perkerasan Elemen Perkerasan
Umur Rencana (tahun) Perkerasan
lentur
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
pondasi jalan
40 semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak
diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
Cement Treated Based Perkerasan
Kaku
lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan tanpa penutup
Semua elemen Minimum 10
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Catatan :
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana di atas, maka dapat digunakan umur rencana berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted whole of life cost terendah. Nilai bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia, yang dapat diperoleh dari http://www.bi.go.id/web/en/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/.
34 2. Tentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang telah dipilih
Dalam Bina Marga 2013 pada Sub Bab 4 menjelaskan tentang Lalu Lintas, dimana di dalamnya terdapat penjelasan mengenai Beban Sumbu
standar Kumulatif atau dikenal dengan Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) yang merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana yang ditentukan sebagai :
ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF) ………. (2.1)
CESA = ESA x 365 x R ………... (2.2)
Dimana ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk 1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata – rata tahunan
untuk jenis kendaraan tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama
umur
rencana
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
Dimana
……….. (2.3)
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i : tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan (%) UR : umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data
35 Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum Untuk Desain
2011 – 2020 > 2021 – 2030
Arteri dan perkotaan (%) 5 4
Kolektor rural (%) 3,5 2,5
Jalan desa (%) 1 1
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
3. Tentukan nilai Traffic Multiplier (TM)
TM atau Traffic Multiplier merupakan nilai yang dihitung untuk mengoreksi kerusakan atau kelelahan dari lapisan aspal, dimana perhitungan nilai
TM masih berpedoman pada percobaan AASHTO. Dalam Bina Marga 2013 mencantumkan bahwa nilai TM ini digunakan hanya untuk desain dengan
menggunakan program CIRCLY.
Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas
desaindinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut:
Kerusakan perkerasan secara umum
………(2.4)
Dimana Lij = beban pada sumbu atau kelompok sumbu
SL = beban standar untuk sumbu atau kelompok sumbu (nilai SL mengikuti ketentuan dalam pedoman desain Pd T-05-2005).
Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas.Misalnya faktor
36 tebal berkaitan dengan regangan (strain) sebagaimana terlihat dalam persamaan
berikut:
Kerusakan lapisan aspal
………... (2.5)
Dimana RF = tingkat kepercayaan (diambil nilai 1 untuk reliabilitas)
Vb = volume bitumen
Smix = kekakuan aspal
μɛ = regangan
Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam ESA4
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Persamaan TM yang dapat digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal :
Kerusakan lapisan aspal
……… (2.6)
Dimana ESAaspal = jumlah pengulangan sumbu standar untuk
desain lapisan aspal total dengan tebal lebih besar dari 50 mm (tidak berlaku
untuk lapisan yang tipis).
ESA4 = jumlah pengulangan sumbu standar
dihitung dengan menggunakan rumus pangkat 4 yang digunakan untuk
desainPondasi jalan.
Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan
37 tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok
truk.LAMPIRAN B memberikan dasar untuk VDF kelompok kendaraan dan perhitungan TM untuk Indonesia.
4. Hitung CESA5= TM x CESA4 dan gunakan untuk semua bab dari prosedur
ini
Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5,
CESA5 = (TM x CESA4) ……… (2.7)
Sama halnya juga untuk mengakomodasi deformasi tanah dasar dan lapis perkerasan dengan pengikat semen masing-masing juga mengikuti aturan pangkat 7
dan pangkat 12, sehingga juga dibutuhkan penggunaan faktor TM untuk desain mekanistik, desain dalam manual ini didasarkan pada nilai CESA pangkat 4 dan 5 yang sesuai. Karena itu sangat penting untuk menggunakan nilai CESA yang benar
sebagai masukan dalam penggunaan desain.
Pangkat 4 digunakan untuk bagan desain pelaburan tipis (Burda) dan
perkerasan tanpa penutup.
Pangkat 5 digunakan untuk perkerasan lentur
Desain perkerasan kaku membutuhkan jumlah kelompok
38 5. Tentukan tipe perkerasan dari Tabel 2.4 atau dari pertimbangan biaya
(analisis dicounted whole of life cost)
Setelah dilakukan perhitungan beban lalu lintas dengan Traffic Multiplier, Perhitungan selanjutnya menentukan tipe perkerasan apa yang akan digunakan dalam desain. Secara umum hanya terdapat 2 jenis perkerasan pada jalan raya, yaitu
39 Tabel 2.4 Pemilihan Jenis Perkerasan
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Solusi yang lebih diutamakan (lebih murah) Alternatif – lihat catatan
Catatan: tingkat kesulitan: 1 kontraktor kecil - medium 2 kontraktor besar
dengan sumber daya yang memadai
3 membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus -dibutuhkan kontraktor spesialis Burda
Struktur Perkerasan Desain
ESA 20 tahun (juta)
(pangkat 4 kecuali disebutkan lain) 0 - 0.5 0.1 - 4 4 - 10 10 – 30 > 30 Perkerasan kaku dengan
lalu lintas berat 4 2 2 2
Perkerasan kaku dengan lalu lintas rendah (desan
dan daerah perkotaan) 4A 1,2
AC WC modifikasi atau SMA modifikasi dengan
CTB (pangkat 5) 3 2
AC dengan CTB (pangkat
5) 3 2
AC tebal ≥ 100 mm
dengan lapis pondasi
berbutir (pangkat 5) 3A 1,2
AC atau HRS tipis di atas
lapis pondasi berbutir 3 1,2
Burda atau Burtu dengan LPA Kelas A atau batuan
asli
Gambar
6 3 3
Lapis Pondasi Soil Cemnet 6 1 1
sPerkerasan tanpa penutup Gambar
6 1
40 6. Tentukan seksi-seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade
Subgrade merupakan lapisan pertama dalam desain perkerasan yang dikerjakan baik dilakukan perbaikan (timbunan) maupun langsung dilakukan
pemadatan. Subgrade harus benar-benar diperhatikan dalam perkerasan, Karena distribusi beban yang berasal dari permukaan perkerasan akan ditransfer sampai ke
subgrade.
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah Dasar akibat Variasi Musiman
Musim Minimum untuk CBR dari Faktor Penyesuaian pengujian DCP
Faktor Penyesuaian Minimum Pengukuran
Lendutan
Musim Hujan dan
Tanah Jenuh 0.90 1
Peralihan 0.80 1.15
Musim Kering 0.70 1.13
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
Nilai desain (CBR/lendutan) = (hasil bacaan DCP atau data lendutan) x faktor penyesuaian
Pendekatan umum untuk desain pondasi harus diambil konservatif, yang mengasumsikan kondisi terendam pada tingkat pemadatan yang disyaratkan.
7. Tentukan struktur pondasi jalan
Dalam mendesain perkerasan jalan, perencana perlu menentukan struktur pondasi
41
Gambar 2.6 Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi Jalan YA
Periksa data proyek dan gambar rencana dan bagilah dalam seksi-seksi yang homogeny dengan daya dukung pondasi yang hamper sama
Tanahnya alluvial dengan
kepadatan
Tanahnya jenuh atau berpotensial
TIDAK
TIDAK
Metode Desain A (prosedur subgrade standar)
YA
Metode Desain B (tanah alluvial jenuh)
42 Selain bagan tersebut, untuk mempermudah dalam desain pondasi jalan, dicantumkan juga tabel perkiraan nilai CBR tanah dasar untuk beberapa jenis kondisi tanah
45 8. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari desain 3
Maksud dari syarat desain 3 adalah pertimbangan desain pada perkerasan lentur
48 Tabel 2.10 Alternate Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Pondasi Berbutir
Periksa apakah setiap hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat menggunakan Pd T-01-2002-B1
1
49 9. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan
Seperti peraturan lainnya, drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) juga harus diperhatikan dalam desain perkerasan jalan lentur. Dalam Bina
Marga 2013 dicantumkan ketentuan dalam desain drainase bawah permukaan :
50 10. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan
Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan ketebalan lapisan yang diijinkanuntuk
pembatasan pada tepi perkerasan
51 11.Tetapkan kebutuhan pelapisan (sealing) bahu jalan
Tahap terakhir adalah dilakukannya pelapisan bahu jalan (sealing) yang
dijelaskan dalam Bina Marga 2013 pada lampiran. Pada lampiran tersebut diberikan ketentuan dalam desain sealing.
II.4. MULTI-LAYERED ELASTIC SYSTEM
Multilayer Elastic System (Teori sistem Lapis Banyak) merupakan salah satu
penyelesaian secara analisis pada metode mekanistik. Pada sistem struktur lapisan
banyak ini berkenaan dengan tegangan, regangan, dan lendutan yang merupaka respon dari perkerasan terhadap beban roda kendaran yang melintas di atasnya. Dalam multi-layered elastic system, menggunakan beberapa asumsi dalam
menghitung respon struktur seperti yang disebutkan di atas, antara lain (Yodder and Witczak, 1975) :
Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen.
Contohnya sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi. (Lihat
Gambar 2.7).
Tiap lapisan mempunyai tebal tertentu (batas ketebalan), kecuali untuk
lapisan paling bawah (tanah dasar memiliki ketebalan tidak terbatas) dan lebar setiap lapisan perkerasan dianggap tidak terbatas.
Tiap lapisan dianggap isotopik, yakni sifat bahan di suatu titik tertentu, titik
Ai contohnya sama di setiap arah.
Friksi yang terjadi diantara lapisan yaitu di interface.
52 Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus
resilient (E atau MR) dan konstanta Poisson (µ)
Gambar 2.7 Model Sistem Lapis Banyak
Dalam Teori Sistem Lapis Banyak (Multi-layered Elastic System) terbagi atas tiga sistem, yaitu Sistem Satu Lapis, Sistem Dua Lapis, dan Sistem Tiga Lapis. Berikut akan dijelaskan masing-masing sistem lapisan tersebut.
II.4.1. Sistem Satu Lapis
Dalam menganalisis tegangan (stress), regangan (strain) dan lendutan
(deflection) dapat digunakan persamaan Boussinesq, dimana pada persamaan ini Boussinesq mengasumsikan lapisan tanah bersifat homogen, isotropik dan elastis yang dimodelkan pada media beban terpusat (point load) (Yodder and Witczak,
53
……… (2.7)
[ ] ……… (2.8)
Dimana : r = jarak radial dari beban terpusat
z = kedalaman
Karena beban roda berbentuk lingkaran (lihat Gambar 2.12), maka untuk
rumus-rumus tegangan, regangan, dan lendutan untuk akibat beban terbagi rata (P) pada bidang kontak lingkaran berjari-jari (a) dapat dilihat pada tabel 2.10
54 Tabel 2.13 Persamaan Pada Multilayered Elastic System
Sumber : Principles Of Pavement Design (Yodder, E.J and M.W. Witczak. 1975)
II.4.2. Sistem Dua Lapis
Sistem struktur dua lapisan dapat memodelkan struktur perkerasan dengan membedakan tanah dasar dari lapisan-lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan membedakan lapisan aspal dari lapisan agregat (termasuk tanah
dasar). Dalam pemecahan masalah dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Lapisan
permukaan diasumsikan tidak terbatas tetapi kedalaman lapisan terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya tidak terbatas baik arah horisontal maupun vertikal. Nilai tegangan dan defleksi didapat dari perbandingan modulus
55 Gambar 2.9 Sistem Dua Lapis
Gambar 2.10 Grafik Distribusi Tegangan Vertikal Dalam Sistem Dua Lapis
II.4.3. Sistem Tiga Lapis
Tegangan – tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri sistem tiga lapis dapat dilihat pada gambar 2.15. Tegangan – tegangan yang terjadi meliputi:
µ1,H1,E 1
56
σz1 : tegangan vertikal interface 1
σz2 : tegangan vertikal interface 2
σr1 : tegangan horisontal pada lapisan 1 bagian bawah
σr2 : tegangan horisontal pada lapisan 2 bagian bawah
σr3 : tegangan horisontal pada lapisan 3 bagian atas
Gambar 2.11 Tegangan Sistem Tiga Lapis
Untuk menghitung besarnya nilai tegangan vertikal diperlukan grafik. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai tegangan horisontal diperlukan
tabel tegangan faktor. Dalam menghitung nilai tegangan, baik vertikal maupun horisontal pada grafik dan diperlukan nilai di bawah:
...(2.9)
………... (2.10)
……….(2.11)
……….(2.12)
µ1,H1,E1
µ2,H2,E2
57
Dalam menentukan σz1 dan σz2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut
didapat nilai faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan memasukkan parameter di atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal
digunakan rumus sebagai berikut:
z1= p(ZZ1)……….(2.13)
z2= p(ZZ2) ……….……...(2.14)
Sedangkan untuk tegangan horisontal σr1, σr2, dan σr3 dapat diperoleh juga
dari tabel. Pada tabel tersebut didapatkan nilai (ZZ1 – RR1), (ZZ2–RR2), (ZZ3 – RR3), maka diperlukan rumus :
z1− σr1= p(ZZ1 –RR1) ………(2.15)
z2− σr2= p(ZZ2 - RR2) ……….(2.16)
Untuk menghitung regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan menggunakan rumus:
………..……... (2.17)
II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN
Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Model ini berasumsi
bahwa setiap lapis perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik yang berarti akan kembali ke bentuk aslinya ketika beban dipindahkan. Dalam permodelan lapis perkerasan jalan dengan model lapisan elastis ini diperlukan
58 a. Parameter setiap lapis
Modulus Elastisitas
Hampir semua bahan adalah elastis, artinya dapat kembali ke bentuk
aslinya setelah direnggangkan atau ditekan. Modulus elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan suatu benda. Modulus elastisitas biasa disebut juga Modulus Young dan dilambangkan dengan
E.
……….….(2.18)
E = Modulus Elastsitas ; Psi atau kPa
σ = Tegangan ; kPa
ε = Regangan
Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan
tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada gambar 2.12 batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu
59 Gambar 2.12 Modulus Elastisitas
Tabel 2.14 Nilai Modulus, Koefisien Relatif, dan Poisson Rasio
Jenis Bahan Modulus Tipikal Koefisien Relatif (a) Rasio Poisson's
HRS WC 800 Mpa 0.28 0.4
HRS BC 900 Mpa 0.28
AC WC 1100 Mpa 0.31
AC BC (lapis atas) 1200 Mpa 0.31
AC Base atau AC BC
(sebagai base) 1600 Mpa 0.31
Bahan bersemen
(CTB) 500 Mpa retak
0.2 (mulus) 0.35 (retak)
Tanah dasar
(disesuaikan musiman) 10 x CBR (Mpa)
0.45 (tanah kohesif) 0.35 (tanah non
kohesif) Sumber : Bina Marga 2013
Poisson Ratio
Salah satu parameter penting yang digunakan dalam analisa elastis dari sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poisson ratio. Perbandingan
60 satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar. Di
dalam terminologi realistis, perbandingan Poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai sekitar 0.5 (artinya tidak ada volume berubah setelah
dibebani).
Gambar 2.13 Model Poisson Ratio
b. Ketebalan Lapisan
Ketebalan setiap lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak
61 c. Kondisi beban
Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs) , tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda, d
(mm/inch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari kendaraan yang digunakan .Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada
sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang
dapat dianalisis secara bersamaan. Analisis struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm,inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap
berbentuk lingkaran.
√ ………..……(2.19)
a = jari-jari bidang kontak
P = beban kendaraan q = tekanan beban
Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan.
a. Tegangan. Intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai
titik. Tegangan satuan gaya per daerah satuan (N/m2, Pa atau psi).
b. Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk
62 c. Defleksi/lendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi
dinyatakan di dalam satuan panjang (μm atau inchi atau mm).
Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan
untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan.
Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.15 Analisa Struktur Perkerasan
Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan
Permukaan perkerasan
Defleksi Digunakan dalam desain lapis
tambah
Bawah lapisan
perkerasan
Regangan tarik horizontal
Digunakan untuk memprediksi retak fatik pada lapis permukaan Bagian atas tanah
dasar/bawah lapis pondasi bawah
Regangan tekan vertical
Digunakan untuk memprediksi kegagalan rutting yang terjadi
63 Gambar 2.14 Lokasi Analisa Struktur Perkerasan
II.6. KERUSAKAN PADA PERKERASAN
Perkerasan yang telah didesain dengan metode tertentu ataupun dengan bahan perkerasan yang baik, pada akhirnya akan menemukan titik jenuh, dimana ketahanan
perkerasan dalam menerima beban kendaraan dalam masa layan tertentu akan mengalami kerusakan. Ada yang mengalami kerusakan pada waktu masa layan
(umur rencana) yang telah direncanakan, adapun yang mengalami kerusakan di awal atau sebelum akhir umur rencana yang telah ditetapkan.
Kerusakan dalam bentuk yang sederhana umumnya lebih mudah
64 Kerusakan perkerasan jalan dapat disebabkan oleh (Hary, 2007) :
Beban lalu-lintas yang berlebihan.
Kondisi tanah dasar (subgrade) yang tidak stabil, sebagai akibat dari sistem
pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat-sifat
tanah dasar yang memang jelek.
Kondisi tanah pondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat, bila
jalan terletak pada timbunan.
Kondisi lingkungan, yaitu termasuk akibat suhu udara dan curah hujan yang
tinggi.
Material dari struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik.
Penurunan akibat pembangunan utilitas di bawah lapisan perkerasan.
Drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan perkerasan
akibat isapan atau kapilaritas.
Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh
akibat pembekuan dan pencairan es.
Kelelahan (fatigue) dari perkerasan, pemadatan, atau geseran yang
berkembang pada tanah dasar, lapis pondasi bawah (subbase), lapis pondasi
(base) dan lapis permukaan.
Dalam perkerasan kaku, kondisi beton yang memburuk disebabkan oleh
berkurangnya mutu kekuatan pada perkerasan beton akibat material
pembentuk yang tidak awet, proses beku-cair, reaksi agregat alkali dan lain-lain. Kerusakan perkerasan kaku juga bisa diakibatkan oleh melengkung atau tidak tepatnya kelurusan batang ruji (dowel) dan tegangan-tegangan yang
65 akibat: pemompaan (pumping), pecahnya bagian sudut pelat, rusaknya
sambungan dan lain-lain.
Banyak bentuk kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan. Jenis-jenis
kerusakan perkerasan lentur, umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Deformasi : bergelombang, alur, ambles, sungkur, mengembang, benjol, dan
turun.
Retak : memanjang, melintang, diagonal, reflektif, blok, kulit buaya, dan
bentuk bulan sabit.
Kerusakan tekstur permukaan : butiran lepas, kegemukan, agregat licin,
terkelupas, dan stripping.
Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel.
Kerusakan di pinggir perkerasan : pinggir retak/pecah dan bahu turun.
Pada subbab ini akan di bahas mengenai kerusakan pada perkerasan, yaitu perkerasan lentur. Dengan bahasan kerusakan yang dikhususkan pada kerusakan alur (rutting).
Dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2007) menjelaskan bahwa alur (rutting) adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya
perkerasan kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan (lihat gambar 2.19 dan 2.20). Distorsi permukaan jalan yang membentuk alur-alur terjadi akibat beban lalu
66 Gambar 2.15 Alur Pada Jalan Raya (1)
Gambar 2.16 Alur Pada Jalan Raya (2)
Alur biasanya baru nampak jelas ketika hujan dan terjadi genangan air di dalamnya.
Menurut Asphalt Institute MS-17, sebab-sebab terjadinya alur adalah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.17 Alur disebabkan oleh pemadatan (deformasi tanah
67 Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga
akibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral
dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat.
Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis
perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada lintasan
roda yang disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi atau tanah dasar. Tanah dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal,
pemadatan kurang, atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air.
Gambar 2.17 Skema Terjadinya Alur
Setelah melihat pengertian dan faktor penyebab kerusakan perkerasan lentur
berupa alur, bentuk kerusakan seperti ini harus segera diperbaiki. Karena apabila kerusakan alur dibiarkan terus menerus, perkerasan yang mengalami kenaikan dari posisi awal desain (kenaikan masih kecil) lama kelamaan akan naik secara berlebihan
68 dua kali lipat tingginya dari posisi awal desain perkerasan tersebut. Selain itu apabila
alur ini digenangi oleh air akan menyebabkan kerusakan tambah meluas yang akan mengakibatkan kecelakaan pada kendaraan (dapat terjadi slip atau ambles ketika
melintas di sepanjang alur). Hal ini tentunya mengurangi kenyamanan dan keselamatan dalam berkendara.
Untuk melakukan perbaikan kerusakan perkerasan berupa alur seperti ini
dapat dilakukan perbaikan berupa lapis tambah (overlay). Pada perbaikan lapis tambah ini menggunakan campuran aspal panas (hot mix). Seperti yang diketahui
overlay merupakan bentuk perbaikan yang dilakukan pada permukaan perkerasan saja. Oleh karena itu bagian perkerasan yang terjadi alur di ratakan kemudian
dilakukan pelapisan permukaan dengan hot mix. Proses perbaikan seperti ini sering dipakai untuk perbaikan sementara. Selain perbaikan dengan lapis tambah, apabila penyebab kerusakan alur terjadi karena kurangnya daya dukung lapis pondasi (base)
atau tanah dasar terhadap beban kendaraan, perbaikan yang cocok adalah dengan melakukan perencanaan perkerasan kembali pada perkerasan tersebut.
Shahin (1994) dalam buku Hary Christady Hardiyatmo (2007), memberikan tabel tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan pemilihan
69 Tabel 2.16 Tingkat Kerusakan Perkerasan Aspal, Identifikasi dan Pilihan Perbaikan Alur
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan Pilihan Untuk Perbaikan L Kedalaman alur rata-rata 1/4 - 1/2
in
(6 – 13 mm).
Belum perlu diperbaiki; mill dan lapisan tambahan.
M Kedalaman alur rata-rata 1/2 - 1 in (13 – 25,5 mm).
Penambalan dangkal,
parsial atau di seluruh
kedalaman, mill dan
lapisan tambah
H Kedalaman alur rata-rata 1in.
(25,4 mm)
Penambalan dangkal,
parsial atau di seluruh kedalamn, mill dan lapisan tambah
II.7.PROGRAM KENPAVE
Software ini terbagi dalam empat program yang terpisah dan ditambah
dengan beberapa program untuk menunjukkan grafis, keempat program tersebut antara lain yaitu LAYERINP, KENLAYER, SLABINP, dan KENSLAB.
LAYERINP dan KENLAYER. merupakan program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan SLABINP dan KENSLAB merupakan program analisis untuk perkerasan kaku(Huang, 2004).
II.7.1. Instalasi Program
Program ini disimpan dalam CD dan terdiri dari lima file: setup.exe, Setup.lst, KENPAVEI.CAB, KENPAVE2.CAB, dan KENPAVE3.CAB. Program ini
dapat diinstal pada setiap komputer dengan Windows 95 atau lebih tinggi. Prosedur untuk menginstal KENPAVE dijelaskan seperti di bawah ini:
70 2. Ketik drive pertama diikuti oleh SETUP (misalnya D:\SETUP), kemudian
klik OK, dan akan muncul pengaturan layar dengan beberapa petunjuk. 3. Disarankan semua file yang diinstal akan disimpan dalam direktori bawaan
yaitu pada direktori C:\KENPAVE. tapi, dapat mengganti default dan menyimpannya dalam direktori yang anda inginkan.
4. Ikuti petunjuk pada layar sampai muncul pesan "KENPAVE Setup was
completed succesfully". Selama instalasi, jika pesan" A file being copied is older than the file in your system . Do you want to keep this file? " muncul,
cukup klik "Ya" seperti yang direkomendasikan. Jika pesan kesalahan muncul untuk file tertentu, klik tombol Abaikan dan biarkan instalasi dilanjutkan. Sistem mungkin sudah memiliki file, atau file tujuan mungkin ditulis untuk
dilindungi.
5. Jalankan KENPAVE dengan mengklik tombol Start, kemudian arahkan ke
Programs dan KENPAVE, dengan mengklik KENPAVE akan keluar layar utama KENPAVE.
Setelah instalasi, total 30 file akan disimpan di direktori KENPAVE, di
antaranya adalah KENPAVE.EXE, KENLAYER.EXE, KENSLABS EXE,. LARGE.EXE (KENSLABS dengan memori besar), 12 file data dalam satuan
Inggris, 12 file data dalam satuan SI, datapath digunakan untuk drop-down box, dan ST6UNST untuk menguninstall program. Untuk menghapus program dari komputer, klik start, klik Kontrol Panel. Kemudian klik dua kali Add / Remove Programs ikon,
71 II.7.2. Perkembangan Program KENPAVE
Program KENPAVE yang menyertai buku Yang H. Huang Edisi Kedua Pavement Analisis and Desain, adalah versi Windows pengganti empat program
DOS dari LAYERINP, KENLAYER, SLABSINP, dan KENSLABS yang menyertai buku edisi pertama yang diterbitkan pada tahun 1993. Kontrol program KENPAVE adalah pada layar utama yang dapat melakukan berbagai fungsi. Setelah file data
dibuat dan diberi nama (atau berganti nama), seluruh analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu tanpa keharusan untuk
mengetik nama file lagi.
File data yang disiapkan oleh KENPAVE sedikit berbeda dari program-program sebelumnya. Sebagai contoh, program-program-program-program lama hanya dapat
menggunakan unit bahasa Inggris, sementara KENPAVE dapat menggunakan salah satu unit bahasa Inggris atau SI. Dalam unit Inggris, program-program lama yang
digunakan pci untuk satuan berat, sementara KENPAVE digunakan PCF. Namun, pada LAYERINP untuk perkerasan lentur dan SLABSINP untuk perkerasan kaku dapat mengkonversi file lama secara otomatis ke format baru sehingga file data lama
masih dapat digunakan untuk menjalankan KENLAYER dan KENSLABS.
II.7.3. Tampilan Utama Program KENPAVE
Gambar 2.18 menunjukkan tampilan utama KENPAVE, yang terdiri dari dua menu pada bagian atas dan 11 menu di bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk
72 Gambar 2.18 Tampilan Awal KENPAVE
II.7.4. Menu-menu pada Program KENPAVE
Dalam jurnal Fadhlan (2013) yang dikutip dari buku Yang H.Huang (2004)
menjelaskan menu-menu yang terdapat pada program KENPAVE. Selain itu akan dicantumkan juga menu input dan output pada sub program KENPAVE yaitu
KENLAYER. Penjabarannya sebagai berikut : Data Path
Pada sebelah kiri di bagian ujung atas terdapat kotak Data Path yang merupakan direktori tepat penyimpanan data. Nama yang umum pada direktori adalah default C:\KENPAVE \ sebagai mana terdaftar pada proses
instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file yang dibuat, Anda dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC \) di kotak Jalur
73 membuat file data yang ada selain direktori C:\KENPAVE\, Anda dapat
mengetikkan nama direktori. Semua file data dalam direktori tersebut dengan extension. DAT akan ditampilkan dalam menu Filename yang berada di
sebelah kanan. Namun, kotak nama file akan tetap kosong, jika tidak ada file dengan extensi DAT di direktori data.
Filename
Pada menu filename akan ditampilkan sebuah file baru yang diciptakan oleh LAYERINP atau SLABSINP, kita tidak perlu mengeketik nama di kotak
Filename karena file yang dibuat akan automatis ada pada menu filename. Semua file data harus memiliki ekstensi DAT. Nama file ditampilkan dalam kotak juga akan digunakan dalam file lain yang dihasilkan selama
pelaksanaan KENLAYER atau KENSLABS. Untuk file yang ada untuk diedit, dapat mengetikkan nama file atau menggunakan daftar drop-down box
untuk menemukan nama file.
Help
Pada Setiap layar menu terdapat menu 'help' yaitu bantuan yang menjelaskan
parameter input dan penggunaan yang tepat dari program. Textbox dan bentuk data yang kebanyakan berada pada layar yang sama. Beberapa menu
memiliki 'Bantuan' menu atau tombol yang harus diklik jika ingin membacanya. Menu help sangat membantu dalam menjalankan program ini,
74 Editor
EDITOR dapat digunakan untuk memeriksa, mengedit, dan cetak data file, untuk pengguna pemula dengan pengaturan file data, penggunaan
LAYERINP atau SLABINP sebagai editor sangat dianjurkan. Jika pengguna yang berpengalaman, mungkin ingin membuat beberapa perubahan sederhana dalam file data dengan EDITOR karena dapat memasukkan file lebih cepat
dan melihat isi dari seluruh file, bukan melalui serangkaian layar dengan menggunakan LAYERINP atau SLABSINPExit
Setelah semua analisis yang diinginkan telah selesai, klik 'EXIT' untuk menutup KENPAVE.
Layerinp dan Slabsinp
LAYERINP atau SLABSINP digunakan untuk membuat data file sebelum KENLAYER atau KENSLABS dapat dijalankan.
Kenlayer dan Kenslabs
KENLAYER atau KENSLABS merupakan program utama untuk analisis perkerasan dan dapat dijalankan hanya setelah file data telah diisi. Program
ini akan membaca dari file data dan memulai eksekusi. Selama eksekusi, beberapa hasil akan muncul di layar untuk member tahu bahwa program ini
berjalan.
LGRAPH atau SGRAPH
75 Contour
Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y. plot contour adalah untuk perkerasan kaku.
II.8. PROGRAM KENLAYER
Program komputer KENLAYER ini hanya dapat diaplikasikan pada jenis
perkerasan lentur tanpa sambungan atau perkerasan kaku (Huang, 2004). Untuk perkerasan kaku digunakan program KENPAVE bagian KENSLABS.
II.8.1. Dasar Teori Program KENLAYER
Dasar dari program KENLAYER ini adalah teori sistem lapis banyak. Teori sistem lapis banyak adalah metode mekanistik dalam perencanaan perkerasan lentur
sebagaimana yang telah diuraikan di BAB dua. KENLAYER dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis. Dan
juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple. Pada program KENLAYER dimulai dengan input data melalui menu LEYERINP pada program KENPAVE.
II.8.2. Menu-Menu Pada LAYERINP Pogram KENLAYER
Tampilan LAYERINP
Gambar 2.19 menunjukkan tampilan menu LAYERINP. Pada
76 Gambar 2.19 Tampilan Layar LAYERINP
Berikut ini adalah penjelasan dari menu – menu yang ada di dalam LAYERINP, yaitu:
a. File
Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan
Old untuk file yang sudah ada. b. General
Dalam menu General terdapat beberapa menu yang harus diinput: Title : Judul dari analisa.
MATL : Tipe dari material.
(1) jika seluruh lapis merupakan linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis,
(3) jika lapisan merupakan viskoelastis,
77 Gambar 2.20 Tampilan Menu General
NDAMA : Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan analisis,
(1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat
kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail.
DEL : Akurasi hasil analisa. Standar akurasi 0.001.
NL : Jumlah layer / lapis, maksimum 19 lapisan
NZ : Letak koordinat arah Z yang akan dianalisa. Jika
NDAMA =1 atau 2, maka NZ = 0 karena program akan menganalisa
di koordinat yang mengalami analisa kerusakan.
NSTD : (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal
78 NBOND : (1) jika antar semua lapis saling berhubungan / terikat,
(2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya geser diabaikan.
NUNIT : Satuan yang digunakan. (0) satuan English, (1) satuan SI.
Tabel 2.17 Satuan English dan SI
Satuan Satuan English Satuan SI
Panjang Inch cm
Tekanan Psi kPa
Modulus Psi kPa
c. Zcoord
Jumlah poin yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak
tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal itu berarti yang akan dianalisa oleh program adalah pada kedalaman 4 inch
dan 6 inch.
79 d. Layer
Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu General. TH adalah tebal tiap layer / lapis. PR adalah Poisson’s Ratio
tiap layer.
Gambar 2.22 Tampilan Layar Layer e. Interface
Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND
80 Gambar 2.23 Tampilan Layar Interface
f. Moduli
Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY dalam menu
General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12. E adalah modulus elastisitas tiap layer.
g. Load
Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1)
untuk sumbu tunggal roda ganda, (2) untuk sumbu tandem, (3) untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai
81 Gambar 2.24 Tampilan Layar Load
h. Parameter lain seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb
akan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input nilai yang dimasukan sebelum data ini.
II.9. DATA MASUKAN (INPUT PROGRAM KENPAVE)
Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain; modulus elastisitas,
poisson ratio, tebal lapisan perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari lapisan permukaan sampai tanah dasar yang diperlukan adalah dari modulus
82 Nilai poisson ratio ditentukan berdasarkan tabel 2.14. Data tebal perkerasan dari
tebal lapisan yang dihasilkan melalui perhitungan metode Bina Marga.
Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P(KN/lbs), data tekanan ban q
(Kpa/psi), data jarak antara roda ganda d(cm / inch), dan data jari-jari bidang kontak a(cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia(Sukirman, S. 2010) sebagai berikut:
o Beban kendaraan Sumbu standar 18.000 pon/8.16 ton o Tekanan Roda satu ban 0,55 MPa = 5,5 kg/cm2
o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm
o Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm
Gambar 2.25 Sumbu Standar Ekivalen di Indonesia
II.10. DATA KELUARAN (OUTPUT PROGRAM)
Setelah semua data yang diperlukan dimasukkan kedalam program KENPAVE maka program akan menjalankan analisis perkerasan. Keluaran dari
83 minor principal strain, dan horizontal principal strain. Pada penelitian ini output
yang digunakan adalah vertical strain dan horizontal principal strain untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi beban berdasarkan analisa kerusakan fatigue dan rutting.
II.11. TAHAPAN EVALUASI MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan metode Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 (Bina Marga 2013) dengan menggunakan program KENPAVE adalah sebagai berikut:
1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggu